Seminar
Pembahasan ajaran
Pdt. Erastus Sabdono
(Rungkut Megah Raya, blok D
no 16)
Rabu,
tanggal 6 Maret 2019, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
Corpus Delicti (11)
==============Lanjutan
kata-kata ES=================
Secara logis, ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
·
Lucifer
satu-satunya makhluk yang segambar dengan Allah.
·
Lucifer
hendak menyamai Allah.
·
Karena
itu semua makhluk yang segambar dengan Allah hendak menyamai Allah.
Negasi dari pernyataan 3 di atas adalah: ada
makhluk
yang segambar dengan Allah dan tidak hendak menyamai Allah.
Untuk membuktikan kesalahan Lucifer, Allah harus
membuat makhluk lain yang segambar dengan-Nya dan tunduk sepenuhnya kepada-Nya;
tidak hendak menyamai Allah seperti Lucifer.
=================================================
Tanggapan
Budi Asali:
1) Ajaran ini dasar Alkitabnya
mana?? ES mengajar Corpus Delicti ini tanpa dasar Alkitab sama sekali.
2) Bahwa Lucifer adalah
nama Iblis, dan bahwa ia segambar dengan Allah, dan bahwa ia ingin menyamai
Allah, semua ini didasarkan hanya pada ayat-ayat dalam Yes 14 dan Yeh 28.
Yes 14:12-14 - “(12) ‘Wah, engkau sudah jatuh dari langit, hai
Bintang Timur [KJV: ‘O
Lucifer’], putera Fajar, engkau sudah dipecahkan dan jatuh ke
bumi, hai yang mengalahkan bangsa-bangsa! (13) Engkau yang tadinya berkata dalam
hatimu: Aku hendak naik ke langit, aku hendak mendirikan takhtaku mengatasi
bintang-bintang Allah, dan aku hendak duduk di atas bukit pertemuan, jauh di
sebelah utara. (14) Aku hendak naik mengatasi ketinggian awan-awan, hendak
menyamai Yang Mahatinggi!”.
Yeh 28:11-12 - “(11) Lalu datanglah firman TUHAN kepadaku: (12) ‘Hai anak manusia,
ucapkanlah suatu ratapan mengenai raja Tirus dan katakanlah kepadanya: Beginilah
firman Tuhan ALLAH: Gambar dari kesempurnaan engkau,
penuh hikmat dan maha indah.”.
Dan dalam
pelajaran-pelajaran yang lalu sudah saya buktikan bahwa kedua text ini tidak
mungkin berbicara tentang Iblis dan kejatuhannya.
3) Mari kita melihat text-text
dalam Alkitab yang berkenaan dengan pembuktian dosa yang Allah lakukan terhadap
manusia:
a)
Ro 2:12-15 - “(12) Sebab semua orang yang berdosa tanpa hukum Taurat
akan binasa tanpa hukum Taurat; dan semua orang yang berdosa di bawah hukum
Taurat akan dihakimi oleh hukum Taurat. (13) Karena bukanlah orang yang
mendengar hukum Taurat yang benar di hadapan Allah, tetapi orang yang melakukan
hukum Tauratlah yang akan dibenarkan. (14) Apabila bangsa-bangsa lain yang tidak
memiliki hukum Taurat oleh dorongan diri sendiri melakukan apa yang dituntut
hukum Taurat, maka, walaupun mereka tidak memiliki hukum Taurat, mereka menjadi
hukum Taurat bagi diri mereka sendiri. (15) Sebab dengan itu mereka menunjukkan,
bahwa isi hukum Taurat ada tertulis di dalam hati mereka dan suara hati mereka
turut bersaksi dan pikiran mereka saling menuduh atau saling membela.”.
Yang punya hukum Taurat, akan dihakimi,
dipersalahkan dan dihukum, berdasarkan hukum Taurat; sedangkan yang tidak
mempunyai hukum Taurat, akan dihakimi, dipersalahkan dan dihukum, berdasarkan
hukum hati nurani.
Memang pada saat kejatuhan Iblis
tak ada firman Tuhan (Alkitab), tetapi kalau manusia punya hati nurani, apakah
Iblis, yang diciptakan sebagai seorang malaikat, tidak mempunyainya??? Apakah
pada saat ia mau memberontak, ia tidak tahu kalau hal itu sangat jahat /
berdosa? Itu sama sekali tidak masuk akal, dan juga tidak Alkitabiah!
Saya yakin ia mempunyai hati
nurani, dan saya yakin ia tahu, kalau tindakannya berdosa. Itu sudah cukup bagi
Allah.
Allah tidak perlu membuktikan dosa
Iblis dengan menciptakan siapapun yang segambar denganNya, dan tidak pernah
memberontak / ingin menyamaiNya!
Calvin
(tentang Ro 2:12): “In
the former part of this section he assails the Gentiles; though no Moses was
given them to publish and to ratify a law from the Lord, he yet denies this
omission to be a reason why they deserved not the just sentence of death for
their sins; as though he had said - that the knowledge of a written law was not
necessary for the just condemnation of a sinner.”
[= Dalam bagian terdahulu dari bagian ini ia menyerang orang-orang non Yahudi; sekalipun
tidak ada Musa yang diberikan kepada mereka untuk mengumumkan dan meneguhkan
suatu hukum (Taurat) dari Tuhan, tetapi ia menyangkal penghapusan /
ketidak-adaan ini sebagai suatu alasan mengapa mereka tidak layak mendapatkan
hukuman mati yang adil untuk dosa-dosa mereka; seakan-akan
ia berkata - bahwa pengetahuan tentang suatu hukum tertulis tidaklah perlu untuk
penghukuman yang adil terhadap seorang berdosa.].
Calvin
(tentang Ro 2:14): “He
indeed shows that ignorance is in vain pretended as an excuse by the Gentiles,
since they prove by their own deeds that they have some rule of righteousness:
for there is no nation so lost to every thing human, that it does not keep
within the limits of some laws. Since then all nations, of themselves and
without a monitor, are disposed to make laws for themselves, it is beyond all
question evident that they have some notions of justice and rectitude, which the
Greeks call preconceptions προληψεις,
and
which are implanted by nature in the hearts of men. They have then a law, though
they are without law: for though they have not a written law, they are yet by no
means wholly destitute of the knowledge of what is right and just; as they could
not otherwise distinguish between vice and virtue; the first of which their
restrain by punishment, and the latter they commend, and manifest their
approbation of it by honoring it with rewards. He sets nature in opposition to a
written law, meaning that the Gentiles had the natural light of righteousness,
which supplied the place of that law by which the Jews were instructed, so that
they were a law to themselves.”
[= Ia
memang menunjukkan bahwa dengan sia-sia ketidak-tahuan diclaim
sebagai suatu dalih oleh orang-orang non Yahudi, karena mereka membuktikan oleh
tindakan-tindakan mereka sendiri bahwa mereka mempunyai beberapa peraturan
tentang kebenaran:
karena di
sana tidak ada bangsa yang begitu kehilangan segala sesuatu yang bersifat
manusia, sehingga bangsa itu tidak menyimpan di dalam batasan-batasan dari
beberapa hukum-hukum. Maka karena semua bangsa, dari diri mereka
sendiri, dan tanpa seorang penasehat / pengawas, condong untuk membuat
hukum-hukum untuk diri mereka sendiri, itu jelas membuktikan bahwa mereka
mempunyai beberapa gagasan / konsep tentang keadilan dan kebenaran,
yang orang-orang Yunani sebut prasangka / kecondongan προληψεις
(PROLEPSEIS), dan yang ditanamkan secara alamiah dalam hati manusia. Maka
mereka mempunyai suatu hukum, sekalipun mereka tanpa hukum: karena sekalipun
mereka tidak mempunyai suatu hukum tertulis, mereka bukannya sepenuhnya tidak
mempunyai pengetahuan tentang apa yang benar dan adil;
karena kalau tidak, mereka tidak bisa membedakan antara kejahatan dan kebaikan; yang
pertama mereka kekang dengan hukuman, dan yang belakangan mereka puji, dan
wujudkan persetujuan mereka tentangnya dengan menghormatinya dengan upah /
pahala.
Ia
meletakkan alam dalam pertentangan dengan suatu hukum tertulis, yang berarti
bahwa orang-orang non Yahudi mempunyai terang alamiah
dari kebenaran, yang menyuplai tempat dari hukum (Taurat) itu, dengan mana
orang-orang Yahudi diajar, sehingga mereka adalah suatu hukum bagi diri mereka
sendiri.].
Calvin
(tentang Ro 2:15): “‘Who show the work of the law
written,’
etc.; that is, they prove that there is imprinted on their hearts a
discrimination and judgment by which they distinguish between what is just and
unjust, between what is honest and dishonest. ... For why did they institute
religious rites, except that they were convinced that God ought to be
worshipped? Why were they ashamed of adultery and theft, except that they deemed
them evils?”
[= ‘Yang menunjukkan bahwa pekerjaan / tuntutan
hukum Taurat tertulis’, dst.; artinya, mereka membuktikan bahwa disana ada
diteguhkan dengan kuat pada hati mereka suatu pembedaan dan penghakiman dengan
mana mereka membedakan antara apa yang adil / benar dan tidak adil / tidak
benar, antara apa yang jujur dan tidak jujur. ... Karena mengapa mereka
menegakkan upacara-upacara agamawi, kecuali bahwa mereka diyakinkan bahwa Allah
harus disembah? Mengapa mereka malu tentang perzinahan dan pencurian, kecuali
bahwa mereka menganggap hal-hal itu jahat?].
Catatan:
terjemahan ‘tuntutan’
saya ambil berdasarkan catatan kaki dari editor / penterjemah dari Calvin’s
Commentary.
Calvin
(tentang Ro 2:15): “Nor
can we conclude from this passage, that there is in men a full
knowledge of the law, but that there are only some seeds of what is right
implanted in their nature, evidenced by such acts as these - All the Gentiles
alike instituted religious rites, they made laws to punish adultery, and theft,
and murder, they commended good faith in bargains and contracts. They have thus
indeed proved, that God ought to be worshipped, that adultery, and theft, and
murder are evils, that honesty is commendable. It is not to our purpose to
inquire what sort of God they imagined him to be, or how many gods they devised;
it is enough to know, that they thought that there is a God, and that honor and
worship are due to him. It matters not whether they permitted the coveting of
another man’s wife, or of his possessions, or of any thing which was his, -
whether they connived at wrath and hatred; inasmuch as it was not right for them
to covet what they knew to be evil when done.”
[= Juga
kita tidak bisa menyimpulkan dari text ini, bahwa dalam manusia ada suatu
pengetahuan yang penuh tentang hukum Taurat, tetapi bahwa di sana
ada hanya beberapa / sebagian benih-benih dari apa yang benar yang ditanamkan
dalam hakekat mereka, dibuktikan oleh tindakan-tindakan seperti ini -
Semua orang-orang non Yahudi secara sama menegakkan
upacara-upacara, mereka membuat hukum-hukum untuk menghukum perzinahan, dan
pencurian, dan pembunuhan, mereka memuji kesetiaan yang baik dalam
persetujuan-persetujuan / perjanjian-perjanjian dan kontrak-kontrak.
Dengan
demikian mereka telah membuktikan, bahwa Allah harus disembah, dan perzinahan,
dan pencurian, dan pembunuhan, adalah kejahatan-kejahatan, bahwa kejujuran layak
dipuji. Bukan tujuan kami untuk menyelidiki jenis
Allah yang bagaimana yang mereka khayalkan, atau berapa banyak allah / dewa
mereka bentuk / khayalkan; adalah cukup
untuk tahu, bahwa mereka berpikir bahwa di sana ada Allah, dan bahwa hormat /
takut dan penyembahan layak diberikan kepadaNya. Tak
jadi soal apakah mereka mengijinkan tindakan menginginkan istri orang lain, atau
miliknya, atau apapun yang adalah kepunyaannya, - apakah mereka menyetujui
kemarahan dan kebencian; selama
adalah tidak benar bagi mereka untuk menginginkan apa yang mereka tahu sebagai
jahat pada waktu dilakukan.].
Calvin
(tentang Ro 2:15): “‘Their conscience at the same time
attesting,’
etc. He could not have more forcibly urged them than by the testimony of their
own conscience, which is equal to a thousand witnesses. By the consciousness of
having done good, men sustain and comfort themselves; those who are conscious of
having done evil, are inwardly harassed and tormented. Hence came these sayings
of the heathens - ‘A good conscience is the widest sphere; but a bad
one is the cruelest executioner, and more fiercely torments the ungodly than any
furies can do.’ There is then a certain knowledge of the law by
nature, which says, ‘This is good and worthy of being desired; that
ought to be abhorred.’”
[= ‘Pada saat
yang sama hati nurani mereka meneguhkan sebagai benar’, dst. Ia tidak bisa
telah mendesak mereka dengan lebih kuat lagi dari pada oleh kesaksian dari hati
nurani mereka sendiri, yang adalah setara dengan seribu saksi. Oleh
kesadaran telah melakukan sesuatu yang baik, manusia mendukung dan menghibur
diri mereka sendiri; orang-orang yang sadar telah melakukan sesuatu yang jahat,
diganggu dan disiksa secara batin. Karena
itu muncul kata-kata dari orang-orang kafir - ‘Suatu hati nurani yang baik
adalah ruang lingkup yang paling lebar; tetapi suatu hati nurani yang buruk
adalah algojo yang paling kejam, dan menyiksa dengan lebih ganas orang-orang
jahat dari pada yang kemarahan-kemarahan apapun bisa lakukan’. Jadi
di sana ada suatu pengetahuan tertentu tentang hukum Taurat secara alamiah, yang
mengatakan, ‘Ini adalah baik dan layak untuk diinginkan; itu harus dibenci’.].
William
Hendriksen (tentang Ro 2:12):
“Those
who have sinned in ignorance of the law - cf. I Cor. 9:21 - in other words, the
Gentiles, will perish even though they did not know the law. That by using the
word ‘law’ the apostle is thinking especially of the Pentateuch, even more
precisely, of the law of the Ten Commandments, is clear from verses 21, 22. Cf.
Rom. 13:8–10. They will perish because of their sins.”
[= Mereka yang telah berdosa dalam ketidak-tahuan tentang hukum Taurat - bdk.
1Kor 9:21 - dengan kata lain, orang-orang non Yahudi, akan binasa sekalipun
mereka tidak mengetahui hukum Taurat. Bahwa dengan menggunakan kata ‘hukum
Taurat’ sang rasul sedang memikirkan secara khusus tentang Pentateuch / Lima
Kitab Musa, bahkan secara lebih tepat, tentang hukum dari 10 hukum Tuhan, adalah
jelas dari ay 21,22. Bdk. Ro 13:8-10. Mereka akan binasa karena dosa-dosa
mereka.].
William
Hendriksen (tentang Ro 2:14-15):
“Paul
has just now stated that whether a person sinned in ignorance of the law or knew
the law - hence, whether he be Gentile or Jew - he will be treated as a
transgressor if he conducts himself in a manner contrary to God’s holy law.
Every person will receive a penalty or a reward commensurate with his deeds (see
verse 6). This does not cancel the fact that the measure of light one has
received will be taken into account. See Amos 3:2; Luke 12:47, 48. The objection
might be raised, ‘But is this fair to the Gentile? After all, he does not have
the faintest notion about God’s law. Why, then, should he be punished at
all?’ As shown in verses 14, 15, this objection is not valid. Even though the
Gentile does not have the law as originally written on tablets of stone (Exod.
24:12), God wrote on his heart ... what was the work required by the law. He
equipped him with a sense of right and wrong. He did not permit even the Gentile
to remain altogether without a testimony concerning God. Cf. Ps. 19:1–4; Acts
17:26–28; Rom. 1:28, 32. This accounts for the fact that Gentiles are ‘a law
for themselves.’ By nature - that is, without prompting or guidance coming
from any written code, therefore in a sense spontaneously - a Gentile will at
times do certain things required by God’s law. For example, he is kind to his
wife and children, has a heart for the poor, promotes honesty in government,
shows courage in fighting crime, etc. What God has written on his heart finds a
response in this man’s conscience. ... It is that individual’s inner sense
of right and wrong; his (to a certain extent divinely imparted) moral
consciousness viewed in the act of pronouncing judgment upon himself, that is,
upon his thoughts, attitudes, words, and deeds, whether past, present, or
contemplated.”
[= Paulus baru
saja menyatakan bahwa apakah seseorang berdosa dalam ketidak-tahuan tentang
hukum Taurat atau dalam pengetahuan tentang hukum Taurat - jadi, apakah ia
adalah orang non Yahudi atau orang Yahudi - ia akan diperlakukan sebagai seorang
pelanggar jika ia bertindak dengan suatu cara yang bertentangan dengan hukum
Taurat yang kudus dari Allah. Setiap pribadi akan menerima suatu hukuman atau
suatu pahala sesuai dengan tindakan-tindakannya (lihat ay 6). Ini tidak
membatalkan fakta bahwa ukuran terang yang telah diterima seseorang akan
diperhitungkan. Lihat Amos 3:2; Luk 12:47,48. Keberatan bisa dimunculkan,
‘Tetapi apakah ini adil bagi orang-orang non Yahudi? Di atas segala-galanya,
ia tidak mempunyai pengertian / gagasan yang paling lemah tentang hukum Taurat
Allah. Lalu mengapa ia harus dihukum?’ Seperti ditunjukkan dalam ay 14,15,
keberatan ini tidak sah. Sekalipun orang non Yahudi tidak mempunyai hukum Taurat
seperti yang pada mulanya dituliskan pada loh-loh batu (Kel 24:12), Allah
menuliskan pada hatinya ... apa pekerjaan yang dituntut oleh hukum Taurat. Ia
memperlengkapinya dengan suatu perasaan tentang benar dan salah. Ia tidak
mengijinkan bahkan orang non Yahudi untuk berada dalam keadaan sama sekali tanpa
suatu kesaksian berkenaan dengan Allah. Bdk. Maz 19:2-5; Kis
17:26-28; Ro 1:28,32. Ini menjelaskan fakta bahwa
orang-orang non Yahudi adalah ‘suatu hukum bagi diri mereka sendiri’
(Ro 2:14). Secara alamiah - artinya, tanpa digerakkan atau bimbingan yang datang
dari sistim hukum tertulis apapun, karena itu dalam arti tertentu ‘secara
spontan’ - seorang non Yahudi kadang-kadang akan
melakukan hal-hal tertentu yang dituntut oleh hukum Taurat Allah. Misalnya,
ia baik terhadap istri dan anak-anaknya, mempunyai suatu hati yang berbelas
kasihan terhadap orang-orang miskin, memajukan kejujuran dalam pemerintahan,
menunjukkan keberanian dalam memerangi kejahatan, dsb. Apa yang Allah telah
tuliskan pada hatinya mendapati suatu tanggapan dalam hati nurani orang ini.
... Itu adalah perasaan di dalam dari pribadi itu
tentang benar atau salah; kesadaran moralnya (sampai suatu tingkat
tertentu diberikan secara ilahi / oleh Allah) dilihat dalam tindakan menyatakan
penghakiman kepada dirinya sendiri, yaitu, pada pikiran-pikiran, sikap-sikap,
kata-kata, dan tindakan-tindakannya, apakah lampau, sekarang, atau dalam
pertimbangan.].
Adam
Clarke (tentang Ro 2:15):
“In
acting according to justice, mercy, temperance, and truth, they show that the
great object of the law which was to bring men from injustice, cruelty,
intemperance, and falsity, is accomplished so far in them: their conscience
also bearing witness - that faculty of the soul, where that divine light
dwells and works, shows them that they are right; and thus, they have
comfortable testimony in their own souls of their own integrity: their thoughts,
the mean while, accusing, or else excusing one another; or rather, their
reasonings between one another accusing or answering for themselves. As if
the apostle had said: And this point, that they have a law and act according to
it, is further proved from their conduct in civil affairs; and from that correct
sense which they have of natural justice in their debates, either in their
courts of law or in their treatises on morality. All these are ample proofs
that God has not left them without light; and that, seeing they have such
correct notions of right and wrong, they are accountable to God for their
conduct in reference to these notions and principles.”
[= Dalam bertindak sesuai dengan keadilan, belas kasihan, penguasaan diri, dan
kebenaran, mereka menunjukkan bahwa tujuan yang besar dari hukum Taurat yang
adalah membawa manusia dari ketidak-adilan, kekejaman, tak adanya penguasaan
diri, dan kepalsuan, tercapai begitu jauh dalam diri
mereka: hati nurani mereka juga memberikan kesaksian - kemampuan
bawaan dari jiwa, dimana terang ilahi itu tinggal dan bekerja, menunjukkan
kepada mereka bahwa mereka benar; dan demikianlah,
mereka mempunyai kesaksian yang cukup dalam jiwa mereka sendiri tentang
kejujuran / integritas mereka sendiri: pikiran-pikiran mereka, pada saat yang
sama, saling menuduh, atau sebaliknya memberikan dalih (membela / membenarkan);
atau lebih tepat, mereka saling berdebat antara menuduh atau membela diri mereka
sendiri. Seakan-akan sang rasul telah berkata: Dan pokok ini, bahwa
mereka mempunyai suatu hukum dan bertindak berdasarkannya, lebih jauh lagi
dibuktikan dari tingkah laku mereka dalam urusan-urusan yang berhubungan dengan
sesama mereka; dan dari perasaan yang benar itu yang mereka punyai tentang
keadilan alamiah dalam debat-debat mereka, atau dalam pengadilan mereka atau
dalam tulisan-tulisan mereka tentang moralitas. Semua ini adalah bukti-bukti yang cukup bahwa Allah tidak meninggalkan /
membiarkan mereka tanpa terang; dan bahwa, melihat mereka mempunyai
pengertian-pengertian yang benar tentang benar atau salah, mereka bertanggung
jawab kepada Allah untuk tingkah laku mereka berkenaan dengan
pengertian-pengertian dan hukum-hukum / peraturan-peraturan ini.].
b)
Ro 1:18-32 - “(18) Sebab murka Allah nyata dari sorga atas segala kefasikan dan kelaliman
manusia, yang menindas kebenaran dengan kelaliman. (19) Karena apa yang dapat
mereka ketahui tentang Allah nyata bagi mereka, sebab Allah telah menyatakannya
kepada mereka. (20) Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya
yang kekal dan keilahianNya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak
dunia diciptakan, sehingga mereka tidak dapat berdalih. (21) Sebab sekalipun
mereka mengenal Allah, mereka tidak memuliakan Dia
sebagai Allah atau mengucap syukur kepadaNya. Sebaliknya pikiran
mereka menjadi sia-sia dan hati mereka yang bodoh menjadi gelap. (22) Mereka
berbuat seolah-olah mereka penuh hikmat, tetapi mereka telah menjadi bodoh. (23)
Mereka menggantikan kemuliaan Allah yang tidak fana
dengan gambaran yang mirip dengan manusia yang fana, burung-burung,
binatang-binatang yang berkaki empat atau binatang-binatang yang menjalar.
(24) Karena itu Allah menyerahkan mereka kepada keinginan hati mereka akan
kecemaran, sehingga mereka saling mencemarkan tubuh mereka. (25) Sebab
mereka menggantikan kebenaran Allah dengan dusta dan memuja dan menyembah
makhluk dengan melupakan Penciptanya yang
harus dipuji selama-lamanya, amin. (26) Karena itu Allah menyerahkan
mereka kepada hawa nafsu yang memalukan, sebab isteri-isteri mereka menggantikan
persetubuhan yang wajar dengan yang tak wajar. (27) Demikian juga suami-suami
meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala
dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan
kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri
mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka. (28) Dan karena mereka tidak
merasa perlu untuk mengakui Allah, maka Allah menyerahkan mereka
kepada pikiran-pikiran yang terkutuk, sehingga mereka melakukan apa yang tidak
pantas: (29) penuh dengan rupa-rupa kelaliman, kejahatan, keserakahan dan
kebusukan, penuh dengan dengki, pembunuhan, perselisihan, tipu muslihat dan
kefasikan. (30) Mereka adalah pengumpat, pemfitnah, pembenci Allah, kurang ajar,
congkak, sombong, pandai dalam kejahatan, tidak taat kepada orang tua, (31)
tidak berakal, tidak setia, tidak penyayang, tidak mengenal belas kasihan. (32)
Sebab walaupun mereka mengetahui tuntutan-tuntutan hukum Allah, yaitu bahwa
setiap orang yang melakukan hal-hal demikian, patut dihukum mati, mereka bukan
saja melakukannya sendiri, tetapi mereka juga setuju dengan mereka yang
melakukannya.”.
Dari bagian-bagian
yang saya garis-bawahi, jelas terlihat bahwa Allah murka kalau manusia:
1.
Tidak mengakui Dia.
2.
Tidak memuji Dia.
3.
Tidak mengucap syukur kepadaNya.
4.
Tidak memuliakan Dia.
5.
Tidak menyembah Dia, melainkan menyembah berhala.
Catatan: keharusan untuk mengakui, memuji, bersyukur,
memuliakan, menyembah ini jelas-jelas sangat bertentangan dengan tindakan dari
Iblis yang memberontak atau ingin menyamai Allah.
Apakah manusia
bisa berdalih bahwa mereka tidak menyembah Allah karena mereka tak tahu apa-apa
tentang Dia? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita menyoroti secara khusus ay
19-20 saja.
Ro 1:19-20 - “(19) Karena apa yang dapat mereka ketahui tentang Allah nyata bagi
mereka, sebab Allah telah menyatakannya kepada mereka.
(20) Sebab apa yang tidak nampak dari padaNya, yaitu kekuatanNya yang kekal dan
keilahianNya, dapat nampak kepada pikiran dari karyaNya sejak dunia diciptakan,
sehingga mereka tidak dapat berdalih.”.
Ay 19 akhir (LAI):
‘kepada
mereka’.
RSV/NIV:
‘to them’ [ = kepada mereka].
KJV: ‘in
them’ [ = dalam mereka].
NASB: ‘within
them’ [ = di dalam mereka].
Calvin
(tentang Ro 1:19): “And
he said, ‘in
them’ rather than ‘to them,’
for the sake of greater emphasis: ... he seems here to have intended to indicate
a manifestation, by which they might be so closely pressed, that they could not
evade; for every one of us undoubtedly finds it to be engraven on his own heart.
By saying, that ‘God
has made it manifest,’ he means, that man was
created to be a spectator of this formed world, and that eyes were given him,
that he might, by looking on so beautiful a picture, be led up to the Author
himself.”
[= Dan
ia mengatakan, ‘dalam mereka’ dan bukannya ‘kepada mereka’, untuk
penekanan yang lebih besar: ... di sini ia kelihatannya telah bermaksud untuk
menunjukkan suatu manifestasi, dengan mana mereka bisa ditekan dengan begitu
keras, sehingga mereka tidak bisa menghindar; karena setiap kita tak diragukan
menemukannya diukirkan pada hatinya sendiri. Dengan
mengatakan, bahwa ‘Allah telah menyatakannya’, ia memaksudkan, bahwa manusia
diciptakan sebagai seorang pengamat dari dunia / alam semesta yang dibentuk ini,
dan bahwa mata diberikan kepadanya, supaya ia bisa, dengan melihat pada suatu
gambaran yang begitu indah, dibimbing sampai kepada sang Pencipta sendiri.].
Calvin
(tentang Ro 1:20): “God
is in himself invisible; but as his majesty shines forth in his works and in his
creatures everywhere, men ought in these to acknowledge him, for they clearly
set forth their Maker: and for this reason the Apostle in his Epistle to the
Hebrews says, that this world is a mirror, or the representation of invisible
things.”
[= Allah dalam diriNya sendiri tidak bisa dilihat; tetapi karena keagunganNya
bersinar dalam pekerjaanNya dan dalam makhluk-makhluk ciptaanNya dimana-mana,
manusia harus mengakui Dia dalam hal-hal ini, karena mereka dengan jelas
menyatakan Pencipta mereka: dan karena itu sang Rasul dalam suratnya kepada
orang-orang Ibrani berkata, bahwa dunia / alam semesta ini adalah suatu cermin,
atau wakil / gambar dari hal-hal yang tak kelihatan.].
Calvin
(tentang Ro 1:20): “‘So that they are
inexcusable.’ It
hence clearly appears what the consequence is of having this evidence - that men
cannot allege any thing before God’s tribunal for the purpose of showing that
they are not justly condemned. Yet let this difference be remembered, that the
manifestation of God, by which he makes his glory known in his creation, is,
with regard to the light itself, sufficiently clear; but that on account of our
blindness, it is not found to be sufficient. We are not however so blind, that
we can plead our ignorance as an excuse for our perverseness. We conceive that
there is a Deity; and then we conclude, that whoever he may be, he ought to be
worshipped: but our reason here fails, because it cannot ascertain who or what
sort of being God is. Hence the Apostle in Hebrews 11:3, ascribes to faith the
light by which man can gain real knowledge from the work of creation, and not
without reason; for we are prevented by our blindness, so that we reach not to
the end in view; we yet see so far, that we cannot pretend any excuse. Both
these things are strikingly set forth by Paul in Acts 14:17, when he says, that
the Lord in past times left the nations in their ignorance, and yet that he left
them not without witness (amarturon,)
since he gave them rain and fertility from heaven.”
[= ‘Sehingga
mereka tidak dapat berdalih’. Jadi terlihat dengan jelas apa konsekwensinya
mempunyai bukti ini - bahwa manusia tidak bisa menyatakan / memberi argumentasi
apapun di hadapan pengadilan Allah untuk tujuan menunjukkan bahwa mereka tidak
dihukum secara adil. Tetapi hendaklah perbedaan ini diingat, bahwa manifestasi
dari Allah, dengan mana Ia membuat kemuliaanNya diketahui dalam ciptaanNya,
berkenaan dengan terang itu sendiri, adalah cukup jelas; tetapi bahwa karena
kebutaan kita, itu didapati tidak cukup. Tetapi kita tidaklah sebegitu buta,
sehingga kita bisa memberikan ketidak-tahuan kita sebagai dalih untuk
penyimpangan / kejahatan kita. Kita mengerti bahwa di sana ada Allah;
dan lalu kita menyimpulkan, bahwa siapapun adanya Dia, Dia harus disembah: tetapi di sini akal kita terbukti kurang / tidak
mencukupi, karena akal itu tidak bisa memastikan siapa atau jenis makhluk /
keberadaan apa Allah itu. Karena itu sang Rasul dalam Ibr 11:3, menganggap
terang itu berasal dari iman, dengan mana manusia bisa mendapatkan pengetahuan
yang benar dari pekerjaan penciptaan, dan bukan tanpa alasan; karena kita
dicegah oleh kebutaan kita, sehingga kita tidak mencapai tujuan yang dituju; tetapi
kita melihat begitu jauh, sehingga kita tidak bisa berpura-pura dengan dalih
apapun.
Kedua
hal ini diberikan / dijelaskan oleh Paulus dalam Kis 14:17, pada waktu ia
berkata, bahwa Tuhan pada masa lalu meninggalkan bangsa-bangsa dalam
ketidak-tahuan mereka, tetapi bahwa Ia tidak meninggalkan mereka tanpa saksi
(AMARTURON), karena Ia memberi mereka hujan dan kesuburan dari surga.].
Ibr 11:3 -
“Karena iman
kita mengerti, bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga
apa yang kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat.”.
Kis 14:17
- “namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai-bagai kebajikan,
yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim
subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan.’”.
William
Hendriksen (tentang Ro 1:19):
“Even
entirely apart from special revelation through the gospel, which ever so many
Gentiles have never heard, God has made himself known and continues to do so by
means of his general revelation in nature, history, and conscience; here, as the
sequel indicates, with emphasis on God’s revelation in nature;
that is, in ‘creation.’ Not as if men, acting on their own initiative, could
have discovered God, but, as the passage states, God
has made known to them whatever in the area of creation can be made
known about him.”
[= Bahkan
sepenuhnya terpisah dari wahyu khusus melalui Injil, yang begitu banyak
orang-orang non Yahudi yang tidak pernah mendengarnya, Allah telah membuat
diriNya sendiri dikenal dan terus melakukan demikian dengan cara dari wahyu
umumNya dalam alam, sejarah, dan hati nurani; di sini, seperti lanjutannya
menunjukkan, dengan penekanan pada wahyu Allah dalam alam; yaitu, dalam
‘ciptaan’. Bukan
bahwa jika manusia bertindak sendiri / tanpa bimbingan orang lain, bisa telah
menemukan Allah, tetapi, seperti dinyatakan oleh text itu, Allah telah
menyatakan kepada mereka, apapun dalam daerah dari ciptaan, yang bisa dinyatakan
kepada mereka.].
William
Hendriksen (tentang Ro 1:20):
“The
little word ‘For’ is again very meaningful. It is not only continuative but
also supportive, showing that what was said in verse 19 is indeed a fact. The
sentence introduced by ‘For’ may even reflect on what was said earlier,
namely, in verse 18; that is, it may be viewed as indicating why the wrath of
God is being revealed against the wicked: their wicked deeds are inexcusable!”
[= Kata yang kecil ‘Sebab’ lagi-lagi sangat berarti. Itu bukan saja bersifat
melanjutkan, tetapi juga bersifat mendukung, menunjukkan bahwa apa yang
dikatakan dalam ay 19 memang merupakan suatu fakta. Kalimat itu diajukan dengan
‘Sebab’ bahkan bisa membuat jelas / membuktikan apa yang dikatakan lebih
awal, yaitu, dalam ay 18; yaitu, itu bisa dilihat sebagai menunjukkan mengapa
murka Allah dinyatakan kepada orang-orang jahat: tindakan-tindakan jahat mereka
tidak bisa dimaafkan / tak mempunyai dalih!].
Adam
Clarke (tentang Ro 1:19):
“Dr.
Taylor paraphrases this and the following verse thus ‘Although the Gentiles
had no written revelation, yet what may be known of God is every where manifest
among them, God having made a clear discovery of himself to them. For his being
and perfections, invisible to our bodily eyes, have been, ever since the
creation of the world, evidently to be seen, if attentively considered, in the
visible beauty, order, and operations observable in the constitution and parts
of the universe; especially his eternal power and universal dominion and
providence: so that they cannot plead ignorance in excuse of their idolatry and
wickedness.’” [= Dr. Taylor menyatakan dengan
kata-kata lain ayat ini dan ayat yang berikutnya sebagai berikut ‘Sekalipun
orang-orang non Yahudi tidak mempunyai wahyu tertulis, tetapi
apa yang bisa dikenal tentang Allah adalah jelas dimana-mana di antara mereka,
Allah telah membuat suatu penemuan yang jelas tentang diriNya sendiri bagi
mereka. Untuk keberadaan dan kesempurnaanNya, tak terlihat bagi mata
jasmani kita, sejak penciptaan dunia / alam semesta, telah terlihat dengan
jelas, jika dipertimbangkan dengan seksama, dalam keindahan yang terlihat,
keteraturan, dan pekerjaan-pekerjaan yang bisa diamati dalam pembentukan dan
bagian-bagian dari alam semesta; khususnya kuasaNya yang kekal dan penguasaan
universal dan providensia: sehingga mereka tidak bisa
menjadikan ketidak-tahuan sebagai dalih dari penyembahan berhala dan kejahatan
mereka’.].
Kalau
manusia, dengan pengetahuan seperti itu saja, tidak bisa berdalih, untuk tidak
menyembah Allah, apalagi Iblis, yang diciptakan sebagai seorang malaikat! Ia
pasti lebih mengenal Allah, dibandingkan dengan manusia yang buta rohani itu!
Karena itu, pada waktu ia tidak menyembah Allah, bahkan memberontak terhadap
Allah atau ingin menyamai Allah, ia lebih-lebih tidak punya dalih apapun untuk
dosa itu. Ia jelas tahu bahwa itu adalah sesuatu yang berdosa. Jadi, Allah jelas
tidak perlu membuktikan kesalahan / dosa dari Iblis!
Kesimpulan:
Allah selalu melakukan pembuktian dosa dengan membandingkan kehidupan orang itu
dengan suatu hukum, apakah itu hukum tertulis (hukum Taurat / firman Tuhan),
hukum oral / yang diucapkan, atau hukum hati nurani!
Sepanjang
yang saya pernah pelajari dari Alkitab, Allah tidak pernah melakukan pembuktian
dosa dengan membandingkan orang yang melakukan suatu dosa dengan orang yang
tidak pernah melakukan dosa itu!
Mari
kita melihat beberapa contoh dari Alkitab:
1.
Pembunuhan Habel oleh Kain.
Kej 4:8-10
- “(8)
Kata
Kain kepada Habel, adiknya: ‘Marilah kita pergi ke padang.’ Ketika mereka
ada di padang, tiba-tiba Kain memukul Habel, adiknya itu, lalu membunuh dia. (9)
Firman TUHAN kepada Kain: ‘Di mana Habel, adikmu itu?’ Jawabnya: ‘Aku
tidak tahu! Apakah aku penjaga adikku?’ (10) FirmanNya: ‘Apakah yang telah
kauperbuat ini? Darah adikmu itu berteriak kepadaKu dari tanah.”.
Pembunuhan
oleh Kain terhadap Habel merupakan pembunuhan pertama dalam seluruh sejarah
manusia. Pada saat itu ada 3 orang yang tidak pernah membunuh, yaitu Adam, Hawa,
dan Habel. Tetapi Allah tetap tidak membuktikan dosa Kain yang membunuh Habel
dengan membandingkan dia dengan yang manapun dari ketiga orang itu. Allah tahu
akan pembunuhan itu (Kej 4:10), dan sekalipun saat itu tidak ada hukum tertulis,
tetapi pasti ada hukum hati nurani dalam diri Kain. Itu sudah cukup untuk
mempersalahkan dia, tanpa segala macam omong kosong seperti Corpus Delicti!
2.
Dosa dari orang-orang pada jaman Nuh.
Kej 6:5-7 - “(5) Ketika
dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi
dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
(6) maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal
itu memilukan hatiNya. (7) Berfirmanlah TUHAN: ‘Aku akan menghapuskan manusia
yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan
binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa
Aku telah menjadikan mereka.’”.
Lagi-lagi di sini, Tuhan tidak membandingkan kehidupan orang-orang itu
dengan orang yang tak berdosa (karena orang seperti itu tidak ada). Tuhan bahkan
tidak membandingkan kehidupan orang-orang itu dengan kehidupan dari Nuh, yang
sekalipun bukan orang yang suci murni seperti Yesus, tetapi adalah orang saleh.
Tuhan hanya melihat / tahu bahwa mereka berdosa. Lagi-lagi pada saat ini
belum ada hukum tertulis. Tetapi pasti ada hukum hati nurani. Dan Tuhan tahu /
melihat bahwa mereka melanggar hukum hati nurani itu.
Jadi, di sinipun tidak ada kebutuhan akan Corpus Delicti dan semua omong
kosongnya!
3.
Dosa dari istri Lot.
Kej 19:17,26 - “(17) Sesudah kedua orang itu menuntun mereka sampai ke luar, berkatalah
seorang: ‘Larilah, selamatkanlah nyawamu; janganlah
menoleh ke belakang, dan janganlah berhenti di manapun juga di Lembah
Yordan, larilah ke pegunungan, supaya engkau jangan mati lenyap.’
... (26) Tetapi isteri Lot,
yang berjalan mengikutnya, menoleh ke belakang,
lalu menjadi tiang garam.”.
Apa salahnya orang menoleh ke belakang? Pada umumnya itu tidak salah.
Tetapi itu salah dalam kasus ini, karena tindakan itu bertentangan dengan firman
yang diucapkan (bukan hukum tertulis, tetapi hukum oral / yang diucapkan)
malaikat dalam ay 17.
Kalau ajaran ES tentang Corpus Delicti memang benar, mengapa Allah tidak
membandingkan istri Lot dengan Lot dan kedua anak perempuannya, yang mentaati
firman dari malaikat itu, dengan tidak menoleh ke belakang??
Jelas bahwa Tuhan tidak pernah membuktikan dosa dengan cara konyol seperti itu!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali