Nabi Elisa

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


II Raja-Raja 4:38-44

I) Maut ada dalam kuali (ay 38-41).

1)   Elisa kembali ke Gilgal, pada saat ada kelaparan di negeri itu (ay 38 bdk. 2Raja 8:1).

2)   Rombongan nabi duduk di depan Elisa (ay 38b).

a)     Ini pasti dilakukan untuk mendengar Firman Tuhan. Sekalipun mereka lapar secara jasmani, tetapi mereka tetap mau mendengar Firman Tuhan. Bandingkan dengan banyak orang yang karena krismon, justru meninggalkan Tuhan / gereja.

b)     Kelaparan / problem seharusnya mempererat persekutuan.

Pulpit Commentary: “Religious fellowship. The famine has not sufficed to break up the little community, but has drawn the members of it - as trial should always do - closer together. They have a common table. They ‘dwell together in unity’ (Ps. 133:1). ... God’s people are sometimes brought into difficulty enough, but the effect should only be to strengthen the bonds of brotherly love” [= Persekutuan agamawi. Bahaya kelaparan itu tidak cukup untuk memecah masyarakat kecil ini, tetapi telah mendekatkan anggota-anggotanya lebih dekat satu sama lain, seperti yang seharusnya selalu dilakukan oleh pencobaan. Mereka mempunyai meja bersama. Mereka ‘diam bersama-sama dengan rukun / dalam kesatuan’ (Maz 133:1). ... Umat Allah kadang-kadang dibawa kedalam keadaan yang cukup sukar, tetapi akibatnya seharusnya hanyalah memperkuat ikatan kasih persaudaraan] - hal 90.

3)   Elisa menyuruh bujangnya memasak sesuatu untuk makanan rombongan nabi itu (ay 38c).

Lalu ada seorang yang keluar untuk mengumpulkan sayur-sayuran, pohon sulur-suluran liar dan labu liar, yang lalu diiris-irisnya dan dimasukkan ke dalam kuali masakan itu (ay 39). Tetapi ternyata ada sesuatu yang beracun dari apa yang ia ambil, sehingga meracuni rombongan nabi itu (ay 40).

Ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari sini:

a)   Ini mengajar kita untuk menugaskan orang yang tepat bagi tugas apapun. Orang yang ditugaskan di sini memang rajin, tetapi tidak mempunyai pengertian tentang apa yang bisa dimakan dengan aman dan apa yang beracun. Lebih-lebih kalau kita menugaskan seseorang dalam pelayanan, apalagi pelayanan Firman Tuhan!

b)   Kata-kata ‘sebab mereka tidak mengenalnya’ [NIV: ‘though no one knew what they were’ (= sekalipun tidak seorangpun tahu apa itu)] pada akhir ay 39 menunjukkan kesembronoan mereka. Kalau mereka tidak mengenalnya, seharusnya mereka tidak memakannya. Mungkin ini disebabkan karena mereka kelaparan.

Di sini saya ingin memberikan beberapa kutipan dari Pulpit Commentary:

·        “We may learn two lessons. (1) The danger of being deceived by appearances. Things often are not what they seem. The most plausible errors are those which bear a superficial resemblance to great truths. ... (2) The best intentions may lead to sad mistakes. ... The person who gathered the gourds thought them innocuous, but they produced their poisonous effects all the same. ‘Sincerity’ does not exonerate us from the consequences of our actions; ... Poisonous principles are as harmful in their influence when promulgated in ignorance as when diffused with the fullest knowledge of their deadly character” [= Kita bisa mempelajari 2 pelajaran. (1) Bahaya penipuan oleh penampilan. Hal-hal sering tidak seperti penampilannya. Kesalahan-kesalahan yang paling terlihat benar, adalah kesalahan-kesalahan yang mempunyai kemiripan luar dengan kebenaran-kebenaran besar. ... (2) Maksud / tujuan yang terbaik bisa membawa pada kesalahan-kesalahan yang menyedihkan. ... Orang yang mengumpulkan labu itu mengiranya tidak berbahaya, tetapi labu itu tetap menghasilkan effek beracunnya. ‘Ketulusan’ tidak membebaskan kita dari konsekwensi tindakan kita; ... Prinsip-prinsip beracun sama berbahayanya dalam pengaruhnya pada waktu disebarkan dalam ketidaktahuan seperti pada waktu disebarkan dengan pengetahuan sepenuhnya tentang sifat mematikan mereka] - hal 90.

·        “One poisonous ingredient had destroyed the value of much wholesome food. It did not require that all the elements in the pottage should be rendered deadly. It is enough that this one was. Through it the whole mixture was rendered deadly. It is not uncommon to defend a system by pointing to the numerous truths which it contains. But one vital error blended with these truths may give the whole a fatal quality” (= Satu campuran beracun telah merusak nilai dari makanan sehat yang banyak itu. Tidak dibutuhkan bahwa semua elemen dalam kuali itu harus mematikan. Adalah cukup kalau yang satu ini mematikan. Melalui yang satu itu seluruh masakan menjadi mematikan. Merupakan sesuatu yang umum untuk mempertahankan suatu sistim / ajaran dengan menunjuk pada banyak kebenaran yang dikandungnya. Tetapi satu kesalahan yang vital dicampur dengan kebenaran-kebenaran ini bisa memberikan kepada seluruhnya suatu kwalitet yang fatal) - hal 90.

·        “It is well when there is timely discovery of evil. It is better when, as here, those who have made the discovery resolve to partake no more of the poisoned dish. ‘They could not eat thereof.’ But many, in moral things, who know, who at least have been warned, that there is ‘death in the pot,’ go on eating of it. There is death in the intoxicating pot, yet many will not refrain” (= Adalah baik pada waktu bahaya itu diketahui tepat pada waktunya. Adalah lebih baik pada waktu, seperti di sini, mereka yang telah mengetahui hal itu memutuskan untuk tidak lagi ambil bagian dari makanan beracun itu. ‘Dan tidak tahan mereka memakannya’. Tetapi banyak orang, dalam hal moral, yang tahu, yang setidaknya telah diperingati, bahwa ada ‘maut dalam kuali’, tetapi terus memakannya. Ada maut dalam kuali yang memabukkan / beracun, tetapi banyak orang tidak mau menahan diri) - hal 90.

Penerapan:

Dalam hal jasmani banyak orang tahu bahwa rokok, esctasy, dsb, itu merusak / meracuni tubuh, tetapi mereka tetap menggunakannya. Dalam hal rohani ada banyak orang yang sudah diberi tahu tentang kesesatan suatu gereja, tetapi tetap mau pergi ke sana.

·        “What they put into the pot tended to produce death rather than to strengthen life. Every day men are afflicted through the gross ignorance of themselves and others. Through ignorance men are everywhere putting ‘death in the pot,’ in a material sense. The cook, the doctor, the brewer, the distiller, how much death do they bring into the ‘pot’ of human life! Through ignorance, too, men are everywhere putting ‘death in the pot’ in a spiritual sense. Calvinistic dogmas, unauthorized priestly assumptions, etc., how much death do they bring into the spiritual ‘pot’ of life!” (= Apa yang mereka masukkan ke dalam kuali cenderung menghasilkan kematian dari pada menguatkan kehidupan. Setiap hari orang-orang menderita karena ketidaktahuan tentang diri mereka sendiri dan orang lain. Melalui ketidaktahuan dimana-mana manusia memasukkan ‘maut dalam kuali’ secara materi. Koki, dokter, pembuat minuman / bir, penyuling / pembuat alkohol, betapa banyak kematian yang mereka masukkan ke dalam ‘kuali’ kehidupan manusia. Melalui ketidaktahuan juga manusia dimana-mana memasukkan ‘maut dalam kuali’ secara rohani. Dogma-dogma Calvinistic, anggapan-anggapan imam-imam yang tidak mempunyai otoritas, dsb, betapa banyak kematian yang mereka masukkan ke dalam ‘kuali’ rohani dari kehidupan) - hal 84.

Catatan: orang ini pasti orang Arminian extrim, segolongan dengan Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty. Kita sebaiknya menyaring kebodohannya, dan mengambil kebenaran ucapannya.

4)   Elisa lalu melemparkan tepung ke dalam kuali itu, dan makanan itu lalu bisa dimakan dengan aman (ay 41). Ini jelas merupakan suatu mujijat.

II) Memberi makan 100 orang (ay 42-44).

Ada seseorang dari Baal-Salisa datang membawa roti hulu hasil / hasil pertama bagi Elisa (ay 42). Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1)   Dari cerita ini kelihatannya kelaparan dalam ay 38 masih terus berlangsung sampai saat ini. Jadi ay 38-41 dan ay 42-44 saatnya berdekatan.

Tetapi sekalipun ada pada masa kelaparan, orang ini membawa persembahan yang harus diberikannya. Bandingkan dengan banyak orang yang pada waktu krismon, atau mengalami problem uang, berhenti memberi persembahan persepuluhan.

Pulpit Commentary: “He did not conceive that ‘dearth in the land’ freed him from the obligation of the firstfruits. Would that every Christian had as high and conscientious a standard in religious giving!” (= Ia tidak membayangkan bahwa ‘kelaparan di negeri itu’ membebaskannya dari kewajiban dalam hal hasil pertama. Andaikata setiap orang kristen mempunyai standard yang tinggi dan teliti dalam pemberian agamawi!) - hal 91.

2)   Seharusnya hukum Taurat memberikan peraturan bahwa hasil pertama itu harus diberikan kepada imam.

Bil 18:13 - “Hulu hasil dari segala yang tumbuh di tanahnya yang dipersembahkan mereka kepada Tuhan adalah juga bagianmu; setiap orang yang tahir dari seisi rumahmu boleh memakannya”.

Ul 18:4-5 - “Hasil pertama dari gandummu, dari anggurmu dan minyakmu, dan bulu guntingan pertama dari dombamu haruslah kauberikan kepadanya. Sebab dialah yang dipilih oleh Tuhan, Allahmu, dari segala sukumu, supaya ia senantiasa melayani Tuhan dan menyelenggarakan kebaktian demi namaNya, ia dan anak-anaknya”.

Catatan: kalau saudara membaca kontex dari ayat-ayat ini, maka akan terlihat dengan jelas bahwa kata ‘mu’ dalam Bil 18:13 dan kata ‘dia’ / ‘ia’ dalam Ul 18:4-5 (yang saya garisbawahi) menunjuk kepada imam.

Tetapi karena pada saat itu tidak ada imam yang benar di Israel, kecuali imam-imam dari patung anak lembu (bdk. 1Raja 12:31), maka orang ini lalu mengalihkan persembahannya kepada Elisa dan rombongan nabi itu.

Pulpit Commentary: “It is clear that the more pious among the Israelites not only looked to the prophets for religious instruction (ver. 23), but regarded them as having inherited the position of the Levitical priests whom Jeroboam’s innovations had driven from the country. The firstfruits of corn, wine, and oil were assigned by the Law (Numb. 18:13; Deut. 18:4,5) to the priests” [= Adalah jelas bahwa orang-orang yang lebih saleh di antara orang Israel tidak hanya memandang kepada nabi-nabi untuk pengajaran agama (ay 23), tetapi menganggap mereka sebagai pewaris posisi dari imam-imam Lewi, yang oleh pembaharuan yang dilakukan Yerobeam, telah diusir dari negeri itu. Hasil pertama dari jagung, anggur, dan minyak ditetapkan oleh hukum Taurat bagi imam-imam (Bil 18:13  Ul 18:4,5)] - hal 70.

Pulpit Commentary: “The religious dues were ordinarily paid to priests and Levites, but in the state of religion in Israel, this good man thought that he kept the spirit of the Law best by bringing his loaves and corn to Elisha and his pupils” (= Kewajiban pembayaran agama biasanya diberikan kepada imam-imam dan orang-orang Lewi, tetapi dalam keadaan agama di Israel, orang saleh ini berpikir bahwa ia memelihara / mentaati dengan sebaik-baiknya arti sebenarnya dari hukum Taurat dengan membawa roti dan jagungnya kepada Elisa dan murid-muridnya) - hal 91.

Penerapan:

Persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja bukan kepada para church / persekutuan / sekolah theologia / korban bencana alam / orang miskin dsb (Ul 12:5-6  Mal 3:10a). Tetapi kalau gereja saudara sesat, alihkanlah persembahan saudara kepada gereja lain yang benar. Andaikata sama sekali tidak ada gereja yang benar, barulah saudara boleh mengalihkannya kepada para church / persekutuan / sekolah theologia, tetapi tentu saja harus dipilih yang nggenah.

3)   Pemeliharaan pelayan Tuhan.

Pulpit Commentary: “The prophet provided for. It was a time of famine. ‘But they that fear the Lord shall not want any good thing.’ Elisha received a thank offering from the people - ‘bread of the firstfruits, twenty loaves of barley, and full ears of corn.’ The objection to a paid ministry has no warrant in the Word of God. Old Testament and New alike encourage provision for the wants of God’s ministers. Jesus said, ‘The labourer is worthy of his hire.’ Paul said, ‘They that preach the gospel should live of the gospel.’ It is impracticable and inconvenient that men should be preachers of the gospel, with all the preparation which that work requires, and pastors of the flock, with all the attention which this requires, and at the same time be burdened with the toil and anxiety of providing for their own temporal support and that of their families, if they have them” (= Sang nabi dipelihara. Itu adalah masa kelaparan. ‘Tetapi mereka yang takut kepada Tuhan tidak akan kekurangan sesuatupun yang baik’. Elisa menerima persembahan syukur dari umat Israel - roti hulu hasil, 20 roti jelai, serta gandum baru. Keberatan terhadap pelayanan yang dibayar tidak mempunyai dasar dalam Firman Allah. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sama-sama menganjurkan pemeliharaan untuk kebutuhan pelayan-pelayan Allah. Yesus berkata: ‘Seorang pekerja patut mendapat upahnya’. Paulus berkata: ‘Mereka yang memberitakan Injil harus hidup dari Pemberitaan Injil itu’. Adalah tidak praktis dan menyusahkan / menyukarkan bahwa seseorang harus memberitakan Injil, dengan semua persiapan yang dibutuhkan oleh pekerjaan itu, dan menggembalakan jemaat, dengan semua perhatian yang dibutuhkan, dan pada saat yang sama dibebani dengan kerja keras dan kekuatiran untuk kebutuhan sementara mereka dan kebutuhan keluarga mereka, jika mereka mempunyainya) - hal 79.

Catatan: Kutipan pertama dari Maz 34:10-11, kutipan kedua dari Luk 10:7, kutipan ketiga dari 1Kor 9:14.

4)   Roti yang diberikan itu hanya sedikit.

Istilah ‘20 roti jelai’ dalam bahasa Inggris diterjemahkan ‘twenty loaves of barley bread’ (istilah ‘loaves’ menunjuk pada bentuk roti tawar pada umumnya yang berbentuk seperti mobil station), dan ini bisa menimbulkan kesan bahwa roti yang diberikan itu cukup banyak, padahal sebetulnya tidak demikian.

Pulpit Commentary: “The ‘loaves’ of the Israelites were cakes or rolls, rather than ‘loaves’ in the modern sense of the word. Each partaker of a meal usually had one for himself. Naturally, twenty ‘loaves’ would be barely sufficient to twenty men” (= ‘loaves’ bagi orang Israel adalah potongan roti kecil dan tipis atau roti tipis yang digulung, dan bukannya ‘loaves’ dalam arti modern. Setiap orang yang ikut makan biasanya mendapat satu untuk dirinya sendiri. Tentu saja 20 ‘loaves’ hampir tidak cukup untuk 20 orang) - hal 70.

Jadi jelas bahwa untuk 100 orang jumlah itu sangat tidak memadai (bdk. ay 43a).

5)   Elisa tidak egois, ia tidak mengambil semua roti itu untuk dirinya sendiri, tetapi membaginya untuk semua.

Pulpit Commentary: “In that time of famine he might have thought it prudent to store up for himself the supply of food he had received. But no. He trusts God for the future. His first thought is of others who were hungry round about him. ‘Give unto the people, that they may eat.’ There is need for more of this unselfishness, considerateness, thoughtfulness. How many of those who have abundance forget to think of those who are in want!” (= Dalam masa kelaparan ia bisa berpikir bahwa adalah bijaksana untuk menyimpan bagi dirinya sendiri persediaan makanan yang telah ia terima. Tetapi tidak. Ia percaya kepada Allah untuk masa depan. Yang pertama ia pikirkan adalah orang-orang lain yang lapar di sekitarnya. ‘Berikanlah itu kepada orang-orang ini, supaya mereka makan’. Dibutuhkan lebih banyak ketidak-egoisan, sikap penuh perhatian seperti ini. Betapa banyak dari mereka yang mempunyai berlimpah-limpah lupa untuk memikirkan mereka yang ada dalam kekurangan) - hal 79.

6)   Elisa bernubuat (ay 43b) dan lalu melakukan mujijat, sehingga roti itu cukup untuk makan mereka semua, dan bahkan masih ada sisanya (ay 44).

Penutup.

Kiranya Tuhan memberkati firmanNya dalam diri saudara.

-AMIN-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali