Nabi Elisa

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


II raja-raja 6:1-7

I) Kebutuhan sekolah nabi.

1)   Sekolah nabi-nabi dalam ay 1 ini sudah dibicarakan dalam 2Raja 2:5,19. Jadi pada jaman itu sudah ada sekolah theologia! Ini perlu direnungkan oleh orang / golongan yang anti sekolah theologia, dan menganggap orang yang sekolah theologia sebagai orang yang belajar dari manusia, dilatih untuk menjadi ahli Taurat dan sebagainya.

2)   Rombongan nabi berkata kepada Elisa: ‘Cobalah lihat, tempat tinggal kami di dekatmu ini adalah terlalu sesak bagi kami’ (ay 1).

a)   ‘tempat tinggal kami di dekatmu ini’.

KJV: ‘the place where we dwell with thee’ (= tempat dimana kami tinggal denganmu).

RSV: ‘the place where we dwell under your charge’ (= tempat dimana kami tinggal di bawah pimpinanmu).

NIV: ‘the place where we meet with you’ (= tempat dimana kami bertemu denganmu).

NASB: ‘the place before you where we are living’ (= tempat di depanmu dimana kami tinggal).

Lit: ‘the place where we sit before thee’ (= tempat dimana kami duduk di depanmu).

Jadi mungkin yang dimaksud adalah tempat dimana mereka berkumpul untuk mendengar ajaran Elisa (semacam kelas atau aula).

b)   ‘adalah terlalu sesak bagi kami’.

Rupanya ada pertambahan jumlah nabi-nabi, sehingga tempat berkumpul menjadi terlalu sesak. Jadi, di tengah-tengah kebejatan Israel pada saat itu, ternyata sekolah nabi-nabi mengalami kemajuan di bawah pelayanan Elisa.

3)   Mereka berkata: ‘Baiklah kami pergi ke sungai Yordan dan masing-masing mengambil satu balok dari sana, supaya kami membuat tempat tinggal untuk kami’ (ay 2).

a)   Ini menunjukkan bahwa mereka tidak memutuskan sendiri, tetapi minta ijin kepada Elisa.

Penerapan:

Ini harus ditiru dalam gereja. Tidak boleh setiap orang melakukan segala sesuatu semaunya sendiri. Harus ada keputusan rapat / bersama.

b)   Ini juga menunjukkan bahwa mereka mau bekerja sendiri, dan hal ini menunjukkan bahwa:

·        mereka tidak mempunyai terlalu banyak uang. Kalau uang ada / banyak, mungkin lebih baik kalau mereka mengupah orang lain untuk mengerjakannya, sehingga mereka sendiri bisa menggunakan waktu untuk belajar atau melakukan hal-hal yang memang menjadi tugas nabi!

Contoh yang salah: sekolah theologia yang punya uang cukup menyuruh mahasiswanya giliran jaga malam. Saya berpendapat sekolah itu seharusnya menggaji Satpam / tentara, supaya para mahasiswanya bisa melakukan tugas belajarnya dengan lebih baik.

·        mereka cukup mempunyai kerajinan, dan juga kerendahan hati sehingga tidak merasa diri terlalu tinggi untuk melakukan pekerjaan seperti itu.

Matthew Poole: “Hence it may be gathered, that although the sons of the prophets principally devoted themselves to religious exercises, such as prayer, and praising of God, and the studying of God’s word, and instructing of others, and waiting for Divine revelations; yet they did sometimes employ themselves about manual arts; which now they might be forced to, through the iniquity of the times” (= Karena itu bisa disimpulkan, bahwa sekalipun anak-anak nabi-nabi ini terutama membaktikan diri mereka sendiri pada hal-hal agamawi, seperti doa, memuji Allah, belajar Firman Allah, mengajar orang-orang lain, dan menunggu wahyu / penyataan ilahi; tetapi kadang-kadang mereka mempekerjakan diri mereka sendiri dalam pekerjaan-pekerjaan kasar; yang sekarang terpaksa mereka lakukan, disebabkan oleh kejahatan masa itu) - hal 727.

·        mereka juga mempunyai kesatuan hati dalam mengerjakan pekerjaan tersebut.

Pulpit Commentary: “They had the two conditions of successful work - unity of spirit, and individual willingness. They were to work together for a common end, and each man was to do his separate part. The individual wood-cutter could accomplish little. Unitedly, they could easily make a place for their common accommodation” (= Mereka mempunyai 2 persyaratan dari pekerjaan yang sukses - kesatuan roh / hati, dan kemauan / kerelaan individu. Mereka harus bekerja bersama-sama untuk satu tujuan yang sama, dan setiap orang harus melakukan bagiannya. Seorang penebang kayu / pohon hanya bisa mencapai sedikit. Dengan bersatu, mereka dengan mudah bisa membuat suatu tempat untuk akomodasi / penginapan mereka bersama) - hal 143.

Penerapan:

Kesatuan hati merupakan hal yang sangat penting dalam pelayanan.

4)   Elisa mengijinkan mereka melakukan hal itu, dan seorang dari para nabi itu meminta Elisa untuk ikut dengan mereka, mungkin untuk memimpin / memberkati apa yang mereka lakukan, dan Elisa menyetujui hal itu (ay 3).

Mungkin pada saat itu Elisa memang sedang agak menganggur sehingga ia mau ikut. Hal ini tidak bisa diterapkan secara umum, seakan-akan hamba Tuhan harus selalu mau menyertai jemaatnya dalam pelayanan yang bisa dikerjakan jemaat itu sendiri, seperti menghias gereja untuk Natal, mengurus tempat Camp dan sebagainya. Mengapa? Karena kalau ia melakukan hal itu, maka ia tidak akan bisa menyelesaikan tugasnya sendiri, yang lebih penting dan yang tidak bisa dikerjakan orang lain dalam gerejanya.

Bandingkan dengan Kis 6:1-4 - “Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja.    Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.’”.

II) Problem kapak dan mujijat Elisa.

1)   Pada waktu mereka sedang menebang pohon, mata kapak yang digunakan seorang dari mereka terlepas dan jatuh ke dalam air (ay 5a).

Ay 5a: ‘mata kapak’. Lit: ‘the iron’ (= besinya).

·        Bangsa Israel sudah bisa membuat mata kapak dari besi sejak jaman Musa (bdk. Ul 19:5), mungkin mereka belajar dari bangsa Mesir.

·        Dari Ul 19:5 itu kelihatannya lepasnya mata kapak pada saat seseorang sedang mengapak, merupakan sesuatu yang umum / cukup sering terjadi.

2)   Rupanya airnya dalam dan keruh sehingga tak memungkinkan orang itu mengambil kembali mata kapaknya, sehingga ia berteriak (kepada Elisa): ‘Wahai tuanku! Itu barang pinjaman!’ (ay 5b).

a)   Ay 5b: ‘barang pinjaman’. Ini = KJV/RSV/NIV/NASB.

Tetapi Clarke mengatakan: ‘it has been sought’ (= itu telah dicari).

Keil & Delitzsch: lUxwA does not mean borrowed, but begged” [= lUxwA (SHAUL) tidak berarti dipinjam tetapi dingemis / diminta dengan sangat] - hal 324.

Jadi maksudnya ia berhasil meminjam kapak itu dengan ‘mengemis’ / memohon dengan sangat.

b)   Ini bahayanya meminjam sesuatu dari orang lain.

Pulpit Commentary: “It is well that neighbours should be ready to lend; but the incident also shows the danger of borrowing. We should seek to be as independent of others as we can; then, if misfortune does befall us, what we lose is at least only our own” (= Adalah baik bahwa tetangga siap untuk meminjamkan; tetapi kejadian ini juga menunjukkan bahaya dari tindakan meminjam. Kita harus berusaha sedapat mungkin supaya tak tergantung orang lain; maka, jika kemalangan / kesialan menimpa kita, apa yang kita hilangkan setidaknya hanyalah milik kita sendiri) - hal 143.

c)   Teriakan orang itu menunjukkan kekuatiran / kebingungan / kesedihannya.

·        Ini menunjukkan bahwa ia adalah seorang peminjam yang bertanggung jawab. Orang lain / peminjam yang brengsek mungkin akan berkata: peduli amat, toh bukan punya saya!

Pulpit Commentary: “It is a spirit of conscientiousness which speaks in the man’s lament. He held the axe as a trust, and desired earnestly to return it. It is good to see men ‘faithful in that which is least’ (Luke 16:10)” [= Merupakan suatu roh kesungguhan yang berbicara dalam ratapan orang ini. Ia memegang kapak sebagai suatu kepercayaan, dan dengan sungguh-sungguh ingin mengembalikannya. Adalah baik untuk melihat orang ‘setia dalam perkara-perkara kecil’ (Luk 16:10)] - hal 143.

·        Ini menunjukkan bahwa ia adalah orang miskin dan tidak bisa mengganti kapak itu.

Pulpit Commentary: “He could not replace the loss. Had he been able to do so, he would not have required to borrow. The ‘sons of the prophets’ were good men, but poor men. An axe-head was a small thing, but it meant much to the user, and perhaps not less to the original owner” (= Ia tidak bisa mengganti kehilangan itu. Andaikata ia mempunyai kemampuan untuk menggantinya, ia tidak akan perlu meminjam. Anak-anak nabi-nabi adalah orang-orang yang baik / saleh, tetapi mereka miskin. Sebuah mata kapak merupakan hal kecil, tetapi itu besar artinya bagi penggunanya, dan mungkin juga demikian bagi pemiliknya) - hal 143.

·        Mungkin hal lain yang menyedihkan orang ini adalah bahwa ia tidak lagi bisa ikut bekerja. Ia sekarang tinggal mempunyai gagang kapak, dan tanpa mata kapak, maka gagang itu tak berguna.

Penerapan:

Apakah saudara sedih kalau tidak bisa ikut ambil bagian dalam pekerjaan Tuhan? Atau malah senang?

3)   Elisa melakukan mujijat dengan melemparkan sepotong kayu ke tempat jatuhnya kapak, dan mata kapak itu lalu mengapung sehingga bisa diambil kembali oleh peminjam kapak tersebut (ay 6).

a)   Ay 6: ‘maka timbullah mata kapak itu’.

KJV: ‘and the iron did swim’ (= dan besi itu berenang / mengapung).

RSV/NIV/NASB: ‘and made the iron float’ (= dan membuat besi itu mengapung).

b)   Orang-orang yang tidak percaya mujijat berusaha memberilkan penjelasan yang rasionil tentang hal ini sebagai berikut:

·        Kemungkinan pertama, Elisa meletakkan kayu itu di bawah mata kapak itu, sehingga mata kapak itu lalu mengapung.

·        Kemungkinan kedua, Elisa memasukkan kayu itu ke lubang pada mata kapak itu dan menarik mata kapak ke atas.

Pulpit Commentary: “But both explanations do violence to the text; and we may be sure that, had either been true, the occurrence would not have been recorded. The sacred writers are not concerned to put on record mere acts of manual dexterity” [= Tetapi kedua penjelasan menyimpangkan arti dari text; dan kita bisa yakin bahwa andaikata salah satu pandangan itu benar, maka peristiwa ini tidak akan dicatat (dalam Kitab Suci). Para penulis yang kudus tidak berminat untuk mencatat semata-mata suatu tindakan ketrampilan tangan / kasaran] - hal 120.

Disamping itu, kalau Elisa bisa mengambil mata kapak itu dengan cara biasa (tanpa mujijat), maka pasti peminjam kapak itu atau nabi-nabi yang lain juga bisa. Lalu mengapa harus Elisa yang melakukannya?

c)   Kapan boleh mengharapkan pertolongan yang bersifat supranatural.

Pulpit Commentary: “Elisha here, by raising the axe and making the iron swim, overcame a law of nature - the law of gravitation. Up to this point in this enterprise there does not seem to have been any supernatural interposition. They prosecuted their journeying, they cut down the timber, they carried their beams, all by their own natural skill and force. They did not require supernatural aid. But now one of them did, and it came. We must not expect any special power from heaven to do that which we have the natural force to accomplish ourselves” (= Elisa di sini, dengan menaikkan mata kapak dan membuat besi mengapung, mengatasi hukum alam - hukum gravitasi. Sampai saat ini dalam usaha ini di sana tidak terlihat adanya campur tangan yang bersifat supranatural / gaib. Mereka meneruskan perjalanan mereka, mereka menebang pohon, mereka membawa / mengangkat balok-balok, semua dengan keahlian dan kekuatan alamiah mereka. Mereka tidak membutuhkan pertolongan yang bersifat supranatural / gaib. Tetapi sekarang seorang di antara mereka membutuhkannya, dan hal itu datang. Kita tidak boleh mengharapkan suatu kekuatan khusus dari surga untuk melakukan sesuatu yang bisa kita lakukan dengan kekuatan kita sendiri) - hal 136.

Penerapan:

Dalam belajar, bekerja / mencari nafkah, menyembuhkan penyakit, dan sebagainya, selama saudara masih bisa berbuat sesuatu, jangan mengharapkan mujijat. Kalau memang sudah tidak ada apapun yang bisa saudara lakukan, barulah boleh berharap adanya mujijat, tetapi inipun tidak dijamin bahwa Allah mau melakukan mujijat. Ia bisa menolong dengan memberi kekuatan, atau menggunakan cara-cara yang ‘biasa’.

d)   Allah mau menolong kita, dalam hal yang besar maupun kecil.

Pulpit Commentary: “Nature is but an instrument in the hand of God, and can be bent by him to his own purposes. The lesson of the incident is to trust God for help even in what we might be tempted to call the small things of life. The loss of an axe-head may seem a trivial circumstance to call for an interference with the laws of the universe. But with God there is no great and little. We can make known all our wants to him, with assurance of being helped” (= Alam hanyalah suatu alat dalam tangan Allah, dan bisa Ia bengkokkan kepada tujuanNya sendiri. Pelajaran dari kejadian ini adalah untuk percaya pada pertolongan Allah, bahkan dalam apa yang kita sebut hal-hal kecil dari kehidupan. Kehilangan mata kapak mungkin kelihatannya merupakan suatu keadaan yang remeh untuk meminta ikut campurnya hukum alam semesta. Tetapi dengan Allah tidak ada besar atau kecil. Kita bisa memberitahukan semua kebutuhan kita kepadaNya, dengan keyakinan bahwa kita akan ditolong) - hal 143.

Kesimpulan / penutup:

Serahkanlah segala problem saudara, besar atau kecil, kepada Tuhan. Ia bisa dan mau menolong saudara.

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali