(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)
Rabu, tgl 11 September 2019, pk 19.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
G) Peranan
Roh Kudus dalam inkarnasi.
1)
Roh Kuduslah yang menjadikan Maria mengandung.
Mat 1:18-20
- “(18)
Kelahiran Yesus Kristus adalah seperti berikut: Pada waktu Maria, ibuNya,
bertunangan dengan Yusuf, ternyata ia mengandung dari
Roh Kudus, sebelum mereka hidup sebagai suami isteri. (19) Karena
Yusuf suaminya, seorang yang tulus hati dan tidak mau mencemarkan nama isterinya
di muka umum, ia bermaksud menceraikannya dengan diam-diam. (20) Tetapi ketika
ia mempertimbangkan maksud itu, malaikat Tuhan nampak kepadanya dalam mimpi dan
berkata: ‘Yusuf, anak Daud, janganlah engkau takut mengambil Maria sebagai
isterimu, sebab anak yang di dalam kandungannya
adalah dari Roh Kudus.”.
Luk 1:34-35
- “(34)
Kata Maria kepada malaikat itu: ‘Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku
belum bersuami?’ (35) Jawab malaikat itu kepadanya: ‘Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi
engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus,
Anak Allah.”.
Yang
dilahirkan oleh Maria bukanlah pribadi manusia, tetapi pribadi Anak Allah [Luk 1:32,35
bdk. Luk 1:43 dimana Elizabeth menyatakan Maria sebagai ‘ibu
Tuhanku’ / ‘the
mother of my Lord’
(NIV)].
Luk
1:32 - “Ia akan
menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang
Mahatinggi. Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Daud,
bapa leluhurNya,”.
Luk
1:43 - “Siapakah aku
ini sampai ibu Tuhanku datang mengunjungi
aku?”.
Karena
itu Maria secara tepat disebut THEOTOKOS [= bunda Allah], bukan sekedar
CHRISTOTOKOS [= bunda Kristus].
2)
Roh Kudus menguduskan hakekat manusia dari Kristus sejak dari saat
pertama pembuahan dan menjagaNya dari polusi dosa.
Yoh 3:34
- “Sebab
siapa yang diutus Allah, Dialah yang menyampaikan firman Allah, karena Allah
mengaruniakan RohNya dengan tidak terbatas.”.
Ibr
9:14 - “betapa
lebihnya darah Kristus, yang oleh Roh yang kekal
telah mempersembahkan diriNya sendiri kepada Allah sebagai persembahan yang tak
bercacat, akan menyucikan hati nurani kita dari perbuatan-perbuatan
yang sia-sia, supaya kita dapat beribadah kepada Allah yang hidup.”.
Jadi,
bahwa Maria mengandung bukan dari seorang laki-laki, masih belum cukup untuk
menyebabkan Yesus itu lahir suci, karena Maria juga adalah orang berdosa.
Masih dibutuhkan pekerjaan Roh Kudus untuk menyucikan
bayi Yesus sejak dari saat pertama pembuahan supaya Yesus betul-betul suci.
Calvin:
“For
we make Christ free from all stain not just because he was begotten of his
mother without copulation with man, but because he was sanctified by the Spirit
that the generation might be pure and undefiled as would have been true before
Adam’s fall.”
[= Karena kita membuat Kristus bebas dari segala noda / kekotoran bukan hanya
karena Ia diperanakkan dari ibuNya tanpa hubungan sex dengan laki-laki, tetapi
karena Ia dikuduskan oleh Roh sehingga kelahiranNya bisa murni dan tidak
tercemar seperti sebelum kejatuhan Adam.]
- ‘Institutes of the Christian Religion’, Book II, Chapter XIII,
No 4.
Ada
beberapa hal yang perlu dibahas di sini:
a)
Adanya pekerjaan Roh Kudus yang menyucikan bayi Yesus ini, menyebabkan
Yesus tidak membutuhkan ibu yang suci supaya bisa lahir dan hidup suci.
Karena
itu doktrin Immaculate Conception dari Roma
Katolik, yang menyatakan bahwa Maria dilahirkan dan hidup suci tanpa dosa, sama
sekali tidak dibutuhkan di dalam gereja.
Catatan:
1.
Doktrin Immaculate Conception
ini baru muncul pada tahun 1854. Karena itu perlu dipertanyakan: kalau doktrin
ini memang ada dalam Kitab Suci / berasal dari Kitab Suci, mengapa dibutuhkan
waktu 18 abad untuk menemukannya?
2.
Doktrin ini bukan hanya tidak punya dasar Kitab Suci sama sekali, tetapi
juga bertentangan dengan banyak ayat Kitab Suci, seperti:
a.
Ro 3:10-12,23 Pkh 7:20 Ayub 4:17
Ayub 25:4.
Ayat-ayat
ini menunjukkan bahwa semua manusia berdosa. Satu-satunya orang yang
dikecualikan dalam Kitab Suci hanyalah Yesus saja (Ibr 4:15 2Kor 5:21). Kitab Suci tidak pernah mengecualikan Maria!
Ro 3:10-12,23
- “(10)
seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak. (11) Tidak ada
seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah. (12)
Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang
berbuat baik, seorangpun tidak. ... (23) Karena semua orang telah berbuat dosa
dan telah kehilangan kemuliaan Allah,”.
Pkh 7:20
- “Sesungguhnya,
di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat
dosa!”.
Ayub 4:17
- “Mungkinkah
seorang manusia benar di hadapan Allah, mungkinkah seseorang tahir di hadapan
Penciptanya?”.
Ayub 25:4
- “Bagaimana
manusia benar di hadapan Allah, dan bagaimana orang yang dilahirkan perempuan
itu bersih?”.
Pengecualiannya
hanyalah Yesus!
Ibr 4:15
- “Sebab Imam
Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan
kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya
tidak berbuat dosa.”.
2Kor 5:21
- “Dia
yang tidak mengenal dosa telah dibuatNya menjadi dosa karena kita,
supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.”.
b.
Luk 1:46,47 menunjukkan bahwa Maria menyebut Allah sebagai
Juruselamatnya.
Luk 1:46-47
- “(46)
Lalu kata Maria: ‘Jiwaku memuliakan Tuhan, (47) dan hatiku bergembira karena Allah,
Juruselamatku,”.
Kalau
memang ia suci murni, mengapa ia membutuhkan Juruselamat?
c.
Luk 2:22-24 (bdk. Im 12:1-8) menunjukkan bahwa Maria disebut
najis (Im 12:2), karena melahirkan anak.
Ini
menyebabkan ia harus mempersembahkan korban bakaran dan korban penghapus dosa
sebagai pendamaian (Im 12:8), supaya bisa ditahirkan.
Im 12:1-8
- “(1) TUHAN
berfirman kepada Musa, demikian: (2) ‘Katakanlah kepada orang Israel: Apabila
seorang perempuan bersalin dan melahirkan anak laki-laki, maka najislah ia
selama tujuh hari. Sama seperti pada hari-hari ia bercemar kain ia
najis. (3) Dan pada hari yang kedelapan haruslah dikerat daging kulit khatan
anak itu. (4) Selanjutnya tiga puluh tiga hari lamanya perempuan itu harus
tinggal menantikan pentahiran dari darah nifas, tidak boleh ia kena kepada
sesuatu apapun yang kudus dan tidak boleh ia masuk ke tempat kudus, sampai sudah
genap hari-hari pentahirannya. (5) Tetapi jikalau ia melahirkan anak perempuan,
maka najislah ia selama dua minggu, sama seperti pada waktu ia bercemar kain;
selanjutnya enam puluh enam hari lamanya ia harus tinggal menantikan pentahiran
dari darah nifas. (6) Bila sudah genap hari-hari pentahirannya, maka untuk anak
laki-laki atau anak perempuan haruslah dibawanya seekor domba berumur setahun
sebagai korban bakaran dan seekor anak burung merpati atau burung tekukur
sebagai korban penghapus dosa ke pintu Kemah
Pertemuan, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam itu harus
mempersembahkannya ke hadapan TUHAN dan mengadakan
pendamaian bagi perempuan itu. Demikianlah perempuan itu ditahirkan
dari leleran darahnya. Itulah hukum tentang perempuan yang melahirkan anak
laki-laki atau anak perempuan. (8) Tetapi jikalau ia tidak mampu untuk
menyediakan seekor kambing atau domba, maka haruslah ia mengambil dua ekor
burung tekukur atau dua ekor anak burung merpati, yang seekor sebagai korban
bakaran dan yang seekor lagi sebagai korban penghapus
dosa, dan imam itu harus mengadakan pendamaian
bagi perempuan itu, maka tahirlah ia.’”.
Luk 2:22-24
- “(22)
Dan ketika genap waktu pentahiran, menurut
hukum Taurat Musa, mereka membawa Dia ke Yerusalem untuk menyerahkanNya kepada
Tuhan, (23) seperti ada tertulis dalam hukum Tuhan: ‘Semua anak laki-laki
sulung harus dikuduskan bagi Allah,’ (24) dan untuk mempersembahkan korban
menurut apa yang difirmankan dalam hukum Tuhan, yaitu sepasang burung tekukur
atau dua ekor anak burung merpati.”.
Sekalipun
‘kenajisan’ di sini bukanlah suatu dosa moral, tetapi rasanya hal ini sukar
diharmoniskan dengan ‘suci murni’.
3.
Doktrin ini mempunyai konsekwensi logis sebagai berikut: kalau Maria
harus suci supaya Yesus bisa suci, maka demikian juga kedua orang tua Maria
harus suci supaya Maria bisa suci, dan keempat
kakek nenek Maria harus suci supaya kedua orang tua Maria bisa suci, dan
kalau ini diteruskan maka akhirnya Adam dan Hawapun harus suci. Ini jelas
merupakan pandangan yang tidak Alkitabiah, yang orang Roma Katolikpun tidak akan
mau menerimanya!
b)
Kalau memang fakta bahwa Yesus dilahirkan oleh seorang perawan itu belum
cukup untuk menyebabkan Yesus lahir suci, dan masih dibutuhkan penyucian dari
Roh Kudus, lalu untuk apa Yesus harus dilahirkan dari seorang perawan /
perempuan yang mengandung tanpa hubungan sex dengan laki-laki? Mengapa tidak
menggunakan kelahiran biasa saja dan ditambah dengan penyucian dari Roh Kudus?
Jawab:
1.
Sekalipun kelahiran dari perawan masih belum cukup untuk membuat Yesus
lahir suci, tetapi setidaknya dengan cara ini bisa ditambahkan penyucian dari
Roh Kudus sehingga Yesus lahir suci. Tetapi kalau digunakan kelahiran biasa,
sekalipun ditambahkan penyucian dari Roh Kudus, tetap tidak mungkin Yesus lahir
suci.
2.
Calvin: Tidak terlalu cocok bahwa pribadi yang adalah Allah dan manusia
itu dilahirkan dengan cara yang sama seperti kita. Harus dengan cara yang
berbeda supaya cocok dengan kewibawaan pribadiNya.
Catatan:
saya beranggapan bahwa jawaban yang kedua ini tidak mempunyai dasar Kitab Suci.
II) Penderitaan Kristus.
A) Kristus
menderita sepanjang hidupNya.
1)
Ia menderita karena Ia yang suci harus hidup ditengah-tengah orang-orang
berdosa.
Bandingkan
dengan Lot dalam 2Pet 2:7-8 - “(7)
tetapi Ia menyelamatkan Lot, orang yang benar, yang
terus-menerus menderita oleh cara hidup orang-orang yang tak mengenal
hukum dan yang hanya mengikuti hawa nafsu mereka saja, - (8) sebab orang
benar ini tinggal di tengah-tengah mereka dan setiap hari melihat dan mendengar
perbuatan-perbuatan mereka yang jahat itu, sehingga
jiwanya yang benar itu tersiksa -”.
Penerapan:
Adalah
sesuatu yang aneh kalau banyak orang kristen yang bukannya menderita tetapi
sebaliknya justru merasa senang kalau bergaul / berkumpul dengan orang-orang
yang brengsek! Apakah saudara termasuk orang seperti itu?
2)
KetaatanNya menyebabkan Ia menderita (bdk. Yoh 3:19-20).
Yoh 3:19-20
- “(19)
Dan inilah hukuman itu: Terang telah datang ke dalam dunia, tetapi manusia lebih
menyukai kegelapan dari pada terang, sebab perbuatan-perbuatan mereka jahat.
(20) Sebab barangsiapa berbuat jahat, membenci terang
dan tidak datang kepada terang itu, supaya perbuatan-perbuatannya yang jahat itu
tidak nampak;”.
Ada
banyak ketaatan yang bisa menyebabkan penderitaan bahkan penganiayaan. Misalnya
kalau kita mau hidup dan berkata jujur, atau kalau kita menegur orang yang
berbuat dosa, dsb. Kristus rela menderita demi mentaati Firman Tuhan; bagaimana
dengan saudara?
3)
Ia menderita karena serangan setan (bdk. Luk 4:1-13, khususnya ay 13).
Ingat
bahwa ke-tidak-bisa-berdosa-an Kristus tidak berarti bahwa Ia tidak menderita
pada waktu mengalami serangan setan (bdk. Ibr 2:18 - ‘Ia sendiri
telah menderita karena pencobaan’)!
4)
Ketidak-percayaan / kebencian orang-orang di sekitarNya memberikan
penderitaan kepadaNya.
Ketidakpercayaan
ini datang dari:
a)
Dunia.
Yoh
1:10 - “Ia telah
ada di dalam dunia dan dunia dijadikan olehNya, tetapi dunia
tidak mengenalNya.”.
b)
Bangsanya.
Yoh
1:11 - “Ia datang
kepada milik kepunyaanNya, tetapi orang-orang
kepunyaanNya itu tidak menerimaNya.”.
Yoh
10:20 - “‘Ia
kerasukan setan dan gila; mengapa kamu mendengarkan Dia?’”.
c)
Orang-orang sekampungnya.
Mat 13:53-57
- “(53)
Setelah Yesus selesai menceriterakan perumpamaan-perumpamaan itu, Iapun pergi
dari situ. (54) Setibanya di tempat asalNya, Yesus mengajar orang-orang di situ
di rumah ibadat mereka. Maka takjublah mereka dan berkata: ‘Dari mana
diperolehNya hikmat itu dan kuasa untuk mengadakan mujizat-mujizat itu? (55)
Bukankah Ia ini anak tukang kayu? Bukankah ibuNya bernama Maria dan
saudara-saudaraNya: Yakobus, Yusuf, Simon dan Yudas? (56) Dan bukankah
saudara-saudaraNya perempuan semuanya ada bersama kita? Jadi dari mana
diperolehNya semuanya itu?’ (57) Lalu mereka kecewa
dan menolak Dia. Maka Yesus berkata kepada mereka: ‘Seorang nabi
dihormati di mana-mana, kecuali di tempat asalnya sendiri dan di rumahnya.’”.
d)
Keluarganya.
Yoh 7:3-5
- “(3) Maka
kata saudara-saudara Yesus kepadaNya:
‘Berangkatlah dari sini dan pergi ke Yudea, supaya murid-muridMu juga melihat
perbuatan-perbuatan yang Engkau lakukan. (4) Sebab tidak seorangpun berbuat
sesuatu di tempat tersembunyi, jika ia mau diakui di muka umum. Jikalau Engkau
berbuat hal-hal yang demikian, tampakkanlah diriMu kepada dunia.’ (5) Sebab
saudara-saudaraNya sendiripun tidak percaya kepadaNya.”.
Mark
3:21 - “Waktu kaum
keluargaNya mendengar hal itu, mereka datang hendak mengambil Dia,
sebab kata mereka Ia tidak waras lagi.”.
e)
Yudas Iskariot.
f)
Murid-muridNya yang lain.
Hal
tersebut lebih-lebih terasa menyakitkan karena Yesus mencintai manusia dan Ia
bahkan datang ke dunia dengan maksud mengorbankan diriNya untuk menyelamatkan
manusia. Tetapi ternyata manusia memberikan balasan yang begitu jelek.
Kalau
saudara pernah tidak dipercayai oleh orang yang saudara cintai, seperti orang
tua saudara, suami / istri / pacar saudara, maka saudara tentu bisa merasakan
sakitnya hal itu.
Penerapan:
Demi melayani saudara, Yesus pernah mengalami hal seperti itu. Kalau dalam
saudara melayani Dia, saudara harus menghadapi hal seperti itu, maukah saudara
terus melayani Dia?
5)
PenderitaanNya makin lama makin hebat dan mencapai puncaknya di kayu
salib.
Untuk
bisa lebih menyadari penderitaan Kristus di sekitar salib, khususnya pada saat
pencambukan dan penyaliban, perhatikan kutipan-kutipan di bawah ini:
a)
Tentang pencambukan:
Leon
Morris (NICNT):
“Scourging
was a brutal affair. It was inflicted by a whip of several thongs, each of which
was loaded with pieces of bone or metal. It could make pulp of man’s back.” [=
Pencambukan adalah suatu peristiwa yang brutal. Hal itu diberikan dengan sebuah
cambuk yang terdiri dari beberapa tali kulit, yang masing-masing diberi
potongan-potongan tulang atau logam. Itu bisa membuat punggung orang menjadi
bubur.] - hal 790.
Leon
Morris (NICNT):
“...
Josephus tells us that a certain Jesus, son of Ananias, was brought before
Albinus and ‘flayed to the bone with scourges’ ... Eusebius narrates that
certain martyrs at the time of Polycarp ‘were torn by scourges down to
deep-seated veins and arteries, so that the hidden contents of the recesses of
their bodies, their entrails and organs, were exposed to sight’ ... Small
wonder that men not infrequently died as a result of this torture” [=
Josephus menceritakan bahwa seorang Yesus tertentu, anak dari Ananias,
dibawa ke depan Albinus dan ‘dikuliti sampai tulangnya dengan cambuk’ ...
Eusebius menceritakan bahwa martir-martir tertentu pada jaman Polycarp
‘dicabik-cabik oleh cambuk sampai pada pembuluh darah dan arteri yang ada di
dalam, sehingga bagian dalam yang tersembunyi dari tubuh mereka, isi perut dan
organ-organ mereka, menjadi terbuka dan kelihatan’ ... Tidak heran bahwa tidak
jarang orang mati sebagai akibat penyiksaan ini] - hal 790 (catatan kaki).
William
Hendriksen:
“The
Roman scourge consisted of a short wooden handle to which several thongs were
attached, the ends equipped with pieces of lead or brass and with sharply
pointed bits of bone. The stripes were laid especially on the victim’s back,
bared and bent. Generally two men were employed to administer this punishment,
one lashing the victim from one side, one from the other side, with the result
that the flesh was at times lacerated to such an extent that deep-seated veins
and arteries, sometimes even entrails and inner organs, were exposed. Such
flogging, from which Roman citizens were exempt (cf Acts 16:37), often resulted
in death.
[= Cambuk Romawi terdiri dari gagang kayu yang pendek yang diberi beberapa
tali kulit, yang ujungnya dilengkapi dengan potongan-potongan timah atau
kuningan dan potongan-potongan tulang yang diruncingkan. Pencambukan diberikan
terutama pada punggung korban, yang ditelanjangi dan dibungkukkan. Biasanya 2
orang dipekerjakan untuk melaksanakan hukuman ini, yang seorang mencambuki dari
satu sisi, yang lain mencambuki dari sisi yang lain, dengan akibat bahwa daging
yang dicambuki itu kadang-kadang koyak / sobek sedemikian rupa sehingga pembuluh
darah dan arteri yang terletak di dalam, kadang-kadang bahkan isi perut dan
organ bagian dalam, menjadi terbuka / terlihat. Pencambukan seperti itu, yang
tidak boleh dilakukan terhadap warga negara Romawi (bdk. Kis 16:37), sering
berakhir dengan kematian..
William
Barclay (tentang Mat 27:27-31):
“Roman
scourging was a terrible torture. The victim was stripped; his hands were tied
behind him, and he was tied to a post with
his back bent double and conveniently exposed to the lash. The lash itself was
a long leather thong, studded at intervals with sharpened pieces of bone and
pellets of lead. Such scourging always preceded crucifixion and ‘it reduced
the naked body to strips of raw flesh, and inflamed and bleeding weals’. Men
died under it, and men lost their reason under it, and few remained conscious to
the end of it.”
[= Pencambukan Romawi adalah suatu penyiksaan yang hebat. Korban ditelanjangi,
tangannya diikat kebelakang, lalu ia diikat pada suatu tonggak dengan
punggungnya dibungkukkan sehingga terbuka terhadap cambuk. Cambuk itu sendiri
adalah suatu tali kulit yang panjang, yang ditaburi dengan potongan-potongan
tulang dan butiran-butiran timah yang runcing. Pencambukan seperti itu selalu
mendahului penyaliban dan ‘pencambukan itu menjadikan tubuh telanjang itu
menjadi carikan-carikan daging mentah, dan bilur-bilur yang meradang dan berdarah’.
Ada orang yang mati karenanya, dan ada orang yang kehilangan akalnya (menjadi
gila?) karenanya, dan sedikit orang
bisa tetap sadar sampai akhir pencambukan.]
- hal 363.
Saudara adalah orang berdosa dan karena itu
sebetulnya saudaralah yang seharusnya mengalami hukuman cambuk itu. Tetapi
Kristus sudah mengalami pencambukan itu supaya saudara bebas dari hukuman
Allah, asal saudara percaya dan menerima Dia sebagai Juruselamat dan Tuhan
saudara. Sudahkah saudara percaya / menerima Dia?
b)
Tentang penyaliban:
Pulpit
Commentary (tentang Mat 27:32):
“Nails
were driven through the hands and feet, and the body was supported partly by
these and partly by a projecting pin of wood called the seat. The rest for the
feet, often seen in picture, was never used.” [= Paku-paku
menembus tangan dan kaki, dan tubuh disangga / ditopang sebagian oleh paku-paku
ini dan sebagian lagi oleh sepotong kayu yang menonjol yang disebut ‘tempat
duduk’. Tempat pijakan kaki, yang sering terlihat dalam gambar, tidak pernah
digunakan.] - hal 588.
William
Barclay (tentang Mark 15:21-28):
“When
they reached the place of crucifixion, the cross was laid flat on the ground.
The prisoner was stretched upon it and his hands nailed to it. The feet were not
nailed, but only loosely bound. Between the prisoner’s legs projected a ledge
of wood called the saddle, to take his weight when the cross was raised upright
- otherwise the nails would have torn through the flesh of the hands. The cross
was then lifted upright and set in its socket - and the criminal was left to die
... Sometimes prisoners hung for as long as a week, slowly dying of hunger and
thirst, suffering sometimes to the point of actual madness.” [= Ketika
mereka sampai di tempat penyaliban, salib itu ditidurkan di atas tanah. Orang
hukuman itu direntangkan di atasnya, dan tangannya dipakukan pada salib itu.
Kakinya tidak dipakukan, tetapi hanya diikat secara longgar. Di antara kaki-kaki
dari orang hukuman itu (diselangkangannya),
menonjol sepotong kayu yang disebut sadel, untuk menahan berat orang itu pada
waktu salib itu ditegakkan - kalau tidak maka paku-paku itu akan merobek daging
di tangannya. Lalu salib itu ditegakkan dan dimasukkan di tempatnya - dan
kriminil itu dibiarkan untuk mati ... Kadang-kadang, orang-orang hukuman
tergantung sampai satu minggu, mati perlahan-lahan karena lapar dan haus,
menderita sampai pada titik dimana mereka menjadi gila.] - hal 360.
Catatan:
Barclay
menganggap bahwa yang dipaku hanyalah tangan saja. Kaki hanya diikat secara
longgar, tetapi tidak di paku.
Ini
ia dasarkan pada:
1.
Tradisi.
2.
Yoh 20:25,27 yang tidak menyebut-nyebut tentang bekas paku pada kaki
(lihat tafsiran Barclay tentang Yoh 20:24-29, hal 276).
Yoh
20:25,27 - “(25) Maka
kata murid-murid yang lain itu kepadanya: ‘Kami telah melihat Tuhan!’ Tetapi
Tomas berkata kepada mereka: ‘Sebelum aku melihat bekas paku pada tanganNya
dan sebelum aku mencucukkan jariku ke dalam bekas paku itu dan mencucukkan
tanganku ke dalam lambungNya, sekali-kali
aku tidak akan percaya.’ ... (27) Kemudian Ia berkata kepada Tomas:
‘Taruhlah jarimu di sini dan lihatlah tanganKu,
ulurkanlah tanganmu dan cucukkan ke dalam lambungKu
dan jangan engkau tidak percaya lagi, melainkan percayalah.’”.
Tetapi
saya berpendapat bahwa Yesus dipaku bukan hanya tanganNya, tetapi juga kakiNya.
Alasan
saya:
a.
Penulis-penulis lain ada yang mengatakan bahwa tradisinya tak selalu
seperti yang dikatakan oleh Barclay. Misalnya penulis dari Pulpit Commentary
yang saya kutip di atas.
Dan
juga Barnes’ Notes, yang dalam tafsirannya tentang Mat 27:32, berkata
sebagai berikut:
“The
feet were fastened to this upright piece, either by nailing them with large
spikes driven through the tender part, or by being lashed by cords. To the
cross-piece at the top, the hands, being extended, were also fastened, either by
spikes or by cords, or perhaps in some cases by both. The hands and feet of
our Saviour were both fastened by spikes.” [= Kaki
dilekatkan pada tiang tegak, atau dengan memakukannya dengan paku-paku besar
yang dimasukkan melalui bagian-bagian yang lunak, atau dengan mengikatnya dengan
tali. Pada bagian salib yang ada di atas, tangan, yang direntangkan, juga
dilekatkan, atau dengan paku-paku atau dengan tali, atau mungkin dalam beberapa
kasus oleh keduanya. Tangan dan kaki dari Tuhan kita
keduanya dilekatkan dengan paku-paku.].
Juga
ada penafsir yang berkata bahwa tentang pemakuan kaki ini caranya tidak selalu
sama. Kadang-kadang kedua kakinya dipaku menjadi satu, dan kadang-kadang kedua
kakinya dipaku secara terpisah.
b.
Maz 22, yang adalah mazmur / nubuat tentang salib (baca seluruh
mazmur itu dan perhatikan ay 2,8-9,16,17b,19), berkata pada ay 17b: ‘mereka
menusuk tangan dan kakiku’.
Jamieson, Fausset & Brown (tentang
Yoh 19:18): “The feet, though not always nailed, but
simply bound, to the upright beam, were almost certainly so in this case (Ps.
22:16).” [= Kaki, sekalipun tidak selalu dipaku,
tetapi hanya diikat pada tiang yang vertikal, dalam kasus ini hampir pasti
dipaku (Maz 22:17).].
c.
Dalam Luk 24:39-40, Tuhan Yesus menunjukkan tangan dan kakiNya!
Pasti karena ada bekas pakunya!
Luk
24:39-40 - “(39)
Lihatlah tanganKu dan kakiKu:
Aku sendirilah ini; rabalah Aku dan lihatlah, karena hantu tidak ada daging dan
tulangnya, seperti yang kamu lihat ada padaKu.’ (40) Sambil berkata demikian,
Ia memperlihatkan tangan dan kakiNya
kepada mereka.”.
Selanjutnya
Barclay (tentang Mat 27:27-31) mengutip Klausner sebagai berikut:
“The
criminal was fastened to his cross, already a bleeding mass from the scourging.
There he hung to die of hunger and thirst and exposure, unable even to defend
himself from the torture of the gnats and flies which settled on his naked body
and on his bleeding wounds.”
[= Kriminil itu dilekatkan / dipakukan pada salib; pada saat itu ia sudah penuh
dengan darah karena pencambukan. Disana ia tergantung untuk mati karena lapar,
haus dan kepanasan, bahkan tidak bisa membela dirinya sendiri dari siksaan dari
nyamuk dan lalat yang hinggap pada tubuhnya yang telanjang dan pada luka-lukanya
yang berdarah.] - hal 364.
Barclay
lalu melanjutkan kata-kata Klausner:
“It
is not a pretty picture but that is what Jesus Christ suffered - willingly - for
us.”
[= Itu bukanlah suatu gambaran yang bagus, tetapi itulah yang diderita oleh
Yesus Kristus - dengan sukarela - bagi kita]
- hal 364.
Saya
masih ingin menambahkan komentar dari Barnes’ Notes tentang Mat 27:35
yang makin memperjelas penderitaan orang yang disalib. Ia berkata sebagai
berikut:
“The
manner of the crucifixion was as follows: - After the criminal had carried the
cross, attended with every possible jibe and insult, to the place of execution,
a hole was dug in the earth to receive the foot of it. The cross was laid on the
ground; the persons condemned to suffer was stripped, and was extended on it,
and the soldiers fastened the hands and feet either by nails or thongs. After
they had fixed the nails deeply in the wood, they elevated the cross with the
agonizing sufferer on it; and, in order to fix it more firmly in the earth, they
let it fall violently into the hole which they had dug to receive it. This
sudden fall must have given to the person that was nailed to it a most violent
and convulsive shock, and greatly increased his sufferings. The crucified person
was then suffered to hang, commonly, till pain, exhaustion, thirst, and hunger
ended his life.”
[= Cara penyaliban adalah sebagai berikut: - Setelah kriminil itu membawa salib,
disertai dengan setiap ejekan dan hinaan yang dimungkinkan, ke tempat
penyaliban, sebuah lubang digali di tanah untuk menerima kaki salib itu. Salib
diletakkan di tanah; orang yang diputuskan untuk menderita itu dilepasi
pakaiannya, dan direntangkan pada salib itu, dan tentara-tentara melekatkan
tangan dan kaki dengan paku atau dengan tali. Setelah mereka memakukan paku-paku
itu dalam-dalam ke dalam kayu, mereka menaikkan / menegakkan salib itu dengan
penderita yang sangat menderita padanya; dan, untuk menancapkannya dengan lebih
teguh di dalam tanah, mereka menjatuhkan salib itu dengan keras ke dalam lubang
yang telah digali untuk menerima salib itu. Jatuhnya salib dengan mendadak itu
pasti memberikan kepada orang yang disalib suatu kejutan yang keras, dan
meningkatkan penderitaannya dengan hebat. Orang yang disalib itu lalu menderita
tergantung, biasanya, sampai rasa sakit, kehabisan tenaga, kehausan, dan
kelaparan mengakhiri hidupnya.].
Barnes’
Notes melanjutkan:
“As
it was the most ignominious punishment known, so it was the most painful. The
following circumstances make it a death of peculiar pain: (1.) The position of
the arms and the body was unnatural, the arms being extended back and almost
immovable. The least motion gave violent pain in the hands and feet, and in the
back, which was lacerated with stripes. (2.) The nails, being driven through the
parts of the hands and feet which abound with nerves and tendons, created the
most exquisite anguish. (3.) The exposure of so many wounds to the air brought
on a violent inflammation, which greatly increased the poignancy of the
suffering. (4.) The free circulation of the blood was prevented. More blood was
carried out in the arteries than could be returned by the veins. The consequence
was, that there was a great increase in the veins of the head, producing an
intense pressure and violent pain. The same was true of other parts of the body.
This intense pressure in the blood vessels was the source of inexpressible
misery. (5.) The pain gradually increased. There was no relaxation, and no
rest.”
[= Itu adalah hukuman yang paling hina / memalukan yang dikenal manusia, dan itu
juga adalah hukuman yang paling menyakitkan. Hal-hal berikut ini menyebabkan
penyaliban suatu kematian dengan rasa sakit yang khusus: (1.) Posisi lengan dan
tubuh tidak alamiah, lengan direntangkan ke belakang dan hampir tidak bisa
bergerak. Gerakan yang paling kecil memberikan rasa sakit yang hebat pada tangan
dan kaki, dan pada punggung, yang sudah dicabik-cabik dengan cambuk. (2.)
Paku-paku, yang dimasukkan melalui bagian-bagian tangan dan kaki yang penuh
dengan syaraf dan otot, memberikan penderitaan yang sangat hebat. (3.)
Terbukanya begitu banyak luka terhadap udara menyebabkan peradangan yang hebat,
yang sangat meningkatkan kepedihan / ketajaman penderitaan. (4.) Peredaran bebas
dari darah dihalangi. Lebih banyak darah dibawa keluar oleh arteri-arteri dari
pada yang bisa dikembalikan oleh pembuluh-pembuluh darah balik. Akibatnya ialah,
terjadi peningkatan yang besar dalam pembuluh darah balik di kepala, yang
menghasilkan tekanan dan rasa sakit yang hebat. Hal yang sama terjadi dengan
bagian-bagian tubuh yang lain. Tekanan yang hebat dalam pembuluh darah adalah
sumber penderitaan yang tidak terlukiskan. (5.) Rasa sakit itu naik secara
bertahap. Tidak ada pengendoran, dan tidak ada istirahat.].
Sekali lagi saya tekankan seperti diatas. Saudara
adalah orang berdosa, dan sebetulnya saudaralah yang mengalami penyaliban yang
mengerikan ini. Tetapi Kristus sudah mengalami penyaliban ini supaya saudara
bebas dari hukuman Allah, asal saudara mau percaya dan menerima Dia sebagai
Juruselamat dan Tuhan saudara. Sudahkah saudara percaya dan menerimaNya?
Satu hal yang harus dihindari dalam menanggapi apa
yang Kristus lakukan / alami bagi kita ialah: sekedar / hanya merasa kasihan
kepada Dia. Pada waktu Yesus memikul salib keluar kota, terjadi peristiwa
yang diceritakan dalam Luk 23:27-32, dimana banyak perempuan menangisi
dan meratapi Dia, tetapi lalu justru ditegur oleh Yesus.
Luk 23:27-32 - “(27) Sejumlah besar orang mengikuti
Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. (28) Yesus
berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah
kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (29)
Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul
dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah
menyusui. (30) Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah
menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! (31) Sebab jikalau
orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu
kering?’ (32) Dan ada juga digiring dua orang lain, yaitu dua penjahat untuk
dihukum mati bersama-sama dengan Dia.”.
Pulpit Commentary mengomentari bagian ini dengan
berkata:
“He
does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment.” [= Ia tidak
membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang
sia-sia dan salah.] - ‘Matthew’, hal 617-618.
Kalau saudara mempunyai perasaan kasihan kepada
Kristus, tetapi tidak percaya kepada Kristus, saudara sudah ditipu oleh setan.
Dengan adanya perasaan kasihan itu saudara seakan-akan adalah orang yang pro
Yesus, tetapi ketidakpercayaan saudara membuktikan bahwa saudara tetap anti
Yesus! Karena itu janganlah sekedar merasa kasihan kepada Yesus, tetapi
datanglah kepadaNya dan percayalah dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan
Juruselamat saudara!
Karena
Kristus telah menderita dalam sepanjang hidupNya, jangan merasa heran kalau
didalam mengikut Kristus saudarapun menderita dalam sepanjang hidup saudara.
Kristus berkata: ‘seorang
hamba tidaklah lebih tinggi dari pada tuannya’
(Yoh 15:20)! Penderitaan seperti ini statusnya
bukanlah hukuman dari Allah (bdk. Ro 8:1), tetapi memikul salib / menderita
bagi Kristus (bdk. Mat 16:24). Karena Kristus sudah rela mengalami
semua penderitaan itu demi saudara, maka saudarapun harus rela mengalami penderitaan
demi Kristus!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ