(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Rabu,
tgl 8 Januari 2020, pk 19.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
Ayub 2:9-13
- “(9)
Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam
kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’ (10) Tetapi jawab Ayub
kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila! Apakah kita mau
menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’ Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya. (11) Ketika ketiga
sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang menimpa dia, maka
datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas, orang Teman, dan
Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat untuk
mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka
memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka
dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala
terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh
hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena
mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.
Kalau
sampai saat ini Ayub diserang dalam bentuk kehilangan harta, anak-anak dan
penyakit, maka mulai bagian ini, ia diserang setan dengan menggunakan manusia,
yaitu istrinya sendiri, dan teman-temannya.
Penerapan:
setan memang mempunyai tidak terhitung banyaknya cara untuk menyerang kita,
bahkan menggunakan cara yang sama sekali tidak terduga.
Pulpit
Commentary: “the fiercest trials often
arise at unexpected moments, and from least anticipated quarters.” [= ujian / pencobaan yang
paling dahsyat sering muncul pada saat yang tidak terduga, dan dari sudut yang
paling tidak diharapkan.]
- hal 40.
Pulpit
Commentary: “it is possible for even the
righteous man to suffer in the extremest degree. It is one part of the purpose
of the book to illustrate this truth for sufferers in all time, to make known
that ‘many’ may be ‘the afflictions of the righteous.’” [= adalah mungkin bagi seorang
benar untuk menderita dalam tingkat yang paling extrim. Merupakan sebagian dari
tujuan kitab ini untuk mengilustrasikan kebenaran ini bagi para penderita dalam
semua waktu, menunjukkan bahwa ‘penderitaan orang benar itu bisa banyak’.]
- hal 45.
Catatan:
kutipan ayat dari Maz 34:20 - “Kemalangan orang benar
banyak, tetapi TUHAN melepaskan dia dari semuanya itu;”.
Ay 9-10:
“(9) Maka berkatalah isterinya kepadanya:
‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’
(10) Tetapi jawab Ayub kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila!
Apakah kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang
buruk?’ Dalam kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya.”.
1)
Ay 9 ini menunjukkan pencobaan bagi Ayub yang datang dari istrinya
sendiri.
a)
Dari kata-kata ‘kutukilah
Allah’
terlihat dengan jelas bahwa setan menjadikan istri Ayub sebagai alatnya untuk
mewujudkan kata-katanya dalam 1:11 dan 2:5.
Pulpit
Commentary: “the
greatest outward blessings may sometimes prove a snare - Job’s wife, and
Adam’s.” [= berkat-berkat lahiriah yang
terbesar kadang-kadang bisa terbukti merupakan suatu jerat - istri Ayub, dan
istri Adam.] -
hal 40.
Wycliffe
Bible Commentary: “The narrative reminds us
repeatedly of the temptation in Eden (Gen 3). Job’s wife plays a role
remarkably like that of Eve. Each woman succumbed to the tempter and became his
instrument for the undoing of her husband.” [= Cerita ini
berulang-ulang mengingatkan kita tentang pencobaan di Eden (Kej 3). Istri Ayub memainkan peranan yang sangat hebat seperti peranan dari
Hawa. Kedua
perempuan ini tunduk kepada si penggoda dan menjadi alatnya untuk menghancurkan
suaminya.].
Matthew
Henry: “she
was to him like Michal to David, a scoffer at his piety. ... It is his policy to
send his temptations by the hand of those that are dear to us, as he tempted
Adam by Eve and Christ by Peter. We must therefore carefully watch that we be
not drawn to say or do a wrong thing by the influence, interest, or entreaty, of
any, no, not those for whose opinion and favour we have ever so great a
value.”
[= ia bagi Ayub adalah seperti Mikhal bagi Daud, seorang pengejek terhadap
kesalehannya. ... Merupakan politik dari setan untuk
mengirimkan pencobaannya dengan menggunakan mereka yang kita kasihi, seperti
ia mencobai Adam menggunakan Hawa, dan mencobai Kristus menggunakan Petrus.
Karena itu kita harus dengan hati-hati berjaga-jaga supaya kita tidak ditarik
untuk mengatakan atau melakukan hal yang salah karena pengaruh, kepentingan,
atau permohonan, dari siapapun, bahkan dari mereka yang pandangannya dan
kebaikannya sangat kita hargai.].
Bdk.
2Sam 6:14,16,20-23 - “(14)
Dan Daud menari-nari di hadapan TUHAN dengan sekuat tenaga; ia berbaju efod dari
kain lenan. ... (16) Ketika tabut TUHAN itu masuk ke kota Daud, maka Mikhal,
anak perempuan Saul, menjenguk dari jendela, lalu melihat raja Daud
meloncat-loncat serta menari-nari di hadapan TUHAN. Sebab
itu ia memandang rendah Daud dalam hatinya. ... (20) Ketika Daud
pulang untuk memberi salam kepada seisi rumahnya, maka keluarlah
Mikhal binti Saul mendapatkan Daud, katanya: ‘Betapa raja orang Israel, yang
menelanjangi dirinya pada hari ini di depan mata budak-budak perempuan para
hambanya, merasa dirinya terhormat pada hari ini, seperti orang hina dengan
tidak malu-malu menelanjangi dirinya!’ (21) Tetapi berkatalah Daud
kepada Mikhal: ‘Di hadapan TUHAN, yang telah memilih aku dengan menyisihkan
ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku menjadi raja atas umat TUHAN,
yakni atas Israel, - di hadapan TUHAN aku menari-nari, (22) bahkan aku akan
menghinakan diriku lebih dari pada itu; engkau akan memandang aku rendah, tetapi
bersama-sama budak-budak perempuan yang kaukatakan itu, bersama-sama merekalah
aku mau dihormati.’ (23) Mikhal binti Saul tidak mendapat anak sampai hari
matinya.”.
Mat 16:21-23
- “(21)
Sejak waktu itu Yesus mulai menyatakan kepada murid-muridNya bahwa Ia harus
pergi ke Yerusalem dan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan dibangkitkan pada hari
ketiga. (22) Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping
dan menegor Dia, katanya: ‘Tuhan, kiranya Allah menjauhkan hal itu! Hal itu
sekali-kali takkan menimpa Engkau.’ (23) Maka Yesus berpaling dan
berkata kepada Petrus: ‘Enyahlah Iblis. Engkau suatu batu sandungan bagiKu,
sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang
dipikirkan manusia.”.
Pulpit
Commentary: “she
suffers herself to become Satan’s ally and her husband’s worst enemy. It is
noticeable that she urges her husband to do exactly that which Satan had
suggested that he would do (ch. 1:11; 2:5), and had evidently wished him to do,
thus fighting on his side, and increasing her husband’s difficulties.” [= ia
membiarkan dirinya menjadi sekutu setan dan musuh terburuk suaminya. Terlihat
dengan jelas bahwa ia mendesak suaminya untuk melakukan hal yang persis sama
dengan yang dikatakan oleh setan (1:11; 2:5),
dan yang jelas diinginkan oleh setan untuk dilakukan oleh Ayub, dan
dengan demikian berkelahi di pihak setan, dan menambah kesukaran-kesukaran
suaminya.]
- hal 35.
Tentu
bukan hanya istri yang bisa menjadi alat setan untuk mencobai suami, tetapi juga
semua anggota keluarga dan teman bisa menjadi alat setan untuk mencobai kita. Karena itu, kita semua harus berusaha untuk membangun
kerohanian dari seluruh keluarga kita!!!
b)
Sekalipun istri Ayub jelas salah, tetapi kita tidak boleh lupa bahwa ia
melakukan kesalahan ini dalam penderitaan yang hebat. Penderitaan Ayub yang
sangat hebat juga merupakan penderitaannya. Iapun kehilangan seluruh harta dan
anak-anaknya, dan ia juga menderita karena melihat bagaimana suaminya terkena
penyakit yang begitu hebat. Hanya, kalau Ayub masih bisa bertahan dalam
penderitaan itu, istrinya tidak.
c)
Sekarang terlihat mengapa tadinya setan ‘berbaik hati’ dengan tidak
membunuh istri Ayub bersama-sama dengan semua anak-anaknya, yaitu karena ia
ingin menggunakan si istri sebagai alat yang ampuh untuk mencobai / menyerang
Ayub.
Ini
jelas merupakan sesuatu yang sangat menyakitkan bagi Ayub, karena di
tengah-tengah semua kehilangan dan penyakit yang ia alami, istrinya bukannya
mendukungnya, tetapi bahkan mengeluarkan kata-kata seperti itu.
Wycliffe
Bible Commentary: “Satan had spared Job’s
wife - as he had spared the four messengers - for his further use in his war on
Job’s soul.” [= Iblis telah menyimpan / mencadangkan / tidak membunuh istri
Ayub - seperti ia telah menyimpan / mencadangkan / tidak membunuh keempat utusan
- untuk penggunaannya lebih lanjut dalam peperangannya terhadap jiwa Ayub.].
Matthew
Henry: “She
was spared to him, when the rest of his comforts were taken away, for this
purpose, to be a troubler and tempter to him. If Satan leaves any thing that he
has permission to take away, it is with a design of mischief.”
[= Ia disimpan / dicadangkan baginya, pada waktu sisa dari
kesenangan-kesenangannya diambil, untuk tujuan ini, menjadi pengganggu dan
penggoda baginya. Jika Iblis meninggalkan apapun yang diijinkan untuk ia ambil,
itu adalah dengan suatu rencana jahat.].
Pulpit
Commentary: “Beyond
question, it was politic to attack the patriarch through his wife; and probably
for this reason she was spared - not because having her was a greater trial to
the good man than losing her would have been, but because the devil wanted a
tool against her husband (cf. Adam’s temptation through Eve).” [= Tidak perlu diragukan, itu
merupakan suatu politik untuk menyerang Ayub melalui istrinya; dan mungkin untuk
alasan ini ia disimpan / dicadangkan - bukan karena mempunyai istri merupakan
ujian / pencobaan yang lebih besar bagi Ayub dari pada kehilangan istri, tetapi
karena setan membutuhkan suatu alat terhadap suaminya (bdk. pencobaan terhadap
Adam melalui Hawa).]
- hal 39.
Pulpit
Commentary: “Satan’s
mercies (e.g. in sparing Job’s wife) have always somewhat of cruelty in
them.” [= Belas kasihan setan
(misalnya dalam menyimpan / mencadangkan istri Ayub) selalu mempunyai suatu
kekejaman di dalamnya.]
- hal 40.
Bdk.
Amsal 12:10 - “Orang benar memperhatikan
hidup hewannya, tetapi belas kasihan orang fasik itu
kejam.”.
Kalau
belas kasihan orang fasik itu kejam, apalagi belas kasihan setan!!! Ia
‘berbelas-kasihan’ dengan tidak membunuh istri Ayub, tetapi ia menggunakan
si istri untuk menjatuhkan Ayub!
Pulpit
Commentary: “Chrysostom
asks, ‘Why did the devil leave him his wife?’ and replies, ‘Because he
thought her a good scourge by which to plague him more acutely than by any other
means.’ Certainly the temptation which comes through one whom we love is the
most powerful.”
[= Chrysostom bertanya: ‘Mengapa setan meninggalkan padanya istrinya?’ dan
menjawab: ‘Karena ia berpikir bahwa perempuan itu merupakan cambuk yang bagus
untuk mengganggu / menggoda dia dengan lebih tajam dibandingkan dengan cara-cara
lain’. Jelas bahwa pencobaan yang datang melalui
seseorang yang kita cintai merupakan pencobaan yang paling kuat.]
- hal 47.
2)
Jawaban Ayub terhadap kata-kata istrinya (ay 10).
a)
‘Engkau berbicara seperti
perempuan gila’.
1.
Kata ‘gila’
sebetulnya salah terjemahan.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘foolish’ [= bodoh].
Ada
yang mengatakan bahwa ‘bodoh’ di sini berarti ‘tidak bisa membedakan baik
dan buruk’. Kata bahasa Ibrani yang digunakan adalah NABAL.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘The foolish women.’ Sin and folly are allied in
Scripture (1 Sam. 25:25; 2 Sam. 13:13; Ps. 14:1).” [= ‘Perempuan-perempuan tolol’. Dosa dan
ketololan digabungkan dalam Kitab Suci (1Sam 25:25; 2Sam 13:13; Maz 14:1).].
1Sam 25:25
- “Janganlah
kiranya tuanku mengindahkan Nabal, orang
yang dursila itu, sebab seperti namanya demikianlah ia: Nabal
namanya dan bebal orangnya. Tetapi aku, hambamu ini, tidak melihat
orang-orang yang tuanku suruh.”.
2Sam 13:13
- “Dan
aku, ke manakah kubawa kecemaranku? Dan engkau ini, engkau akan dianggap
sebagai orang yang bebal di Israel. Oleh
sebab itu, berbicaralah dengan raja, sebab ia tidak akan menolak memberikan aku
kepadamu.’”.
Maz 14:1
- “[Untuk pemimpin biduan. Dari
Daud.] Orang bebal berkata dalam hatinya:
‘Tidak ada Allah.’ Busuk dan jijik perbuatan mereka, tidak ada yang berbuat
baik.”.
Yes 32:6
- “Sebab
orang bebal mengatakan kebebalan, dan
hatinya merencanakan yang jahat, yaitu bermaksud murtad dan mengatakan yang
menyesatkan tentang TUHAN, membiarkan kosong perut orang lapar dan orang haus
kekurangan minuman.”.
Barnes’
Notes: “The
word here rendered ‘foolish’ means properly stupid or foolish, and then
wicked, abandoned, impious - the idea of sin and folly being closely connected
in the Scriptures, or sin being regarded as supreme folly;” [= Kata yang diterjemahkan
‘tolol’ sebetulnya berarti bodoh atau tolol, dan lalu jahat, dibuang /
ditinggalkan, tidak saleh – gagasan tentang dosa dan kebodohan dihubungkan
secara dekat dalam Kitab Suci, atau dosa dianggap sebagai ketololan yang
tertinggi;] -
hal 119.
2.
Ayub melabrak istrinya.
Dengan
kata-kata ini boleh dikatakan Ayub ‘melabrak’ istrinya dengan kata-kata yang
keras. Orang yang membujuk / mendorong kita kepada dosa memang pantas dilabrak, sekalipun
itu adalah istri sendiri, karena kalau kita tidak melakukannya, maka
orang itu akan terus mendesak kita untuk berbuat dosa.
Perhatikan
sikap Yesus terhadap Petrus, sikap Daud terhadap Mikhal, dan sikap Ayub terhadap
istrinya! Semua mereka bersikap keras!
Dalam
Perjanjian Lama, bahkan orang Israel disuruh membunuh keluarga sendiri / sahabat
yang mengajarkan ajaran sesat.
Bdk.
Ul 13:6-10 - “(6) Apabila saudaramu
laki-laki, anak ibumu, atau anakmu laki-laki atau anakmu perempuan atau isterimu
sendiri atau sahabat karibmu membujuk
engkau diam-diam, katanya: Mari kita berbakti kepada allah lain yang tidak
dikenal olehmu ataupun oleh nenek moyangmu, (7) salah satu allah bangsa-bangsa sekelilingmu, baik yang dekat
kepadamu maupun yang jauh dari padamu, dari ujung bumi ke ujung bumi, (8)
maka janganlah engkau mengalah kepadanya dan janganlah mendengarkan dia. Janganlah
engkau merasa sayang kepadanya, janganlah mengasihani dia dan janganlah menutupi
salahnya, (9) tetapi bunuhlah dia!
Pertama-tama tanganmu sendirilah yang bergerak untuk membunuh dia, kemudian
seluruh rakyat. (10) Engkau harus
melempari dia dengan batu, sehingga mati, karena ia telah berikhtiar menyesatkan
engkau dari pada TUHAN, Allahmu, yang telah membawa engkau keluar dari tanah
Mesir, dari rumah perbudakan.”.
Catatan:
hukuman mati seperti ini merupakan civil law / undang-undang, yang hanya berlaku
di tempat tertentu, pada jaman tertentu.
Francis
I. Andersen (Tyndale):
“Whatever
lay behind her words, Job rejects them with fury. But he does not call her
‘wicked’, merely ‘foolish,’ that is lacking in discernment. She thinks
God has treated Job badly, and deserves a curse; Job finds nothing wrong with
what has happened to him.”
[= Apapun yang terletak dibalik kata-katanya, Ayub
menolaknya dengan kemurkaan. Tetapi ia tidak menyebutnya ‘jahat’,
tetapi hanya ‘bodoh’, yaitu tidak mempunyai ketajaman dalam membedakan. Ia
berpikir Allah telah memperlakukan Ayub dengan buruk, dan layak mendapatkan
kutukan; Ayub tidak menemukan apapun yang salah dengan apa yang telah terjadi
padanya.] - hal
93.
Matthew
Henry: “How
he resented the temptation. He was very indignant at having such a thing
mentioned to him: ... In other cases Job reasoned with his wife with a great
deal of mildness, even when she was unkind to him ... But, when she persuaded
him to curse God, he was much displeased: Thou speakest as one of the foolish
women speaketh. ... Temptations to curse God ought to be rejected with the
greatest abhorrence, and not so much as to be parleyed with.”
[= Bagaimana ia marah terhadap pencobaan. Ia sangat marah karena disebutkannya
hal itu kepadanya: ... Dalam kasus-kasus yang lain Ayub berargumentasi dengan
istrinya dengan kelembutan, bahkan pada saat istrinya tidak baik kepadanya. ...
Tetapi, pada waktu ia membujuknya untuk mengutuki Allah, ia sangat tidak senang:
Engkau berbicara seperti salah satu dari perempuan-perempuan tolol berbicara.
... Pencobaan-pencobaan untuk mengutuki Allah harus ditolak dengan kejijikan
yang terbesar, dan bukannya diajak berembuk / berdiskusi.].
b)
‘Apakah
kita mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’
(ay 10b).
Ini
menunjukkan suatu pengakuan dari Ayub, bahwa segala sesuatu, baik atau buruk,
datang dari Allah. Ini adalah salah satu dasar dari theologia Reformed yang
beranggapan bahwa ‘God is the first
cause of everything’ [= Allah adalah penyebab pertama dari segala
sesuatu].
Pulpit
Commentary: “It
recognizes God as the Source of all things. ... Nothing happens but by God’s
permission.” [= Itu mengenali Allah sebagai
Sumber segala sesuatu. ... Tidak ada yang terjadi kecuali oleh ijin Allah.]
- hal 48.
Pulpit
Commentary: “He
accepts both prosperity and affliction as coming from God, and expresses himself
as willing to submit to his will.”
[= Ia menerima bahwa baik kemakmuran maupun penderitaan / kesusahan sebagai
datang dari Allah, dan menyatakan bahwa dirinya mau tunduk pada kehendakNya.]
- hal 35.
Pulpit
Commentary: “The
voice, not of stoical indifference, or of heartless despair, or of cold,
callous, reluctant acquiescence in a fate which cannot be escaped, but of
intelligent and cheerful submission to a providence which he recognizes to be at
once righteous and good.”
[= Suara itu, bukan suara acuh-tak acuh dari ajaran Stoic, atau suara dari
keputus-asaan yang tidak punya semangat, atau suara dari penerimaan yang dingin,
tidak berperasaan, segan kepada nasib yang tidak bisa dihindari, tetapi suatu
ketundukan yang cerdas dan gembira kepada Providensia yang ia kenali sebagai
benar dan baik sekaligus.] - hal 40.
Catatan:
golongan Stoic / Stoa (bdk. Kis 17:18) percaya adanya ketetapan / penentuan
allah, tetapi yang mereka maksudkan adalah adanya takdir, yang bahkan ada di
atas Allah!
Francis
I. Andersen (Tyndale):
“His
attitude is the same as before (1:21). It is equally right for God to give gifts
and to retrieve them (round one); it is equally right for God to send good or
evil (round two).”
[= Sikapnya sama seperti sebelumnya (1:21). Adalah sama benarnya bagi Allah
untuk memberikan pemberian dan untuk mengambilnya kembali (ronde pertama);
adalah sama benarnya bagi Allah untuk mengirimkan hal yang baik atau hal yang
buruk (ronde kedua).]
- hal 93.
Ini
menunjukkan bahwa dalam penderitaannya Ayub tetap ingat akan hal-hal baik yang
telah ia terima sampai saat ini.
Barnes’
Notes: “Having
received such abundant tokens of kindness from him, it was unreasonable to
complain when they were taken away, and when he sent calamity in their stead.” [= Setelah menerima begitu
banyak tanda kebaikan dari Dia, adalah tidak masuk akal untuk mengeluh pada
waktu hal-hal itu diambil kembali, dan pada waktu Ia mengirimkan bencana sebagai
gantinya.] - hal
119.
Barnes’
Notes: “Shall
we at once lose all our confidence in our great Benefactor the moment he takes
away our comforts, and visits us with pain? This is the true expression of
piety. It submits to all the arrangements of God without a murmur. It receives
blessing with gratitude; it is resigned when calamities are sent in their
place.” [= Apakah kita akan segera
kehilangan semua keyakinan kita kepada Dermawan kita yang besar pada saat Ia
mengambil semua hal-hal yang menyenangkan, dan mengunjungi kita dengan kesakitan
/ hal yang menyakitkan? Ini merupakan pernyataan kesalehan yang benar. Ia tunduk
kepada semua pengaturan Allah tanpa sungut-sungut. Ia menerima berkat dengan
syukur; ia berserah pada waktu bencana-bencana dikirimkan sebagai gantinya.]
- hal 119.
Matthew
Henry: “How
he reasoned against the temptation: Shall we receive good at the hand of God,
and shall we not receive evil also? Those whom we reprove we must endeavour to
convince; and it is no hard matter to give a reason why we should still hold
fast our integrity even when we are stripped of every thing else. He considers
that, though good and evil are contraries, yet they do not come from contrary
causes, but both from the hand of God (Isa. 45:7, Lam. 3:38), and therefore that
in both we must have our eye up unto him, with thankfulness for the good he
sends and without fretfulness at the evil.”
[= Bagaimana ia berargumentasi terhadap pencobaan: Apakah
kita mau menerima yang baik dari tangan Allah, tetapi tidak mau menerima yang
buruk juga? Mereka yang kita marahi harus kita yakinkan; dan tidak sukar untuk
memberi alasan mengapa kita harus tetap berpegang erat-erat pada kesalehan kita
bahkan pada saat segala sesuatu diambil dari kita. Ia mempertimbangkan bahwa
hal-hal yang baik dan buruk memang bertentangan, tetapi mereka tidak datang dari
penyebab yang bertentangan / berbeda, tetapi keduanya dari tangan Allah (Yes
45:7, Rat 3:38), dan karena itu dalam keduanya kita harus tetap mengarahkan mata
kita kepadaNya, dengan rasa syukur untuk hal baik yang Ia kirimkan, dan tanpa
sikap menggerutu untuk hal yang buruk.].
Bandingkan
dengan:
1.
Pkh 7:14 - “Pada hari mujur
bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun
dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan
sesuatu mengenai masa depannya.”.
2.
Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak
ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan
nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya
ini.”.
3.
Rat 3:37-38 - “(37) Siapa berfirman, maka
semuanya jadi? Bukankah Tuhan yang memerintahkannya? (38) Bukankah dari mulut
Yang Mahatinggi keluar apa yang buruk dan apa yang baik?”.
4.
Amos 3:6 - “Adakah sangkakala ditiup di suatu
kota, dan orang-orang tidak gemetar? Adakah terjadi malapetaka di suatu kota,
dan TUHAN tidak melakukannya?”.
c)
‘Dalam
kesemuanya itu Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya’
(ay 10c).
Ada
rabi-rabi Yahudi yang mengatakan bahwa Ayub tidak berbuat dosa dengan bibirnya,
tetapi ia sudah berbuat dosa dengan hati / pikirannya. Ini merupakan penafsiran
yang bertentangan dengan kontext, karena dalam kontextnya, baru belakangan Ayub
berbuat dosa.
Pulpit
Commentary: “Thus
far, that is, Job ‘kept the door of his mouth’ strictly, righteously,
piously. Later on he was not always so entirely free from fault.” [= Sampai sejauh ini, yaitu,
Ayub ‘menjaga pintu mulutnya’ dengan ketat, dengan benar, dengan saleh.
Belakangan ia tidak selalu begitu bebas sepenuhnya dari kesalahan.]
- hal 35.
Bagian
ini menunjukkan bahwa orang sering jatuh dalam dosa dengan mulut / lidah pada
waktu penderitaan menimpa, misalnya dengan mengomel, marah dan mengeluarkan
kata-kata yang tidak benar terhadap Allah, dsb.
Ay 11-13:
“(11)
Ketika ketiga sahabat Ayub mendengar kabar tentang segala malapetaka yang
menimpa dia, maka datanglah mereka dari tempatnya masing-masing, yakni: Elifas,
orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama. Mereka bersepakat
untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia. (12) Ketika mereka
memandang dari jauh, mereka tidak mengenalnya lagi. Lalu menangislah mereka
dengan suara nyaring. Mereka mengoyak jubahnya, dan menaburkan debu di kepala
terhadap langit. (13) Lalu mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh
hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena
mereka melihat, bahwa sangat berat penderitaannya.”.
1) Sekalipun
belum terlihat di sini, tetapi ini merupakan permulaan dari pencobaan yang
dilakukan oleh setan melalui sahabat-sahabat Ayub. Mereka memang sebetulnya
bertujuan menghibur Ayub, tetapi karena pengertian
yang salah dalam persoalan penderitaan / bencana, mereka akhirnya
menambahi penderitaan Ayub dengan penghakiman mereka.
2)
Berdasarkan kata-kata ‘bulan-bulan yang sia-sia’
dalam Ayub 7:3, Pulpit Commentary (hal 35-36) mengatakan bahwa saat ini sedikitnya
sudah 2 bulan lewat sejak penderitaan terakhir menimpa Ayub. Mungkin ini
disebabkan karena ketiga sahabat Ayub itu tempat tinggalnya cukup jauh, sehingga
butuh waktu bagi berita tentang Ayub untuk mencapai mereka, dan butuh waktu lagi
bagi mereka untuk bisa datang ke tempat Ayub.
Pulpit
Commentary: “periods of protracted suffering are
spiritually more dangerous than sharp and sudden strokes of greater severity.” [= masa penderitaan yang berlarut-larut, lebih
berbahaya secara rohani dari pada pukulan-pukulan yang tajam dan mendadak dengan
kekerasan yang lebih besar.] - hal 40.
3) Tiga
sahabat Ayub datang untuk mengucapkan belasungkawa dan menghibur Ayub (ay 11b).
a) Di
sini hanya disebutkan 3 orang sahabat, yaitu Elifas, Bildad dan Zofar.
Ay
11b: “Elifas,
orang Teman, dan Bildad, orang Suah, serta Zofar, orang Naama.”.
1.
Elifas orang Teman.
Para
penafsir menganggap bahwa Elifas orang Teman ini adalah anak laki-laki dari
Esau.
Kej 36:4,15
- “Ada
melahirkan Elifas bagi Esau, dan Basmat melahirkan Rehuel, ... (15) Inilah
kepala-kepala kaum bani Esau: keturunan Elifas anak sulung Esau, ialah kepala
kaum Teman, kepala kaum Omar, kepala kaum Zefo, kepala kaum Kenas,”.
2.
Bildad, orang Suah.
Para
penafsir menganggap Suah sebagai anak Abraham dengan Ketura.
Kej 25:1-2
- “(1)
Abraham mengambil pula seorang isteri, namanya Ketura. (2) Perempuan itu
melahirkan baginya Zimran, Yoksan, Medan, Midian, Isybak dan Suah.”.
3.
Zofar, orang Naama.
Para
penafsir tak punya kesepakatan tentang orang ini, maupun asal usulnya.
Kalau
pandangan di atas ini benar, maka itu berarti Ayub bukannya hidup di jaman
Abraham / Terah, tetapi agak jauh sesudahnya. Agak aneh bahwa ia bisa
mempunyai umur setua itu.
b)
Belakangan pada pasal 32 muncul seorang lagi, yaitu Elihu.
Ayub 32:2
- “Lalu
marahlah Elihu bin Barakheel, orang Bus, dari kaum Ram; ia marah terhadap Ayub,
karena ia menganggap dirinya lebih benar dari pada Allah,”.
Biarpun
ia baru diceritakan dalam Ayub 32:2, tetapi dari kata-katanya rupanya ia
sudah hadir dan mendengar seluruh percakapan antara Ayub dan ketiga sahabatnya
tersebut.
1.
Siapakah Elihu ini?
Adam
Clarke (tentang Ayub 32:2): “Buz
was the second son of Nahor, the brother of Abram, Gen. 22:21.”
[= Bus adalah anak laki-laki kedua dari Nahor, saudara laki-laki dari Abraham,
Kej 22:21.].
Kej 22:20-21
- “(20)
Sesudah itu Abraham mendapat kabar: ‘Juga Milka telah melahirkan anak-anak
lelaki bagi Nahor, saudaramu: (21) Us, anak sulung, dan Bus,
adiknya, dan Kemuel, ayah Aram,”.
2.
Dari kata-kata Elihu dalam Ayub 32:6 terlihat bahwa Elihu masih muda
tetapi ketiga orang ini sudah tua.
Ayub 32:6
- “Lalu
berbicaralah Elihu bin Barakheel, orang Bus itu: ‘Aku masih muda dan kamu
sudah berumur tinggi; oleh sebab itu aku malu dan takut mengemukakan pendapatku
kepadamu.”.
c) Ada
hal-hal yang baik dalam diri ketiga sahabat Ayub ini.
1.
Mereka mempunyai simpati terhadap orang menderita, mereka mau menjadi
sahabat bukan hanya dalam kesenangan dan kekayaan, tetapi juga dalam penderitaan
dan kemiskinan.
Bdk.
Amsal 17:17 - “Seorang
sahabat menaruh kasih setiap waktu, dan menjadi seorang saudara dalam
kesukaran.”.
Dalam
bahasa Inggris ada pepatah yang berbunyi: “A friend in need is a friend
indeed.”
[= Seorang sahabat dalam kebutuhan adalah sungguh-sungguh seorang sahabat.].
2.
Mereka juga tetap menjadi sahabat Ayub pada saat teman-teman Ayub yang
lain menghindarinya / meninggalkannya.
Ayub
19:14 - “Kaum
kerabatku menghindar, dan kawan-kawanku melupakan aku.”.
3.
Mereka bersepakat untuk menghibur Ayub.
Ay 11b:
“Mereka
bersepakat untuk mengucapkan belasungkawa kepadanya dan menghibur dia.”.
Merupakan
sesuatu yang baik untuk melakukan hal yang baik secara bersama-sama / dengan
saling tolong menolong.
c)
Ay 11b: ‘mengucapkan
belasungkawa kepadanya’.
NIV/NASB:
‘sympathyze with him’ [=
bersimpati dengan dia].
KJV:
‘to mourn with him’ [= berkabung
dengan dia].
RSV:
‘to condole with him’ [= turut
berdukacita dengan dia].
Kalau
KJV benar maka ini menunjukkan bahwa mereka menangis dengan orang yang menangis.
Bdk.
Ro 12:15 - “Bersukacitalah
dengan orang yang bersukacita, dan menangislah dengan orang yang menangis!”.
d)
Ay 11b: ‘dan menghibur dia’.
Matthew
Henry: “they came with a design (and we have reason to
think it was a sincere design) to comfort him, and yet proved miserable
comforters, through their unskilful management of his case. Many that aim well
do, by mistake, come short of their aim.” [= mereka datang dengan rencana (dan kami
mempunyai alasan untuk menganggapnya sebagai suatu rencana yang tulus) untuk
menghibur dia, tetapi mereka terbukti merupakan penghibur-penghibur yang
menyedihkan, melalui pengelolaan mereka yang tidak cakap tentang kasusnya.
Banyak orang yang bertujuan baik, tetapi oleh kesalahan, tidak mencapai tujuan
mereka.].
Pulpit
Commentary: “A good intention, ... That they
failed to carry out their intention (ch. 16:2; 21:34) was owing to a want of
judgment, and, perhaps, in part, to a want of love.”
[= Maksud / tujuan yang baik, ... Bahwa mereka gagal untuk melaksanakan maksud /
tujuan mereka (pasal 16:2; 21:34) disebabkan karena salah penilaian, dan
mungkin, sebagian, disebabkan karena kurangnya kasih.] -
hal 36.
Jadi,
‘pengertian yang benar tentang penderitaan’ + ‘kasih’ merupakan hal-hal
yang harus dimiliki seseorang kalau ia mau menghibur orang yang menderita.
4)
Ay 12: ‘mereka
tidak mengenalnya lagi.’.
Francis
I. Andersen (Tyndale) mengatakan bahwa ini disebabkan karena mereka masih jauh.
Tetapi saya berpendapat bahwa ini merupakan penafsiran yang salah, karena ayat
itu melanjutkan dengan mengatakan bahwa mereka lalu menangis. Jadi mereka tidak
mengenal dia karena Ayub begitu berubah bentuk / wajahnya karena penyakitnya.
Ini menyebabkan ketiga sahabatnya lalu menangis.
Pulpit
Commentary: “Job was so disfigured by the disease
that they failed to recognize him.”
[= Ayub begitu berubah bentuk karena penyakit itu sehingga mereka tidak
mengenalinya.]
- hal 36.
5) Ay 13:
“Lalu
mereka duduk bersama-sama dia di tanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun
tidak mengucapkan sepatah kata kepadanya, karena mereka melihat, bahwa sangat
berat penderitaannya.”.
Penderitaan
Ayub yang sangat hebat menyebabkan ketiga sahabatnya duduk bersama dengan dia
dan tidak mengucapkan apapun kepadanya selama 7 hari 7 malam.
Bdk.
Pkh 3:7b - “ada
waktu untuk berdiam diri, ada waktu untuk berbicara;”.
-o0o-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali