Nabi Elisa

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


II Raja-Raja 4:8-37

I) Tindakan kasih perempuan Sunem.

1)   Peristiwa ini dimulai dengan perginya Elisa ke suatu desa yang bernama Sunem (ay 8).

Pulpit Commentary: “Shunem was a village of Galilee, situated in the territory assigned to Issachar (Josh. 19:18)” [= Sunem adalah sebuah desa di Galilea, terletak di daerah yang diberikan kepada Isakhar (Yos 19:18)] - hal  65.

2)   Seorang perempuan Sunem melakukan tindakan kasih kepada Elisa.

a)   Ay 8: ‘perempuan kaya’.

TL: ‘perempuan bangsawan’.

Lit: ‘a great woman’.

Ada yang menafsirkan ‘great’ ini sebagai kaya, ada juga yang menafsirkannya sebagai ‘saleh’.

b)   Perempuan Sunem ini menyimpulkan bahwa Elisa benar-benar adalah nabi Tuhan.

Perempuan Sunem ini beberapa kali mengundang Elisa makan (ay 8), dan setelah beberapa kali memperhatikan Elisa, perempuan ini menyimpulkan bahwa Elisa adalah hamba Tuhan yang sejati, bukan serigala berbulu domba, yang saat itu banyak terdapat. Ini sesuatu yang baik dalam diri perempuan ini, yang tidak sembarangan menganggap semua nabi sebagai nabi.

Padahal peristiwa yang terjadi di Betel dimana Elisa mengutuk para remaja yang mengejeknya sehingga menyebabkan mereka dicabik-cabik oleh beruang, pasti sudah tersebar. Tetapi perempuan ini tetap percaya bahwa Elisa adalah nabi Tuhan yang sejati. Bandingkan ini dengan banyak orang jaman sekarang yang menganggap seseorang bukan hamba Tuhan karena mereka pernah melihatnya marah.

c)   Ia lalu membuatkan sebuah kamar atas bagi Elisa (ay 9-10).

·        adalah baik bahwa perempuan ini minta persetujuan suaminya, padahal dalam ay 14 dikatakan suaminya sudah tua.

·        ia membuatkan sebuah kamar atas, dan ia juga memberikan perlengkapan kamar, yaitu sebuah tempat tidur, sebuah meja, sebuah kursi dan sebuah kandil. Meja, kursi dan kandil merupakan perlengkapan untuk belajar.

Barnes’ Notes: “The ‘chair’ and ‘table,’ unusual in the sleeping rooms of the East, indicate that the Prophet was expected to use his apartment for study and retirement, not only as a sleeping-chamber” (= ‘Kursi’ dan ‘meja’ bukan merupakan hal yang umum dalam ruang tidur di Timur, menunjukkan bahwa sang nabi diharapkan untuk menggunakan kamarnya untuk belajar dan menyendiri, bukan hanya sebagai kamar tidur) - hal 234.

Pulpit Commentary: “It is evident that Elisha was a man of studious habits. The furniture which the Shunammite placed in his room shows this. The stool or chair and the table were intended to afford his facilities for study. He who will teach others must store his own mind with knowledge. Paul exhorted Timothy to give attention to reading. The minister and the Sunday-school teacher need constant study to equip themselves for their important work” [= Adalah jelas bahwa Elisa adalah seseorang yang mempunyai kebiasaan belajar. Perabot yang ditempatkan oleh perempuan Sunem dalam kamarnya menunjukkan hal ini. Kursi dan meja dimaksudkan untuk memberikan fasilitasnya untuk belajar. Ia yang akan mengajar orang lain harus menyimpan pengetahuan dalam pikirannya sendiri. Paulus mendesak Timotius untuk memberi perhatian pada pembacaan (Kitab Suci). Pendeta dan guru Sekolah Minggu perlu terus belajar untuk memperlengkapi diri mereka sendiri untuk pekerjaan mereka yang penting] - hal 75.

d)   Ia melakukan semua ini bukan hanya bagi Elisa, tetapi juga bagi bujangnya yaitu Gehazi. Ini terlihat dari kata-kata ‘untuk kami’ dalam ay 13. Jadi, ia bukan hanya mau menerima Elisa, yang adalah nabi (orang gede), tetapi juga Gehazi, yang adalah bujang (orang rendahan).

e)   Mengapa ia melakukan semua ini?

·        ia memang mempunyai hospitality (= senang menerima tamu).

Bdk. Ibr 13:2 - “Janganlah kamu lupa memberi tumpangan kepada orang, sebab dengan berbuat demikian beberapa orang dengan tidak diketahuinya telah menjamu malaikat-malaikat”.

·        ia melakukannya demi Tuhan.

Pulpit Commentary: “It was because she feared God that she was moved to show this kindness to his servant” (= Karena ia takut kepada Allah maka ia digerakkan untuk menunjukkan kebaikan ini pada pelayanNya) - hal  86.

Penerapan:

Seringkah saudara melakukan kebaikan kepada seseorang karena ia adalah hamba Tuhan atau anak Tuhan, dan melakukan semua itu demi Tuhan?

f)    Bandingkan apa yang dilakukan oleh perempuan Sunem ini dengan kata-kata Tuhan Yesus yang berbunyi: “Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku. Barangsiapa menyambut seorang nabi sebagai nabi, ia akan menerima upah nabi, dan barangsiapa menyambut seorang benar sebagai orang benar, ia akan menerima upah orang benar” (Mat 10:40-41). Bdk. juga dengan Mat 25:34-46.

II) Balasan Elisa.

1)   Elisa mau menerima kebaikan perempuan itu dan ia menggunakan kamar yang disediakan itu (ay 11).

Kalau ada orang mau berbaik hati kepada kita demi Tuhan, kita harus mau menerima kebaikan itu.

2)   Elisa ingin membalas kebaikan perempuan Sunem itu (ay 12-17).

a)   Ia memanggil bujangnya, yaitu Gehazi (ay 12).

Pulpit Commentary: “He seems to have been Elisha’s ‘servant’ in a lower sense than Elisha had been Elijah’s. Still, his position was such that on one occasion (ch. 8:4,5) a king of Israel did not disdain to hold a conversation with him” [= Ia kelihatannya menjadi pelayan Elisa dalam arti yang lebih rendah dari pada Elisa dulu menjadi pelayan Elia. Sekalipun demikian kedudukannya adalah sedemikian rupa sehingga pada suatu peristiwa (8:4,5) seorang raja Israel tidak memandang hina untuk berbicara dengannya] - hal 65.

Ini lagi-lagi menunjukkan betapa tingginya kedudukan seorang nabi pada saat itu.

b)   Ia menyuruh bujangnya memanggil perempuan Sunem itu dan Pulpit Commentary (hal 65) mengatakan bahwa Elisa berbicara dengan perempuan Sunem itu di dalam kamar melalui bujangnya (perhatikan ay 13a), atau setidaknya di hadapan bujangnya. Mengapa? Untuk menghindari kecurigaan bahwa Elisa dan perempuan Sunem  itu ‘ada main’ di dalam kamar. Ini sikap yang bijaksana.

Penerapan:

Bandingkan dengan hamba Tuhan yang ‘melakukan counseling’ dalam kamar hotel dengan seorang perempuan, sampai jadi berita tidak karuan. Kalaupun hamba Tuhan ini tidak berzinah atau membunuh perempuan itu, tetap tindakan ini adalah salah. Sekalipun saudara bukan hamba Tuhan, tetapi dalam persoalan seperti ini saudara harus mempunyai kebijaksanaan yang sama.

c)   Elisa ingin perempuan Sunem ini meminta sesuatu (ay 13).

Elisa mengatakan ‘Adakah yang dapat kubicarakan tentang engkau kepada raja atau kepala tentara?’, karena ia memang mempunyai pengaruh di istana (bdk. 6:9-12,21-23  8:4-6). Mungkin pengaruh ini dimulai sejak ia ‘membantu’ raja dengan nubuat dan petunjuknya dalam 2Raja 3:16-19.

d)   Perempuan Sunem itu tidak ingin apa-apa (ay 13b)!

Perempuan Sunem ini menjawab: ‘Aku ini tinggal di tengah-tengah kaumku’.

Artinya adalah: aku tinggal di sini dan aku damai dengan orang-orang sekitarku, jadi istana / raja / kepala tentara tak ada urusannya dengan aku. Dengan kata lain, ia tidak minta apa-apa. Ia melakukan kebaikan kepada nabi Tuhan ini, semata-mata untuk menghormati nabi Tuhan ini, bukan untuk mendapatkan apapun sebagai balasan.

Adam Clarke: “How few are there like this woman on the earth! Who would not wish to be recommended to the king’s notice, or get a post for a relative in the army, &c.? Who would not like to change the country for the town, and the rough manners of the inhabitants of the villages for the polished conversation and amusements of the court? Who is so contented with what he has as not to desire more? Who tremble at the prospect of riches; or believes there are any snares in an elevated state, or in the company and conversation of the great and honourable? How few are there that will not sacrifice every thing - peace, domestic comfort, their friends, their conscience, and their God - for money, honours, grandeur, and parade?” (= Betapa sedikitnya orang seperti perempuan ini di bumi! Siapa yang tidak ingin diberi rekomendasi pada perhatian raja, atau mendapatkan jabatan bagi seorang kerabat dalam angkatan perang, dsb? Siapa yang tidak ingin menukarkan desa dengan kota, dan tatakrama yang kasar dari orang desa dengan pembicaraan dan hiburan yang halus dari istana? Siapa yang begitu puas dengan apa yang dimilikinya sehingga tidak menginginkan lebih banyak? Siapa yang gemetar terhadap prospek dari kekayaan; atau yang percaya bahwa ada jerat dalam keadaan yang tinggi, atau dalam kumpulan dan pembicaraan dari orang berkedudukan dan terhormat? Betapa sedikitnya orang yang tidak mau mengorbankan segala sesuatu - damai, kesenangan rumah tangga, teman-teman mereka, hati nurani mereka, dan Allah mereka - demi uang, kehormatan, kemuliaan / kebesaran, dan pameran?) - hal 492.

e)   Rupanya perempuan Sunem itu lalu meninggalkan kamar itu dan Elisa lalu bertanya kepada Gehazi apa kira-kira yang dibutuhkan perempuan Sunem itu, dan Gehazi mengatakan bahwa perempuan Sunem itu tidak mempunyai anak dan suaminya sudah tua (ay 14). Gehazi tahu bahwa ‘tidak mempunyai anak’ merupakan keadaan memalukan dan menyebabkan seseorang menjadi bahan tertawaan / ejekan, dan karena itu ia menduga bahwa perempuan Sunem ini pasti ingin mempunyai anak.

f)    Elisa menyetujui kata-kata Gehazi dan lalu menyuruh memanggil perempuan Sunem  lagi, dan menubuatkan bahwa tahun depan perempuan Sunem  itu akan mendapatkan anak laki-laki (ay 15-16).

Kata-kata perempuan Sunem itu dalam ay 16b menunjukkan ketidak-percayaan perempuan Sunem  itu.

Nubuat Elisa menjadi kenyataan, dan perempuan Sunem itu mengandung dan melahirkan seorang anak laki-laki (ay 17).

III) Kematian dan kebangkitan anak perempuan Sunem.

1)   Setelah anak itu besar, mungkin berusia 4-5 tahun, terjadilah bencana, dimana anak itu mati (ay 18-20). Mungkin yang ia alami adalah sunstroke.

Ay 20: ‘sesudah itu matilah dia’. Bdk. ay 31: ‘tidak ada tanda hidup’, dan ay 32: ‘anak itu sudah mati’.

Pulpit Commentary: “There is no ambiguity here, no room for doubt; the child not only became insensible, but died. The historian could not possibly have expressed himself more plainly” (= Tidak ada arti ganda di sini, tidak ada tempat untuk keraguan; anak itu bukan hanya pingsan tetapi mati. Sang ahli sejarah tidak bisa menyatakannya dengan lebih jelas) - hal  66.

2)   Perempuan Sunem itu lalu membaringkan anaknya yang mati itu di tempat tidur Elisa (ay 21).

Mengapa, dan untuk apa? Mungkin ia mendengar bahwa pada waktu Elia ingin membangkitkan anak janda di Sarfat, ia meletakkan anak itu di tempat tidurnya (1Raja 17:19). Karena itu ia membaringkan anak itu di tempat tidur Elisa. Tentu saja ini bukanlah sesuatu untuk ditiru.

3)   Ia merahasiakan hal itu terhadap siapapun.

Ay 21b: ‘ditutupnyalah pintu’. Bagian ini terus sampai ay 26 menunjukkan bahwa ia hendak merahasiakan kematian anaknya dari siapapun, bahkan dari suaminya (yang mungkin mengira bahwa problem anaknya itu tidak terlalu berarti), dan juga dari Gehazi, dan hanya mau memberitahukannya kepada Elisa.

Sekalipun mensharingkan problem / kesukaran itu sebetulnya penting, tetapi kadang-kadang kita juga mengalami problem / persoalan, yang tidak ingin kita bicarakan dengan orang lain. Kita hanya ingin membicarakannya dengan Tuhan. Mungkin inilah keadaan dari perempuan Sunem  ini.

4)   Ia pergi kepada Elisa (ay 22-26).

a)   Suaminya heran dan berkata: ‘Mengapakah pada hari ini engkau hendak pergi kepadanya? Padahal sekarang bukan bulan baru dan bukan hari Sabat’ (ay 23).

Matthew Poole: “New moon and sabbath were the chief and usual times in which they resorted to the prophets for instruction” (= Bulan baru dan hari Sabat merupakan saat-saat utama dan biasa dimana mereka pergi kepada nabi-nabi untuk mendapatkan pengajaran) - hal 723.

Kata-kata ini menunjukkan bahwa mencari pengajaran nabi pada bulan baru / Sabat merupakan kebiasaan perempuan Sunem  itu.

b)   Ia menjawab: ‘Jangan kuatir’ (ay 23). Ini salah terjemahan.

KJV: ‘It shall be well’ (= Semua akan baik-baik saja).

Dalam bahasa Ibrani digunakan kata Shalom.

c)   Jaraknya dari Sunem ke Karmel adalah sekitar 16-17 mil (Barnes’ Notes hal 235). Jadi pada waktu Elisa sampai kepada anak itu, anak itu sudah mati cukup lama.

d)   Ay 25-26: kembali digunakan kata Shalom, tujuannya untuk ‘menyingkirkan’ Gehazi. Apakah ini harus dianggap sebagai dusta? Belum tentu, karena bisa saja kata-kata ini menunjukkan imannya, dimana ia yakin bahwa anaknya akan dibangkitkan. Disamping itu, kata ‘selamat’ ini bisa diartikan secara ganda, yaitu selamat secara jasmani atau selamat secara rohani (masuk surga).

5)   Pada waktu bertemu Elisa, perempuan Sunem itu memegang kaki Elisa (ay 27a).

Pulpit Commentary: “It has always been usual in the East to embrace the feet or the knees, in order to add force to supplication” (= Adalah sesuatu yang biasa di Timur untuk memeluk kaki atau lutut, untuk menambah kekuatan permohonan) - hal 67. Bdk. Mat 18:29  Mark 5:22  Mark 7:25  Luk 8:41  Yoh 11:32.

Gehazi menganggap tindakan ini kurang ajar, dan mau mengusirnya, tetapi Elisa melarangnya dengan berkata: ‘Biarkanlah dia, hatinya pedih!’ (ay 27b).

Pulpit Commentary: “He saw that she was in deep distress, and, if there was anything unseemly in her action according to the etiquette of the time, excused it to her profound grief and distraction. The ordinary mind is a slave to conventionalities; the superior mind knows when to be above them” (= Ia melihat bahwa perempuan itu ada dalam kesedihan yang dalam, dan jika ada apapun yang tidak pantas dalam tindakannya berdasarkan sopan santun pada saat itu, itu dimaafkan karena kesedihan dan kebingungannya yang mendalam. Pikiran yang biasa adalah budak dari adat / kebiasaan; pikiran yang lebih tinggi tahu kapan harus ada di atas adat / kebiasaan) - hal 67.

Elisa menambahkan dengan berkata: ‘Tuhan menyembunyikan hal ini dari padaku, tidak memberitahukannya kepadaku’ (ay 27c).

Ini menunjukkan bahwa sekalipun nabi / rasul seringkali diberi tahu oleh Tuhan tentang hal-hal yang tersembunyi, tetapi tidak selalu demikian.

6)   Ay 28: maksud perempuan itu: adalah lebih baik tidak pernah diberi anak dari pada diberi anak lalu mati.

7)   Elisa menyuruh Gehazi pergi dan meletakkan tongkatnya di atas anak itu, tetapi ini tidak membangkitkan anak itu (ay 29-31).

a)   ‘janganlah beri salam kepadanya’ (ay 29  bdk. Luk 10:4).

Maksud perintah Elisa kepada Gehazi ini adalah ia harus cepat-cepat, tidak membuang waktu.

Keil & Delitzsch: “the people of the East lose a great deal of time in prolonged salutations” (= orang-orang Timur kehilangan banyak waktu dalam salam yang berkepanjangan) - hal 312.

b)   Tongkat Elisa tidak bisa membangkitkan anak itu.

Ada yang berpendapat bahwa bukan maksud Elisa untuk membangkitkan anak itu dengan tongkatnya. Tetapi lalu apa maksud Elisa menyuruh Gehazi melakukan hal itu? Ada juga orang yang beranggapan bahwa Elisa salah dalam mendelegasikan pembangkitan anak ini kepada Gehazi / tongkatnya.

Pulpit Commentary (hal 68) mengatakan bahwa sekalipun pada beberapa peristiwa Tuhan melakukan mujijat melalui benda-benda kepunyaan Yesus  / nabi / rasul, seperti:

·        pembangkitan mayat oleh tulang Elisa (2Raja 13:21).

·        penyembuhan perempuan yang sakit pendarahan oleh jubah Yesus (Mark 5:25-34).

·        penyembuhan orang sakit / pengusiran setan oleh sapu tangan Paulus (Kis 19:12).

tetapi ini jarang terjadi, dan merupakan perkecualian dalam cara Allah melakukan mujijat.

8)   Elisa membangkitkan anak itu (ay 33-36).

a)   ‘ditutupnyalah pintu’ (ay 33a).

Ini dilakukan supaya bisa lebih berkonsentrasi dalam doa.

b)   Ia berdoa untuk anak itu (ay 33b).

Pulpit Commentary: “So it must be in all efforts for the revival of dead souls. Parents must have recourse to prayer if they would see their children converted” (= Demikianlah harus dilakukan dengan segala usaha untuk menghidupkan kembali jiwa-jiwa yang mati. Para orang tua harus berdoa jika mereka ingin melihat anak-anak mereka bertobat) - hal  77.

Ini ‘perohanian arti’ yang tidak pada tempatnya, karena anak ini mati secara jasmani, bukan secara rohani.

c)   Elisa melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan Elia (ay 34 bdk. 1Raja 17:21). Karena itu saya tidak mengulang apa yang sudah saya ajarkan pada waktu membahas tentang pembangkitan anak janda di Sarfat oleh Elia.

·        Adam Clarke mengatakan bahwa Elisa berjalan kesana kemari dalam ruangan itu (ay 35) untuk memanaskan tubuhnya, yang lalu ia pakai untuk memanaskan tubuh anak itu.

·        Keil & Delitzsch mengatakan bahwa waktu Elia melakukan hal ini anak itu langsung bangkit. Tetapi waktu Elisa melakukannya (ay 34), anak itu tidak langsung bangkit, dan Elisa harus mengulang tindakannya (ay 35), dan barulah anak itu bangkit. Ini ia gunakan sebagai bukti untuk mengatakan bahwa mujijat Elia lebih hebat dari mujijat Elisa, dan bahwa Elisa tidak mempunyai kuasa 2 x lipat Elia.

Keil & Delitzsch: “This raising of the dead boy to life does indeed resemble the raising of the dead by Elijah (1Kings 17:20 sqq.); but it differs so obviously in the manner in which it was effected, that we may see at once from this that Elisha did not possess the double measure of the spirit of Elijah. It is true that Elijah stretched himself three times upon the dead child, but at his prayer the dead returned immediately to life, whereas in the case of Elisha the restoration to life was a gradual thing. And they both differ essentially from the raising of the dead by Christ, who recalled the dead to life by one word of His omnipotence (Mark 5:39-42; Luke 7:13-15; John 11:43,44), a sign that He was the only-begotten Son of God, to whom the Father gave to have life in Himself, even as the Father has life in himself (John 5:25 sqq.)” [= Pembangkitan anak yang mati ini memang mirip dengan pembangkitan orang mati oleh Elia (1Raja 17:20-dst); tetapi berbeda begitu jelas dalam cara dimana pembangkitan itu dilakukan, sehingga kita bisa langsung melihat bahwa Elisa tidak mempunyai 2 bagian roh Elia. Adalah benar bahwa Elia merentangkan dirinya sendiri 3 x di atas anak yang mati itu, tetapi atas doanya anak yang mati itu langsung hidup kembali, sedangkan dalam kasus Elisa pemulihan pada kehidupan itu terjadi secara bertahap. Dan kedua hal ini berbeda secara hakiki dengan pembangkitan orang mati oleh Kristus yang mengembalikan orang mati kepada kehidupan dengan satu kata dari kemahakuasaanNya (Mark 5:39-42; Luk 7:13-15; Yoh 11:43-44), suatu tanda bahwa Ia adalah Anak Tunggal Allah, kepada siapa Bapa memberiNya untuk mempunyai hidup dalam diriNya sendiri, sama seperti Bapa mempunyai hidup dalam diriNya sendiri (Yoh 5:25-dst)] - hal 313-314.

Saya sendiri ragu-ragu apakah penafsiran ini bisa dibenarkan.

9)   Perempuan Sunem sujud menyembah kepada Elisa (ay 37).

Ini diijinkan dalam Perjanjian Lama, tetapi dilarang dalam Perjanjian Baru sejak Yesus mengucapkan Mat 4:10.

Penutup.

Untuk apa Tuhan melakukan semua ini?

Pulpit Commentary: “Perhaps she was beginning to make an idol of this child, and God took this way of reminding her that the child was his, that on earth there is none abiding, and that he himself should have the supreme homage of the human heart. Ah yes, she knew something of God’s love before, but she never would have known half so much of it but for this trial” (= Mungkin ia mulai memberhalakan anak ini, dan Allah menggunakan cara ini untuk mengingatkannya bahwa anak itu adalah milikNya, bahwa di bumi tidak ada yang menetap / kekal, dan bahwa Ia sendiri harus mendapatkan penghormatan tertinggi dari hati manusia. Ah ya, tadinya ia sudah mengenal kasih Allah, tetapi ia tidak pernah akan mengenal setengahnya jika bukan karena pencobaan / ujian ini) - hal  76.

Karena itu, hati-hatilah dengan anak / cucu. Jangan menjadikannya ‘allah lain’ dalam hidup saudara.

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali