Tanggapan
terhadap
ajaran
Pdt. Stephen Tong
tentang
hubungan
ajaran
Seorang filosof Cina dan Kitab Suci / Alkitab
Amsal 1:7 - “Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi
orang bodoh menghina hikmat dan didikan”.
Dalam VCD berjudul
‘falsafah Asia’, ada beberapa hal yang diajarkan oleh Pdt. Stephen Tong
tentang ajaran seorang filosof Cina dalam hubungannya dengan Kitab Suci /
Alkitab, yaitu:
1) Dalam ajaran filosof
Cina itu yang ada hanyalah ajaran horizontal (berhubungan dengan sesama
manusia), tetapi sama sekali tidak ada ajaran vertikal (berhubungan dengan
Allah). Jadi, kalau dibandingkan dengan 10 hukum Tuhan, maka hukum 5-10 ada
dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi hukum 1-4 tidak ada.
2) Ajaran filosof Cina
itu bukanlah wahyu umum, tetapi respons manusia terhadap wahyu umum. Karena itu
ajaran filosof Cina itu bisa bertentangan dengan ajaran Kitab Suci.
3) Setelah menunjukkan
suatu ajaran filosof Cina itu yang kelihatannya ia anggap sangat bagus, Pdt.
Stephen Tong lalu mengatakan bahwa orang-orang Kristen dan hamba-hamba Tuhan
harus memperhatikan ajaran filosof Cina itu, karena ini bisa membentuk mereka
menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
I) Ajaran filosof Cina itu hanya
mengandung ajaran horizontal, tidak ada yang vertikal.
Yang aneh dalam
pemikiran saya, adalah: dengan pengertian seperti itu tentang ajaran filosof
Cina itu, apa sebabnya dan bagaimana mungkin Pdt. Stephen Tong tetap
meninggi-ninggikan ajaran filosof Cina itu? Saya kira semua agama mempunyai
ajaran yang mirip / sama dengan hukum 5-10, dan bahkan banyak yang juga
mempunyai hukum 1-2 (sekalipun tentu saja dinyatakan dengan kata-kata yang
berbeda). Jadi, lalu apa istimewanya ajaran filosof Cina itu dalam hal ini
sehingga diagung-agungkan oleh Pdt. Stephen Tong? Apakah Pdt. Stephen Tong juga
mempunyai pandangan yang sama tentang agama-agama lain
Sekarang, mari kita
membandingkan ajaran Pdt. Stephen Tong dalam hal ini dengan ajaran Calvin dan
Kitab Suci.
1) Kalau kita
membandingkan hal ini dengan ajaran Calvin, maka jelas bahwa Calvin menekankan
keharusan adanya pengetahuan tentang Allah maupun tentang diri sendiri / sesama
manusia. Calvin juga menekankan bahwa pengetahuan tentang Allah itu lebih
penting, dan bahkan menjadi dasar, dari pengetahuan tentang diri sendiri /
sesama manusia
a) Hikmat yang benar
dan sehat terdiri dari 2 bagian, pengenalan tentang Allah dan diri sendiri.
John Calvin:
“Nearly
all the wisdom we possess, that is to say, true and sound wisdom, consists of
two parts: the knowledge of God and of ourselves. But, while joined by many
bonds, which one precedes and brings forth the other is not easy to discern”
(= Hampir semua hikmat yang kita miliki, yaitu hikmat
yang benar dan sehat, terdiri dari 2 bagian: pengetahuan / pengenalan tentang
Allah dan tentang diri kita sendiri. Tetapi, sekalipun dipersatukan oleh
banyak ikatan, yang mana yang mendahului dan yang melahirkan yang lain tidak
mudah untuk dilihat) - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter 1, no 1.
b) Sekalipun
pengenalan tentang Allah dan tentang diri sendiri saling berhubungan, tetapi
urut-urutan yang benar dalam ajaran yang benar adalah mempelajari pengetahuan /
pengenalan tentang Allah lebih dulu.
John Calvin:
“however
the knowledge of God and of ourselves may be mutually connected, the order of
right teaching requires that we discuss the former first, then proceed afterward
to treat the latter”
(= bagaimanapun pengetahuan / pengenalan tentang Allah
dan tentang diri kita sendiri bisa berhubungan secara timbal balik, urut-urutan
ajaran yang benar menuntut bahwa kita membicarakan yang pertama lebih dulu, dan
lalu setelah itu melanjutkan untuk menangani yang terakhir) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 3.
c) Manusia tak pernah
bisa mengenal diri sendiri tanpa lebih dulu mengenal Allah. Dan tanpa memandang
kepada Allah dan menjadikannya sebagai standard, maka manusia akan merasa
dirinya sendiri benar, lurus, bijaksana dan kudus.
John Calvin:
“it
is certain that man never achieves a clear knowledge of himself unless he has
first looked upon God’s face, and then descends from contemplating him to
scrutinize himself. For we always seem to ourselves righteous and upright and
wise and holy - this pride is innate in all of us - unless by clear proofs we
stand convinced of our own unrighteousness, foulness, folly, and impurity.
Moreover, we are not thus convinced if we look merely to ourselves and not also
to the Lord, who is the sole standard by which this judgment must be measured”
(= adalah pasti bahwa manusia tidak pernah mencapai
pengetahuan / pengenalan yang jelas tentang dirinya sendiri kecuali ia lebih
dulu telah melihat pada wajah Allah, dan lalu turun dari perenungan tentangNya
untuk memeriksa dirinya sendiri dengan teliti. Karena kita selalu kelihatan bagi
diri kita sendiri benar dan lurus dan bijaksana dan kudus - kesombongan ini
merupakan suatu pembawaan sejak lahir dalam semua dari kita - kecuali oleh
bukti-bukti yang jelas kita diyakinkan tentang ketidak-benaran, kekotoran /
keburukan / kebusukan, kebodohan, dan ketidak-murnian kita sendiri. Selanjutnya,
kita tidak akan diyakinkan seperti itu jika kita memandang semata-mata pada diri
kita sendiri dan tidak juga kepada Tuhan, yang adalah satu-satunya standard
dengan mana penghakiman / penilaian ini harus diukur) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 2.
John Calvin:
“we
must infer that man is never sufficiently touched and affected by the awareness
of his lowly state until he has compared himself with God’s majesty” (=
kita harus menyimpulkan bahwa manusia tidak pernah disentuh secara cukup dan
dipengaruhi oleh kesadaran tentang keadaannya yang rendah sampai ia telah
membandingkan dirinya sendiri dengan keagungan Allah) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 1, no 3.
Bdk. Amsal 1:7 - “Takut
akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan
didikan”.
Adam
Clarke (tentang Amsal 1:7): “This
fear or religious reverence is said to be the beginning of knowledge; ree’shiyt,
the principle, the first moving influence, begotten in a tender conscience by
the Spirit of God. No man can ever become truly wise, who does not begin with
God, the fountain of knowledge; and he whose mind is influenced by the fear
and love of God will learn more in a month than others will in a year” (= Rasa
takut atau rasa takut / hormat religius ini dikatakan merupakan permulaan
pengetahuan; REE’SHIYT, dasar, pengaruh penggerak pertama, dilahirkan dalam
hati nurani yang lembut oleh Roh Allah. Tidak ada manusia bisa pernah menjadi
betul-betul bijaksana, yang tidak mulai dengan Allah, sumber dari
pengetahuan; dan ia yang pikirannya dipengaruhi oleh rasa takut dan kasih akan
Allah akan belajar lebih banyak dalam satu bulan dari pada orang-orang lain
dalam satu tahun).
Matthew
Henry (tentang Amsal 1:7): “this
is so the beginning of knowledge that those know nothing who do not know this”
(= ini merupakan permulaan pengetahuan sedemikian rupa
sehingga mereka yang tidak mengetahui hal ini tidak mengetahui apa-apa).
Kalau, seperti yang
dikatakan oleh Pdt. Stephen Tong, bahwa ajaran filosof Cina itu sama sekali
tidak mengandung unsur vertikal, maka berdasarkan Amsal 1:7 ini tidak mungkin ia
bisa dianggap sebagai mempunyai pengetahuan, berhikmat, dan sebagainya!
d) Manusia dilahirkan
dan hidup dengan tujuan untuk mengenal Allah, dan kalau manusia tidak mengarah
pada tujuan ini, maka manusia itu sudah memburuk dari hukum penciptaan mereka.
John Calvin:
“Besides,
if all men are born and live to the end that they may know God, ... it is clear
that all those who do not direct every thought and action in their lives to this
goal degenerate from the law of their creation” (= Disamping itu, jika semua orang dilahirkan
dan hidup untuk tujuan supaya mereka bisa mengenal Allah, ... adalah jelas bahwa
semua mereka yang tidak mengarahkan setiap pikiran dan tindakan dalam kehidupan
mereka pada tujuan ini memburuk dari hukum penciptaan mereka)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
Catatan: tidak usah diragukan bahwa Tuhan
menciptakan manusia dengan rancangan (design) untuk bersekutu dengan Dia, dan
tidak mungkin manusia bisa bersekutu dengan Dia, kalau manusia itu tidak
mengenal Dia.
e)
Tanpa penyembahan terhadap Allah, manusia bahkan lebih rendah dari
binatang.
John Calvin:
“if
once religion is absent from their life, men are in no wise superior to
brute beasts, but are in many respects far more miserable. ... Therefore, it is
worship of God alone that renders men higher than the brutes, and through it
alone they aspire to immortality” (= jika
suatu kali agama absen dari kehidupan mereka, manusia sama sekali tidak
lebih tinggi / mulia dari binatang, tetapi dalam banyak hal jauh lebih
menyedihkan. ... Karena itu, penyembahan / ibadah kepada Allah saja yang membuat
manusia lebih tinggi dari binatang, dan melalui hal itu saja mereka menginginkan
kekekalan) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
Catatan:
·
yang dimaksud dengan kata
‘agama’ di sini jelas adalah hal-hal yang berurusan dengan Allah, bukan
dengan sesama manusia.
·
bahwa manusia yang tidak menyembah
Allah bahkan lebih rendah dari binatang, bisa terlihat dari banyak sifat buruk
manusia yang bahkan tidak pernah ada dalam diri binatang. Misalnya: binatang
tidak ada yang tamak, rakus, dan sebagainya, seperti manusia.
f) Manusia yang
tidak mengenal dan menyembah Allah yang benar saja dikecam oleh Paulus, apalagi
yang sama sekali tidak memikirkan / mengajarkan tentang Allah.
John Calvin:
“The
apostle accordingly characterizes that vague and erroneous opinion of the divine
as ignorance of God. ‘When you did not know God,’ he says, ‘you were in
bondage to beings that by nature were no gods’ (Galatians 4: 8 p.). And
elsewhere he teaches that the Ephesians were ‘without God’ at the time they
were straying away from the right knowledge of the one God (Ephesians 2:12). Nor
is it of much concern, at least in this circumstance, whether you conceive of
one God or several; for you continually depart from the true God and forsake
him, and, having left him, you have nothing left except an accursed idol”
[= Sesuai dengan itu sang rasul menggolongkan pandangan
yang samar-samar dan salah tentang Allah sebagai ketidak-tahuan tentang Allah.
‘Ketika kamu tidak mengenal Allah’, katanya, ‘kamu memperhambakan diri
kepada allah-allah yang pada hakekatnya bukan Allah’ (Gal 4:8). Dan di tempat
lain ia mengajar bahwa orang-orang Efesus ‘tanpa Allah’ pada saat mereka
tersesat dari pengetahuan / pengenalan yang benar tentang satu Allah (Ef 2:12).
Juga bukanlah sesuatu yang terlalu penting, setidaknya dalam keadaan ini, apakah
kamu memahami satu Allah atau beberapa allah / dewa; karena kamu secara terus
menerus menyimpang dari Allah yang benar dan meninggalkan Dia, dan setelah
meninggalkan Dia, kamu tidak mempunyai apapun yang tersisa kecuali suatu berhala
yang terkutuk] - ‘Institutes of the Christian Religion’,
Book I, Chapter 4, no 3.
Gal 4:8 - “Dahulu,
ketika kamu tidak mengenal Allah, kamu memperhambakan diri kepada allah-allah
yang pada hakekatnya bukan Allah”.
Ef 2:11-12 - “(11)
Karena itu ingatlah, bahwa dahulu kamu - sebagai orang-orang bukan Yahudi
menurut daging, yang disebut orang-orang tak bersunat oleh mereka yang menamakan
dirinya ‘sunat’, yaitu sunat lahiriah yang dikerjakan oleh tangan manusia, -
(12) bahwa waktu itu kamu tanpa Kristus, tidak termasuk kewargaan Israel
dan tidak mendapat bagian dalam ketentuan-ketentuan yang dijanjikan, tanpa
pengharapan dan tanpa Allah di dalam dunia”.
Juga perhatikan
tafsiran Calvin tentang Maz 14:1 - “Orang bebal berkata dalam hatinya:
‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat
baik”.
Calvin (tentang Maz
14:1): “It
is therefore important for us, in the first place, to know, that however much
the world applaud these crafty and scoffing characters, who allow themselves to
indulge to any extent in wickedness, yet the Holy Spirit condemns them as being
fools; for there is no stupidity more brutish than forgetfulness of God”
(= Karena itu adalah penting bagi kita, di tempat yang
pertama, untuk mengetahui, bahwa bagaimanapun hebatnya dunia menghargai
orang-orang yang licik / licin dan suka mencemooh, yang mengijinkan diri mereka
sendiri untuk memuaskan diri sampai tingkat manapun dalam kejahatan, tetapi Roh
Kudus mengecam mereka sebagai orang-orang tolol / bebal; karena tidak ada
ketololan yang lebih bersifat binatang dari pada pelupaan terhadap Allah).
Bdk.
Maz 10:4 - “Kata orang fasik itu dengan batang hidungnya ke atas: ‘Allah
tidak akan menuntut! Tidak ada Allah!’, itulah seluruh pikirannya”.
NIV: ‘In
his pride the wicked does not seek him; in all his thoughts there is no room for
God’ (= Dalam kesombongannya orang fasik tidak mencariNya; dalam seluruh
pikirannya tidak ada tempat untuk Allah).
Bandingkan
ayat ini dengan filosof Cina itu, yang menurut Pdt. Stephen Tong, ajarannya sama
sekali tidak berurusan dengan Allah (tak ada ajaran vertikal).
g) Calvin menganggap
bahwa tanpa hukum 1-4, hukum 5-10 menjadi kosong dan tak ada harganya.
John Calvin:
“God
has so divided his law into two parts, which contain the whole of righteousness,
as to assign the first part to those duties of religion which particularly
concern the worship of his majesty; the second, to the duties of love that have
to do with men. Surely the first foundation of righteousness is the worship
of God. When this is overthrown, all the remaining parts of righteousness, like
the pieces of a shattered and fallen building, are mangled and scattered.
What kind of righteousness will you call it not to harass men with theft and
plundering, if through impious sacrilege you at the same time deprive God’s
majesty of its glory? Or that you do not defile your body with fornication, if
with your blasphemies you profane God’s most holy name? Or that you do not
slay a man, if you strive to kill and to quench the remembrance of God? It is
vain to cry up righteousness without religion. This is as unreasonable as to
display a mutilated, decapitated body as something beautiful. Not only is
religion the chief part but the very soul, whereby the whole breathes and
thrives. And apart from the fear of God men do not preserve equity and love
among themselves. Therefore we call the worship of God the beginning and
foundation of righteousness. When it is removed, whatever equity, continence, or
temperance men practice among themselves is in God’s sight empty and worthless” (= Allah telah membagi hukum TauratNya menjadi 2
bagian, yang mencakup seluruh kebenaran, dan memberikan bagian yang pertama pada
kewajiban-kewajiban agama yang secara khusus berkenaan dengan penyembahan dari
keagunganNya; yang kedua, pada kewajiban-kewajiban kasih yang berurusan dengan
manusia. Jelas bahwa fondasi pertama dari kebenaran adalah penyembahan /
ibadah kepada Allah. Pada waktu ini dirobohkan, semua bagian-bagian kebenaran
yang tersisa, seperti potongan-potongan dari suatu bangunan yang hancur dan
roboh, terkoyak-koyak dan berhamburan. Engkau akan menyebutnya sebagai
kebenaran jenis apa untuk tidak mengganggu manusia dengan pencurian dan
penjarahan, jika melalui pelanggaran yang jahat terhadap hal-hal keramat, pada
saat yang sama engkau mencabut / menghilangkan keagungan Allah dari
kemuliaanNya? Atau jika engkau tidak mencemarkan tubuhmu dengan percabulan,
tetapi dengan penghujatanmu engkau menajiskan nama Allah yang paling kudus? Atau
jika engkau tidak membunuh manusia, tetapi engkau berjuang untuk membunuh dan
memadamkan ingatan tentang Allah? Adalah sia-sia untuk meneriakkan kebenaran
tanpa agama. Ini sama tidak masuk akalnya dengan memamerkan suatu tubuh yang
dimutilasi dan dipenggal lehernya sebagai sesuatu yang indah. Bukan hanya
bahwa agama merupakan bagian yang terutama, tetapi juga merupakan jiwa, dari
mana seluruhnya bernafas dan berkembang. Dan terpisah dari rasa takut akan
Allah, manusia tidak memelihara keadilan dan kasih di antara mereka sendiri.
Pada waktu hal ini disingkirkan, keadilan, pembatasan diri / tarak, atau
penguasaan diri / nafsu makan apapun yang dipraktekkan manusia di antara mereka
sendiri, adalah kosong dan tak berharga dalam pandangan Allah)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter 8, no 11.
Juga bandingkan dengan
Mat 22:37-40 - “(37)
Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan
dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang
terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama
dengan (seharusnya ‘seperti’)
itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua
hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.
Calvin (tentang Mat
22:39): “He
assigns the second place to
mutual kindness among men, for the worship of God is first
in order. The commandment
to love our neighbors, he tells us, is like
the first, because it depends upon it. For, since every man is devoted to
himself, there will never be true charity towards neighbors, unless where the love of God reigns; for it is a
mercenary love which the children of the world entertain for each other, because
every one of them has regard to his own advantage. On the other hand, it is
impossible for the love of God to reign without producing brotherly kindness
among men” (= Ia
memberikan tempat kedua pada kebaikan timbal balik di antara manusia, karena
ibadah / penyembahan terhadap Allah adalah yang pertama dalam urut-urutan.
Ia memberitahu kita, bahwa perintah untuk mengasihi sesama manusia kita, adalah
seperti yang pertama, karena itu tergantung padanya. Karena setiap manusia
sayang kepada dirinya sendiri, maka tidak akan ada kasih yang sungguh-sungguh
terhadap sesama manusia, kecuali kasih terhadap Allah bertakhta; karena itu
adalah kasih yang berjiwa dagang yang dipunyai anak-anak dunia satu terhadap
yang lain, karena setiap orang dari mereka mempunyai perhatian pada
keuntungannya sendiri. Pada sisi yang lain, adalah mustahil bagi kasih
terhadap Allah untuk bertakhta tanpa menghasilkan kebaikan persaudaraan di
antara manusia).
2) Sekalipun hukum 5-10
ada dalam ajaran filosof Cina itu, tetapi tujuan pemberian hukum-hukum itu
sangat berbeda dengan dalam Kitab Suci.
Kalaupun yang dikatakan
Pdt. Stephen Tong benar bahwa hukum 5-10 ada dalam ajaran filosof Cina itu,
tetap saja menurut saya, tujuan Tuhan mengajarkan hukum 5-10 dalam Kitab Suci /
Alkitab, sangat berbeda dengan tujuan filosof Cina itu mengajarkan ajarannya.
Apa bedanya? Seluruh Kitab Suci harus ditafsirkan secara Kristocentris /
berpusatkan Kristus. Hukum Taurat tujuannya adalah supaya orang sadar dosa, dan
lalu datang kepada Kristus (Ro 3:20 Gal 3:21-25 Ro
10:4).
Ro 3:20 - “Sebab
tidak seorangpun yang dapat dibenarkan di hadapan Allah oleh karena melakukan
hukum Taurat, karena justru oleh hukum Taurat orang mengenal dosa”.
Gal 3:21-25 - “(21)
Kalau demikian, bertentangankah hukum Taurat dengan janji-janji Allah?
Sekali-kali tidak. Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang
dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat. (22) Tetapi
Kitab Suci telah mengurung segala sesuatu di bawah kekuasaan dosa, supaya
oleh karena iman dalam Yesus Kristus janji itu diberikan kepada mereka yang
percaya. (23) Sebelum iman itu datang kita berada di bawah pengawalan hukum
Taurat, dan dikurung sampai iman itu telah dinyatakan. (24) Jadi hukum Taurat
adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena
iman. (25) Sekarang iman itu telah datang, karena itu kita tidak berada lagi
di bawah pengawasan penuntun”.
Ro 10:4 - “Sebab
Kristus adalah kegenapan hukum Taurat, sehingga kebenaran diperoleh
tiap-tiap orang yang percaya”.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘the end of the law’ (= tujuan hukum Taurat).
Sekarang apa tujuan
filosof Cina itu mengajarkan ajarannya, yang mirip / sama dengan hukum 5-10?
Apakah sekedar supaya menjadi orang-orang yang ‘baik’, atau supaya masuk
surga, saya tidak tahu. Tetapi yang jelas BUKAN supaya orang-orang sadar akan
dosa dan lalu percaya kepada Kristus!
Karena itu, sekalipun
ada persamaan antara ajaran filosof Cina itu dengan hukum 5-10, tetapi dalam
persoalan tujuan, keduanya sangat berbeda!
II) Ajaran filosof Cina itu merupakan
respons terhadap wahyu umum, dan karena itu bisa bertentangan dengan Kitab Suci
/ Alkitab.
Tentang pandangan Pdt.
Stephen Tong bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons / tanggapan manusia
terhadap wahyu umum, ada 2 hal yang ingin saya kemukakan:
1) Apakah Pdt. Stephen
Tong juga menganggap ajaran agama lain sebagai respons / tanggapan manusia
terhadap wahyu umum? Atau hanya ajaran filosof Cina itu yang ia anggap seperti
itu? Kalau hanya ajaran filosof Cina itu, apa alasannya sehingga ajaran ini
dibedakan dengan agama-agama lain?
2) Saya sangat
meragukan bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons / tanggapan manusia
terhadap wahyu umum.
Mengapa? Karena
‘wahyu’ atau ‘revelation’
[dari kata ‘to reveal’ (=
menyatakan)] diberikan Allah kepada manusia untuk menyatakan diriNya
kepada manusia sehingga manusia bisa mengenal diriNya. Dan wahyu umum,
yaitu alam semesta dan hati nurani, setidaknya memang memberi tahu manusia bahwa
Allah itu ada, dan juga tentang sifat-sifat tertentu dari Allah, seperti maha
kuasa, baik, murah hati, bijaksana, dan sebagainya.
Bahwa wahyu umum memang
memberi tahu manusia tentang hal-hal itu, bisa terlihat dari ayat-ayat ini:
a)
Ro 1:19-20 - “Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang
Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka.
Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan
keilahianNya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak dunia diciptakan,
sehingga mereka tidak dapat berdalih”.
Ro 1:19-20
(NASB): “because
that which is known about God is evident within them; for God made it
evident to them. For since the creation of the world His invisible attributes,
His eternal power and divine nature, have been clearly seen, being understood
through what has been made, so that they are without excuse”
(= karena apa yang diketahui tentang Allah nyata di
dalam mereka; karena Allah telah membuatnya nyata bagi mereka. Karena sejak
penciptaan dunia / alam semesta, sifat-sifatNya yang tak terlihat, kekuatanNya
yang kekal dan keilahianNya, telah terlihat dengan jelas, dimengerti melalui apa
yang telah diciptakan, sehingga mereka tidak mempunyai alasan)
John
Calvin: “There
is within the human mind, and indeed by natural instinct, an awareness of
divinity. ... To prevent anyone from taking refuge in the pretense of ignorance,
God himself has implanted in all men a certain understanding of his divine
majesty. ... a sense of deity inscribed in the hearts of all”
(= Di dalam pikiran manusia, oleh suatu naluri yang
bersifat alamiah, ada suatu kesadaran tentang keilahian. ... Untuk mencegah
siapapun untuk berlindung dalam ketidaktahuan, Allah sendiri telah menanamkan
dalam semua manusia suatu pengertian tertentu tentang keagungan ilahinya. ...
suatu perasaan tentang Allah dituliskan dalam hati dari semua orang)
- ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter III, no 1.
John Calvin:
“Since,
therefore, men one and all perceive that there is a God and that he is their
Maker, they are condemned by their own testimony because they have failed to
honor him and to consecrate their lives to his will. If ignorance of God is to
be looked for anywhere, surely one is most likely to find an example of it among
the more backward folk and those more remote from civilization. Yet there is, as
the eminent pagan says, no nation so barbarous, no people so savage, that they
have not a deep-seated conviction that there is a God” (= Karena itu, karena semua manusia merasa /
mengerti bahwa di sana ada Allah, dan bahwa Ia adalah Pencipta mereka, mereka
dikecam / dihukum oleh kesaksian mereka sendiri karena mereka telah gagal untuk
menghormati Dia dan membaktikan kehidupan mereka pada kehendakNya. Jika
ketidak-tahuan tentang Allah dicari dimana-mana, pasti seseorang akan paling
memungkinkan untuk menemukan suatu contoh darinya di antara orang-orang
terbelakang dan mereka yang lebih terpencil dari kebudayaan. Tetapi di sana
tidak ada, seperti dikatakan seorang kafir yang menonjol, bangsa yang begitu
biadab, atau bangsa yang begitu ganas / buas, yang tidak mempunyai suatu
keyakinan yang mendalam akan adanya Allah) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3, no 1.
John Calvin:
“And
they who in other aspects of life seem least to differ from brutes still
continue to retain some seed of religion. So deeply does the common conception
occupy the minds of all, so tenaciously does it inhere in the hearts of all!
Therefore, since from the beginning of the world there has been no region, no
city, in short, no household, that could do without religion, there lies in this
a tacit confession of a sense of deity inscribed in the hearts of all”
(= Dan mereka yang dalam aspek-aspek lain dari
kehidupan kelihatannya tidak terlalu berbeda dengan binatang tetap
mempertahankan benih agama. Begitu dalamnya konsep / pengertian umum ini
menempati pikiran dari semua orang, begitu kuatnya hal itu melekat dalam hati
semua orang! Karena itu, sejak permulaan dunia ini tidak ada daerah, tidak ada
kota, singkatnya, tidak ada rumah tangga, yang bisa berjalan terus tanpa agama,
di sana ada suatu pengakuan diam-diam tentang suatu perasaan tentang keallahan
yang dituliskan dalam hati semua orang)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 3,
no 1.
John Calvin:
“Men
of sound judgment will always be sure that a sense of divinity which can never
be effaced is engraved upon men’s minds. ... this conviction, namely, that there
is some God, is naturally inborn in all, and is fixed deep within, as it were in
the very marrow” (= Manusia
dengan penghakiman / penilaian yang sehat akan selalu yakin bahwa suatu perasaan
tentang keilahian yang tidak pernah bisa dihapuskan dituliskan pada pikiran
manusia. ... keyakinan ini, yaitu bahwa di sana ada Allah, secara alamiah ada
sejak lahir dalam semua orang, dan dipasang / dicamkan jauh di dalam,
seakan-akan dalam sumsum) - ‘Institutes of the Christian
Religion’, Book I, Chapter 3, no 3.
John Calvin:
“a
sense of divinity is by nature engraven on human hearts. For necessity forces
from the reprobate themselves a confession of it. In tranquil times they wittily
joke about God, indeed are facetious and garrulous in belittling his power. If
any occasion for despair presses upon them, it goads them to seek him and impels
their perfunctory prayers. From this it is clear that they have not been utterly
ignorant of God”
(= suatu perasaan tentang keilahian secara alamiah
diukirkan pada hati manusia. Karena kebutuhan memaksa orang-orang yang
ditetapkan untuk binasa itu sendiri untuk mengakui hal tersebut. Dalam masa
tenang mereka bergurau dengan jenaka tentang Allah, bahkan secara berkelakar dan
banyak bicara dalam merendahkan kuasaNya. Jika ada keadaan yang menyebabkan
putus asa menekan mereka, itu mendorong mereka untuk mencari Dia dan memaksa /
mendorong doa-doa mereka yang asal-asalan. Dari hal ini adalah jelas bahwa
mereka bukannya sama sekali tidak tahu tentang Allah) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter 4, no 4.
Ini
juga membuat saya tidak percaya bahwa dalam dunia ini ada orang-orang yang
betul-betul adalah Atehist. Mereka yang mengaku sebagai Atheist, sebetulnya
dalam hati mereka mengakui adanya Allah, hanya saja mereka menekan dan tidak mau
mengakui hal itu.
b)
Maz 19:2 - “Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan
cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya”.
c) Maz 104:24
- “Betapa banyak perbuatanMu, ya TUHAN, sekaliannya
Kaujadikan dengan kebijaksanaan, bumi penuh dengan ciptaanMu.”.
d) Kis
14:15-17 - “(15) ‘Hai
kamu sekalian, mengapa kamu berbuat demikian? Kami ini adalah manusia biasa sama
seperti kamu. Kami ada di sini untuk memberitakan Injil kepada kamu, supaya kamu
meninggalkan perbuatan sia-sia ini dan berbalik kepada Allah yang hidup, yang
telah menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya. (16) Dalam zaman
yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, (17) namun
Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan, yaitu dengan
menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu.
Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.’”.
e) Mat 5:45 - “Karena
dengan demikianlah kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di sorga, yang
menerbitkan matahari bagi orang yang jahat dan orang yang baik dan menurunkan
hujan bagi orang yang benar dan orang yang tidak benar”.
Luk 6:35-36 - “(35)
Tetapi kamu, kasihilah musuhmu dan berbuatlah baik kepada mereka dan pinjamkan
dengan tidak mengharapkan balasan, maka upahmu akan besar dan kamu akan menjadi
anak-anak Allah Yang Mahatinggi, sebab Ia baik terhadap orang-orang yang
tidak tahu berterima kasih dan terhadap orang-orang jahat. (36) Hendaklah kamu
murah hati, sama seperti Bapamu adalah murah hati.’”.
Jadi, dari ayat-ayat di
atas terlihat bahwa wahyu umum, yaitu hati nurani dan alam semesta, termasuk apa
yang terjadi dalam alam semesta, seperti musim-musim, hujan, dsb, menunjukkan
kepada manusia banyak hal tentang Allah.
Bukan hanya bahwa Allah itu ada, tetapi juga bahwa Allah itu berkuasa, mulia,
bijaksana, baik, murah hati, penuh kasih karunia (karena Ia tetap bersikap baik
/ memberkati orang-orang jahat), dan sebagainya.
Sekarang, kalau
dikatakan bahwa ajaran filosof Cina itu merupakan respons terhadap wahyu umum,
mengapa, seperti yang dikatakan Pdt. Stephen Tong, dalam ajaran filosof Cina itu
sama sekali tak ada ajaran vertikal / tentang Allah? Mengapa yang ada hanya
ajaran horizontal / tentang sesama manusia?
Memang hati nurani juga
memberikan ajaran moral, yang merupakan kehendak Allah bagi manusia dalam
hubungannya dengan sesamanya, tetapi kalau ajaran filosof Cina itu memang
merupakan respons manusia terhadap wahyu umum, dan ternyata responsnya hanya
berupa ajaran horizontal, tanpa ada sedikitpun ajaran tentang Allah, maka jelas
bahwa ini merupakan respons yang sangat buruk, dan karena itu tidak pantas
diagung-agungkan seperti yang dilakukan oleh Pdt. Stephen Tong!
III) Ajaran filosof Cina itu harus
diperhatikan oleh orang-orang Kristen supaya bisa menjadi orang Kristen yang
lebih bertanggung-jawab.
Hal terutama yang akan
saya soroti berkenaan dengan ajaran Pdt. Stephen Tong tentang ajaran filosof
Cina itu dan hubungannya dengan Kitab Suci, adalah bahwa ia mengatakan bahwa
orang-orang Kristen, majelis-majelis / tua-tua, dan hamba-hamba Tuhan harus
mengerti bahwa semua ajaran filosof Cina itu bisa membentuk mereka menjadi
orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab.
Mula-mula Pdt. Stephen
Tong memberi contoh ajaran filosof Cina itu, tentang ‘gentleman yang mementingkan kebenaran / keadilan, dan orang kecil
yang mementingkan profit / keuntungan’. Setelah ia membahas ajaran itu, ia
lalu menanyakan: ‘Bagus ndak?’.
Dan ia lalu melanjutkan
dengan mengatakan kata-kata sebagai berikut: “Saya kira ini perlu ya, semua hamba-hamba Tuhan, semua majelis, semua
tua-tua, semua orang-orang Kristen, mengerti semua yang pernah dipikirkan ...
ikut membentuk kita menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab. Karena
Yesus berkata ‘jikalau kebenaranmu tidak melampaui kebenaran orang Farisi
engkau tidak bisa masuk kerajaan Surga.’”.
Catatan: nama dari filosof Cina ini saya
gantikan dengan ...
Kata-kata Yesus ini
pasti dikutip dari Mat 5:20 - “Maka Aku berkata kepadamu: Jika hidup
keagamaanmu tidak lebih benar dari pada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi, sesungguhnya kamu tidak akan masuk ke dalam Kerajaan
Sorga”.
Catatan: kata-kata ‘hidup keagamaan’ oleh KJV diterjemahkan ‘righteousness’ (= kebenaran). Jadi dalam hal ini pengutipan
yang dilakukan oleh Pdt. Stephen Tong cukup benar.
Dari 3 hal ini, saya
akan membahas yang no 3 lebih dulu, lalu yang no 1, dan terakhir yang no 2, yang
paling saya utamakan, saya bahas paling akhir dan paling terperinci.
1) Tentang penghubungan
dengan Mat 5:20.
Saya sama sekali tidak
mengerti apa hubungannya Mat 5:20 ini dengan keharusan semua hamba Tuhan,
majelis, tua-tua, orang Kristen untuk memperhatikan ajaran filosof Cina itu! Ini
merupakan suatu penghubungan yang sama sekali ngawur!
Dalam komentarnya
tentang ayat ini, Calvin mengatakan bahwa orang-orang Farisi menekankan ajaran
dan ketaatan yang sifatnya lahiriah / munafik dan suka memamerkan kebenarannya.
Karena itu Yesus mengatakan bahwa kebenaran dari murid-murid harus melampaui
kebenaran dari orang-orang Farisi itu. Kita harus mempunyai kebenaran yang
sifatnya rohani / dari dalam. Ini tak berarti Yesus mengajarkan keselamatan
karena perbuatan baik, tetapi kalau seseorang betul-betul beriman, maka pasti
kebenaran jenis ini akan muncul dalam hidupnya sebagai buah dari imannya.
Calvin:
“But it deserves inquiry, whether
he does not rather blame the corrupted manner of teaching, which the
Pharisees and Scribes followed in instructing the people. By confining
the law of God to outward duties only, they trained their disciples, like apes,
to hypocrisy. They lived, I readily admit, as ill as they taught, and even
worse: and therefore, along with their corrupted doctrine, I willingly include their
hypocritical parade of false righteousness”.
Catatan: ini tidak saya terjemahkan karena
intinya sudah saya berikan di atas.
Jadi, bagaimana ayat
seperti ini dihubungkan dengan ajaran filosof Cina itu, yang dikatakan oleh Pdt.
Stephen Tong harus dimengerti sebagai ikut membentuk kita menjadi orang-orang
Kristen yang lebih bertanggung jawab, betul-betul merupakan sesuatu yang
melampaui akal saya!
2) Tentang pertanyaan
Pdt. Stephen Tong ‘bagus ndak’?
Kalau saya harus
menjawab pertanyaan ‘bagus ndak’
itu, maka saya berkata itu tidak ada apa-apanya dalam keindahan, kejelasan,
kedalaman, dsb, dibandingkan dengan ajaran Kitab Suci tentang hal itu. Intinya
hanya urusan orang yang mata duitan yang dikontraskan dengan orang yang
menekankan kebenaran dan keadilan. Tentang hal-hal seperti ini Kitab Suci
memberikan banyak sekali ajaran / ayat yang jauh lebih indah dan dalam.
Perhatikan ayat-ayat di bawah ini, yang boleh dikatakan hanya merupakan sebagian
kecil dari apa yang Kitab Suci katakan berkenaan dengan uang / harta dan
bahayanya.
·
Maz 62:11 - “Janganlah percaya
kepada pemerasan, janganlah menaruh harap yang sia-sia kepada perampasan;
apabila harta makin bertambah, janganlah hatimu melekat padanya”.
·
Amsal 10:2 - “Harta benda
yang diperoleh dengan kefasikan tidak berguna, tetapi kebenaran menyelamatkan
orang dari maut”.
·
Amsal 11:4 - “Pada hari
kemurkaan harta tidak berguna, tetapi kebenaran melepaskan orang dari maut”.
·
Amsal 15:16 - “Lebih baik
sedikit barang dengan disertai takut akan TUHAN dari pada banyak harta dengan
disertai kecemasan”.
·
Amsal 21:6 - “Memperoleh harta
benda dengan lidah dusta adalah kesia-siaan yang lenyap dari orang yang mencari
maut”.
·
Amsal 23:4-5 - “(4)
Jangan bersusah payah untuk menjadi kaya, tinggalkan niatmu ini. (5) Kalau
engkau mengamat-amatinya, lenyaplah ia, karena tiba-tiba ia bersayap, lalu
terbang ke angkasa seperti rajawali”.
·
Amsal 30:8-9 - “(8)
Jauhkanlah dari padaku kecurangan dan kebohongan. Jangan berikan kepadaku
kemiskinan atau kekayaan. Biarkanlah aku menikmati makanan yang menjadi
bagianku. (9) Supaya, kalau aku kenyang, aku tidak menyangkal-Mu dan berkata:
Siapa TUHAN itu? Atau, kalau aku miskin, aku mencuri, dan mencemarkan nama
Allahku”.
·
Pkh 5:9-16 - “(9) Siapa
mencintai uang tidak akan puas dengan uang, dan siapa mencintai kekayaan tidak
akan puas dengan penghasilannya. Inipun sia-sia. (10) Dengan bertambahnya harta,
bertambah pula orang-orang yang menghabiskannya. Dan apakah keuntungan
pemiliknya selain dari pada melihatnya? (11) Enak tidurnya orang yang bekerja,
baik ia makan sedikit maupun banyak; tetapi kekenyangan orang kaya sekali-kali
tidak membiarkan dia tidur. (12) Ada kemalangan yang menyedihkan kulihat di
bawah matahari: kekayaan yang disimpan oleh pemiliknya menjadi kecelakaannya
sendiri. (13) Dan kekayaan itu binasa oleh kemalangan, sehingga tak ada suatupun
padanya untuk anaknya. (14) Sebagaimana ia keluar dari kandungan ibunya,
demikian juga ia akan pergi, telanjang seperti ketika ia datang, dan tak
diperolehnya dari jerih payahnya suatupun yang dapat dibawa dalam tangannya.
(15) Inipun kemalangan yang menyedihkan. Sebagaimana ia datang, demikianpun ia
akan pergi. Dan apakah keuntungan orang tadi yang telah berlelah-lelah menjaring
angin? (16) Malah sepanjang umurnya ia berada dalam kegelapan dan kesedihan,
mengalami banyak kesusahan, penderitaan dan kekesalan”.
·
Yer 9:23-24 - “(23)
Beginilah firman TUHAN: ‘Janganlah orang bijaksana bermegah karena
kebijaksanaannya, janganlah orang kuat bermegah karena kekuatannya, janganlah
orang kaya bermegah karena kekayaannya, (24) tetapi siapa yang mau bermegah,
baiklah bermegah karena yang berikut: bahwa ia memahami dan mengenal Aku, bahwa
Akulah TUHAN yang menunjukkan kasih setia, keadilan dan kebenaran di bumi;
sungguh, semuanya itu Kusukai, demikianlah firman TUHAN.’”.
·
Yeh 7:19 - “Perak mereka
akan dicampakkan ke luar dan emas mereka akan dianggap cemar. Emas dan peraknya
tidak akan dapat menyelamatkan mereka pada hari kemurkaan TUHAN. Mereka tidak
akan kenyang karenanya dan perut mereka tidak akan terisi dengannya. Sebab hal
itu menjadi batu sandungan, yang menjatuhkan mereka ke dalam kesalahan”.
·
Mat 6:19-24 - “(19)
‘Janganlah kamu mengumpulkan harta di bumi; di bumi ngengat dan karat
merusakkannya dan pencuri membongkar serta mencurinya. (20) Tetapi kumpulkanlah
bagimu harta di sorga; di sorga ngengat dan karat tidak merusakkannya dan
pencuri tidak membongkar serta mencurinya. (21) Karena di mana hartamu berada,
di situ juga hatimu berada. (22) Mata adalah pelita tubuh. Jika matamu baik,
teranglah seluruh tubuhmu; (23) jika matamu jahat, gelaplah seluruh tubuhmu.
Jadi jika terang yang ada padamu gelap, betapa gelapnya kegelapan itu. (24) Tak
seorangpun dapat mengabdi kepada dua tuan. Karena jika demikian, ia akan
membenci yang seorang dan mengasihi yang lain, atau ia akan setia kepada yang
seorang dan tidak mengindahkan yang lain. Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah
dan kepada Mamon.’”.
·
Mat 6:33 - “Tetapi
carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan
ditambahkan kepadamu”.
·
Mat 13:22 - “Yang
ditaburkan di tengah semak duri ialah orang yang mendengar firman itu, lalu
kekuatiran dunia ini dan tipu daya kekayaan menghimpit firman itu sehingga tidak
berbuah”.
·
Mat 19:21-24 - “(21) Kata
Yesus kepadanya: ‘Jikalau engkau hendak sempurna, pergilah, juallah segala
milikmu dan berikanlah itu kepada orang-orang miskin, maka engkau akan beroleh
harta di sorga, kemudian datanglah ke mari dan ikutlah Aku.’ (22) Ketika orang
muda itu mendengar perkataan itu, pergilah ia dengan sedih, sebab banyak
hartanya. (23) Yesus berkata kepada murid-muridNya: ‘Aku berkata kepadamu,
sesungguhnya sukar sekali bagi seorang kaya untuk masuk ke dalam Kerajaan Sorga.
(24) Sekali lagi Aku berkata kepadamu, lebih mudah seekor unta masuk melalui
lobang jarum dari pada seorang kaya masuk ke dalam Kerajaan Allah.’”.
·
Luk 12:16-21 - “(16)
Kemudian Ia mengatakan kepada mereka suatu perumpamaan, kataNya: ‘Ada seorang
kaya, tanahnya berlimpah-limpah hasilnya. (17) Ia bertanya dalam hatinya: Apakah
yang harus aku perbuat, sebab aku tidak mempunyai tempat di mana aku dapat
menyimpan hasil tanahku. (18) Lalu katanya: Inilah yang akan aku perbuat; aku
akan merombak lumbung-lumbungku dan aku akan mendirikan yang lebih besar dan aku
akan menyimpan di dalamnya segala gandum dan barang-barangku. (19) Sesudah itu
aku akan berkata kepada jiwaku: Jiwaku, ada padamu banyak barang, tertimbun
untuk bertahun-tahun lamanya; beristirahatlah, makanlah, minumlah dan
bersenang-senanglah! (20) Tetapi firman Allah kepadanya: Hai engkau orang bodoh,
pada malam ini juga jiwamu akan diambil dari padamu, dan apa yang telah
kausediakan, untuk siapakah itu nanti? (21) Demikianlah jadinya dengan orang
yang mengumpulkan harta bagi dirinya sendiri, jikalau ia tidak kaya di hadapan
Allah.’”.
·
Luk 21:34-36 - “(34)
‘Jagalah dirimu, supaya hatimu jangan sarat oleh pesta pora dan kemabukan
serta kepentingan-kepentingan duniawi dan supaya hari Tuhan jangan dengan
tiba-tiba jatuh ke atas dirimu seperti suatu jerat. (35) Sebab ia akan menimpa
semua penduduk bumi ini. (36) Berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya
kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu, dan supaya
kamu tahan berdiri di hadapan Anak Manusia.’”.
·
1Tim 6:6-10 - “(6) Memang
ibadah itu kalau disertai rasa cukup, memberi keuntungan besar. (7) Sebab kita
tidak membawa sesuatu apa ke dalam dunia dan kitapun tidak dapat membawa apa-apa
ke luar. (8) Asal ada makanan dan pakaian, cukuplah. (9) Tetapi mereka yang
ingin kaya terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam
berbagai-bagai nafsu yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan
manusia ke dalam keruntuhan dan kebinasaan. (10) Karena akar segala kejahatan
ialah cinta uang. Sebab oleh memburu uanglah beberapa orang telah menyimpang
dari iman dan menyiksa dirinya dengan berbagai-bagai duka”.
·
1Tim 6:17-19 - “(17)
Peringatkanlah kepada orang-orang kaya di dunia ini agar mereka jangan tinggi
hati dan jangan berharap pada sesuatu yang tak tentu seperti kekayaan, melainkan
pada Allah yang dalam kekayaanNya memberikan kepada kita segala sesuatu untuk
dinikmati. (18) Peringatkanlah agar mereka itu berbuat baik, menjadi kaya dalam
kebajikan, suka memberi dan membagi (19) dan dengan demikian mengumpulkan suatu
harta sebagai dasar yang baik bagi dirinya di waktu yang akan datang untuk
mencapai hidup yang sebenarnya”.
·
Yak 1:9-11 - “(9) Baiklah
saudara yang berada dalam keadaan yang rendah bermegah karena kedudukannya yang
tinggi, (10) dan orang kaya karena kedudukannya yang rendah sebab ia akan lenyap
seperti bunga rumput. (11) Karena matahari terbit dengan panasnya yang terik dan
melayukan rumput itu, sehingga gugurlah bunganya dan hilanglah semaraknya.
Demikian jugalah halnya dengan orang kaya; di tengah-tengah segala usahanya ia
akan lenyap”.
·
Yak 4:4 - “Hai kamu,
orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan
dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat
dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah”.
·
Yak 5:1-3 - “(1) Jadi
sekarang hai kamu orang-orang kaya, menangislah dan merataplah atas sengsara
yang akan menimpa kamu! (2) Kekayaanmu sudah busuk, dan pakaianmu telah dimakan
ngengat! (3) Emas dan perakmu sudah berkarat, dan karatnya akan menjadi
kesaksian terhadap kamu dan akan memakan dagingmu seperti api. Kamu telah
mengumpulkan harta pada hari-hari yang sedang berakhir”.
·
1Yoh 2:15 - “Janganlah kamu
mengasihi dunia dan apa yang ada di dalamnya. Jikalau orang mengasihi dunia,
maka kasih akan Bapa tidak ada di dalam orang itu”.
3) Sekarang, tentang
ajaran filosof Cina itu yang ia anggap bisa menjadikan kita orang-orang Kristen
yang lebih bertanggung jawab.
Saya kutip ulang
kata-kata Pdt. Stephen Tong, kata per kata, sebagai berikut: “Saya
kira ini perlu ya, semua hamba-hamba Tuhan, semua majelis, semua tua-tua, semua
orang-orang Kristen, mengerti semua yang pernah dipikirkan ... ikut membentuk
kita menjadi orang Kristen yang lebih bertanggung jawab”.
Catatan: nama dari filosof Cina itu saya
ganti dengan ...
a) Saya tekankan kata
‘lebih’ ini! Secara implicit ini menunjukkan bahwa Pdt. Stephen Tong
menganggap bahwa ajaran filosof Cina itu lebih bagus / lebih bisa menguduskan
dari Alkitab / Firman Tuhan.
Tentang pandangan Pdt.
Stephen Tong yang begitu mengagungkan ajaran filosof Cina itu, dan bahkan secara
implicit menempatkannya di atas Firman Tuhan / Kitab Suci, maka saya akan
memberikan di bawah ini kutipan-kutipan dari Calvin sebagai pembanding.
John Calvin:
“Now
this power which is peculiar to Scripture is clear from the fact that of human
writings, however artfully polished, there is none capable of affecting us at
all comparably. Read Demosthenes or Cicero; read Plato, Aristotle, and
others of that tribe. They will, I admit, allure you, delight you, move you,
enrapture you in wonderful measure. But betake yourself from them to this sacred
reading. Then, in spite of yourself, so deeply will it affect you, so penetrate
your heart, so fix itself in your very marrow, that, compared with its deep
impression, such vigor as the orators and philosophers have will nearly vanish.
Consequently, it is easy to see that the Sacred Scriptures, which so far surpass
all gifts and graces of human endeavor, breathe something divine”
(= Sekarang, kuasa ini yang merupakan sesuatu yang khas
dari Kitab Suci, adalah jelas dari fakta bahwa dari tulisan-tulisan manusia,
betapapun dipoles secara hebat, tidak ada yang bisa dibandingkan sama sekali
dalam kemampuannya untuk mempengaruhi kita. Bacalah Demosthenes
atau Cicero; bacalah Plato, Aristotle,
dan yang lain-lain dari suku / jenis / kelompok yang sama itu. Mereka akan, saya
akui, memikat engkau, menyenangkan engkau, menggerakkan engkau, mempesona engkau
dalam ukuran yang hebat. Tetapi bawalah dirimu sendiri dari mereka pada
pembacaan kudus / keramat ini. Maka siapapun adanya engkau, begitu dalamnya itu
akan mempengaruhimu, begitu dalamnya itu menembus hatimu, begitu dalamnya itu
memancangkan dirinya sendiri dalam sumsummu, sehingga, dibandingkan dengan
kesannya yang mendalam, semangat / kekuatan yang dimiliki ahli-ahli pidato dan
ahli-ahli filsafat hampir lenyap. Karena itu, adalah mudah untuk melihat
bahwa Kitab Suci yang kudus, yang begitu jauh melampaui semua karunia-karunia
dan kasih karunia dari usaha manusia, menghembuskan sesuatu yang bersifat ilahi)
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 8,
no 1.
Catatan: alangkah berbedanya perbandingan
yang dilakukan oleh Calvin dan Pdt. Stephen Tong pada waktu mereka membandingkan
tulisan-tulisan ahli-ahli filsafat dsb, dengan Kitab Suci! Dan ini pasti juga
berlaku untuk ajaran filosof Cina itu.
John Calvin:
“Not style but content is decisive. Indeed,
I admit that some of the prophets had an elegant and clear, even brilliant,
manner of speaking, so that their eloquence yields nothing to secular writers;
and by such examples the Holy Spirit wished to show that he did not lack
eloquence while he elsewhere used a rude and unrefined style. But whether you
read David, Isaiah, and the like, whose speech flows sweet and pleasing, or Amos
the herdsman, Jeremiah, and Zechariah, whose harsher style savors of rusticity,
that majesty of the Spirit of which I have spoken will be evident everywhere. And
I am not unaware that Satan is in many ways an imitator of God, in order by a
false likeness to insinuate himself into the minds of simple folk”
(= Bukan gaya, tetapi isi yang menentukan. Memang,
saya mengakui bahwa beberapa / sebagian dari nabi-nabi mempunyai cara berbicara
yang anggun dan jelas, dan bahkan cemerlang, sehingga kefasihan mereka tidak
kalah dari penulis-penulis sekuler; dan dengan contoh-contoh seperti itu Roh
Kudus ingin menunjukkan bahwa Ia tidak kekurangan kefasihan pada saat di tempat
lain Ia menggunakan gaya yang kasar dan tidak diperhalus. Tetapi apakah kamu
membaca Daud, Yesaya, dan sebagainya, yang ucapannya mengalir dengan manis dan
menyenangkan, atau Amos sang penggembala, Yeremia, dan Zakharia, yang gayanya
yang lebih kasar / tajam berbau kekasaran / kesederhanaan, keagungan dari Roh
tentang mana saya telah berbicara, akan nyata dimana-mana. Dan
saya bukannya tidak sadar bahwa Iblis dalam banyak cara adalah seorang peniru
dari Allah, supaya oleh suatu kemiripan yang palsu bisa membuat dirinya sendiri
disenangi dalam pikiran dari orang-orang yang dungu) - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book I, Chapter 8, no 2.
Dari sini kita bisa
melihat bahwa gaya dari Kitab Suci kadang-kadang kasar dan kadang-kadang halus /
anggun. Tetapi Calvin mengatakan bahwa Iblis juga menirunya, supaya dengan
kemiripan itu ia bisa menipu dan diterima oleh orang-orang yang dungu. Karena
itu, kalau dalam ajaran / tulisan filosof Cina itu, Socrates, orang-orang kafir
dan ahli-ahli filsafat kafir yang lain, ada hal-hal yang kelihatannya indah,
menarik, anggun dsb, kita harus mengingat hal ini! Kita harus menganggap itu
sebagai tiruan / samaran setan, dan bukannya sebagai Firman Tuhan atau sesuatu
yang disetarakan dengan Firman Tuhan, apalagi sesuatu yang melampaui Firman
Tuhan, dan bahkan bukan sebagai respons manusia terhadap wahyu umum, seperti
yang dipercaya / diajarkan oleh Pdt. Stephen Tong berkenaan dengan ajaran
filosof Cina itu!
b) Saya sama sekali
tidak setuju, bahkan sepenuhnya menentang, ajaran Pdt. Stephen Tong yang
mengatakan bahwa orang-orang Kristen / hamba-hamba Tuhan harus belajar dari
ajaran filosof Cina itu, apalagi kalau tujuannya untuk membentuk mereka menjadi
orang-orang Kristen yang lebih bertanggung jawab!
Alasan-alasannya:
1.
Dilihat dari tingkatan-tingkatan kebenarannya.
Sekarang mari kita
perhatikan tingkatan-tingkatan di bawah ini:
a.
Ajaran filosof Cina itu masih ada di bawah wahyu umum.
Ini terlihat dari
kata-kata Pdt. Stephen Tong sendiri, pada waktu ia mengatakan:
·
Bahwa ajaran filosof Cina itu bukan
wahyu umum, tetapi merupakan tanggapan manusia terhadap wahyu umum.
·
Bahwa dalam ajaran filosof Cina itu
tidak ada ajaran vertikal / tentang Allah, padahal itu ada dalam wahyu umum.
b. Wahyu umum sendiri,
yaitu alam semesta dan hati nurani, memberikan terang yang jauh lebih sedikit
dari pada wahyu khusus (Firman Tuhan dan Yesus Kristus).
Ini merupakan sesuatu
yang jelas, karena dosa menyebabkan wahyu umum menjadi kabur dan manusia menjadi
buta. Akibatnya wahyu umum menjadi tidak memadai untuk mengenal Allah, dan
karena itu Allah memberi wahyu khusus.
John Calvin:
“SCRIPTURE
CAN COMMUNICATE TO US WHAT THE REVELATION IN THE CREATION CANNOT. Accordingly,
the same prophet, after he states, ‘The heavens declare the glory of God, the
firmament shows forth the works of his hands, the ordered succession of days and
nights proclaims his majesty’ (Psalm 19:1-2 p.), then proceeds to mention his
Word: ‘The law of the Lord is spotless, converting souls; the testimony of the
Lord is faithful, giving wisdom to little ones; the righteous acts of the Lord
are right, rejoicing hearts; the precept of the Lord is clear, enlightening
eyes’ (Psalm 28:8-9, Vg.; 19:7-8, EV)”
[= Kitab Suci bisa menyampaikan kepada kita apa yang wahyu dalam
penciptaan tidak bisa. Sesuai dengan itu, nabi
yang sama, setelah ia menyatakan ‘Langit menceritakan kemuliaan Allah, dan
cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; hari meneruskan berita itu kepada
hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada malam’ (Maz 19:1-2), lalu
melanjutkan dengan menyebutkan FirmanNya: ‘Taurat TUHAN itu sempurna,
menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu teguh, memberikan hikmat kepada orang yang
tak berpengalaman. Titah TUHAN itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu
murni, membuat mata bercahaya’ (Maz 28:8-9, Vg, 19:7-8, EV)]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book I, Chapter 6, no 4.
Catatan: Maz 28:8-9 tak cocok,
mungkin terjemahan Latin Vulgate yang digunakan oleh Calvin agak berbeda. Yang
cocok sekali memang adalah Maz 19, dan saya memberikan komentar Calvin tentang
Maz 19 dari buku tafsirannya.
Calvin (tentang Maz
19): “this
psalm consists of two parts, in the first of which David celebrates the glory of
God as manifested in his works; and, in the other, exalts and magnifies the
knowledge of God which shines forth more clearly in his word”
(= mazmur ini terdiri dari 2 bagian, dalam bagian yang
pertama darinya Daud menyatakan / menghormati kemuliaan Allah seperti yang
dinyatakan dalam pekerjaanNya; dan dalam bagian yang lain, meninggikan dan
membesarkan pengetahuan tentang Allah yang bersinar dengan lebih jelas dalam
firmanNya).
Maz 19:1-7 - “(1)
Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud. (2) Langit menceritakan kemuliaan
Allah, dan cakrawala memberitakan pekerjaan tanganNya; (3) hari
meneruskan berita itu kepada hari, dan malam menyampaikan pengetahuan itu kepada
malam. (4) Tidak ada berita dan tidak ada kata, suara mereka tidak terdengar;
(5) tetapi gema mereka terpencar ke seluruh dunia, dan perkataan mereka sampai
ke ujung bumi. Ia memasang kemah di langit untuk matahari, (6) yang
keluar bagaikan pengantin laki-laki yang keluar dari kamarnya, girang bagaikan
pahlawan yang hendak melakukan perjalanannya. (7) Dari ujung langit ia terbit,
dan ia beredar sampai ke ujung yang lain; tidak ada yang terlindung dari panas
sinarnya”.
Maz 19:8-15 - “(8)
Taurat TUHAN itu sempurna, menyegarkan jiwa; peraturan TUHAN itu
teguh, memberikan hikmat kepada orang yang tak berpengalaman. (9) Titah TUHAN
itu tepat, menyukakan hati; perintah TUHAN itu murni, membuat mata
bercahaya. (10) Takut akan TUHAN itu suci, tetap ada untuk selamanya; hukum-hukum
TUHAN itu benar, adil semuanya, (11) lebih indah dari pada emas, bahkan dari
pada banyak emas tua; dan lebih manis dari pada madu, bahkan dari pada madu
tetesan dari sarang lebah. (12) Lagipula hambaMu diperingatkan oleh semuanya
itu, dan orang yang berpegang padanya mendapat upah yang besar. (13) Siapakah
yang dapat mengetahui kesesatan? Bebaskanlah aku dari apa yang tidak kusadari.
(14) Lindungilah hambaMu, juga terhadap orang yang kurang ajar; janganlah mereka
menguasai aku! Maka aku menjadi tak bercela dan bebas dari pelanggaran besar.
(15) Mudah-mudahan Engkau berkenan akan ucapan mulutku dan renungan hatiku, ya
TUHAN, gunung batuku dan penebusku”.
Di sini saya juga ingin
menambahkan komentar dari Calvin dan Albert Barnes tentang Ro 2:14-15 yang
berbicara tentang hati nurani.
Ro 2:14-15 - “(14)
Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri
sendiri melakukan apa yang dituntut hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak
memiliki hukum Taurat, mereka menjadi hukum Taurat bagi diri mereka sendiri.
(15) Sebab dengan itu mereka menunjukkan, bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di
dalam hati mereka dan suara hati mereka turut bersaksi dan pikiran mereka saling
menuduh atau saling membela”.
Barnes’
Notes: “This does not mean, by any
means, that they had all the knowledge which the Law would impart, for then
there would have been no need of a revelation, ... the will of God, whether made
known by reason or revelation, will be the same so far as reason goes. The
difference is that revelation goes further than reason; sheds light on new
duties and doctrines; as the information given by the naked eye and the
telescope is the same, except, that the telescope carries the sight forward, and
reveals new worlds to the sight of man” [= Ini
sama sekali tidak berarti bahwa mereka (orang-orang
kafir / non Yahudi itu) mempunyai semua
pengetahuan yang diberikan oleh hukum Taurat, kalau kalau demikian maka tidak
dibutuhkan suatu wahyu, ... kehendak Allah, apakah dinyatakan oleh akal atau
wahyu, akan sama sejauh akal berjalan. Perbedaannya adalah bahwa wahyu berjalan
lebih jauh dari akal; memberi terang pada kewajiban-kewajiban dan
doktrin-doktrin yang baru; seperti informasi yang diberikan oleh mata telanjang
dan oleh teleskop adalah sama, kecuali bahwa teleskop membawa penglihatan ke
depan, dan menyatakan dunia / alam semesta yang baru pada penglihatan manusia].
Calvin:
“Nor can we conclude from this passage, that
there is in men a full knowledge
of the law, but that there are only some seeds of what is right implanted in
their nature” (= Kita tidak bisa
menyimpulkan dari text ini bahwa dalam diri manusia ada pengetahuan penuh
tentang hukum / hukum Taurat, tetapi bahwa di sana hanya ada sebagian benih dari
apa yang benar yang ditanamkan dalam diri mereka).
c. Wahyu khusus, yaitu
Firman Tuhan dan Yesus Kristus. Inipun bisa dibagi dalam tingkatan-tingkatan,
yang makin lama makin terang, yaitu:
·
Hukum Taurat / Perjanjian Lama.
·
Ajaran Yohanes Pembaptis.
·
Ajaran Yesus / Injil / Perjanjian
Baru.
John Calvin:
“John
stood between the law and the gospel, holding an intermediate office related to
both. He called Christ the ‘Lamb of God’ and the sacrifice for the cleansing
of sins (John 1:29), thus setting forth the sum of the gospel. Yet he did not
express that incomparable power and glory which at length shone forth in the
resurrection. Hence, Christ said that he was not equal to the apostles; this is
the meaning of his words: ‘John excels among the sons of women, yet he who is
least in the Kingdom of Heaven is greater than he’ (Matthew 11:11 p.). He does
not commend here the persons of men, but after setting John ahead of all the
prophets, he raises the preaching of the gospel to the highest rank”
[= Yohanes berdiri di antara hukum Taurat dan injil,
memegang jabatan pengantara yang berhubungan dengan keduanya. Ia menyebut
Kristus ‘Anak Domba Allah’ dan korban untuk menghapus dosa (Yoh 1:29),
dengan demikian mengajukan inti sari dari injil. Tetapi ia tidak menyatakan
kuasa dan kemuliaan yang tak ada bandingannya yang akhirnya bersinar dalam
kebangkitan. Karena itu, Kristus mengatakan bahwa ia tidak setara dengan
rasul-rasul; inilah arti dari kata-kataNya: ‘di antara mereka yang dilahirkan
oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes
Pembaptis, namun yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya’
(Mat 11:11). Di sini Ia tidak memuji pribadi-pribadi manusia, tetapi setelah
meletakkan Yohanes di depan semua nabi-nabi, Ia meninggikan pemberitaan injil
pada tingkat yang tertinggi] - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 5.
Mat 1:11 - “Aku
berkata kepadamu: Sesungguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan
tidak pernah tampil seorang yang lebih besar dari pada Yohanes Pembaptis, namun
yang terkecil dalam Kerajaan Sorga lebih besar dari padanya”
John Calvin:
“the
gospel points out with the finger what the law foreshadowed under types”
(= injil menunjuk dengan jari apa yang hukum Taurat
bayangkan di bawah type-type) - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 3.
John Calvin:
“the
gospel did not so supplant the entire law as to bring forward a different way of
salvation. Rather, it confirmed and satisfied whatever the law had promised,
and gave substance to the shadows. ... where the whole law is concerned, the
gospel differs from it only in clarity of manifestation” [= injil
tidak begitu menggantikan seluruh hukum Taurat sehingga mengemukakan suatu jalan
keselamatan yang berbeda. Tetapi, injil
meneguhkan dan memuaskan apapun yang dijanjikan oleh hukum Taurat, dan memberi
zat / bahan pada bayangannya. ... dimana seluruh hukum Taurat dipersoalkan, injil
berbeda darinya hanya dalam kejelasan pernyataan]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX,
no 4.
Calvin
mengutip Mal 4:2 yang berbunyi: “akan terbit surya kebenaran”,
dan lalu berkata sebagai berikut:
John Calvin:
“By
these words he teaches that while the law serves to hold the godly in
expectation of Christ’s coming, at his advent they should hope for far more
light. For this reason, Peter says: ‘The prophets … searched and
diligently inquired about this salvation,’ which has now been made manifest by
the gospel (1Peter 1:10). And ‘it was revealed to them that they were serving
not themselves,’ or their age, ‘but us, in the things which have … been
announced’ through the gospel (1Peter 1:12 p.). ... today the grace of which
they bore witness is put before our very eyes. They had but a slight taste of
it; we can more richly enjoy it”
[= Dengan kata-kata ini ia mengajar bahwa
sementara hukum Taurat melayani untuk memegang orang-orang saleh dalam
pengharapan tentang kedatangan Kristus, pada kedatanganNya mereka harus
berharap untuk terang yang lebih besar. Untuk alasan ini, Petrus berkata:
‘Nabi-nabi ... meneliti dan menyelidiki dengan rajin tentang keselamatan
ini’, yang sekarang telah dinyatakan oleh injil (1Pet 1:10). Dan
‘kepada mereka telah dinyatakan, bahwa mereka bukan melayani diri mereka
sendiri’, atau jaman mereka, ‘tetapi kami, dalam hal-hal yang telah ...
diumumkan’ melalui injil (1Pet 1:12). ... hari ini kasih karunia tentang mana
mereka memberikan kesaksian diletakkan di depan mata kita. Mereka hanya
mendapatkan sedikit cicipan tentangnya; kita bisa menikmatinya dengan lebih
kaya] - ‘Institutes of
the Christian Religion’, Book II, Chapter IX, no 1.
Catatan:
1Pet 1:10,12 dalam kutipan di atas ini tidak saya ambil dari Kitab Suci
Indonesia tetapi saya terjemahkan dari bahasa Inggris.
Sekarang
perhatikan beberapa komentar dari beberapa penafsir tentang Yoh 1:18 - “Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di
pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya”. Semua komentar-komentar ini
menunjukkan bahwa ayat ini menunjukkan bahwa Injil memberi terang yang lebih
banyak dari hukum Taurat / Perjanjian Lama.
John Calvin:
“And
John the Baptist’s statement - ‘No one has ever seen God; the only-begotten
Son, who is in the bosom of the Father, has made him known’ (John 1:18) - does
not exclude the pious who died before Christ from the fellowship of the
understanding and light that shine in the person of Christ. But, by comparing
their lot with ours, he teaches that those mysteries which they but glimpsed in
shadowed outline are manifest to us”
[= Dan pernyataan Yohanes Pembaptis - ‘Tidak
seorangpun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah, yang ada di
pangkuan Bapa, Dialah yang menyatakanNya’ (Yoh 1:18) - tidak mengeluarkan
orang-orang saleh yang mati sebelum Kristus dari persekutuan tentang pengertian
dan terang yang bersinar dalam pribadi Kristus. Tetapi, dengan membandingkan
nasib / bagian mereka dengan nasib / bagian kita, ia mengajar bahwa
misteri-misteri, yang hanya mereka lihat sekilas dalam garis besar / sketsa yang
dinaungi bayang-bayang, dinyatakan kepada kita]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter IX,
no 1.
Matthew
Henry: “The
law was given by Moses, and it was a glorious discovery, both of God’s will
concerning man and his good will to man; but the gospel of Christ is a much
clearer discovery both of duty and happiness ... the revelation which God
made of himself in the Old Testament was very short and imperfect, in comparison
with that which he has made by Christ ... none of the Old-Testament prophets
were so well qualified to make known the mind and will of God to the children of
men as our Lord Jesus was, for none of them had seen God at any time. Moses
beheld the similitude of the Lord (Num. 12:8), but was told that he could not
see his face, Exo. 33:20. But this recommends Christ’s holy religion to us
that it was founded by one that had seen God, and knew more of his mind than any
one else ever did” [= Hukum Taurat diberikan oleh / melalui Musa, dan itu merupakan
penemuan / penyingkapan yang mulia, baik tentang kehendak Allah berkenaan dengan
manusia dan kehendak-baikNya bagi manusia; tetapi injil Kristus merupakan
suatu penemuan / penyingkapan yang jauh lebih jelas, baik tentang kewajiban
maupun kebahagiaan ... wahyu yang Allah buat tentang diriNya sendiri dalam
Perjanjian Lama adalah sangat singkat dan tidak sempurna, dibandingkan dengan
apa yang telah Ia buat oleh / melalui Kristus ... tidak ada nabi-nabi
Perjanjian Lama yang begitu memenuhi syarat dengan baik untuk menyatakan pikiran
dan kehendak Allah kepada anak-anak manusia seperti Tuhan kita Yesus, karena
tidak ada dari mereka yang telah melihat Allah pada saat manapun. Musa melihat
bentuk dari Tuhan (Bil 12:8), tetapi diberitahu bahwa ia tidak bisa melihat
wajahNya, Kel 33:20. Tetapi ini menganjurkan agama kudus Kristus bagi kita bahwa
itu didirikan oleh seseorang yang telah melihat Allah, dan tahu lebih banyak
tentang pikiranNya dari orang lain manapun].
Barnes’
Notes: “‘No
man hath seen God at any time.’ This declaration is probably made to show the
superiority of the revelation of Jesus above that of any previous dispensation.
It is said, therefore, that Jesus ‘had an intimate knowledge of God,’ which
neither Moses nor any of the ancient prophets had possessed. God is invisible:
no human eyes have seen him; but Christ had a knowledge of God which might be
expressed to OUR apprehension by saying that he SAW him. He knew him intimately
and completely, and was therefore fitted to make a fuller manifestation of him.
... This verse proves that Jesus had a knowledge of God above that which any of
the ancient prophets had, and that the fullest revelations of his character are
to be expected in the gospel. By his Word and Spirit he can enlighten and guide
us, and lead us to the true knowledge of God; and there is no true and full
knowledge of God which is not obtained through his Son”
(= ‘Tidak seorangpun yang pernah
melihat Allah’. Pernyataan ini mungkin dibuat untuk menunjukkan kesuperioran
dari wahyu dari Yesus di atas wahyu dari jaman yang lebih dulu manapun. Karena
itu dikatakan bahwa Yesus ‘mempunyai pengenalan intim / mendalam tentang
Allah’, yang baik Musa maupun yang manapun dari nabi-nabi kuno tidak
mempunyainya. Allah itu tidak bisa dilihat: tidak ada mata manusia telah
melihatNya; tetapi Kristus mempunyai suatu pengenalan tentang Allah yang bisa
dinyatakan pada pengertian KITA dengan mengatakan bahwa Ia TELAH MELIHAT Dia. Ia
mengenalNya dengan intim / mendalam dan dengan lengkap / sempurna, dan karena
itu cocok untuk membuat manifestasi yang lebih penuh tentang Dia. ... Ayat ini
membuktikan bahwa Yesus mempunyai suatu pengenalan tentang Allah di atas
pengenalan yang dimiliki oleh nabi-nabi kuno yang manapun, dan bahwa wahyu yang
paling penuh dari karakterNya harus diharapkan dalam injil. Oleh firman dan
RohNya Ia bisa menerangi dan membimbing kita, dan memimpin kita pada pengetahuan
/ pengenalan yang benar tentang Allah; dan tidak ada pengetahuan / pengenalan
yang benar dan penuh tentang Allah yang tidak didapatkan melalui AnakNya).
Jadi, ajaran filosof
Cina itu masih di bawah wahyu umum, dan wahyu umum ada di bawah wahyu khusus.
Dan dalam wahyu khusus sendiri, hukum Taurat / Perjanjian Lama ada di bawah
ajaran Yohanes Pembaptis, dan ajaran Yohanes Pembaptis ada di bawah Injil /
Perjanjian Baru / ajaran Yesus Kristus.
Lalu bagaimana mungkin kita yang sudah memiliki wahyu khusus, yaitu
seluruh Alkitab dan Yesus Kristus, masih harus belajar dari ajaran filosof
Cina itu, supaya bisa menjadi orang-orang Kristen yang lebih bertanggung
jawab? Terus terang, saya menganggap pernyataan ini sebagai suatu penghinaan terhadap
Kitab Suci. Bagaimana mungkin, orang Kristen yang sudah memiliki
Firman Tuhan yang lengkap dalam Alkitab, lalu harus belajar dari orang, yang
menurut Pdt. Stephen Tong sendiri ajarannya bahkan bukan wahyu umum, tetapi
hanya merupakan renspons / tanggapan manusia terhadap wahyu umum dari Allah
(inipun saya sangat sangsikan kebenarannya).
2. Apakah Pdt. Stephen
Tong menganggap ajaran filosof Cina itu ada dalam Alkitab, atau tidak ada dalam
Alkitab? Kalau ada, untuk apa dan mengapa orang Kristen harus mempelajarinya
dari ajaran dari filosof Cina itu dan bukannya dari Alkitab? Kalau tidak ada,
apakah itu berarti Alkitab itu masih kurang dan harus ditambahi dengan ajaran
filosof Cina itu? Kalau yang terakhir ini dijawab ‘ya’, maka itu berarti
Pdt. Stephen Tong sudah menyimpang dari semboyan reformasi ‘SOLA SCRIPTURA’!
3. Kitab Suci kita
sudah lengkap untuk menguduskan / memperbaiki kehidupan kita, dan tak perlu
ditambahi apapun yang lain.
Bdk. 2Tim 3:16-17 - “(16)
Segala tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang dalam
kebenaran. (17) Dengan demikian tiap-tiap manusia kepunyaan Allah
diperlengkapi untuk setiap perbuatan baik”.
KJV: ‘That the man of God may be perfect, throughly furnished unto
all good works’ (= Supaya manusia milik Allah bisa sempurna, sepenuhnya diperlengkapi pada
semua perbuatan baik).
Calvin (tentang 2Tim
3:16): “Thus
he who knows how to use the Scriptures properly, is in want of nothing for
salvation, or for a Holy life” (= Demikianlah
ia yang tahu bagaimana menggunakan Kitab Suci dengan benar, tidak kekurangan
apapun untuk keselamatan, atau untuk suatu kehidupan yang kudus).
Calvin
(tentang 2Tim 3:17): “‘That
the man of God may be perfect.’ ‘Perfect’
means here a blameless person, one in whom there is nothing
defective; for he asserts absolutely, that the Scripture is sufficient for
perfection. Accordingly, he who is not satisfied with Scripture desires
to be wiser than is either proper or desirable”
(= ‘Supaya manusia milik Allah bisa sempurna’.
‘Sempurna’ di sini berarti seorang yang tak bercacat, seseorang dalam siapa
tidak ada apapun yang cacat / kurang baik; karena ia menegaskan secara mutlak,
bahwa Kitab Suci adalah cukup untuk kesempurnaan. Sesuai dengan itu, ia
yang tidak puas dengan Kitab Suci ingin mempunyai kebijaksanaan yang lebih dari
yang benar atau yang bisa diinginkan).
Barnes’
Notes (tentang 2Tim 3:16): “‘For
correction.’ ... The meaning is, that the Scriptures are a powerful means of
reformation, or of putting men into the proper condition in regard to morals. After
all the means which have been employed to reform mankind; ... the word of God is
still the most powerful and the most effectual means of recovering those who
have fallen into vice. No reformation can be permanent which is not based on the
principles of the word of God” (= ‘Untuk
koreksi / memperbaiki kelakuan’. ... Artinya adalah, bahwa Kitab Suci adalah
suatu cara yang sangat berkuasa / kuat untuk mereformasi, atau untuk meletakkan
manusia ke dalam suatu kondisi yang tepat berkenaan dengan moral. Setelah
semua cara-cara yang telah digunakan untuk mereformasi umat manusia; ... firman
Allah tetap merupakan cara yang paling berkuasa / kuat dan paling efektif untuk
memulihkan mereka yang telah jatuh ke dalam kejahatan. Tidak ada reformasi bisa
bersifat permanen, kalau tidak didasarkan pada prinsip-prinsip firman Allah).
Barnes’
Notes (tentang 2Tim 3:17): “‘That
the man of God may be perfect.’ The object is not merely to convince and to
convert him; it is to furnish all the instruction needful for his entire
perfection. The idea here is, not that any one IS absolutely perfect, but that the
Scriptures have laid down the way which leads to perfection, and that, if any
one WERE perfect, he would find in the Scriptures all the instruction which he
needed in those circumstances. There is no deficiency in the Bible for man, in
any of the situations in which he may be placed in life” [= ‘Supaya
manusia milik Allah itu bisa sempurna’. Tujuannya bukan semata-mata meyakinkan
dan mempertobatkannya; tujuannya adalah untuk memperlengkapi / menyediakan semua
instruksi yang dibutuhkan untuk seluruh kesempurnaannya. Gagasannya di sini
adalah, bukan bahwa siapapun adalah sempurna secara mutlak, tetapi bahwa Kitab
Suci telah memberikan cara yang memimpin pada kesempurnaan, dan bahwa,
seandainya siapapun adalah sempurna, ia akan menemukan dalam Kitab Suci semua
instruksi yang ia butuhkan dalam keadaan itu. Tidak ada kekurangan dalam Alkitab
untuk manusia, dalam sikon apapun dalam mana ia ditempatkan dalam kehidupan].
Barnes’
Notes (tentang 2Tim 3:17): “‘Thoroughly
furnished unto all good works.’ Margin, ‘perfected.’ The Greek means, to
bring to an end; to make complete. The idea is, that whatever good work the man
of God desires to perform, or however perfect he aims to be, he will find no
deficiency in the Scriptures, but will find there the most ample instructions
that he needs” (= ‘sepenuhnya
diperlengkapi pada semua perbuatan baik’. Catatan tepi, ‘disempurnakan’.
Kata Yunaninya berarti, ‘membawa pada satu tujuan’; ‘membuat lengkap /
sempurna’. Gagasannya adalah bahwa perbuatan baik apapun yang ingin dilakukan
oleh manusia milik Allah, atau betapapun sempurnanya tujuannya, ia tidak akan
mendapati kekurangan dalam Kitab Suci, tetapi akan mendapatkan di sana instruksi
yang paling banyak / cukup yang ia butuhkan).
4. Roh Kudus memimpin
dan menguduskan orang percaya menggunakan Firman Tuhan.
a.
Roh Kudus memimpin dengan Firman Tuhan.
Bdk.
2Pet 1:19-21 - “(19) Dengan demikian kami makin diteguhkan oleh firman yang
telah disampaikan oleh para nabi. Alangkah baiknya kalau kamu memperhatikannya
sama seperti memperhatikan pelita yang bercahaya di tempat yang gelap sampai
fajar menyingsing dan bintang timur terbit bersinar di dalam hatimu. (20) Yang
terutama harus kamu ketahui, ialah bahwa nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak
boleh ditafsirkan menurut kehendak sendiri, (21) sebab tidak pernah nubuat
dihasilkan oleh kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang
berbicara atas nama Allah”.
·
Ajaran filosof Cina itu jelas bukan
Kitab Suci / Firman Tuhan; juga bukannya muncul dari dorongan Roh Kudus, tetapi
dari dorongan / kehendak filosof Cina itu sendiri.
Calvin (tentang 2Pet
1:20): “Peter
says that Scripture came not from man, or through the suggestions of man.
For thou wilt never come well prepared to read it, except thou bringest
reverence, obedience, and docility; but a just reverence then only exists when
we are convinced that God speaks to us, and not mortal men. Then Peter
especially bids us to believe the prophecies as the indubitable
oracles of God, because they have not emanated from men’s own private
suggestions. To the same purpose is what immediately follows, - but
holy men of God spake as they were moved
by the Holy Ghost. They did not of themselves, or according to their
own will, foolishly deliver their own inventions. The meaning is, that the
beginning of right knowledge is to give that credit to the holy prophets which
is due to God. He calls them the holy
men of God, because they faithfully executed the office committed to
them, ... they dared not to announce anything of their own, and obediently
followed the Spirit as their guide, who ruled in their mouth as in his own
sanctuary. Understand by ‘prophecy
of Scripture’ that which is contained in the holy Scriptures” [= Petrus mengatakan bahwa Kitab Suci datang bukan dari manusia, atau
melalui anjuran / dorongan manusia. Karena engkau tidak akan pernah
dipersiapkan dengan baik untuk membaca Kitab Suci, kecuali engkau membawa rasa
takut dan hormat, ketaatan, dan kepatuhan; tetapi rasa takut dan hormat yang
benar hanya ada pada waktu kita diyakinkan bahwa Allah, dan bukan manusia yang
fana, yang berbicara kepada kita. Maka Petrus secara khusus meminta kita
untuk mempercayai nubuat-nubuat sebagai sabda yang pasti dari Allah, karena nubuat-nubuat
itu tidak keluar dari dorongan pribadi manusia itu sendiri. Apa yang
berikutnya juga mempunyai tujuan yang sama, - tetapi orang-orang kudus Allah
berbicara pada waktu mereka digerakkan oleh Roh Kudus. Mereka tidak melakukan
dari diri mereka sendiri, atau sesuai dengan kehendak mereka, dengan tolol
menyampaikan penemuan-penemuan mereka sendiri. Artinya adalah, bahwa
permulaan dari pengetahuan yang benar adalah memberikan penghargaan kepada
nabi-nabi kudus yang merupakan hak / milik Allah. Ia menyebut mereka orang-orang
kudus dari Allah, karena mereka dengan setia melaksanakan tugas yang diberikan
kepada mereka, ... mereka tidak berani mengumumkan / memberitahukan apapaun
dari diri mereka sendiri, dan dengan taat mengikuti Roh sebagai pembimbing
mereka, yang memerintah dalam mulut mereka seperti dalam Ruang Suci / BaitNya.
Yang dimaksudkan dengan ‘nubuat-nubuat Kitab Suci’ adalah apa yang ada dalam
Kitab Suci yang kudus].
·
Kita hanya bisa mengikuti Allah
kalau kita mengikuti Firman Tuhan / Kitab Suci.
Calvin (tentang 2Pet
1:19): “This
is a remarkable passage: we learn from it how God guides us. The Papists have
ever and anon in their mouth, that the Church cannot err. Though the word is
neglected, they yet imagine that it is guided by the Spirit. But Peter, on the
contrary, intimates that all are immersed in darkness who do not attend to the
light of the word. Therefore, except thou art resolved wilfully to cast
thyself into a labyrinth, especially beware of departing even in the least thing
from the rule and direction of the word. Nay, the Church cannot follow God as
its guide, except it observes what the word prescribes. In this passage Peter
also condemns all the wisdom of men, in order that we may learn humbly to seek,
otherwise than by our own understanding, the true way of knowledge; for without
the word nothing is left for men but darkness”
(= Ini merupakan suatu text yang hebat / luar biasa: dari
text ini kita belajar bagaimana Allah membimbing kita. Para pengikut Paus
sekali-sekali mengatakan bahwa Gereja tidak bisa salah. Sekalipun firman
diabaikan, tetapi mereka mengkhayalkan bahwa Gereja dibimbing oleh Roh. Tetapi
Petrus, sebaliknya, mengisyaratkan bahwa semua ditenggelamkan dalam kegelapan
kalau tidak memperhatikan terang dari firman. Karena itu, kecuali engkau
memutuskan secara sengaja untuk melemparkan dirimu sendiri ke dalam suatu
susunan / jalan yang membingungkan, khususnya berhati-hatilah untuk tidak
menyimpang dalam hal yang terkecil dari peraturan dan arah dari firman. Tidak, Gereja
tidak bisa mengikuti Allah sebagai pembimbingnya, kecuali Gereja memperhatikan /
mentaati apa yang dituliskan oleh firman. Dalam text ini Petrus juga
mengecam semua hikmat dari manusia, supaya kita bisa dengan rendah hati belajar
untuk mencari, bukan oleh pengertian kita sendiri, jalan yang benar dari
pengetahuan; karena tanpa firman tidak ada apapun yang tertinggal bagi manusia
kecuali kegelapan).
Kalau
Pdt. Stephen Tong menyuruh orang-orang Kristen, tua-tua, hamba-hamba Tuhan
mempelajari dan memperhatikan ajaran filosof Cina itu, supaya bisa menjadi orang
Kristen yang lebih bertanggung jawab, ini jelas sama dengan menyuruh untuk
menggunakan sesuatu yang bukan Firman Tuhan sebagai pembimbing! Dan menurut
Calvin, ini hanya bisa membawa ke dalam kegelapan!
b.
Roh Kudus menguduskan dengan Firman Tuhan.
Perlu dicamkan bahwa
kita tidak akan bisa maju dalam pengudusan tanpa pekerjaan Roh Kudus. Dalam
menguduskan kita, Roh Kudus jelas bekerja menggunakan firmanNya. Sekarang
pertanyaannya, maukah / mungkinkah Roh Kudus bekerja menguduskan kita dengan
menggunakan ajaran seorang filosof Cina, sehingga kita bisa menjadi orang
Kristen yang lebih bertanggung jawab??
Sekarang bandingkan
dengan ayat-ayat ini:
·
Yoh 15:3 - “Kamu memang
sudah bersih karena firman yang telah Kukatakan kepadamu.”.
Calvin
(tentang Yoh 15:3): “so
far as Christ works in the heart by the Spirit, the word itself is the instrument of cleansing”
(= sejauh Kristus
bekerja dalam hati oleh Roh, firman itu sendiri adalah alat pembersihan).
·
Yoh 17:17 - “Kuduskanlah
mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran.”.
Calvin (tentang
Yoh 17:17): “He
asks, first, therefore, that the Father would sanctify the disciples, ... Next,
he points out the means of sanctification,
and not without reason; for there are fanatics who indulge in much
useless prattle about sanctification, but
who neglect the truth of God, by
which he consecrates us to himself. Again, as there are others who chatter
quite as foolishly about the truth and
yet disregard the word, Christ
expressly says that the truth, by
which God sanctifies his sons, is not to be found any where else than in the
word. ... True, it is God alone who sanctifies; but as ‘the Gospel is the power of God to salvation
to every one that believeth,’ (Romans 1:16,) whoever departs from the
Gospel as the means must become more and more filthy and polluted”
[= Karena itu,
pertama-tama ia meminta supaya Bapa menguduskan murid-murid, ... Selanjutnya, Ia
menunjukkan cara dari pengudusan, dan bukan tanpa alasan; karena ada orang-orang
fanatik yang menuruti dirinya sendiri dengan banyak ocehan yang tak berguna
tentang pengudusan, tetapi yang mengabaikan kebenaran Allah, dengan mana Ia
mengabdikan kita kepada diriNya sendiri. Juga, karena ada orang-orang lain
yang mengoceh dengan cara yang sama tololnya tentang kebenaran tetapi
mengabaikan firman, Kristus dengan jelas mengatakan bahwa kebenaran, dengan mana
Allah menguduskan anak-anakNya, tidak ditemukan di tempat lain manapun kecuali
dalam firman. ... Memang benar bahwa hanya Allah sendiri yang menguduskan;
tetapi karena ‘Injil adalah kekuatan Allah yang menyelamatkan setiap orang
yang percaya’, (Ro 1:16), siapapun yang menyimpang dari Injil sebagai cara (pengudusan)
harus / pasti menjadi makin lama makin kotor dan terpolusi].
Bisakah
ajaran seorang filosof Cina disebut firman Tuhan / Injil / Kitab Suci sehingga
bisa dipakai oleh Tuhan / Roh Kudus untuk membersihkan / menguduskan dan
memimpin orang Kristen?
Kesimpulan.
Kalau dalam ajaran yang
lalu, yang sudah kita bahas, Pdt. Stephen Tong bertentangan dengan SOLA FIDE /
GRATIA, maka saya berpendapat bahwa di sini ia bertentangan dengan SOLA
SCRIPTURA!
Bagaimana sikap Pdt. Stephen
Tong terhadap Wah 22:18-19?
Wah 22:18-19 - “(18)
Aku bersaksi kepada setiap orang yang mendengar perkataan-perkataan nubuat dari
kitab ini: ‘Jika seorang menambahkan sesuatu kepada perkataan-perkataan ini,
maka Allah akan menambahkan kepadanya malapetaka-malapetaka yang tertulis di
dalam kitab ini. (19) Dan jikalau seorang mengurangkan sesuatu dari
perkataan-perkataan dari kitab nubuat ini, maka Allah akan mengambil bagiannya
dari pohon kehidupan dan dari kota kudus, seperti yang tertulis di dalam kitab
ini.’”.
Barnes’
Notes: “The reference here is to the
book of Revelation only - for at that time the books that now constitute what we
call the Bible were not collected into a single volume. This passage, therefore,
should not be adduced as referring to the whole of the sacred Scriptures. Still,
the principle is one that is thus applicable; for it is obvious that no one has
a right to change any part of a revelation which God makes to man; to presume to
add to it, or to take from it, or in any way to modify it” (= Keterangan
ini hanya bagi kitab Wahyu saja - karena pada saat itu kitab-kitab yang sekarang
membentuk apa yang kita sebut Alkitab belum dikumpulkan ke dalam satu kitab /
buku. Karena itu, text ini tidak boleh dikemukakan sebagai menunjuk pada seluruh
Kitab Suci yang kudus. Tetapi tetap prinsip ini adalah prinsip yang bisa
diterapkan seperti itu; karena adalah jelas bahwa tak seorangpun mempunyai hak
untuk mengubah bagian manapun dari suatu wahyu yang Allah buat bagi manusia;
berani menambah kepadanya, atau mengurangi darinya, atau dengan cara apapun
memodifikasinya).
-AMIN-
e-mail address : : [email protected]
Base
URL: http://www.golgothaministry.org