10 hukum Tuhan:

hukum KEENAM

  Pdt. Budi Asali, M.Div.

 

 

Ay 13: “Jangan membunuh”.

 

1)         Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia.

Sekalipun merusak / membunuh tanaman atau membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini. Alasannya: hukum ini tidak pernah dikutip dalam hubungan bukan dengan manusia, sebaliknya beberapa kali hukum ini dikutip dalam hubungannya dengan sesama manusia. Misalnya:

 

Juga, kalau kita melihat hukum yang menjadi ringkasan dari hukum Taurat, yaitu Mat 22:37,39, maka jelaslah bahwa hukum ke 6 ini harus diterapkan kepada sesama manusia.

Mat 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.’”.

 

Catatan: Hukum keenam ini juga dikutip dalam ayat-ayat di bawah ini, tetapi dalam ayat-ayat tersebut tidak terlihat dalam hubungan dengan apa / siapa hukum itu digunakan.

¨       Mat 19:18 - “Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah yang mana?’ Kata Yesus: ‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan saksi dusta”. Bdk. Mark 10:19  Lu 18:20.

¨       Yak 2:11 - “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka kamu menjadi pelanggar hukum juga”.

 

2)         Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

 

a)   Membunuh orang secara fisik.

 

Ini sudah jelas dan karena itu tidak akan saya beri penjelasan lebih jauh lagi. Yang akan saya jelaskan di sini justru adalah tindakan membunuh yang tidak dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (tidak dianggap sebagai dosa).

 

John Murray: “The Commandment is not in the general term of prohibiting the putting to death of another, as our word ‘kill’ might suggest. The term used in the commandment is the specific one to denote what we call ‘murder.’” (= Hukum ini bukanlah dalam istilah umum melarang membunuh orang lain, seperti kata ‘kill’ dalam bahasa kita. Istilah yang digunakan dalam hukum ini adalah istilah spesifik yang menunjuk pada apa yang kita sebut ‘murder’) - ‘Principles of Conduct’, hal 113.

 

John Stott: “The commandment ‘You shall not kill’ would be better expressed ‘Do not commit muder’ (NEB), for it is not a prohibition against taking all human life in any and every circumstance, but in particular against homicide or murder” [= Hukum ‘Jangan membunuh (kill)’ akan dinyatakan dengan lebih baik ‘Jangan melakukan ‘murder’ (NEB), karena itu bukan merupakan suatu larangan terhadap pembunuhan / pengambilan semua nyawa manusia dalam seadanya dan setiap keadaan, tetapi secara khusus dalam pembunuhan atau ‘murder’] - ‘The Message of the Sermon on the Mount’, hal 82.

 

Catatan: dalam bahasa Inggris dibedakan antara ‘to kill’ dan ‘to murder’, dan John Murray maupun John Stott mengatakan bahwa yang dilarang adalah ‘to murder’, bukan ‘to kill’. Tetapi dalam bahasa Indonesia tak ada pembedaan seperti itu.

 

Stott melanjutkan dengan memberi bukti sebagai berikut: dalam hukum Taurat Musa sekalipun ada larangan membunuh (hukum ke enam), tetapi juga ada penjatuhan hukuman mati, dan perintah untuk membasmi bangsa kafir tertentu.

 

Adapun pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa, yaitu:

 

1.   Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Ingat bahwa syarat yang satu ini harus ditekankan. Kalau ada kemungkinan lain, misalnya lari, maka kita harus lari. Tetapi kalau hanya ada dua kemungkinan, yaitu membunuh atau dibunuh, maka kita boleh membunuh sebagai usaha untuk membela diri.

Dasar Kitab Suci untuk ajaran ini:

·        Mat 22:39 mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.

Mat 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.

Jelas bahwa bukan hanya sesama manusia yang harus kita kasihi, tetapi juga diri kita sendiri. Sedangkan kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu berarti kita tidak mengasihi diri kita sendiri.

·        Kel 22:2-3a - “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah; (3a) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang darah”.

Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, bukan? Para penafsir mengatakan bahwa ini sebetulnya bukan sembarang pencuri, karena yang digambarkan di sini adalah seorang pencuri yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan kekerasan, dengan mendobrak.

Pulpit Commentary: “Rather, ‘Breaking in’ - i.e. making forcible entry into a house. The ordinary mode of ‘breaking in’ seems to have been by a breach in the wall” (= Lebih tepat, ‘Mendobrak’ - yaitu masuk secara paksa / dengan kekerasan ke dalam sebuah rumah. Cara yang lazim untuk ‘mendobrak’ kelihatannya adalah dengan menembus tembok / dinding) - hal 185.

Orang seperti itu mungkin saja mempunyai maksud untuk membunuh pemilik rumah, dan karena itu dalam kasus seperti itu, pemilih rumah tidak salah untuk membunuhnya, sebagai suatu tindakan pembelaan diri.

Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Kel 22:2 yang berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mencuri dan dipukul sehingga mati, pembela diri itu tidak bersalah melakukan pencurahan darah).

Wycliffe Bible Commentary: “A mortal blow struck in darkness in defense of life and property was excused, but in the light of day, it was reasoned, such violent defense would not be necessary. The life, even of a thief, is of consequence in the eyes of God” (= Suatu pukulan yang mematikan yang dilakukan dalam gelap dalam pembelaan nyawa dan milik dimaafkan, tetapi pada waktu hari terang / siang, dipertimbangkan bahwa pembelaan bengis / keras seperti itu tidaklah diperlukan. Nyawa, bahkan dari seorang pencuri, merupakan sesuatu yang penting dalam pandangan Allah).

Keil & Delitzsch mengutip kata-kata seorang yang bernama Calovius yang berkata sebagai berikut: “The reason for this disparity between a thief by night and one in the day is, that the power and intention of a nightly thief are uncertain, and whether he may not have come for the purpose of committing murder; and that by night, if thieves are resisted, they often proceed to murder in their rage; and also that they can neither be recognised, nor resisted and apprehended with safety” (= Alasan untuk perbedaan antara seorang pencuri pada malam dan pada siang ini adalah, bahwa kekuatan dan maksud dari pencuri pada malam tidaklah pasti, dan apakah ia tidak datang dengan tujuan membunuh; dan bahwa pada malam, jika pencuri dilawan, mereka sering beralih pada pembunuhan dalam kemarahan mereka; dan juga bahwa mereka tidak bisa dikenali, ataupun dilawan dan ditahan dengan aman).

Pulpit Commentary: “The principle here laid down has had the sanction of Solon, of the Roman law, and of the law of England. It rests upon the probability that those who break into a house by night have a murderous intent, or at least have the design, if occasion arise, to commit murder” (= Prinsip yang diberikan di sini telah mendapatkan persetujuan dari Solon, dari hukum Romawi, dan dari hukum Inggris. Itu didasarkan pada kemungkinan bahwa mereka yang mendobrak masuk ke dalam sebuah rumah pada malam hari mempunyai maksud untuk membunuh, atau setidaknya mempunyai rencana, jika dibutuhkan, akan melakukan pembunuhan) - hal 185.

·        Neh 4:11-14 - “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka akan menyerang kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok, di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha besar dan dahsyat dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.

·        Kitab Ester menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan (Ester 3:8-13  8:3-13  9:1-6).

Ester 3:8-13 - “(8) Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: ‘Ada suatu bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut bagi raja membiarkan mereka leluasa. (9) Jikalau baik pada pemandangan raja, hendaklah dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba akan menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada tangan para pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke dalam perbendaharaan raja.’ (10) Maka raja mencabut cincin meterainya dari jarinya, lalu diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru orang Yahudi itu, (11) kemudian titah raja kepada Haman: ‘Perak itu terserah kepadamu, juga bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik.’ (12) Maka dalam bulan yang pertama pada hari yang ketiga belas dipanggillah para panitera raja, lalu, sesuai dengan segala yang diperintahkan Haman, ditulislah surat kepada wakil-wakil raja, kepada setiap bupati yang menguasai daerah dan kepada setiap pembesar bangsa, yakni kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya; surat itu ditulis atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja. (13) Surat-surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat ke segala daerah kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang Yahudi dari pada yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, pada satu hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,dan supaya dirampas harta milik mereka”.

Ester 8:3-13 - “(3) Kemudian Ester berkata lagi kepada raja sambil sujud pada kakinya dan menangis memohon karunianya, supaya dibatalkannya maksud jahat Haman, orang Agag itu, serta rancangan yang sudah dibuatnya terhadap orang Yahudi. (4) Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, (5) serta sembahnya: ‘Jikalau baik pada pemandangan raja dan jikalau hamba mendapat kasih raja, dan hal ini kiranya dipandang benar oleh raja dan raja berkenan kepada hamba, maka hendaklah dikeluarkan surat titah untuk menarik kembali surat-surat yang berisi rancangan Haman bin Hamedata, orang Agag itu, yang ditulisnya untuk membinasakan orang Yahudi di dalam semua daerah kerajaan. (6) Karena bagaimana hamba dapat melihat malapetaka yang menimpa bangsa hamba dan bagaimana hamba dapat melihat kebinasaan sanak saudara hamba?’ (7) Maka jawab raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu, serta kepada Mordekhai, orang Yahudi itu: ‘Harta milik Haman telah kukaruniakan kepada Ester, dan Haman sendiri telah disulakan pada tiang karena ia sudah mengacungkan tangannya kepada orang Yahudi. (8) Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan cincin meterai raja tidak dapat ditarik kembali.’ (9) Pada waktu itu juga dipanggillah para panitera raja, dalam bulan yang ketiga - yakni bulan Siwan - pada tanggal dua puluh tiga, dan sesuai dengan segala yang diperintahkan Mordekhai ditulislah surat kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil pemerintah, para bupati dan para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia, seratus dua puluh tujuh daerah, kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya, dan juga kepada orang Yahudi menurut tulisan dan bahasanya. (10) Maka ditulislah pesan atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja, lalu dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat yang berkuda, yang mengendarai kuda kerajaan yang tangkas yang diternakkan di pekudaan, dikirimkanlah surat-surat (11) yang isinya: raja mengizinkan orang Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, (12) pada hari yang sama di segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang kedua belas, yakni bulan Adar. (13) Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan di tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada musuhnya.

Ester 9:1-6 - “(1) Dalam bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,pada hari yang ketiga belas, ketika titah serta undang-undang raja akan dilaksanakan, pada hari musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi, terjadilah yang sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci mereka. (2) Maka berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh daerah raja Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar mencelakakan mereka, dan tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena ketakutan kepada orang Yahudi telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan semua pembesar daerah dan wakil pemerintahan dan bupati serta pejabat kerajaan menyokong orang Yahudi, karena ketakutan kepada Mordekhai telah menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar kekuasaannya di dalam istana raja dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap daerah, karena Mordekhai itu bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh dan membinasakannya; mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap pembenci-pembenci mereka. (6) Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh dan membinasakan lima ratus orang.

·        Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan ada 2 orang yang mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya satu orang.

 

Banyak orang tidak menyetujui ajaran ini berdasarkan:

a.   Mat 5:39b - “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”.

Tetapi perlu diingat bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’, dsb. Jadi, Mat 5:39 hanya berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita, bahkan boleh dikatakan merupakan serangan yang ringan.

b.   Pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri.

Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus diteladani atau tidak.

c.   Mat 26:51-54 - “(51) Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. (52) Maka kata Yesus kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. (53) Atau kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu, bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan, bahwa harus terjadi demikian?’”.

Ada 2 kemungkinan untuk menjelaskan ayat ini sehingga ayat ini tidak diartikan bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh membela diri:

·        Ada orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ‘sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang’ tidak menunjuk kepada Petrus (sekalipun diucapkan kepada Petrus). Lalu menunjuk kepada siapa? Kepada orang-orang Romawi dan Yahudi, yang saat itu menggunakan ‘pedang’ terhadap Yesus (mau membunuh Yesus). Jadi, seluruh kalimat diartikan sebagai berikut: “Masukkan pedangmu ke dalam sarungnya, sebab orang-orang yang menggunakan pedang terhadap Aku ini akan binasa oleh pedang (Bapa yang membinasakan mereka, kamu tidak perlu membunuh mereka)”.

·        Yang menganggap bahwa kata-kata ini ditujukan kepada Petrus, menafsirkan bahwa pada saat itu Petrus tidak boleh melawan karena:

*        kekristenan tidak boleh dimajukan / dibela dengan menggunakan kekerasan.

*        pada saat itu yang mau mengangkap dan membunuh Yesus adalah pemerintah / alat negara. Karena itu tidak boleh dilawan.

Jadi, kata-kata ini tidak berlaku pada saat kasusnya adalah pribadi berusaha membunuh pribadi.

 

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!

 

2.         Pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.

 

a.   Ini harus merupakan perang yang benar (just war).

Saya tekankan bahwa ini merupakan perang yang benar. Jadi, pembelaan diri secara nasional ini terjadi pada saat negara diserang / diagresi secara tidak benar oleh negara lain. Kalau perang itu adalah perang yang salah, seperti mengagresi negara lain, maka tentu saja orang Kristen tidak boleh ikut perang seperti itu.

 

Catatan: kasus ‘holy war’ (= perang kudus) dalam Perjanjian Lama merupakan sesuatu yang berbeda, karena Tuhan yang memerintahkan hal itu. Dalam hal itu Israel menjadi algojo Tuhan untuk menghukum mati bangsa-bangsa kafir itu. Perang seperti ini tidak ada lagi dalam jaman sekarang.

 

b.   Apa dasarnya untuk mengijinkan pembunuhan dalam perang yang benar?

·        Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan.

·        Kalau ada orang yang melarang perang secara mutlak dengan alasan bahwa kita harus mengasihi musuh, perlu diingat bahwa pada saat negara kita diserang musuh, akan ada banyak orang di negara kita yang dibunuh, diperkosa, dirampok dalam serangan negara lain tersebut. Lalu, dimana kasih kita kepada orang-orang itu?

·        Hal lain yang mendukung diijinkannya pembelaan diri nasional adalah bahwa Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara. Bandingkan dengan:

*        Luk 3:14 - “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: ‘Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?’ Jawab Yohanes kepada mereka: ‘Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.’”.

*        Kis 10:1 - “Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira pasukan yang disebut pasukan Italia”.

Orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara.

·        1Raja 2:5-6 - “(5) Dan lagi engkaupun mengetahui apa yang dilakukan kepadaku oleh Yoab, anak Zeruya, apa yang dilakukannya kepada kedua panglima Israel, yakni Abner bin Ner dan Amasa bin Yeter. Ia membunuh mereka dan menumpahkan darah dalam zaman damai seakan-akan ada perang, sehingga sabuk pinggangnya dan kasut kakinya berlumuran darah. (6) Maka bertindaklah dengan bijaksana dan janganlah biarkan yang ubanan itu turun dengan selamat ke dalam dunia orang mati”.

Bandingkan dengan:

*        2Sam 3:27-29 - “(27) Ketika Abner kembali ke Hebron, maka Yoab membawanya sebentar ke samping di tengah-tengah pintu gerbang itu, seakan-akan hendak berbicara dengan dia dengan diam-diam; kemudian ditikamnyalah dia di sana pada perutnya, sehingga mati, membalas darah Asael, adiknya. (28) Ketika hal itu didengar Daud kemudian, berkatalah ia: ‘Aku dan kerajaanku tidak bersalah di hadapan TUHAN sampai selama-lamanya terhadap darah Abner bin Ner itu. (29) Biarlah itu ditanggung oleh Yoab sendiri dan seluruh kaum keluarganya. Biarlah dalam keturunan Yoab tidak putus-putusnya ada orang yang mengeluarkan lelehan, yang sakit kusta, yang bertongkat, yang tewas oleh pedang atau yang kekurangan makanan.’”.

*        2Sam 20:9-12 - “(9) Berkatalah Yoab kepada Amasa: ‘Engkau baik-baik, saudaraku?’ Sementara itu tangan kanan Yoab memegang janggut Amasa untuk mencium dia. (10) Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di tangan Yoab itu; Yoab menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya tertumpah ke tanah. Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati. Lalu Yoab dan Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. (11) Dan seorang dari orang-orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata: ‘Siapa yang suka kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah mengikuti Yoab!’ (12) Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di tengah-tengah jalan raya. Ketika orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat berdiri menonton, maka disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang, lalu dihamparkannya kain di atasnya, karena dilihatnya, bahwa setiap orang yang datang ke sana berdiri menonton”.

Yoab membunuh pada masa damai, dan itu sebabnya Daud mengecam dia. Yoab pasti sudah banyak membunuh musuh pada masa perang, dan itu tidak pernah dikecam oleh Daud. Ini menunjukkan bahwa membunuh musuh pada perang merupakan sesuatu yang dijinkan!

 

3.   Seluruh proses penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, asalkan hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan.

Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak menghargai nyawa manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena mereka menganggap bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:

 

a.   Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati!

Kej 9:6 - “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya sendiri”.

Kel 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum mati”.

Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki maupun perempuan yang berzinah itu”.

Bil 35:31 - “Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi pastilah ia dibunuh”.

Ul 13:5 - “Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN, Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu”.

Ro 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

 

b.   Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk itu.

Kis 25:11 - Jadi, jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan yang setimpal dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka tuduhkan itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik banding kepada Kaisar!’”.

 

c.   Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai nyawa dari korban pembunuhan tersebut.

John Stott: “Those who campaign for the abolition of the death penalty on the ground that human life (the murderer’s) should not be taken tend to forget the value of the life of the murderer’s victim” [= Mereka yang berkampanye untuk penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan manusia (dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai dari nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon of the Mount’, hal 83.

 

d.   Orang yang dijatuhi hukuman mati itu bukannya tidak diberi kesempatan untuk bertobat.

Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

 

b)   Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasi­han’), baik secara aktif maupun pasif.

Biasanya ini dilakukan terhadap orang yang sudah sakit berat, sangat menderita (kesakitan), dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif). Kadang-kadang ini dilakukan atas permintaan si penderita itu sendiri. Ini semua dilarang, karena tetap merupakan suatu pembunuhan! Tuhan pasti tetap mempunyai rencana dengan membiarkan orang itu hidup, dan karena itu kita tidak berhak mengambil nyawa orang itu.

Yang memusingkan adalah kalau keluarga dari si sakit itu sudah tidak mempunyai uang untuk membiayai penyambungan nyawa dari si sakit!

 

c)   Bunuh diri.

Alasannya:

·        Diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya diri kita dan nyawa kita adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri, dengan alasan bahwa nyawa kita adalah milik kita sendiri dan karena itu boleh kita perlakukan semau kita.

·        Mat 22:39 memerintahkan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri. Dan membunuh diri jelas tidak mengasihi diri sendiri.

·        Dalam Kis 16:27-28 Paulus melarang kepala penjara itu membunuh diri.

Kis 16:27-28 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab kami semuanya masih ada di sini!’”.

·        Kita harus memuliakan Tuhan, baik dengan hidup kita maupun dengan kematian kita.

1Kor 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

Fil 1:20 - “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku.

Sedangkan kematian dengan bunuh diri jelas tidak memuliakan Tuhan.

 

d)   Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, seperti ngebut, dan sebagainya

Di TV ada banyak acara yang menunjukkan orang-orang yang senang membahayakan nyawanya sendiri, seperti menjadi matador, menjadi pembalap, meloncati deretan mobil dengan menggunakan motor / mobil, mendekati binatang-binatang buas seperti singa, buaya atau ikan hiu, dan sebagainya. Ini semua merupakan hal yang salah!

 

e)   Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:

·        sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.

·        tidak mau berpantang demi kesehatannya.

Misalnya: punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin, punya diabetes tetapi terus makan yang manis-manis, punya kolesterol tinggi tetapi terus makan makanan berkolesterol tinggi, dsb.

·        merokok (termasuk menjadi perokok pasif).

·        menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dan sebagainya

·        menggunakan minuman keras secara berlebihan.

 

f)    Melakukan hal-hal yang membahayakan orang lain.

Kel 21:28-32 - “(28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. (30) Jika dibebankan kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya. (31) Kalau ditanduknya seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan itu juga. (32) Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu”.

 

g)   Abortus / pengguguran kandungan.

Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!

Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.

Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Si pemerkosa memang pantas dihukum mati, tetapi apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?

Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak dan orang dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!

 

Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:

“Seandainya anda setuju aborsi .....

1.   Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?

2.   Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?

3.   Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?

4.   Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.

 

Di bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:

1.   Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.

2.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.

3.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.

4.   Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.

 

h)   Penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral. Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, seperti kondom, tidak dilarang. Demikian juga dengan pil KB, yang cara kerjanya membuat sel telur tidak bisa matang sehingga tidak bisa dibuahi. Ini boleh digunakan.

 

i)    Proses pembuatan bayi tabung.

Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung, karena mahalnya biaya pembuatan bayi tabung itu, maka tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.

 

j)    Pembunuhan non fisik.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai larangan terhadap pembunuhan secara fisik / lahiriah saja, tetapi Yesus dan Perjanjian Baru menerapkannya pada hal-hal lain, yaitu:

 

1.         Benci.

1Yoh 3:15a - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh manusia”.

 

2.   Mat 5:21-26 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala. (23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”.

 

Ada 4 hal yang dibicarakan oleh text ini, yang bukan merupakan pembunuhan fisik, tetapi semuanya dihubungkan dengan hukum ke 6 ini:

 

a.   Marah (ay 22a).

 

·        Tidak semua kemarahan adalah dosa.

Ay 22a (KJV): But I say unto you, That whosoever is angry with his brother without a cause shall be in danger of the judgment (= Tetapi Aku berkata kepadamu: Bahwa siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa alasan akan ada dalam bahaya penghakiman).

Kata-kata ‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts tertentu.

Stott mengatakan (hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu mungkin sekali tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang benar tentang apa yang Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua kemarahan merupakan dosa. Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau tidaknya, kata-kata ‘without a cause’ itu dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai dosa. Ini terlihat dari:

*        Ef 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu’, jelas menunjukkan bahwa ‘marah’ tidak selalu identik dengan ‘dosa’, dan bahwa kita bisa marah tetapi tidak berdosa.

*        Yesus berulangkali marah (Mark 3:5  Yoh 2:13-17), tetapi Kitab Suci tetap mengatakan bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15).

Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: ‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu”.

Yoh 2:13-17 - cerita dimana Yesus mengobrak-abrik Bait Suci.

*        kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu dipuji (Wah 2:2), dan sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus terhadap rasul-rasul palsu justru dikecam (2Kor 11:4).

Wah 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.

2Kor 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang telah kamu terima”.

Kemarahan yang benar biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih, dan ditujukan terhadap dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.

Contoh:

¨      orang tua yang marah kepada anak yang nakal.

¨      orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau karena adanya korupsi dalam gereja.

¨      kita marah karena adanya terorisme.

¨      kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan / orang yang tidak bersalah dihukum oleh pengadilan.

Perlu dicamkan bahwa sekalipun kemarahan seperti ini merupakan kemarahan yang benar, tetapi kalau perwujudannya kelewat batas maka itu menjadi salah / dosa. Misalnya kalau kemarahan terhadap anak diwujudkan dengan memaki anak atau memukul sehingga mencederai anak tersebut.

 

·        Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang merupakan dosa, dan mungkin sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut sebagai ‘holy anger’ (= kemarahan yang suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan pembunuhan dalam hati / pikiran.

 

·        Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus diartikan bukan sebagai ‘saudara seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau ‘siapapun yang mempunyai hubungan dengan kita’.

 

b.   Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina (ay 22b,c).

 

·        Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).

 

*        Arti kata ini sebenarnya.

RSV: ‘whoever insults his brother’ (= siapapun menghina saudaranya).

KJV/NIV/NASB tidak menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan (mengganti huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.

D. Martyn Lloyd-Jones: “‘Raca’ means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti ‘orang yang tidak berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 224.

John Stott mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan kata Aram yang berarti ‘empty’ (= kosong).

Tasker (Tyndale) mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan MORE (yang digunakan dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan ‘jahil’).

Barclay: “Raca is an almost untranslatable word, because it describes a tone of voice more than anything else. Its whole accent is the accent of contempt. To call a man Raca was to call him a brainless idiot, a silly fool, an empty-headed blunderer. It is the word of one who despises another with an arrogant contempt” (= Raca hampir tidak bisa diterjemahkan, karena kata itu lebih menggambarkan nada suara dari pada apapun yang lain. Seluruh penekanannya merupakan penekanan penghinaan / kejijikan. Menyebut seseorang sebagai Raca berarti menyebutnya sebagai seorang idiot yang tidak mempunyai otak, seorang tolol, seorang pembuat kesalahan yang kepalanya kosong) - hal 139.

 

*        Orang yang mengatakan Raca lebih bersalah dari pada orang yang marah (point no 1 di atas).

Sama seperti kemarahan, mengatakan Raca juga dinyatakan oleh Yesus sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6. Tetapi kalau ay 22a mengatakan bahwa orang yang marah ‘harus dihukum’ [NASB: ‘liable to the court’ (= bisa dihadapkan ke pengadilan)], maka ay 22b mengatakan bahwa orang yang mengatakan ‘Raca’ harus ‘dihadapkan ke Mahkamah Agama (Sanhedrin). Saya setuju dengan William Barclay yang mengatakan (hal 140) bahwa ini tidak boleh diartikan secara hurufiah. Artinya hanyalah bahwa tindakan yang kedua ini (ay 22b) merupakan dosa yang lebih besar dari pada tindakan pertama (ay 22a).

Penerapan: sekalipun pada waktu saudara marah secara salah saudara sudah berdosa, tetapi kalau bisa tetap tahanlah mulut saudara supaya tidak mengeluarkan kata-kata hinaan, karena ini akan membuat saudara jatuh ke dalam dosa yang lebih besar.

 

·        Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).

 

*        Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan yang salah.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fool’ (= bodoh / tolol).

Kata Yunani yang dipakai adalah MORE, dan Adam Clarke mengatakan (hal 71) bahwa mungkin itu berasal dari kata bahasa Ibrani MARAH, yang berarti ‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin bisa diartikan sebagai ‘sesat’. Tetapi Clarke mengatakan bahwa ini hanya bersalah, kalau si penuduh / pemaki itu tidak bisa membuktikan tuduhan / makiannya tersebut.

Barclay mengatakan (hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan ‘bodoh’ / ‘tolol’, tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka artinya adalah bahwa orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap orang tersebut sebagai orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian merusak reputasi orang tersebut.

 

*        Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol, tidak selalu merupakan dosa.

Dalam Mat 23:17 Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu?”.

Kata Yunani yang digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan dalam Mat 5:22, hanya saja dalam Mat 23:17 ini digunakan bentuk jamak.

Bandingkan juga dengan Yes 19:13  Yer 4:22  Yer 5:21  Hos 7:11  Luk 11:40  24:25  Ro 1:22  1Kor 15:36  2Kor 11:19  Gal 3:1  1Pet 2:15 dimana Yesus / rasul-rasul / nabi-nabi juga mengatakan seseorang sebagai ‘bodoh’. Tetapi dalam semua ayat-ayat ini, kata bahasa Yunaninya berbeda dengan yang digunakan dalam Mat 5:22 dan Mat 23:17.

Dari semua ini harus disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan ‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau emosi yang tidak terkendali.

 

c.   Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam hati saudara kita terhadap kita (ay 23-24).

 

·        Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?

William Hendriksen beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin merupakan sesuatu yang remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah sedikitnya orang yang bisa berbakti kepada Allah. Jadi ia beranggapan bahwa ‘ganjelan’ itu haruslah sesuatu yang cukup  penting / besar. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata ini sukar dipraktekkan, karena besar atau kecil merupakan sesuatu yang relatif.

Selanjutnya Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan terhadap kita itu harus benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau apakah sekalipun ia tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap wajib melakukan ay 23-24 ini?

Hendriksen mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang mempunyai ganjelan itu harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23) bahwa orang itu harus mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang benar).

Tetapi Hendriksen sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah, tetapi kalau ia mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap kita, maka kita tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta maaf, tetapi menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya Pulpit Commentary mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.

Pulpit Commentary: “It is noteworthy that our Lord in this verse does not define on whose side the cause of the quarrel lies” (= Perlu diperhatikan bahwa Tuhan kita dalam ayat ini tidak mendefinisikan pada sisi siapa penyebab pertengkaran ini terletak) - hal 162.

 

Satu hal lain yang ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif untuk membereskan suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi kalau ‘ganjelan’ itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada Tuhan, dan bereskan! Bahkan mungkin sekali untuk membereskan hal itu, saudara harus datang kepada orang tersebut, dan membicarakannya!

 

·        Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan perdamaian secara benar, tetapi orang tersebut tidak mau berdamai?

Pulpit Commentary: “The Christian can never excuse himself by saying, ‘My brother will not be reconciled to me.’ He must be; and the Christian must not rest until he is. The burden of right relations rests on him (= Orang kristen tidak pernah bisa beralasan dengan berkata: ‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan dengan aku’. Ia harus; dan orang kristen itu tidak boleh berhenti sampai ia mau. Beban dari hubungan yang benar ada pada orang kristen itu) - hal 225.

Saya berpendapat bahwa kata-kata ini salah. Clarke mengatakan (hal 72) bahwa kalau kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi orang itu tidak mau, maka itu tidak akan menghalangi ibadah kita kepada Allah. Bdk. Ro 12:18 - “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”.

Calvin: “so long as a difference with our neighbour is kept up by our fault, we have no access to God” (= selama suatu perbedaan dengan sesama kita dipelihara / dipertahankan oleh kesalahan kita, kita tidak mempunyai akses kepada Allah) - hal 286.

 

·        Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6?

D. Martyn Lloyd-Jones: “the commandment not to kill really means we should take positive steps to put ourselves right with our brother” (= perintah untuk tidak membunuh berarti bahwa kita harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk meluruskan / memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 227.

 

d.   Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).

 

·        Hutang yang tidak dibayar jelas akan merupakan suatu ganjelan dalam diri orang yang memberi hutang, dan karena itu orang kristen harus secepatnya membereskan hutangnya.

Sebetulnya berhutang saja sudah merupakan sesuatu yang memalukan, apalagi kalau berhutang dan tidak membayar hutangnya. Kitab Suci menggambarkan orang yang berhutang dan tidak membayar kembali sebagai orang fasik.

Maz 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.

 

·        Kontras dan persamaan.

Ada kontras antara ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan ‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23), dan yang kedua berurusan dengan ‘lawanmu’ (ay 25).

Tetapi juga ada persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan dalam diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan yang lain adalah bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan dengan secepatnya (jangan ditunda-tunda).

 

Barclay: “When personal relations go wrong, in nine cases out of ten immediate action will mend them; but if that immediate action is not taken, they will continue to deteriorate, and the bitterness will spread in an ever-widening circle” (= Pada waktu hubungan pribadi rusak, dalam 9 dari 10 kasus, tindakan langsung / segera akan memperbaikinya; tetapi jika tindakan langsung / segera itu tidak dilakukan, hubungan itu akan terus memburuk, dan kepahitan akan menyebar makin lama makin luas) - hal 145.

 

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?


e-mail us at [email protected]