Kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 1 Juli 2012, pk 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(HP: 7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

 

Roma 8:29-30(3)

 

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula (diketahuiNya lebih dulu), mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

 

3)   Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya (ay 30).

 

a)         Penjelasan tentang 3 kata kerja yang terakhir dalam Ro 8:29-30.

 

1.   ‘Dipanggil’.

Matthew Henry: Whom he did predestinate those he also called, not only with the external call (so many are called that were not chosen, Matt 20:16; 22:14), but with the internal and effectual call. The former comes to the ear only, but this to the heart. All that God did from eternity predestinate to grace and glory he does, in the fulness of time, effectually call. The call is then effectual when we come at the call; and we then come at the call when the Spirit draws us, convinces the conscience of guilt and wrath, enlightens the understanding, bows the will, persuades and enables us to embrace Christ in the promises, makes us willing in the day of his power [= Yang Ia predestinasikan, mereka juga Ia panggil, bukan hanya dengan panggilan luar (maka banyak yang dipanggil yang tidak dipilih, Mat 20:16; 22:14), tetapi dengan panggilan di dalam dan efektif. Yang pertama hanya datang pada telinga, tetapi yang ini datang pada hati. Semua yang Allah predestinasikan dari kekekalan pada kasih karunia dan kemuliaan, pada saat waktunya genap, Ia panggil secara efektif. Panggilan pada saat itu efektif pada saat kita datang waktu dipanggil; dan kita datang waktu dipanggil pada waktu Roh menarik kita, meyakinkan hati nurani tentang kesalahan dan kemurkaan, menerangi pengertian, menundukkan kehendak, meyakinkan dan memampukan kita untuk percaya kepada Kristus dalam janji-janji, membuat kita ‘mau pada hari dari kuasaNya’].

Mat 22:14 - “Sebab banyak yang dipanggil, tetapi sedikit yang dipilih.’”.

Maz 110:3a (KJV): ‘Thy people shall be willing in the day of thy power (= UmatMu akan mau pada hari dari kuasaMu).

Catatan: terjemahan KJV ini kurang lebih sama dengan NASB/ASV/NKJV, tetapi berbeda dengan Kitab Suci Indonesia, RSV, NIV.

 

2.   ‘Dibenarkan’.

Matthew Henry: Whom he called those he also justified. All that are effectually called are justified, absolved from guilt, and accepted as righteous through Jesus Christ. They are recti in curia - right in court; no sin that ever they have been guilty of shall come against them, to condemn them. The book is crossed, the bond cancelled, the judgment vacated, the attainder reversed; and they are no longer dealt with as criminals, but owned and loved as friends and favourites. Blessed is the man whose iniquity is thus forgiven. None are thus justified but those that are effectually called (= Yang Ia panggil, juga Ia benarkan. Semua yang dipanggil secara efektif, dibenarkan, dibebaskan dari kesalahan, dan diterima sebagai benar melalui Yesus Kristus. Mereka adalah recti in curia - ‘benar dalam pengadilan’; tak ada dosa, tentang mana mereka pernah bersalah, akan datang terhadap / menentang mereka, mengecam / menghukum mereka. Kitab dicoret, surat tanggungan dibatalkan, penghakiman dibatalkan, tertuduh dibalikkan / diubah sepenuhnya; dan mereka tidak lagi diperlakukan sebagai kriminil, tetapi diakui dan dikasihi sebagai sahabat-sahabat dan orang-orang favorit / kesayangan. Diberkatilah orang yang kesalahannya diampuni seperti itu. Tidak ada yang dibenarkan seperti itu kecuali mereka yang dipanggil secara efektif).

 

3.   ‘Dimuliakan’.

Tidak bisa tidak, ini pasti menunjuk pada pemuliaan di surga. Adam Clarke, mungkin untuk menghindari doktrin keselamatan tidak bisa hilang, menafsirkan bahwa ini tidak menunjuk pada pemuliaan di surga, tetapi di dunia / dalam hidup ini! Setahu saya tak ada seorang penafsir lainpun yang menafsirkan seperti ini! Perlu diperhatikan bahwa kontext menunjukkan bahwa ‘pemuliaan’ ini menunjuk pada pemuliaan di surga.

Ro 8:17-21 - “(17) Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia. (18) Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. (19) Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah”.

 

Matthew Henry: Whom he justified those he also glorified. The power of corruption being broken in effectual calling, and the guilt of sin removed in justification, all that which hinders is taken out of the way, and nothing can come between that soul and glory (= Yang Ia benarkan juga Ia permuliakan. Kuasa dari kejahatan telah dihancurkan dalam panggilan efektif, dan kesalahan dari dosa disingkirkan dalam pembenaran, semua yang menghalangi diambil dari jalan, dan tak ada apapun bisa datang di antara jiwa itu dan kemuliaan).

 

b)         Semua kata kerja dalam Ro 8:29-30, subyeknya adalah Allah sendiri.

John Murray: It is to be observed that calling, justification, and glorification are set forth as acts of God - ‘he called’, ‘he justified’, ‘he glorified’. The same divine monergism appears as in ‘he foreknew’ and ‘he foreordained’. It is contrary to this emphasis to define any of these elements of the application of redemption in any other terms than those of divine action. ... God alone is active in those events which are here mentioned and no activity on the part of men supplies any ingredient of their definition or contributes to their efficacy (= Harus diperhatikan bahwa ‘panggilan’, ‘pembenaran’, dan ‘pemuliaan’ dinyatakan sebagai tindakan-tindakan dari Allah - ‘Ia memanggil’, ‘Ia membenarkan’, ‘Ia memuliakan’. Monergisme ilahi yang sama terlihat seperti dalam ‘Ia mengetahui lebih dulu’ dan ‘Ia menentukan lebih dulu’. Merupakan sesuatu yang bertentangan dengan penekanan ini untuk mendefinisikan yang manapun dari elemen-elemen dari penerapan dari penebusan ini dalam istilah-istilah lain manapun dari pada elemen-elemen dari tindakan ilahi. ... Allah saja / sendirian yang aktif dalam peristiwa-peristiwa yang disebutkan di sini itu, dan tak ada aktivitas dari pihak manusia untuk menyuplai unsur apapun dalam definisi mereka atau memberi kontribusi pada kemujaraban / keberhasilan mereka) - ‘Romans, NICNT’, hal 320-321.

Catatan: kata ‘Monergism’ berasal dari 2 kata Yunani yaitu MONO (= sendirian / satu-satunya) + ERGA (= pekerjaan). Kata ini menunjukkan bahwa hanya ada satu pihak yang bekerja (yaitu Allah). Kata yang merupakan lawannya adalah ‘Synergism’, yang juga berasal dari dua kata Yunani yaitu ‘SYN’ (= bersama-sama dengan) + ERGA (= pekerjaan), yang menunjukkan bahwa dua pihak bekerja bersama-sama (yaitu Allah maupun manusia).

 

Matthew Henry: Observe, The author of all these is the same. It is God himself that predestinated, calleth, justifieth, glorifieth; ... Created wills are so very fickle, and created powers so very feeble, that, if any of these did depend upon the creature, the whole would shake. But God himself hath undertaken the doing of it from first to last, that we might abide in a constant dependence upon him and subjection to him, and ascribe all the praise to him - that every crown may be cast before the throne (= Perhatikan, sumber dari semua ini adalah sama. Adalah Allah sendiri yang mempredestinasikan, memanggil, membenarkan, memuliakan; ... Kehendak / kemauan yang diciptakan adalah begitu plin plan / berubah-ubah, dan kuasa-kuasa yang diciptakan adalah begitu lemah, sehingga, seandainya yang manapun dari hal-hal ini tergantung pada makhluk ciptaan, seluruhnya akan goncang / goyah. Tetapi Allah sendiri telah melakukan / mengerjakan pengerjaannya dari yang pertama sampai yang terakhir, supaya kita bisa tinggal dalam ketergantungan yang tetap kepadaNya dan ketundukan kepadaNya, dan memberikan semua pujian kepadaNya - supaya setiap mahkota bisa dilemparkan di depan takhta).

 

Sekarang bandingkan dengan penafsiran orang Arminian.

Lenski (tentang Ro 8:30): So greatly is God concerned with ‘these’ that he does the great acts here recorded. If it be asked why God did not foreknow, foreordain, call, justify the rest, the Biblical answer is found in Matt. 23:37 and similar passages: God did not exclude them, but despite all that God could do they excluded themselves (= Dengan begitu besarnya Allah mempedulikan / memperhatikan ‘orang-orang ini’ sehingga Ia melakukan tindakan-tindakan yang besar yang dicatat di sini. Jika ditanyakan mengapa Allah tidak mengetahui lebih dulu, menentukan / mempredestinasikan, memanggil, membenarkan sisanya, jawaban Alkitabiah ditemukan dalam Mat 23:37 dan text-text yang serupa: Allah tidak mengeluarkan mereka, tetapi meskipun Allah melakukan semua yang bisa Ia lakukan, mereka mengeluarkan diri mereka sendiri).

Mat 23:37 - “‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau.

 

Tanggapan saya:

1.   Ini merupakan kata-kata yang sangat tidak masuk akal, karena tindakan-tindakan pertama dan kedua (mengetahui lebih dulu dan menentukan / mempredestinasikan) terjadi di dalam kekekalan, sedangkan dalam Mat 23:37b itu ketidak-mauan mereka terjadi di dalam waktu. Bagaimana mungkin apa yang terjadi di dalam waktu bisa merupakan alasan dari apa yang terjadi di dalam kekekalan? Tetapi memang itulah logika yang kacau balau dari orang yang mempercayai ‘Conditional Election’ (= Pemilihan yang bersyarat).

2.         Allah yang mengerjakan kemauan dalam diri kita.

Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.

KJV: For it is God which worketh in you both to will and to do of his good pleasure (= Karena Allahlah yang mengerjakan dalam kamu baik untuk menghendaki dan untuk melakukan dari perkenanNya yang baik).

3.   Predestinasi tidak tergantung kemauan ataupun usaha manusia, tetapi tergantung belas kasihan / kehendak Allah.

Ro 9:10-16 - “(10) Tetapi bukan hanya itu saja. Lebih terang lagi ialah Ribka yang mengandung dari satu orang, yaitu dari Ishak, bapa leluhur kita. (11) Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya - (12) dikatakan kepada Ribka: ‘Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda,’ (13) seperti ada tertulis: ‘Aku mengasihi Yakub, tetapi membenci Esau.’ (14) Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah Allah tidak adil? Mustahil! (15) Sebab Ia berfirman kepada Musa: ‘Aku akan menaruh belas kasihan kepada siapa Aku mau menaruh belas kasihan dan Aku akan bermurah hati kepada siapa Aku mau bermurah hati.’ (16) Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.

Ay 16 (KJV): So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy (= Maka itu bukanlah dari dia yang mau, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan).

4.         Mat 23:37 itu adalah ayat yang berbicara dari sudut pandang manusia yang terbatas.

Calvin (tentang Mat 23:37): By this he means that, whenever the word of God is exhibited to us, he opens his bosom to us with maternal kindness, and, not satisfied with this, condescends to the humble affection of a hen watching over her chickens. Hence it follows, that our obstinacy is truly monstrous, if we do not permit him to gather us together (= Dengan ini Ia memaksudkan bahwa, kapanpun firman Allah ditunjukkan kepada kita, Ia membuka dadaNya kepada kita dengan kebaikan seorang ibu, dan, tidak puas dengan ini, Ia merendahkan diri pada perasaan / kasih yang rendah dari seekor induk ayam yang menjaga anak-anaknya. Jadi, sebagai akibatnya, maka sikap keras kepala kita betul-betul sangat besar, jika kita tidak mengijinkan Dia untuk mengumpulkan kita bersama-sama).

 

4)   Hal aneh tentang tenses dari 3 kata kerja terakhir dalam Ro 8:29-30 ini.

Ro 8:29-30 ini menggunakan kata-kata kerja dalam bentuk lampau (past tense).

NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified.

 

Memang tidak aneh kalau ‘foreknew’ (= ketahui lebih dulu) dan ‘predestined’ (= predestinasikan / tentukan lebih dulu) ada dalam bentuk lampau, karena itu memang terjadi di dalam kekekalan; tetapi mengapa ‘called’ (= panggil), ‘justified’ (= benarkan), dan ‘glorified’ (= muliakan), yang jelas terjadi di dalam waktu, juga ada dalam bentuk lampau? Perhatikan komentar-komentar dari para penafsir ini.

 

Loraine Boettner: “Paul has cast the verse in the past tense because with God the purpose is in principle executed when formed, so certain is it of fulfillment” (= Paulus telah melemparkan ayat itu ke dalam past tense / tensa lampau, karena bagi Allah, maksud / tujuan / rencana itu pada dasarnya dilaksanakan pada saat dibentuk, begitu pastinya penggenapan tujuan itu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 85-86.

 

Charles Hodge: “‘Whom he called, them he also justified; and whom he justified, them he also glorified.’ ... this use of the aorist is doubtful, or at least unusual, that tense is employed, because Paul is speaking of that God, who sees the end from the beginning, and in whose decree and purpose all future events are comprehended and fixed; so that in predestining us, he at the same time, in effect, called, justified, and glorified us, as all these were included in his purpose (= ‘Yang Ia panggil, mereka juga Ia benarkan; dan yang Ia benarkan, mereka juga Ia muliakan’. ... penggunaan dari bentuk lampau ini meragukan, atau setidaknya ‘aneh / tak lazim’, tensa itu digunakan, karena Paulus sedang berbicara tentang Allah itu, yang melihat akhirnya dari permulaan, dan dalam dekrit / penetapan dan rencana siapa, semua peristiwa-peristiwa yang akan datang tercakup dan ditentukan; sehingga dalam mempredestinasikan kita, Ia pada saat yang sama, sebetulnya, memanggil, membenarkan, dan memuliakan kita, karena semua ini termasuk dalam rencanaNya).

 

Bible Knowledge Commentary: ‘Glorified’ is in the past tense because this final step is so certain that in God’s eyes it is as good as done (= ‘Dimuliakan’ ada dalam past tense / tensa lampau karena langkah terakhir ini begitu pasti, sehingga dalam mata Allah, itu sama dengan sudah dilakukan).

 

Matthew Henry: Observe, It is spoken of as a thing done: He glorified, because of the certainty of it (= Perhatikan, Itu dibicarakan sebagai suatu hal yang sudah dilakukan: Ia memuliakan, karena kepastian dari hal itu).

 

John Murray: Glorification, unlike calling and justification, belongs to the future. ... though ‘glorified’ is in the past tense, this is proleptic, intimating the certainty of its accomplishment (= Pemuliaan, tidak seperti panggilan dan pembenaran, termasuk pada masa yang akan datang. ... sekalipun ‘pemuliaan’ ada dalam past tense / tensa lampau, ini merupakan sesuatu yang bersifat mengantisipasi, mengisyaratkan kepastian dari pencapaiannya) - ‘Romans, NICNT’, hal 321.

 

Jewish New Testament Commentary: “‘glorified.’ (v. 30) - in the past tense, showing that even though from our limited human viewpoint glorification is still in the future, from God’s viewpoint it is already accomplished, hence for us a certainty on which we can rely” [= ‘dimuliakan’ (ay 30) - dalam past tense / tensa lampau, menunjukkan bahwa sekalipun dari sudut pandang manusia yang terbatas pemuliaan masih ada dalam masa yang akan datang, dari sudut pandang Allah itu sudah dikerjakan / diselesaikan, jadi bagi kita merupakan suatu kepastian pada mana kita bisa bersandar].

 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘And whom he justified, them he also glorified.’ - brought to final glory (see Rom 8:17-18). Noble climax, and how rhythmically expressed! And all this is viewed as past; because, starting from the past decree of ‘predestination to be conformed to the image of God’s Son,’ of which the other steps are but the successive unfoldings, all is beheld as one entire, eternally completed salvation” [= ‘dan yang Ia benarkan, mereka juga Ia muliakan’ - dibawa ke kemuliaan akhir (lihat Ro 8:17-18). Klimax yang mulia, dan betapa dinyatakan secara berirama! Dan semua ini dipandang sebagai lampau; karena, mulai dari dekrit yang lampau tentang ‘predestinasi untuk menjadi serupa dengan gambar Anak Allah’, tentang mana langkah-langkah yang lain hanyalah perkembangan berturut-turut, semua dilihat sebagai satu keselamatan yang utuh dan diselesaikan secara kekal].

 

Geneva Notes: “He uses the past tense for the present time, as the Hebrews use, who sometimes describe something that is to come by using the past tense, to signify the certainty of it: and he also is referring to God’s continual working” (= Ia menggunakan tensa lampau untuk masa sekarang, seperti penggunaan Ibrani, yang kadang-kadang menggambarkan sesuatu yang akan datang dengan menggunakan tensa lampau, untuk menunjukkan kepastian darinya: dan ia juga sedang menunjuk pada pengerjaan Allah yang terus menerus).

 

Tetapi Lenski (ia seorang Arminian) mempunyai penafsiran yang berbeda tentang bentuk lampau dari kata kerja - kata kerja ini.

 

Lenski: “In v. 29, 30 he uses gnomic aorists which are timeless” (= Dalam ay 29,30 ia mengunakan gnomic aorist yang timeless / tanpa waktu).

 

Lenski: “This final aorist distresses the commentators and will always trouble them until they realize that there is a gnomic aorist, R. 837. All of these aorists are alike. This last aorist is not proleptic, neither are the other five. ‘These’ means all the saved down to the last one to the end of time. How many of them are as yet not born! Why, then, are not also the other aorists, ‘he called,’ ‘he declared righteous,’ proleptic in regard to those who will yet be called and justified? Past, present, and future are not to be considered in this connection. The fact that some have already been called while others shall yet be called, some are already justified, others shall yet be, some (their souls) are already glorified, others shall yet be, and that the bodies of all await glory - this element of time regarding tenses is eliminated by the gnomic, timeless aorist just as the subject ‘these’ also eliminates it” [= Aorist yang terakhir ini membingungkan penafsir-penafsir dan akan selalu menyusahkan / memberi kesukaran kepada mereka sampai mereka menyadari bahwa ada yang disebut ‘gnomic aorist’, R. 837. Semua aorist-aorist ini adalah serupa. Aorist yang terakhir ini bukanlah bersifat mengantisipasi, juga lima (empat?) yang lain tidak demikian. ‘Orang-orang ini’ berarti semua orang yang diselamatkan sampai kepada orang yang terakhir pada akhir jaman. Berapa banyak dari mereka belum dilahirkan! Jadi, mengapa aorist-aorist yang lain ‘Ia memanggil’, ‘Ia menyatakan sebagai benar’, tidak juga dianggap sebagai bersifat mengantisipasi berkenaan dengan mereka yang masih akan dipanggil dan dibenarkan? Lampau, sekarang, dan masa yang akan datang, tidak boleh dipertimbangkan dalam hubungan ini. Fakta bahwa sebagian sudah dipanggil sementara yang lain masih akan dipanggil, sebagian sudah dibenarkan, yang lain masih akan dibenarkan, sebagian (jiwa mereka) sudah dimuliakan, yang lain masih akan dimuliakan, dan bahwa tubuh-tubuh dari semua menantikan kemuliaan - elemen waktu berkenaan dengan tenses ini dihapuskan oleh aorist yang bersifat gnomic, timeless / tanpa waktu, sama seperti subyek ‘mereka ini’ juga menghapuskannya].

Catatan: ‘aorist tense’ = ‘past tense’ dalam bahasa Yunani.

 

Penjelasan / tanggapan:

a)   ‘Gnomic aorist’ adalah kata Yunani bentuk lampau, tetapi yang dianggap ‘timeless’ / tanpa waktu (tidak menunjuk pada lampau, sekarang, ataupun masa yang akan datang).

b)   R. 837 menunjuk pada buku dari A. T. Robertson, berjudul ‘A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research’, hal 837. Dalam Libronix, hal 836. Buku ini dianggap sebagai buku standard  / text book bahasa Yunani.

c)   Kutipan kata-kata A. T. Robertson itu (tanpa terjemahan).

A. T. Robertson: (β) The Gnomic Aorist. Jannaris calls this also ‘empiric aorist,’ while Gildersleeve uses ‘empirical’ for the aorist with a negative or temporal adverb, a rather needless distinction. The real ‘gnomic’ aorist is a universal or timeless aorist and probably represents the original timelessness of the aorist indicative.  This aorist is common in Homer in comparisons and general sayings. The difference between the gnomic aorist and the present is that the present may be durative. But general truths may be expressed by the aoristic present. Gildersleeve (Syntax, p. 109) compares this use of the aorist to the generic article. Winer denies that this idiom occurs in the N. T., but on insufficient grounds. Abbott rather needlessly appeals to the ‘Hebrew influence on Johannine tense-construction’ to explain ἐβλήθη καὶ ἐξηράνθη. (Jo. 15:6) after ἐὰν μή τις μένῃ ἐν ἐμοί . It is a general construction here and is followed by three presents (aoristic). This is a mixed condition certainly, the protasis being future (third class, undetermined with some likelihood of determination). But ἐδοξάσθη (Jo. 15:8) is possibly also gnomic. Cf. πάντες ἥμαρτον καὶ ὑστεροῦνται (Ro. 3:23). But in Jo. 15:6, 8, we may have merely the ‘timeless’ aorist, like ὅταν θέλῃς, ἐξῆλθες, in Epictetus, IV, 10, 27. Radermacher (N. T. Gr., p. 124) so thinks and adds, what I do not admit: ‘The genuine gnomic aorist appears to be foreign to the Hellenistic vernacular.’ It survives in modern Greek, according to Jannaris, Hist. Gk. Gr., p. 436. Moulton (Prol., pp. 135, 139) admits it in N. T., but (p. 134) considers Jo. 15:6 the ‘timeless’ aorist, like ἀπωλόμην εἴ με λείψεις in Eur., Alc., 386. There are other examples, like ἔκρυψεν (Mt. 13:44) which is followed by presents ὑπάγει, πωλεῖ, ἠγόρασεν (13:46), συνέλεξαν—ἔβαλον (13:48), ὡμοιώθη (18:23), ἐκάθισαν (23:2), εὐδόκησα (Lu. 3:22), ἐδικαιώθη (7:35), ἐδίδαξεν (Jo. 8:28), ἀνέτειλεν and the other aorists in Jas. 1:11, ἐκάλεσε—ἐδόξασε (Ro. 8:30), ἐξηράνθη—ἐξέπεσεν (1 Pet. 1:24; LXX, Is. 40:7). It is true that the timeless Hebrew perfect is much like this gnomic aorist, but it is a common enough Greek idiom also. Cf. further Lu. 1:51–53. It is not certain that εὐδόκησα (Mt. 3:17; 17:5; Mk. 1:11; Lu. 3:22) belongs here. It may be merely an example of the timeless aorist used in the present, but not gnomic. See under (ε). Burton (N. T. Moods and Tenses, p. 29) finds it difficult and thinks it originally ‘inceptive’ (ingressive)..

d)   Dalam buku A. T. Robertson itu, terlihat bahwa tentang ‘gnomic aorist’ ini banyak ahli-ahli bahasa Yunani yang pro dan kontra.

e)   A. T. Robertson memberi cukup banyak contoh tentang ‘gnomic aorist’ ini, yang ia anggap sering muncul dalam Alkitab.

Saya akan membahas satu contoh saja yang ia berikan, yaitu Yoh 15:6.

Yoh 15:6 - “Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang ke luar seperti ranting dan menjadi kering, kemudian dikumpulkan orang dan dicampakkan ke dalam api lalu dibakar”.

Kata Yunani yang diterjemahkan ‘tinggal’ ada dalam bentuk present, tetapi kata-kata Yunani yang diterjemahkan ‘dibuang’ dan ‘menjadi kering’ ada dalam bentuk aorist / lampau! Ini dianggap oleh A. T. Robertson sebagai ‘gnomic aorist’.

f)    Dan dalam banyak contoh itu, Ro 8:30 ini juga termasuk. Kelihatannya ia menganggap bahwa tiga kata kerja yang terakhir dari 5 kata kerja yang ada dalam Ro 8:29-30, yaitu ‘called’ (= dipanggil), ‘justified’ (= dibenarkan), dan ‘glorified’ (= dimuliakan), adalah ‘gnomic aorist’.

g)   Anehnya, dalam buku tafsirannya, tentang Ro 8:30, A. T. Robertson berkata sebagai berikut: “‘Called’ ‎ekalesen ‎... ‘Justified’ ‎edikaioosen ‎... ‘Glorified’ ‎edoxasen‎. ... But the glorification is stated as already consummated (constative aorists, all of them), though still in the future in the fullest sense. ‘The step implied in ‎edoxasen ‎is both complete and certain in the Divine counsels’ (Sanday and Headlam) [= ‘Dipanggil’ ekalesen ‎... ‘Dibenarkan’ ‎edikaioosen ‎... ‘Dimuliakan’ ‎edoxasen‎. ..‎. Tetapi pemuliaan dinyatakan sebagai sudah diwujudkan / diselesaikan (aorist constative, semua mereka), sekalipun tetap dalam masa yang akan datang dalam arti yang sepenuhnya. ‘Langkah yang dinyatakan secara implicit dalam EDOXASEN (dimuliakan) adalah lengkap dan pasti dalam rencana Ilahi’ (Sanday dan Headlam)].

Ini menunjukkan bahwa A. T. Robertson menafsirkan bentuk lampau dari kata kerja terakhir ini, dengan cara yang sama seperti banyak penafsir yang saya kutip di atas.

 

5)   Orang-orang yang menjadi obyek dari 5 kata kerja dalam Ro 8:29-30 ini adalah orang-orang yang sama.

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he predestined, he also called; those he called, he also justified; those he justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).

 

Text ini secara jelas mendukung doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) dari Calvinisme, karena text ini membentuk rantai yang tak terputuskan, dan orang-orang yang menjadi obyek dari 5 kata kerja dalam ay 29-30 adalah orang-orang yang sama! Jadi, tidak ada satupun yang terhilang di antara 5 kata kerja - kata kerja itu! Dan kalau antara ‘pembenaran’ (yang terjadi pada saat seseorang menjadi orang percaya / orang Kristen) dan ‘pemuliaan’ (yang menunjukkan saat orang Kristen masuk surga), tak ada yang hilang, ini jelas menunjukkan bahwa keselamatan tidak bisa hilang!

 

John Murray: 30 The two preceding verses deal with the eternal and pre-temporal counsel of God; the ‘purpose’ of verse 28 is explicated in verse 29 in terms of foreknowledge and predestination, the latter defining the ultimate goal of the counsel of salvation. Verse 30 introduces us to the realm of the temporal and indicates the actions by which the eternal counsel is brought to actual fruition in the children of God. Three actions are mentioned, calling, justification, and glorification. There is an unbreakable bond between these three actions themselves, on the one hand, and the two elements of the eternal counsel, on the other. All five elements are co-extensive. The sustained use of ‘also’ and the repetition of the terms ‘foreordained’, ‘called’, ‘justified’ in the three relative clauses in verse 30 signalize the denotative equation. Thus it is made abundantly evident that there cannot be one element without the others and that the three elements which are temporal flow by way of consequence from the eternal counsel, particularly from predestination because it stands in the closest logical relation to calling as the first in the sequence of temporal events (= Ay 30. Dua ayat yang sebelumnya menangani rencana yang kekal dan terjadi sebelum adanya waktu dari Allah; ‘rencana’ dari ay 28 dijelaskan dalam ay 29 dalam istilah-istilah dari ‘pra-pengetahuan’ dan ‘predestinasi’, yang belakangan menegaskan tujuan akhir dari rencana keselamatan. Ay 30 membawa kita pada alam dari waktu dan menunjukkan tindakan-tindakan dengan mana rencana kekal dibawa pada hasil yang sungguh-sungguh diperoleh dalam anak-anak Allah. Tiga tindakan disebutkan, ‘panggilan’, ‘pembenaran’, dan ‘pemuliaan’. Ada suatu ikatan yang tak terputuskan di antara tiga tindakan ini sendiri, pada satu sisi, dua eleman dari rencana kekal, di sisi yang lain. Semua lima elemen itu adalah sama luasnya. Penggunaan yang menyokong dari ‘juga’ dan pengulangan dari istilah-istilah ‘ditentukan lebih dulu / dipredestinasikan’, ‘dipanggil’, dibenarkan’ dalam tiga anak kalimat yang berhubungan dalam ay 30 menandakan penyamaan yang bersifat menunjukkan. Jadi dibuat sangat jelas bahwa di sana tidak bisa ada satu elemen tanpa yang lain, dan bahwa ketiga elemen yang ada dalam waktu, mengalir melalui konsekwensi dari rencana kekal, secara khusus dari predestinasi, karena itu berada dalam hubungan logika yang terdekat dengan ‘panggilan’ sebagai yang pertama dalam rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam waktu) - ‘Romans, NICNT’, hal 320.

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula (diketahuiNya lebih dulu), mereka juga ditentukanNya dari semula (dipredestinasikanNya) untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula (dipredestinasikanNya), mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya.

 

Bible Knowledge Commentary: Between the start and finish of God’s plan are three steps: being called (cf. Rom 1:6; 8:28), being justified (cf. 3:24, 28; 4:2; 5:1, 9), and being glorified (cf. 8:17; Col 1:27; 3:4), and in the process not a single person is lost. God completes His plan without slippage. ‘Glorified’ is in the past tense because this final step is so certain that in God’s eyes it is as good as done [= Di antara permulaan dan akhir dari rencana Allah ada tiga langkah: ‘dipanggil’ (bdk. Ro 1:6; 8:28), ‘dibenarkan’ (bdk. 3:24,28; 4:2; 5:1,9), dan ‘dimuliakan’ (bdk. 8:17; Kol 1:27; 3:4), dan dalam prosesnya tak satupun orang yang terhilang. Allah melengkapi / menyelesaikan rencanaNya tanpa kesalahan / kelolosan. ‘Dimuliakan’ ada dalam tensa lampau karena langkah terakhir ini adalah begitu pasti sehingga di mata Allah itu sama dengan sudah terjadi].

Catatan: ayat-ayat referensi tak terlalu penting; silahkan dibaca sendiri.

 

Matthew Henry: the explication of this he here sets before us the order of the causes of our salvation, a golden chain, which cannot be broken (= penjelasan dari ini ia letakkan di sini di depan kita urut-urutan dari penyebab-penyebab dari keselamatan kita, suatu rantai emas, yang tidak bisa diputuskan).

 

Charles Hodge: The blessings of grace are never separated from each other. Election, calling, justification, and salvation are indissolubly united; and, therefore, he who has clear evidence of his being called, has the same evidence of his election and final salvation. This is the very idea the apostle means to present for the consolation and encouragement of believers. They have no cause for despondency if the children of God, and called according to his purpose, because nothing can prevent their final salvation [= Berkat-berkat dari kasih karunia tidak pernah terpisah satu sama lain. Pemilihan, panggilan, pembenaran, dan keselamatan dipersatukan secara tak terpisahkan; dan, karena itu, ia yang mempunyai bukti yang jelas bahwa dirinya dipanggil, mempunyai bukti yang sama tentang pemilihannya dan keselamatan akhir. Inilah gagasan yang sang rasul maksudkan untuk berikan bagi penghiburan dan penguatan dari orang-orang percaya. Mereka tidak mempunyai penyebab kesedihan / patah semangat jika (mereka adalah) anak-anak Allah, dan dipanggil sesuai dengan rencanaNya, karena tak ada apapun bisa menghalangi keselamatan akhir mereka].

 

Barnes’ Notes: ‘Them he also glorified.’ This refers probably to heaven. It means that there is a connection between justification and glory. The one does not exist without the other in its own proper time; as the calling does not subsist without the act of justification. This proves, therefore, the doctrine of the perseverance of the saints. There is a connection infallible and ever existing between the predestination and the final salvation. They who are subjects of the one are partakers of the other. That this is the sense is clear, (1) Because it is the natural and obvious meaning of the passage. (2) Because this only would meet the design of the argument of the apostle. For how would it be a source of consolation to say to them that whom God foreknew he predestinated, and whom he predestinated he called, and whom he called he justified, and whom he justified ‘might fall away and be lost forever?’ [= ‘Mereka juga Ia muliakan’. Ini mungkin menunjuk ke surga. Itu berarti bahwa disana ada suatu hubungan antara pembenaran dan pemuliaan. Yang satu tidak ada tanpa yang lain dalam saatnya sendiri yang tepat; seperti panggilan tidak ada / terbayangkan sebagai benar tanpa tindakan pembenaran. Karena itu, ini membuktikan doktrin ‘Perseverance of the Saints’ (= Ketekunan orang-orang kudus) dan keselamatan akhir. Mereka yang adalah subyek dari yang satu merupakan pengambil bagian dari yang lain. Bahwa ini adalah artinya adalah jelas, (1) Karena itu adalah arti yang wajar / alamiah dan jelas dari text ini. (2) Karena hanya ini yang memenuhi rancangan dari argumentasi sang rasul. Karena bagaimana itu akan menjadi suatu sumber penghiburan untuk mengatakan kepada mereka bahwa yang Allah ketahui lebih dulu, Ia predestinasikan / tentukan lebih dulu, dan yang Ia predestinasikan Ia panggil, dan yang Ia panggil Ia benarkan, dan yang Ia benarkan ‘bisa murtad dan terhilang selama-lamanya’?].

 

Kalau kita melihat kontext Ro 8, maka jelas bahwa Paulus sedang berusaha memberikan penghiburan dan penguatan kepada orang-orang Kristen yang menderita / dianiaya. Perhatikan Ro 8:18-23,26 - “(18) Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita. (19) Sebab dengan sangat rindu seluruh makhluk menantikan saat anak-anak Allah dinyatakan. (20) Karena seluruh makhluk telah ditaklukkan kepada kesia-siaan, bukan oleh kehendaknya sendiri, tetapi oleh kehendak Dia, yang telah menaklukkannya, (21) tetapi dalam pengharapan, karena makhluk itu sendiri juga akan dimerdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah. (22) Sebab kita tahu, bahwa sampai sekarang segala makhluk sama-sama mengeluh dan sama-sama merasa sakit bersalin. (23) Dan bukan hanya mereka saja, tetapi kita yang telah menerima karunia sulung Roh, kita juga mengeluh dalam hati kita sambil menantikan pengangkatan sebagai anak, yaitu pembebasan tubuh kita. ... (26) Demikian juga Roh membantu kita dalam kelemahan kita; sebab kita tidak tahu, bagaimana sebenarnya harus berdoa; tetapi Roh sendiri berdoa untuk kita kepada Allah dengan keluhan-keluhan yang tidak terucapkan.

 

Karena itu, kata-kata bagian akhir dari Albert Barnes di atas sangat perlu ditekankan.

 

Barnes’ Notes: For how would it be a source of consolation to say to them that whom God foreknew he predestinated, and whom he predestinated he called, and whom he called he justified, and whom he justified ‘might fall away and be lost forever?’ (= Karena bagaimana itu akan menjadi suatu sumber penghiburan untuk mengatakan kepada mereka bahwa yang Allah ketahui lebih dulu, Ia predestinasikan / tentukan lebih dulu, dan yang Ia predestinasikan Ia panggil, dan yang Ia panggil Ia benarkan, dan yang Ia benarkan ‘bisa murtad dan terhilang selama-lamanya’?).

 

Loraine Boettner: “The saints in heaven are happier but no more secure than are true believers here in this world” (= Orang-orang kudus di surga lebih bahagia, tetapi tidak lebih aman, dari pada orang-orang percaya yang sejati di sini di dunia ini) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 183.

 

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali

 


 

R. A Grammar of the Greek New Testament in the Light of Historical Research, by A. T. Robertson, fourth edition.

Jannaris

Jannaris, A. N., A Historical Greek Grammar (1897).

———, On the True Meaning of the Κοινή (Class. Rev., 1903, pp. 93 ff.).

Gildersleeve

Gildersleeve, B. L., Editions of Pindar and Justin Martyr.

———, Latin Grammar. Many editions since 1867.

———, Notes on Stahl’s Syntax of the Greek Verb (1910).

———, Numerous articles in the American Journal of Philology.

Winer

Winer, G. B., De verborum cum praep. compos. in N. T. Usu (1834–1843).

———, Gramm. d. neut. Sprachidioms (1822). 7. Aufl. von Lünemann (l867).

Abbott

Abbott, E. A., Clue. A Guide through Greek to Hebrew (1904).

———, Johannine Grammar (1906).

———, Johannine Vocabulary (1905).

Radermacher Radermacher, L., Neut. Grammatik. Das Griechisch des N. T. im Zusammenhang mit der Volkssprache (1911).

Moulton

Moulton, J. H., A Grammar of N. T. Greek. Vol. I, Prolegomena (1906). 3d ed. (1908).

———, Characteristics of N. T. Greek (The Expositor, 1904).

———, Einleitung in die Sprache des N. T. (1911).

———, Grammatical Notes from the Papyri (The Expositor, 1901, pp. 271–282; 1903, pp. 104–121, 423–439. The Classical Review, 1901, pp. 31–37, 434–441; 1904, pp. 106–112, 151–155).

———, Introduction to N. T. Greek (1895). 2d ed. (1904).

———, Language of Christ (Hastings’ One-vol. D. B., 1909).

———, N. T. Greek in the Light of Modern Discovery (Cambr. Bibl. Essays, 1909, pp. 461–505).

———, The Science of Language (1903).

Moulton, W. F., and Geden, A. S., A Concordance to the Greek Testament (1897).

Moulton and Milligan, Lexical Notes from the Papyri (The Expos., 1908—).

———, The Vocabulary of the N. T. Illustrated from the Papyri and other Non-Literary Sources. Part I (1914), II, III.

Burton Burton, E. D., Syntax of the Moods and Tenses of the N. T. Gk. 3d ed. (1909).