Eksposisi
Injil Lukas
oleh: Pdt. Budi
Asali MDiv.
Kalau dalam text
sebelum ini Yesus menyembuhkan hamba perwira yang hampir mati, maka dalam text
ini Yesus membangkitkan anak janda yang sudah mati.
1) Saat terjadinya peristiwa ini.
Ay 11 - ‘Kemudian Yesus pergi
ke suatu kota yang bernama Nain’.
KJV: ‘And it came to pass the day after’ (= Dan
terjadilah pada hari setelahnya).
RSV/NIV: ‘Soon afterward’ (= Segera setelahnya).
NASB: ‘And it came about soon afterward’ (= Dan
terjadilah segera setelahnya).
Catatan:
KJV mengambil dari manuscripts yang berbeda. Mungkin yang lebih benar adalah
RSV/NIV/NASB yang hanya mengatakan ‘segera setelahnya’. Jadi peristiwa ini
terjadi segera setelah penyembuhan hamba perwira dalam kontext sebelumnya yaitu
Luk 7:1-10.
2)
Ini merupakan peristiwa sejarah, yang sungguh-sungguh terjadi.
a)
Calvin mengatakan bahwa nama kota Nain disebutkan (ay 11) untuk menunjukkan
bahwa ini adalah cerita sejarah.
b)
Ada banyak saksi dalam peristiwa pembangkitan anak janda di Nain ini.
Ay 11-12 - “Kemudian Yesus
pergi ke suatu kota yang bernama Nain. Murid-muridNya pergi bersama-sama dengan
Dia, dan juga orang banyak menyertaiNya berbondong-bondong. Setelah Ia dekat
pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak
tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai
janda itu”.
Dalam ay 11 disebutkan orang banyak yang berbondong-bondong
menyertai Yesus, dan dalam ay 12 disebutkan banyak orang dari kota
menyertai janda itu. Jadi ada banyak saksi dalam peristiwa kebangkitan anak
janda di Nain ini.
Hal lain lagi yang harus diperhatikan adalah bahwa hal itu terjadi
di dekat pintu gerbang kota (ay 12 awal). Kita tahu bahwa pada jaman itu
sering dilakukan pertemuan di pintu gerbang kota (Kej 23:10 34:10 Ul
17:5 22:24 25:7 Yos 20:4 Rut 4:1,11). Jadi ini adalah
tempat yang biasanya ada banyak orang.
3)
Yesus pergi ke kota Nain (ay 11).
C. H. Spurgeon: “Our Saviour was
journeying, and he works miracles while on the road: ... When Baal is on a
journey, or sleepeth, his deluded worshippers cannot hope for his help; but when
Jesus journeys or sleeps, a word will find him ready to conquer death, or quell
the tempest” (= Juruselamat kita sedang
bepergian / mengadakan perjalanan, dan Ia mengerjakan mujijat dalam perjalanan:
... Pada waktu Baal sedang bepergian / dalam perjalanan, atau tidur, para
penyembahnya yang tertipu tidak bisa mengharapkan pertolongannya; tetapi pada
waktu Yesus bepergian / mengadakan perjalanan atau tidur, dengan satu kata Ia
siap untuk mengalahkan kematian, atau menenangkan badai)
- ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4,
hal 49,50.
Catatan:
bandingkan dengan:
· 1Raja 18:26-29
- “Mereka mengambil lembu yang diberikan
kepada mereka, mengolahnya dan memanggil nama Baal dari pagi sampai tengah hari,
katanya: ‘Ya Baal, jawablah kami!’ Tetapi tidak ada suara, tidak ada yang
menjawab. Sementara itu mereka berjingkat-jingkat di sekeliling mezbah yang
dibuat mereka itu. Pada waktu tengah hari Elia mulai mengejek mereka, katanya:
‘Panggillah lebih keras, bukankah dia allah? Mungkin ia merenung, mungkin
ada urusannya, mungkin ia bepergian; barangkali ia tidur, dan belum terjaga.’
Maka mereka memanggil lebih keras serta menoreh-noreh dirinya dengan pedang dan
tombak, seperti kebiasaan mereka, sehingga darah bercucuran dari tubuh mereka.
Sesudah lewat tengah hari, mereka kerasukan sampai waktu mempersembahkan korban
petang, tetapi tidak ada suara, tidak ada yang menjawab, tidak ada tanda
perhatian”.
· Mat
8:23-27 - “Lalu Yesus naik ke dalam perahu
dan murid-muridNyapun mengikutiNya. Sekonyong-konyong mengamuklah angin ribut di
danau itu, sehingga perahu itu ditimbus gelombang, tetapi Yesus tidur.
Maka datanglah murid-muridNya membangunkan Dia, katanya: ‘Tuhan, tolonglah,
kita binasa.’ Ia berkata kepada mereka: ‘Mengapa kamu takut, kamu yang
kurang percaya?’ Lalu bangunlah Yesus menghardik angin dan danau itu, maka
danau itu menjadi teduh sekali. Dan heranlah orang-orang itu, katanya:
‘Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danaupun taat kepadaNya?’”.
4)
Pertemuan Yesus dengan iring-iringan orang mati ini bukanlah suatu kebetulan.
Baik Spurgeon maupun Hendriksen mengatakan bahwa pertemuan ini
bukanlah suatu kebetulan, tetapi telah ditetapkan dan diatur oleh Allah.
C. H. Spurgeon: “It was incidentally,
some would say accidentally, that he met the funeral procession; ... Carefully
note the ‘coincidences,’ as sceptics call them, but as we call them
‘providences of Scripture.’ ... How came it that the young man died just
then? How came it that this exact hour was selected for his burial? ... Why did
the Saviour that day arrange to travel five-and-twenty miles, so as to arrive at
Nain in the evening? How came it to pass that he happened just then to be coming
from a quarter which naturally led him to enter at that particular gate from
which the dead would be borne? ... He meets the dead man before the place of
sepulture is reached. A little later and he would have been buried; a little
earlier and he would have been at home lying in the darkened room, and no one
might have called the Lord’s attention to him. The Lord knows how to arrange
all things; his forecasts are true to the tick of the clock”
(= Itu merupakan sesuatu yang bersifat insidentil, sebagian orang mengatakan
kebetulan, bahwa Ia bertemu dengan iring-iringan penguburan itu; ... Perhatikan
dengan seksama ‘kebetulan-kebetulan’ ini, sebagaimana orang-orang skeptik
menyebutnya, tetapi kami menyebutnya ‘providensia Kitab Suci’. ... Bagaimana
anak muda itu bisa mati pada saat itu? Bagaimana saat itu bisa dipilih untuk
penguburannya? ... Mengapa sang Juruselamat mengadakan perjalanan 25 mil pada
hari itu, supaya tiba di Nain pada sore hari? Bagaimana bisa terjadi bahwa Ia
‘kebetulan’ masuk ke kota dari sudut yang akan membawaNya untuk masuk dari
pintu gerbang dari mana orang mati itu akan diusung? ... Ia bertemu dengan orang
mati itu sebelum iring-iringan orang mati itu sampai ke kuburan. Sedikit lebih
lambat, maka orang mati itu sudah dikuburkan; sedikit lebih awal dan orang mati
itu masih ada di rumah, terbaring di ruangan yang gelap, dan tidak seorangpun
akan meminta Tuhan memperhatikannya. Tuhan tahu bagaimana mengatur segala
sesuatu; rencanaNya benar sampai pada detiknya)
- ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’, vol 4,
hal 49,55.
Catatan:
jarak dari Kapernaum (Luk 7:1) ke Nain (Luk 7:11) memang kira-kira 25 mil
(Barclay mengatakan bahwa jarak Kapernaum - Nain hanya sehari perjalanan).
Tetapi ingat bahwa hanya KJV yang mengatakan bahwa peristiwa di Nain terjadi
pada hari berikutnya. RSV/NIV/NASB hanya mengatakan ‘soon afterward(s)’
(= segera setelah itu).
Hendriksen mengatakan (hal 382-383): tidak boleh ada penguburan
dalam kota Yahudi (tetapi menurut Clarke keluarga Daud diperkecualikan, dan
Barnes menambahi dengan orang yang sangat terhormat seperti Samuel - 1Sam 28:3),
dan karena itu anak janda itu diusung ke luar kota. Persis pada saat
iring-iringan itu keluar kota, Yesus dan rombonganNya masuk ke kota. Hendriksen
lalu menanyakan: apakah pertemuan ini sekedar merupakan kebetulan, atau ini
diatur oleh tangan Allah? Ia lalu mengatakan bahwa Kitab Suci penuh dengan
hal-hal yang kelihatannya merupakan kebetulan, seperti:
· pada
waktu Abraham membutuhkan korban untuk menggantikan Ishak, di situ ada domba
yang tanduknya menyangkut di semak-semak (Kej 22:13).
· pada
waktu hamba Abraham mencarikan Ishak seorang istri, ia berdoa, dan sebelum ia
selesai berdoa, di situ muncul Ribka (Kej 24:15).
· Gideon
menyelinap ke perkemahan Midian, dan persis pada saat itu ada seorang Midian
yang menceritakan mimpinya kepada temannya, dan temannya menafsirkan mimpi itu,
sehingga menguatkan iman Gideon (Hak 7:13-15).
· Rut
memungut jelai, dan ‘kebetulan ia berada
di tanah milik Boas’
(Rut 2:3), yang akhirnya menjadi suaminya.
· Waktu
Yeremia dimasukkan ke dalam sumur yang berlumpur, seorang Etiopia mendengar hal
itu dan menolongnya (Yer 38:7-13).
· pada
waktu orang-orang Yahudi mengadakan komplotan gelap untuk membunuh Paulus, maka
kemenakan Paulus mendengar tentang hal itu dan memberitahukannya kepada Paulus,
sehingga Paulus selamat (Kis 23:12-22).
William Hendriksen: “Are these strange
concurrences actually ‘mere coincidences’? From a human point of view they
are, for man did not so plan them. And even Scripture at times uses phraseology
that is thoroughly human; for example, ‘By chance a priest was going by that
road’ (Luke 10:31). Nevertheless, from the divine point of view all these
remarkable coincidences must be regarded as having been included in God’s
plan, and in such a manner that man’s responsibility is never canceled. The
fact that these coincidences were indeed included in God’s eternal, wise,
all-comprehensive, immutable, efficacious plan is clearly taught in Scripture
(Ps. 31:15; 33:11; 39:4,5; 119:89-91; Prov. 16:4,33; 19:21; Dan. 4:34,35; Luke
22:22; Acts 2:23; 4:27,28; 17:26; Rom. 8:28; Eph. 1:4,11). What a comfort!”
[= Apakah kejadian-kejadian aneh yang bertepatan waktunya ini sekedar merupakan
kebetulan-kebetulan? Dari sudut pandang manusia memang demikian, karena manusia
tidak merencanakannya seperti itu. Dan bahkan Kitab Suci kadang-kadang
menggunakan ungkapan yang sepenuhnya bersifat manusia; sebagai contoh,
‘Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu’ (Luk 10:31). Sekalipun
demikian, dari sudut pandang ilahi semua kebetulan-kebetulan yang luar biasa ini
harus dianggap sebagai telah tercakup dalam rencana Allah, dan dengan cara
sedemikian rupa sehingga tanggung jawab manusia tidak pernah disingkirkan. Fakta
bahwa kebetulan-kebetulan ini memang tercakup dalam rencana Allah yang kekal,
bijaksana, mencakup segala sesuatu, tak bisa berubah, dan pasti terjadi ini,
jelas diajarkan dalam Kitab Suci (Maz 31:16; 33:11; 39:5-6; 119:89-91; Amsal
16:4,33; 19:21; Dan 4:34,35; Luk 22:22; Kis 2:23; 4:27,28; 17:26; Ro 8:28; Ef
1:4,11). Alangkah menghiburnya hal ini!]
- hal 383-384.
1) Yesus tergerak oleh belas kasihan.
Ay 13: “Dan ketika Tuhan
melihat janda itu, tergeraklah hatiNya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata
kepadanya: ‘Jangan menangis!’”.
Yesus tergerak oleh belas kasihan karena yang kematian adalah
seorang janda, dan anak yang mati itu merupakan anak tunggal dari janda
itu.
Pulpit Commentary: “In this instance, as in
so many others, our Lord’s miracles were worked, not from a distinct purpose
to offer credentials of his mission, but proceeded rather from his intense
compassion with and his Divine pity for human sufferings”
(= Dalam kejadian ini, seperti dalam banyak kejadian lainnya, mujijat Tuhan kita
dilakukan, bukan dengan tujuan untuk memberikan ‘surat bukti’ tentang
missiNya, tetapi keluar dari belas kasihanNya yang kuat dan belas kasihan
IlahiNya untuk penderitaan manusia)
- hal 171.
A. T. Robertson: “Often love and pity are
mentioned as the motives for Christ’s miracles (Matt. 14:14; 15:32, etc.)”
[= Seringkali kasih dan belas kasihan disebutkan sebagai motivasi dari mujijat
Kristus (Mat 14:14; 15:32, dsb)]
- ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 2, hal 101.
Pulpit Commentary: “At Nain the compassion
of Christ fulfilled itself by sparing an only son. The great love wherewith God
has loved us has fulfilled itself by not sparing the only begotten Son. The
compassion of Christ, as he approached the gate of the city, gave one son back
to a mother. God’s great love has, through the sacrifice of the cross, brought
back many sons to the outstretched arms of a waiting Father. It is our faith in
this infinite compassion that is the source of all hopes for men”
(= Di Nain belas kasihan Kristus menggenapi dirinya sendiri dengan menyelamatkan
seorang anak tunggal. Kasih yang besar dengan mana Allah telah mengasihi kita
telah menggenapi dirinya sendiri dengan tidak menahan Anak TunggalNya. Belas
kasihan Kristus, pada waktu Ia mendekati pintu gerbang kota, memberikan kembali
seorang anak kepada ibunya. Kasih yang besar dari Allah, melalui pengorbanan
pada salib, membawa kembali banyak anak kepada tangan yang terbuka dari Bapa
yang menunggu. Adalah iman kita pada belas kasihan yang tidak terbatas ini yang
merupakan sumber dari segala pengharapan untuk manusia)
- hal 181.
2) Yesus berkata kepada janda itu: ‘Jangan
menangis!’ (ay 13b).
Hati-hati pada waktu menafsirkan bagian ini. Jangan menggunakannya
untuk melarang orang menangis pada saat kematian orang yang dicintai, karena
Yesus mengatakan ini bukan sebagai larangan menangis pada waktu kematian orang
yang dicintai, tetapi karena Ia akan membangkitkan anak yang mati itu. Yesus
sendiri menangis pada kematian Lazarus (Yoh 11:35).
3) Yesus menghentikan iring-iringan itu dengan
menyentuh usungannya.
a)
Yang disentuh oleh Yesus bukanlah peti mati, tetapi usungan.
Calvin: “By
touching the coffin he intended perhaps to show, that he would by no means
shrink from death and the grave, in order to obtain life for us. He not only
deigns to touch us with his hand, in order to quicken us when we are dead, but,
in order that he might raise us to heaven, himself descends into the grave”
(= Dengan menyentuh peti mati mungkin Ia bermaksud untuk menunjukkan bahwa Ia
sama sekali tidak menghindari kematian dan kubur, supaya bisa mendapatkan
kehidupan untuk kita. Ia bukan hanya berkenan untuk menyentuh kita dengan
tanganNya, untuk menghidupkan kita pada saat kita mati, tetapi, supaya Ia bisa
mengangkat kita ke surga, Ia sendiri turun ke dalam kubur) - hal 386.
Ada 2 hal yang perlu dipersoalkan dari kata-kata Calvin ini:
· Orang
Yahudi kalau menguburkan tidak pakai peti mati! Yang disentuh oleh Yesus bukan
peti mati tetapi usungannya.
Baik NIV maupun NASB menggunakan kata ‘coffin’ (= peti
mati), tetapi ini salah. RSV dan KJV menterjemahkan ‘bier’ (=
usungan).
· Berbeda
dengan Calvin yang mengatakan bahwa Yesus menyentuh untuk menunjukkan bahwa Ia
tidak menghindari kematian dan kubur, A. T. Robertson (hal 102) mengatakan bahwa
Yesus menyentuh usungan sekedar untuk menghentikannya.
b)
Yesus tidak takut menjadi najis karena penyentuhan itu.
Pulpit Commentary: “It was pollution for
the living to touch the bier on which a corpse was lying”
(= Merupakan suatu polusi bagi orang hidup untuk menyentuh usungan di atas mana
ada mayat yang berbaring)
- hal 171.
Mungkin ini hanya tradisi saja, karena hukum Taurat hanya
menganggap najis kalau seseorang kena mayat atau tulang atau kubur (Im 21:11
Bil 5:2 6:6,11 9:6,7,10 19:11,13,16,18), tetapi tidak
kalau kena usungannya.
Tetapi pada waktu Yesus membangkitkan anak Yairus, ia memegang
tangan anak itu (Luk 8:54). Bukannya Yesus yang menjadi najis, tetapi
sebaliknya anak itu yang menjadi hidup.
4)
Yesus membangkitkan anak muda itu.
a)
Yesus tidak menunggu sampai ada yang memintaNya untuk menolong, tetapi Ia
mengantisipasi semua doa dan membangkitkan anak itu, yang sama sekali tidak
mengharapkan terjadinya periatiwa seperti itu.
b)
Penafsiran-penafsiran yang salah tentang bagian ini:
1.
Diartikan sebagai simbol atau dirohanikan.
Anak muda yang mati ini sebagai simbol dari orang yang mati secara
rohani, dan pembangkitannya sebagai simbol dari pembangkitan secara rohani.
Calvin: “this
young man, whom Christ raised from the dead, is an emblem of the spiritual life
which he restores to us. ... We have a striking emblem of his freely bestowed
compassion in raising us from death to life”
(= anak muda ini, yang dibangkitkan oleh Kristus dari antara orang mati,
merupakan simbol dari kehidupan rohani yang Ia kembalikan kepada kita. ... Kita
mempunyai simbol yang menyolok dari pemberian belas kasihan secara cuma-cuma
dalam membangkitkan kita dari kematian kepada kehidupan)
- hal 385,386.
Dan tentang ay 14 Calvin memberi komentar:
“We
have here, in the first place, a striking emblem of the future resurrection, as
Ezekiel is commanded to say, O ye dry bones, hear the word of the Lord, (37:4.)
Secondly, we are taught in what manner Christ quickens us spiritually by faith.
It is when he infuses into his word a secret power, so that it enters into dead
souls, as he himself declares, The hour cometh, when the dead shall hear the
voice of the Son of God, and they who hear shall live, (John 5:25.)”
[= Di sini kita mendapatkan, pertama, suatu simbol yang menyolok dari
kebangkitan yang akan datang, seperti Yehezkiel diperintahkan untuk mengatakan:
‘Hai tulang-tulang yang kering, dengarlah firman TUHAN’ (Yeh 37:4). Kedua,
kita diajar dengan cara apa Kristus menghidupkan kita secara rohani oleh iman.
Itu terjadi pada waktu Ia memberikan kepada firmanNya kuasa yang rahasia,
sehingga itu masuk ke dalam jiwa yang mati, seperti Ia sendiri nyatakan:
‘Saatnya akan tiba, bahwa orang-orang mati akan mendengar suara Anak Allah,
dan mereka yang mendengarnya akan hidup’ (Yoh 5:25)]
- hal 386.
Catatan:
mungkin Calvin mendapatkan penafsiran yang bersifat merohanikan ini dari
Agustinus, karena Pulpit Commentary mengatakan (hal 171) bahwa Agustinus
mengatakan bahwa semua pekerjaan belas kasihan Tuhan terhadap tubuh mempunyai
hubungan rohani dengan jiwa. Dan tentang peristiwa kebangkitan ini Agustinus
juga memberikan penafsiran yang merohanikan.
Pulpit Commentary kutip Agustinus:
“as illustrations of Christ’s Divine
power and love in raising the soul, dead in trespasses and sins, from every kind
of spiritual death, whether the soul be dead, but not yet carried out, like the
daughter of Jairus; or dead and carried out, but not buried, like the widow’s
son; or dead, carried, and buried, like Lazarus. He who raised himself from the
dead can raise all from the dead of sin”
(= sebagai ilustrasi tentang kuasa ilahi dan kasih Kristus dalam membangkitkan
jiwa, yang mati dalam pelanggaran dan dosa, dari setiap jenis kematian rohani,
apakah jiwa itu mati tetapi belum dibawa keluar, seperti anak Yairus; atau mati
dan dibawa keluar tetapi belum dikubur, seperti anak janda ini; atau mati,
dibawa keluar dan sudah dikubur, seperti Lazarus. Ia yang membangkitkan diriNya
sendiri dari antara orang mati, bisa membangkitkan semua dari kematian dosa) - hal 171.
Catatan:
saya tidak menerima penafsiran yang merohanikan ini, tetapi saya menganggap
bahwa perbandingan yang dilakukan oleh Agustinus tentang 3 kematian itu
betul-betul luar biasa: Anak Yairus dibangkitkan dari ranjang, anak janda di
Nain dari usungan, Lazarus dari kubur.
C. H. Spurgeon: “All our Lord’s
miracles were intended to be parables: ... We see here how Jesus can deal with
spiritual death” (= Semua mujijat-mujijat
Tuhan kita dimaksudkan sebagai perumpamaan-perumpamaan: ... Di sini kita melihat
bagaimana Yesus bisa menangani kematian rohani) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of Our Lord’,
vol 4, hal 50.
Saya tidak setuju dengan penyimbolan / pengalegorian / perohanian
seperti ini! Cerita sejarah tidak boleh dialegorikan / dianggap sebagai simbol!
2. Dianggap sebagai TYPE.
Pulpit Commentary: “The death to which this
man succumbed was the type of the spiritual death which is the sad consequence
of sin” (= Kematian kepada apa orang ini
menyerah / tunduk merupakan type dari kematian rohani yang merupakan konsekwensi
yang menyedihkan dari dosa) - hal 187.
Keberatan: TYPE selalu menunjuk ke depan, tidak pernah menunjuk ke
belakang, padahal kematian rohani sudah terjadi sejak jaman Adam!
3. Tafsiran sesat William Barclay.
Barclay: “It
may well be that here we have a miracle of diagnosis; that Jesus with those keen
eyes of his saw that the lad was in a cataleptic trance and saved him from being
buried alive, as so many were in Palestine. It does not matter; the fact remains
that Jesus claimed for life a lad who had been marked for death”
(= Mungkin di sini kita mendapatkan mujijat diagnosis; dimana Yesus dengan
mataNya yang tajam melihat bahwa anak muda ini ada dalam suatu trance yang
bersifat cataleptic dan menyelamatkannya dari dikubur hidup-hidup, seperti yang
terjadi dengan banyak orang di Palestina. Tidak jadi soal; faktanya tetap bahwa
Yesus mengclaim kehidupan seorang anak muda yang telah ditandai untuk kematian)
- hal 88.
Catatan:
catalepsy merupakan suatu keadaan dimana kesadaran dan perasaan hilang secara
tiba-tiba dan untuk sementara, dan otot-otot menjadi kejang. Ini bisa terjadi
dalam epilepsi, schizophrenia, dsb - Webster’s New World Dictionary.
Penafsiran Barclay ini jelas sesat! Perlu dingat bahwa Lukas, yang
menceritakan peristiwa ini adalah seorang tabib, sehingga mustahil ia tidak bisa
membedakan orang mati dan orang hidup.
5) Setelah anak itu bangkit, Yesus menyerahkan anak itu
kembali kepada ibunya.
Ay 15: ‘Maka bangunlah
orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada
ibunya’.
Hendriksen membandingkan 5 peristiwa kebangkitan, yaitu 2 dalam
Perjanjian Lama (oleh Elia dan Elisa), dan 3 dalam Perjanjian Baru (oleh Yesus),
dan ia mengatakan bahwa ada persamaan di antara 5 peristiwa kebangkitan ini.
William Hendriksen: “In every case the
bringing back to life of the individual is associated with the restoration of
family ties. In the old dispensation the children who were raised from the dead
are given back to their mothers. In the new, the command to give the ruler’s
daughter something to eat was probably directed to her parents; Lazarus is
restored to loving fellowship with his sisters (cf. John 11:1 with 12:1,2); and
in our present account we read the beautiful words, ‘And Jesus gave him back
to his mother’ (Luke 7:15). With this compare the almost exactly similar words
of 1Kings 17:23; and see also 2Kings 4:36. In other words, God loves the
family. ... He wants the family to be a close-knit unit”
[= Dalam setiap peristiwa kebangkitan orangnya dihubungkan dengan pengembalian /
pemulihan hubungan keluarga. Dalam Perjanjian Lama anak-anak yang dibangkitkan
dari antara orang mati dikembalikan kepada ibu mereka. Dalam Perjanjian Baru,
Yesus memerintahkan untuk memberi makan kepada anak dari kepala rumah ibadat,
dan perintah itu mungkin diberikan kepada orang tua anak itu; Lazarus
dikembalikan kepada persekutuan yang penuh kasih dengan saudara-saudara
perempuannya (bdk. Yoh 11:1 dengan 12:1,2); dan dalam cerita saat ini kita
membaca kata-kata yang indah: ‘Dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya’ (Luk
7:15). Bandingkan dengan ini kata-kata yang hampir persis sama dari 1Raja 17:23
dan 2Raja 4:36. Dengan kata lain, Allah mengasihi keluarga. ... Ia menghendaki
keluarga sebagai kesatuan yang berhubungan erat]
- hal 386,387.
Ay 16-17 - “Semua orang
itu ketakutan dan mereka memuliakan Allah, sambil berkata: ‘Seorang nabi besar
telah muncul di tengah-tengah kita,’ dan ‘Allah telah melawat umatNya.’
Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea dan di seluruh daerah
sekitarnya”.
Orang banyak menjadi takut. Ini adalah rasa takut yang baik karena
disebabkan karena mereka merasakan kehadiran Allah. Tetapi apa yang mereka
katakan tentang Yesus, dimana mereka hanya menganggapnya sebagai nabi besar,
masih sangat kurang, karena Yesus bukan sekedar merupakan seorang nabi tetapi
juga adalah Allah sendiri.
Perlu diketahui bahwa sekalipun ada nabi-nabi (Elia dan Elisa) dan
rasul-rasul (Petrus dan Paulus) yang juga membangkitkan orang mati, tetapi kalau
mau dibandingkan maka jelas terlihat bahwa Yesus membangkitkan dengan lebih
mudah (Pulpit Commentary, hal 171). Semua orang-orang lain itu membangkitkan
boleh dikatakan ‘dengan susah payah’, tetapi Yesus membangkitkan dengan
begitu mudah.
Bdk. 1Raja 17:19-23 2Raja 4:28-36 Kis 9:40 Kis
20:9-12. Dari ke 4 peristiwa ini, mungkin Kis 9:40 tak terlalu terlihat susah
payahnya, tetapi tetap di sana Petrus berdoa, dan baru bisa membangkitkan.
Tetapi Yesus langsung memerintahkan, dan anak muda ini bangkit. Karena itu,
jelas bahwa pembangkitan yang Yesus lakukan ini sebetulnya bukan sekedar
membuktikan bahwa Ia adalah seorang nabi besar, tetapi bahwa Ia adalah Allah /
Tuhan sendiri.
Lukas sendiri secara explicit menyebut Yesus sebagai Tuhan dalam
cerita ini. Ay 13: ‘Dan ketika Tuhan
melihat janda itu’.
Merupakan sesuatu yang jarang terjadi dalam kitab-kitab Injil dimana Yesus
disebut dengan istilah ‘Tuhan’ tanpa tambahan apa-apa.
Pulpit Commentary: “At the period when St.
Luke wrote, not earlier than A. D. 60, this title had probably become the usual
term by which the Redeemer was known among his own”
(= Pada masa dimana Lukas menulis, tidak lebih awal dari 60 M., gelar ini
mungkin telah menjadi istilah yang biasa / umum dengan mana sang Juruselamat
dikenal di antara orang-orang milikNya)
- hal 171.
A. T. Robertson: “The Lord of Life
confronts death (Plummer) and Luke may use KURIOS here purposely”
[= Tuhan dari kehidupan berhadapan dengan kematian (Plummer) dan mungkin Lukas
secara sengaja menggunakan KURIOS di sini]
- ‘Word Pictures in the New Testament’, vol 2, hal 101.
Hendriksen (hal 384-385) mengatakan bahwa Lukas jelas mengakui
Yesus sebagai Tuhan, dan ini terlihat dari ayat-ayat sebelum ini seperti Luk
5:8,12; Luk 7:6. Tetapi di sana Lukas hanya menceritakan bahwa orang-orang lain
menyebut Yesus sebagai Tuhan. Dalam Luk 6:46 Lukas mengutip Yesus, yang juga
mengutip orang-orang lain yang menyebutNya ‘Tuhan,
Tuhan’. Dan dalam Luk
6:5 Yesus disebut ‘Tuhan atas hari
Sabat’, tetapi ini
adalah kata-kata Yesus sendiri. Dalam Luk 7:13 ini untuk pertama kalinya
Lukas sendiri menggunakan istilah ‘Tuhan’
untuk Yesus. Ia juga melakukannya lagi dalam Luk 7:19 10:1,39,41, dan
sebagainya.
William Hendriksen: “In all probability
there was a special reason why Luke, in this particular context, called Jesus
‘Lord,’ namely, that in the present instance the Savior revealed himself as
Lord and Master even over death!” (=
Sangat mungkin bahwa di sana ada alasan khusus mengapa Lukas, dalam kontext ini,
menyebut Yesus ‘Tuhan’, yaitu, bahwa dalam kejadian ini sang Juruselamat
menyatakan diriNya sendiri sebagai Tuhan dan Tuan bahkan atas kematian!)
- hal 385.
Yesus adalah
Tuhan / Allah sendiri. Apakah saudara mempercayai hal itu? Kalau ya, apakah
saudara mewujudkan iman saudara itu dalam kehidupan saudara, dengan mencari Dia,
mempelajari firmanNya, mengasihiNya, mentaatiNya, melayaniNya, menyembahNya dan
memujiNya? Tuhan memberkati saudara.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali