Kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 24 Juni 2012, pk 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(HP: 7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

 

Roma 8:29-30(2)

 

Ro 8:29-30 - “(29) Sebab semua orang yang dipilihNya dari semula (diketahuiNya lebih dulu), mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.

 

2)   mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara (ay 29b).

KJV: ‘did predestinate’ (= mempredestinasikan).

RSV/NIV/NASB: ‘predestined’ (= mempredestinasikan / menentukan).

 

a)         mereka juga ditentukanNya dari semula.

 

Ada orang yang mengatakan bahwa kalau ‘mengetahuinya lebih dulu’ diartikan ‘dipilih’, maka kata ini menjadi sama artinya dengan kata yang kedua, yaitu ‘menentukannya lebih dulu’. Ini dijadikan alasan untuk menentang bahwa kata-kata ‘mengetahuinya lebih dulu’ tidak mungkin diartikan ‘memilihnya lebih dulu / dari semula’. Bandingkan dengan kata-kata Lenski di bawah ini.

 

Lenski: ‘Foreknew’ and ‘foreordained’ cannot be synonymous. The entire five acts are different, each succeeding one rests on the previous one. Προορίζειν = ‘to foreordain,’ and προορισμός = ‘foreordination.’ These are the regular Biblical terms for ‘to predestinate’ and ‘predestination.’ This is an act of the will; by it God in eternity fixed, settled, and determined that those whom he already recognized in love as his own should be such as are conformed to the image of his Son. Those who regard ‘foreknew’ as an act of adoption, election, or however they word it, make no more than a formal distinction between ‘foreknew’ and ‘foreordained,’ no matter how they strive to augment this distinction (= ‘Diketahui lebih dulu’ dan ‘ditentukan lebih dulu’ tidak bisa adalah sama. Kelima tindakan itu berbeda, setiap tindakan berikutnya berdasarkan pada tindakan sebelumnya. Προορίζειν / PROORIZEIN = ‘menentukan lebih dulu’, dan προορισμός / PROORISMOS = ‘penentuan lebih dulu’. Ini merupakan istilah yang biasa dalam Alkitab untuk ‘mempredestinasikan’ dan ‘predestinasi’. Ini merupakan tindakan dari kehendak; dengannya Allah dalam kekekalan menentukan bahwa mereka yang telah Ia kenali dalam kasih sebagai milikNya menjadi sesuai dengan gambaran AnakNya. Mereka yang menganggap ‘ketahui lebih dulu’ sebagai suatu tindakan adopsi, pemilihan, atau bagaimanapun mereka mengatakannya, membuat tidak lebih dari perbedaan formil antara ‘ketahui lebih dulu’ dan ‘tentukan lebih dulu’, tak peduli bagaimanapun mereka berjuang untuk memperbesar perbedaan ini).

 

Benarkah kata-kata Lenski ini? Saya tidak setuju dengannya. Kata yang kita terjemahkan ‘ketahui lebih dulu’, kita artikan sebagai ‘dikasihi lebih dulu’. Ini hanya membedakan dengan yang ‘tidak dikasihi lebih dulu’, tetapi bagaimana jadinya orang-orang ini, belum terlihat dari kata pertama ini. Tetapi kata kedua, yaitu ‘menentukannya lebih dulu’ apalagi ditambah dengan kata-kata selanjutnya, memastikan orang-orang ini akan menjadi apa. Jadi, jelas kata pertama dan kata kedua berbeda, bukannya sinonim / bertumpukan.

 

John Murray: “‘He also foreordained.’ One of the main objections urged against the foregoing view of ‘whom he foreknew’ is that it would obliterate the distinction between foreknowledge and predestination. There is ostensible progression of thought expressed in ‘he also foreordained’. But there is no need to suppose that this progression is disturbed if ‘foreknew’ is interpreted in the way propounded. ‘Foreknew’ focuses attention upon the distinguishing love of God whereby the sons of God were elected. But it does not inform us of the destination to which those thus chosen are appointed. It is precisely that information that ‘he also foreordained’ supplies, and it is by no means superfluous (= ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’. Salah satu keberatan utama yang diajukan terhadap pandangan yang lebih dulu tentang ‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ adalah bahwa itu akan menghapuskan perbedaan antara ‘pengetahuan lebih dulu’ dan ‘predestinasi’. Di sana ada kemajuan pemikiran yang nyata yang dinyatakan dalam ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’. Tetapi tidak perlu untuk menganggap bahwa kemajuan ini diganggu jika ‘mengetahui lebih dulu’ ditafsirkan dengan cara yang telah dikemukakan. ‘Mengetahui lebih dulu’ memfokuskan perhatian pada kasih yang membedakan dari Allah dengan mana anak-anak Allah dipilih. Tetapi kata itu tidak memberi informasi kepada kita tentang tujuan kemana orang-orang yang dipilih seperti itu ditetapkan. Informasi itulah yang disuplai oleh ‘Ia juga menentukannya lebih dulu’, dan itu sama sekali tidak berlebihan) - ‘Romans, NICNT’, hal 318.

 

Charles Hodge: It is evident, on the one hand, that pro>gnwsiv expresses something more than the prescience of which all men and all events are the objects, and, on the other, something different from the proorismo>v (predestination) expressed by the following word: ‘Whom he foreknew, them he also predestinated.’ The predestination follows, and is grounded on the foreknowledge. The foreknowledge therefore expresses the act of cognition or recognition, the fixing, so to speak, the mind upon, which involves the idea of selection. If we look over a number of objects with the view of selecting some of them for a definite purpose, the first act is to fix the mind on some to the neglect of the others, and the second is to destine them to the proposed end. So God is represented as looking on the fallen mass of men, and fixing on some whom he predestines to salvation [= Adalah jelas, di satu sisi, bahwa PROGNOSIS menyatakan sesuatu yang lebih dari pada pengetahuan lebih dulu tentang mana semua orang dan semua peristiwa adalah obyek, dan di sisi lain, sesuatu yang berbeda dengan PROORISMOS (predestinasi) dinyatakan oleh kata-kata berikutnya: ‘yang Ia ketahui lebih dulu, mereka juga Ia predestinasikan / tentukan’. Predestinasi mengikuti, dan didasarkan pada pengetahuan lebih dulu. Karena itu, pengetahuan lebih dulu menyatakan tindakan dari pengertian atau pengenalan, boleh dikatakan menetapkan pikiran pada, yang melibatkan gagasan penyeleksian. Jika kita melihat pada sejumlah obyek dengan pemikiran untuk menyeleksi sebagian / beberapa dari mereka untuk suatu tujuan tertentu, tindakan pertama adalah menetapkan pikiran pada sebagian / beberapa dari mereka dan mengabaikan yang lain, dan tindakan kedua adalah menentukan mereka pada tujuan yang dimaksudkan. Jadi Allah digambarkan sebagai melihat pada banyak orang-orang yang telah jatuh, dan menetapkan kepada sebagian / beberapa yang Ia tentukan / predestinasikan pada keselamatan].

 

b)   untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak saudara.

 

Matthew Henry: The first-born was the head of the family, on whom all the rest did depend: now in the family of the saints Christ must have the honour of being the first-born. ... There is, therefore, a certain number predestinated, that the end of Christ’s undertaking might be infallibly secured. Had the event been left at uncertainties in the divine counsels, to depend upon the contingent turn of man’s will, Christ might have been the first-born among but few or no brethren - a captain without soldiers and a prince without subjects - to prevent which, and to secure to him many brethren, the decree is absolute, the thing ascertained, that he might be sure to see his seed, there is a remnant predestinated to be conformed to his image, which decree will certainly have its accomplishment in the holiness and happiness of that chosen race; and so, in spite of all the opposition of the powers of darkness, Christ will be the first-born among many, very many brethren (= Yang sulung adalah kepala dari keluarga, kepada siapa semua sisanya bergantung: jadi dalam keluarga dari orang-orang kudus, Kristus harus mendapatkan kehormatan sebagai yang sulung. ... Karena itu ada suatu jumlah tertentu yang dipredestinasikan / ditentukan, supaya tujuan dari usaha Kristus bisa dipastikan secara tak bisa salah. Seandainya peristiwa itu dibiarkan pada ketidak-pastian dalam rencana ilahi, dan tergantung pada perubahan yang tidak tertentu dari kehendak manusia, Kristus bisa menjadi yang sulung dari sedikit atau nol saudara - seorang kapten tanpa tentara, dan seorang pangeran tanpa bawahan - dan untuk mencegah hal itu, dan untuk memastikan bagiNya banyak saudara, ketetapan itu mutlak, hal itu dipastikan, supaya Ia bisa pasti melihat benihNya / keturunanNya, disana ada suatu sisa yang dipredestinasikan / ditentukan untuk menjadi serupa dengan gambarNya, ketetapan yang mana pasti akan mendapatkan penggenapannya dalam kekudusan dan kebahagiaan dari orang-orang yang dipilih itu; dan dengan demikian sekalipun ada banyak oposisi dari kuasa-kuasa kegelapan, Kristus akan menjadi yang sulung di antara banyak, sangat banyak, saudara-saudara).

 

Charles Hodge: “‘That he might be the first-born among many brethren.’ This clause may express the design, or merely the result of what had just been said. ‘God predestinated us to be sons, in order that Christ might be,’ etc., or ‘He made us his sons, hence Christ is,’ etc. The former is on every account to be preferred. It is not merely an unintended result, but the great end contemplated in the predestination of God’s people. That end is the glory and exaltation of Christ (= ‘Supaya Ia bisa menjadi yang sulung di antara banyak saudara’. Anak kalimat ini bisa menyatakan rancangan, atau semata-mata hasil dari apa yang baru dikatakan. ‘Allah mempredestinasikan kita untuk menjadi anak-anak, supaya Kristus bisa menjadi’, dst., atau ‘Ia membuat kita anak-anakNya, maka / karena itu Kristus adalah’, dst. Bagaimanapun juga yang terdahulu harus lebih dipilih. Itu bukanlah semata-mata suatu hasil yang tidak dimaksudkan, tetapi tujuan yang agung yang dimaksudkan dalam predestinasi dari umat Allah. Tujuan itu adalah kemuliaan dan peninggian / pemuliaan Kristus).

 

Di depan saya sudah menunjukkan kesalahan dari doktrin ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat), tetapi di sini saya akan menambahkan bebarapa serangan yang menunjukkan kemustahilan dari doktrin ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat):

 

1.   Dalam perdebatan tentang doktrin Arminianisme tentang ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat) dan doktrin Calvinisme tentang ‘Unconditional Election’ (= Pemilihan yang tidak bersyarat), maka kata-kata dalam Ro 8:29b ini sangat penting untuk diperhatikan. ‘Conditional Election’ (= pemilihan yang bersyarat) mengajarkan bahwa karena Allah tahu bahwa kita akan beriman, menjadi baik / kudus, bertekun sampai akhir, dsb, maka kita dipilih / ditentukan untuk selamat. Ini jelas bertentangan dengan bagian ini, yang menunjukkan bahwa keserupaan dengan Kristus bukan merupakan penyebab / alasan dari predestinasi, tetapi merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari predestinasi!

 

Charles Hodge: The end to which those whom God has chosen are predestined, is conformity ‘to the image of his Son,’ i.e., that they might be like his Son in character and destiny. ... when we are said to be conformed to the image of Christ, the idea of our bearing the same cross is not to be excluded. We are to be like our Savior in moral character, in our present sufferings and future glory. As this conformity to Christ includes our moral likeness to him, and as this embraces all that is good in us, it is clear that no supposed excellence originating from our own resources, can be the ground of our being chosen as God’s people, since this excellence is included in the end to which we are predestined (= Tujuan pada mana mereka yang telah Allah pilih dipredestinasikan / ditentukan, adalah keserupaan ‘dengan gambar dari AnakNya’, yaitu, supaya mereka bisa seperti AnakNya dalam karakter dan tujuan. ... pada waktu kita dikatakan menjadi serupa dengan gambar dari Kristus, gagasan tentang pemikulan salib yang sama tidak boleh dibuang. Kita harus menjadi seperti Juruselamat kita dalam karakter moral, dalam penderitaan kita sekarang ini dan kemuliaan yang akan datang. Karena keserupaan dengan Kristus ini mencakup keserupaan moral kita dengan Dia, dan karena ini mencakup semua yang baik di dalam kita, adalah jelas bahwa tidak ada keunggulan yang dianggap berasal usul dari sumber-sumber kita sendiri, bisa menjadi dasar dari pemilihan kita sebagai umat Allah, karena keunggulan ini tercakup dalam tujuan kemana kita dipredestinasikan).

 

Bahwa iman dan perbuatan baik seharusnya merupakan hasil / buah / akibat / tujuan dari pemilihan, juga terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:

 

a.   Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya.

Mengomentari Kis 13:48 ini, Arthur W. Pink berkata: “believing is the consequence and not the cause of God’s decree” (= percaya adalah konsekwensi / akibat dan bukannya penyebab dari ketetapan Allah) - ‘The Sovereignty of God’, hal 46.

 

Kebalikan dari Kis 13:48 ini adalah Yoh 10:26 - “tetapi kamu tidak percaya, karena kamu tidak termasuk domba-dombaKu”.

 

b.   Yoh 15:16b - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu, diberikanNya kepadamu”.

Jadi ‘buah’ adalah hasil / tujuan dari pemilihan, bukan alasan dari pemilihan seperti yang dikatakan oleh Arminian.

 

c.   Ef 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya”.

Ayat ini mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat. Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Dalam pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada lebih dulu, dan tujuannya adalah supaya kita menjadi kudus dan tak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada lebih dulu dalam pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!

 

Calvin (tentang Ef 1:4): “The very time when the election took place proves it to be free; for what could we have deserved, or what merit did we possess, before the world was made? How childish is the attempt to meet this argument by the following sophism! ‘We were chosen because we were worthy, and because God foresaw that we would be worthy.’ We were all lost in Adam; and therefore, had not God, through his own election, rescued us from perishing, there was nothing to be foreseen” [= Waktu pada saat pemilihan itu terjadi membuktikan itu sebagai bebas; karena apa yang bisa layak kita dapatkan, atau jasa / kebaikan apa yang kita miliki, sebelum dunia dijadikan? Betapa kekanak-kanakan usaha untuk menghadapi argumentasi ini dengan argumentasi yang cerdik tetapi salah, yang berikut ini! ‘Kita dipilih karena kita layak, dan karena Allah melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi layak’. Kita semua terhilang di dalam Adam; dan karena itu, seandainya Allah, melalui pemilihanNya sendiri, tidak menolong kita dari kebinasaan, disana tidak ada apapun (yang baik) yang dilihat lebih dulu].

 

Calvin (mengomentari Ef 1:4 ini): “Say: ‘Since he foresaw that we would be holy, he chose us,’ and you will invert Paul’s order” (= Katakan: ‘Karena Ia melihat lebih dulu bahwa kita akan menjadi kudus, Ia memilih kita’, dan engkau akan membalik urut-urutan Paulus) - ‘Institutes of the Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.

 

d.   1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.

Ayat ini juga menunjukkan bahwa seseorang dipilih supaya taat, bukannya karena bakal taat lalu dipilih.

 

2.   Juga, kalau Conditional Election itu benar, bagaimana kita harus menafsirkan ayat-ayat di bawah ini, yang secara explicit menyingkirkan perbuatan baik manusia sebagai alasan pemilihan?

 

a.   Ro 9:11 - “Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya”.

 

Calvin (tentang Ef 1:4): The same argument is used in the Epistle to the Romans, where, speaking of Jacob and Esau, he says, ‘For the children being not yet born, neither having done any good or evil, that the purpose of God according to election might stand, not of works, but of him that calleth.’ (Romans 9:11.) But though they had not yet acted, might a sophist of the Sorbonne reply, God foresaw that they would act. This objection has no force when applied to the depraved natures of men, in whom nothing can be seen but materials for destruction [= Argumentasi yang sama digunakan dalam Surat kepada orang-orang Roma, dimana, berbicara tentang Yakub dan Esau, ia berkata, ‘Sebab waktu anak-anak itu belum dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya’. (Roma 9:11). Tetapi sekalipun mereka belum bertindak, seorang sophist dari Sorbonne menjawab, Allah melihat lebih dulu bahwa mereka akan bertindak. Keberatan ini tidak mempunyai kekuatan pada waktu diterapkan pada sifat dasar manusia yang bejat, dalam siapa tidak ada apapun yang bisa dilihat kecuali material untuk kehancuran / penghancuran].

Catatan: ‘sophist’ adalah orang yang terpelajar / pandai berdebat. ‘Sorbonne’ adalah suatu sekolah theologia yang didirikan di Paris pada abad ke 13. Dari kata-kata Calvin bisa dipastikan sekolah ini berfaham ‘Arminian’.

 

b.   2Tim 1:9 - “Dialah yang menyelamatkan kita dan memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman”.

 

3.   Ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah tahu lebih dulu iman dan kesalehan seseorang baru memilih orang itu, bertentangan dengan Ro 9:21 yang mengatakan bahwa baik orang pilihan / elect maupun orang non pilihan / reprobate dipilih / diambil ‘dari gumpal yang sama.

Ro 9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.

Catatan: kata ‘biasa’ pada akhir ayat ini dalam KJV diterjemahkan ‘dishonour’ (= memalukan).

 

4.   Ajaran Arminian ini menunjukkan bahwa orang pilihan / elect dipilih karena mereka lebih baik dari pada yang tidak dipilih / reprobate. Ini sejalan dengan doktrin sesat ‘salvation by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).

 

5.   Loraine Boettner: “Foreordination in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be foreknown, and only that which is predetermined can be certain” (= Secara umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu; karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.

Kata-kata ini agak sukar dimengerti. Saya akan mencoba menjelaskan dengan kata-kata ini: Bisakah Allah mengetahui dengan pasti, apa yang tidak / belum pasti? Perlu dicamkan bahwa ‘apa yang tidak / belum pasti’ itu, tidak / belum pasti dari sudut pandang Allah sendiri!

 

Loraine Boettner: “Foreseen faith and good works, then, are never to be looked upon as the cause of the Divine election. They are rather its fruits and proof. They show that the person has been chosen and regenerated. To make them the basis of election involves us again in a covenant of works, and places God’s purposes in time rather than in eternity. This would not be pre-destination but post-destination, an inversion of the Scripture account which makes faith and holiness to be the consequents, and not the antecedents, of election (Eph. 1:4; John 15:16; Titus 3:5)” [= Maka, iman dan perbuatan baik yang dilihat lebih dulu, tidak pernah boleh dilihat sebagai penyebab dari pemilihan ilahi. Sebaliknya iman dan perbuatan baik adalah buah dan bukti dari pemilihan ilahi. Iman dan perbuatan baik membuktikan bahwa orang itu telah dipilih dan dilahirbarukan. Membuat iman dan perbuatan baik sebagai dasar dari pemilihan melibatkan kita kembali pada perjanjian berdasarkan perbuatan baik, dan menempatkan Rencana Allah dalam waktu dan bukannya dalam kekekalan. Ini bukanlah pre-destinasi tetapi post-destinasi, suatu pembalikan terhadap penjelasan / penggambaran Kitab Suci yang membuat iman dan kekudusan sebagai konsekwensi / akibat, dan bukannya sebagai sesuatu yang mendahului, pemilihan (Ef 1:4; Yoh 15:16; Tit 3:5)] - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 98.

Tit 3:5 - “pada waktu itu Dia telah menyelamatkan kita, bukan karena perbuatan baik yang telah kita lakukan, tetapi karena rahmatNya oleh permandian kelahiran kembali dan oleh pembaharuan yang dikerjakan oleh Roh Kudus”.

 

John Owen: “We choose Christ by faith; God chooseth us by his decree of election. The question is, Whether we choose him because he hath chosen us, or he chooseth us because we have chosen him, and so indeed choose ourselves? We affirm the former, and that because our choice of him is a gift he himself bestoweth only on them whom he hath chosen” (= Kita memilih Kristus oleh iman; Allah memilih kita oleh ketetapan pemilihanNya. Pertanyaannya adalah, Apakah kita memilih Dia karena Ia telah memilih kita, atau Ia memilih kita karena kita telah memilih Dia, dan dengan demikian sebenarnya memilih diri kita sendiri? Kami menegaskan yang pertama / terdahulu, dan itu karena pemilihan kita tentang Dia adalah suatu karunia yang Ia sendiri berikan hanya kepada mereka yang telah Ia pilih) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 65.

 

John Owen: “Is it not because such propositions as these, ‘Believe, Peter, and continue in the faith unto the end, and I will choose thee before the foundation of the world,’ are fitter for the writings of the Arminians than the word of God?” (= Bukankah karena pernyataan seperti ini ‘Percayalah Petrus, dan bertekunlah dalam iman sampai akhir, dan Aku akan memilih engkau sebelum dunia dijadikan’, lebih cocok untuk tulisan-tulisan Arminian dari pada Firman Allah?) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 55.

 

Kata-kata John Owen ini menunjukkan betapa menggelikan dan tidak masuk akalnya ajaran Arminian yang mengatakan bahwa seseorang dipilih dari semula karena Ia bakal beriman, bakal baik, bakal bertekun sampai akhir, dan sebagainya!

 

 

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali