Golgotha School of Ministry

(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)

Rabu, tgl 9 Oktober 2013, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

[HP: (031) 70641331 / (031) 60501331 / 081945588855]

Email: [email protected]

http://www.golgothaministry.org

 

Irresistible Grace(12)

 

(kasih karunia yang tidak bisa ditolak)

 

William Hendriksen (tentang Fil 2:13): As to willing and working, the facts are exactly as stated in The Canons of Dort III and IV, articles 11 and 12: ‘He infuses new qualities into the will, which though heretofore dead he quickens; from being evil, disobedient, and refractory, he renders it good, obedient, and pliable; actuates and strengthens it, that like a good tree, it may bring forth the fruits of good actions.… Whereupon the will thus renewed, is not only actuated and influenced by God, but in consequence of this influence becomes itself active.’ (= Berkenaan dengan menghendaki dan mengerjakan, faktanya adalah persis seperti yang dinyatakan dalam The Canons of Dort III dan IV, artikel 11 dan 12: ‘Ia memasukkan kwalitet yang baru ke dalam kehendak, yang sekalipun sampai sekarang mati Ia hidupkan; dari jahat, tidak taat, dan keras kepala, Ia membuatnya menjadi baik, taat, dan lembut; menggerakkan dan menguatkannya, sehingga seperti sebuah pohon yang baik, itu bisa menghasilkan / mengeluarkan buah-buah dari tindakan-tindakan yang baik. ... Kemudian kehendak yang diperbaharui seperti itu, bukan hanya digerakkan dan dipengaruhi oleh Allah, tetapi karena pengaruh ini menjadi aktif dalam dirinya sendiri.’).

 

A. W. Pink: “‘It is God which worketh in you both to will and to do of His good pleasure’ (Philippians 2:13). CONCERNING the nature and the power of fallen man’s will, the greatest confusion prevails today, and the most erroneous views are held, even by many of God’s children. The popular idea now prevailing, and which is taught from the great majority of pulpits, is that man has a ‘free will’, and that salvation comes to the sinner through his will co-operating with the Holy Spirit. To deny the ‘free will’ of man, i.e. his power to choose that which is good, his native ability to accept Christ, is to bring one into disfavor at once, even before most of those who profess to be orthodox. And yet Scripture emphatically says, ‘It is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that showeth mercy’ (Romans 9:16). Which shall we believe: God, or the preachers?” [= ‘Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu, baik untuk menghendaki dan untuk melakukan dari kesenanganNya yang baik’ (Fil 2:13). BERKENAAN dengan sifat dasar dan kuasa dari kehendak manusia yang jatuh, kebingungan / kekacauan terbesarlah yang berlaku / menang pada jaman ini, dan pandangan-pandangan yang paling salah yang dipercayai, bahkan oleh banyak anak-anak Allah. Gagasan yang populer yang sekarang berlaku / menang, dan yang diajarkan dari mayoritas mimbar-mimbar, adalah bahwa manusia mempunyai ‘kehendak bebas’, dan bahwa keselamatan datang kepada orang-orang berdosa melalui kehendaknya yang bekerja sama dengan Roh Kudus. Menyangkal kehendak bebas dari manusia, yaitu kuasanya untuk memilih apa yang baik, kemampuan asli / dari lahir untuk menerima Kristus, berarti segera membawa seseorang pada ketidak-senangan, bahkan di hadapan kebanyakan dari mereka yang mengaku sebagai ortodox. Tetapi Kitab Suci secara menekankan berkata, ‘Bukanlah dari dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan’ (Ro 9:16). Yang mana yang kita percayai: Allah, atau pengkhotbah-pengkhotbah?] - ‘The Sovereignty of God’, hal 117 (AGES).

Ro 9:16 - “Jadi hal itu tidak tergantung pada kehendak orang atau usaha orang, tetapi kepada kemurahan hati Allah.”.

KJV: So then it is not of him that willeth, nor of him that runneth, but of God that sheweth mercy. (= Jadi, itu bukanlah dari dia yang menghendaki, ataupun dari dia yang berlari / berusaha, tetapi dari Allah yang menunjukkan belas kasihan).

 

A. W. Pink: “But does not Scripture say, ‘Whosoever will may come’? It does, but does this signify that everybody has the will to come? What of those who won’t come? ‘Whosoever will may come’ no more implies that fallen man has the power (in himself) to come, than ‘Stretch forth thine hand’ implied that the man with the withered arm had ability (in himself) to comply. In and of himself the natural man has power to reject Christ; but in and of himself he has not the power to receive Christ. And why? Because he has a mind that is ‘enmity against’ Him (Romans 8:7); because he has a heart that hates Him (John 15:18). Man chooses that which is according to his nature, and therefore before he will ever choose or prefer that which is divine and spiritual, a new nature must be imparted to him; in other words, he must be born again. Should it be asked, But does not the Holy Spirit overcome a man’s enmity and hatred when He convicts the sinner of his sins and his need of Christ; and does not the Spirit of God produce such conviction in many that perish? Such language betrays confusion of thought: were such a man’s enmity really ‘overcome’, then he would readily turn to Christ; that he does not come to the Savior, demonstrates that his enmity is not overcome. But that many are, through the preaching of the Word, convicted by the Holy Spirit, who nevertheless die in unbelief, is solemnly true. Yet, it is a fact which must not be lost sight of that, the Holy Spirit does something more in each of God’s elect than He does in the non-elect: He works in them ‘both to will and to do of God’s good pleasure’ (Philippians 2:13).” [= Tetapi tidakkah Kitab Suci berkata, ‘Barangsiapa mau boleh datang?’ Ya, tetapi apakah ini menunjukkan bahwa setiap orang mempunyai kehendak / kemauan untuk datang? Bagaimana dengan mereka yang tidak mau datang? ‘Barangsiapa mau boleh datang’ tidak lebih menunjukkan bahwa manusia yang telah jatuh mempunyai kuasa (dalam dirinya sendiri) untuk datang, dari pada ‘Ulurkanlah tanganmu’ menunjukkan bahwa orang dengan tangan yang mati mempunyai kemampuan (dalam dirinya sendiri) untuk menurut. Dalam dan dari dirinya sendiri manusia alamiah mempunyai kuasa untuk menolak Kristus; tetapi dalam dan dari dirinya sendiri ia tidak mempunyai kuasa untuk menerima Kristus. Dan mengapa? Karena ia mempunyai suatu pikiran yang ‘bermusuhan terhadap’ Dia (Ro 8:7); karena ia mempunyai suatu hati yang membenci Dia (Yoh 15:18). Manusia memilih itu yang sesuai dengan sifat dasarnya, dan karena itu sebelum ia pernah akan memilih atau lebih memilih itu yang adalah ilahi dan rohani, suatu sifat dasar / hakekat yang baru diberikan kepadanya; dengan kata lain, ia harus dilahirkan kembali. Kalau ditanyakan, Tetapi bukankah Roh Kudus mengalahkan permusuhan dan kebencian manusia pada waktu Ia meyakinkan orang berdosa tentang dosa-dosanya dan kebutuhannya akan Kristus; dan tidakkah Roh Allah menghasilkan keyakinan seperti itu dalam banyak orang yang binasa? Bahasa / kata-kata seperti itu memperlihatkan kebingungan pemikiran: seandainya permusuhan dari orang seperti itu betul-betul ‘dikalahkan’, maka ia akan dengan siap berbalik kepada Kristus; bahwa ia tidak datang kepada sang Juruselamat, menunjukkan bahwa permusuhannya tidaklah dikalahkan. Tetapi bahwa banyak orang, melalui pemberitaan Firman, diyakinkan oleh Roh Kudus, yang sekalipun demikian mati dalam ketidak-percayaan, adalah sungguh-sungguh benar. Tetapi, merupakan suatu fakta yang tidak boleh kita abaikan, yaitu bahwa Roh Kudus melakukan sesuatu yang lebih, dalam setiap orang-orang pilihan Allah, dari pada yang Ia lakukan dalam orang-orang non pilihan: Ia bekerja dalam mereka ‘baik untuk menghendaki dan melakukan dari kesenangan Allah yang baik’ (Fil 2:13).] - ‘The Sovereignty of God’, hal 118.

 

A. W. Pink: “In reply to what we have said above, Arminians would answer, No; the Spirit’s work of conviction is the same both in the converted and in the unconverted, that which distinguishes the one class from the other is that the former yielded to His strivings, whereas the latter resist them. But if this were the case, then the Christian would make himself to ‘differ’, whereas the Scripture attributes the ‘differing’ to God’s discriminating grace (1 Corinthians 4:7). Again; if such were the case, then the Christian would have ground for boasting and self-glorying over his cooperation with the Spirit; but this would flatly contradict Ephesians 2:8, ‘For by grace are ye saved through faith; and that not of yourselves: it is the gift of God’.” [= Sebagai jawaban pada apa yang telah kita katakan di atas, orang-orang Arminian akan menjawab, Tidak; pekerjaan Roh dalam meyakinkan adalah sama baik dalam orang yang bertobat dan dalam orang yang tak bertobat, dan yang membedakan golongan yang satu dengan golongan yang lain adalah bahwa yang terdahulu menyerah pada usaha-usahaNya, sedangkan yang belakangan menolaknya. Tetapi seandainya ini adalah kasusnya, maka orang Kristen membuat dirinya sendiri ‘berbeda’, padahal Kitab Suci menghubungkan ‘perbedaan’ itu dengan kasih karunia Allah yang membedakan (1Kor 4:7). Selanjutnya; seandainya itu adalah kasusnya, maka orang Kristen akan mempunyai dasar untuk bermegah dan memuliakan dirinya sendiri atas kerja samanya dengan Roh; tetapi ini akan secara frontal bertentangan dengan Ef 2:8, ‘karena kasih karunia kamu diselamatkan melalui iman; dan bahwa itu bukan dari dirimu sendiri; itu adalah pemberian dari Allah’.] - ‘The Sovereignty of God’, hal 118-119.

Catatan: 1Kor 4:7 tidak saya bahas di sini, karena nanti di bawah kita akan membahasnya.

Ef 2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada orang yang memegahkan diri.”.

 

Bandingkan Fil 2:13 ini dengan ayat-ayat yang sejalan dengannya di bawah ini:

 

1.  Yes 26:12 - “Ya TUHAN, Engkau akan menyediakan damai sejahtera bagi kami, sebab segala sesuatu yang kami kerjakan, Engkaulah yang melakukannya bagi kami.”.

 

2.  1Kor 15:10 - “Tetapi karena kasih karunia Allah aku adalah sebagaimana aku ada sekarang, dan kasih karunia yang dianugerahkanNya kepadaku tidak sia-sia. Sebaliknya, aku telah bekerja lebih keras dari pada mereka semua; tetapi bukannya aku, melainkan kasih karunia Allah yang menyertai aku.”.

 

3.  Yer 32:39-40 - “(39) Aku akan memberi mereka satu hati dan satu tingkah langkah, sehingga mereka takut kepadaKu sepanjang masa untuk kebaikan mereka dan anak-anak mereka yang datang kemudian. (40) Aku akan mengikat perjanjian kekal dengan mereka, bahwa Aku tidak akan membelakangi mereka, melainkan akan berbuat baik kepada mereka; Aku akan menaruh takut kepadaKu ke dalam hati mereka, supaya mereka jangan menjauh dari padaKu.”.

 

b)     1Kor 4:7 - Sebab siapakah yang menganggap engkau begitu penting? Dan apakah yang engkau punyai, yang tidak engkau terima? Dan jika engkau memang menerimanya, mengapakah engkau memegahkan diri, seolah-olah engkau tidak menerimanya?”. Bagian yang saya garis-bawahi salah terjemahan!

KJV: ‘For who maketh thee to differ from another?’ (= Karena siapa yang membuat engkau berbeda dari yang lain?).

RSV: ‘For who sees anything different in you?’ (= Karena siapa melihat apapun yang berbeda dalam engkau?).

NIV: ‘For who makes you different from anyone else?’ (= Karena siapa membuat engkau berbeda dari siapapun yang lain?).

NASB: ‘For who regards you as superior?’ (= Karena siapa menganggap engkau sebagai lebih tinggi?).

 

Adam Clarke (tentang 1Kor 4:7): “‘For who maketh thee to differ.’ It is likely that the apostle is here addressing himself to someone of those puffed up teachers, who was glorying in his gifts, and in the knowledge he had of the Gospel, etc. As if he had said: If thou hast all that knowledge which thou professest to have, didst thou not receive it from myself or some other of my fellow helpers who first preached the Gospel at Corinth? God never spoke to thee to make thee an apostle. Hast thou a particle of light that thou hast not received from our preaching? Why then dost thou glory, boast, and exult, as if God had first spoken by thee, and not by us? This is the most likely meaning of this verse; and a meaning that is suitable to the whole of the context.” (= ‘Karena siapa yang membuat engkau berbeda’. Adalah mungkin bahwa sang rasul di sini menghadapi seseorang dari guru-guru sombong, yang bermegah dalam karunia-karunianya, dan dalam pengetahuan yang ia punyai tentang Injil, dsb. Seakan-akan ia berkata: Jika kamu mempunyai semua pengetahuan yang kamu akui kamu punyai itu, apakah kamu menerimanya dari aku sendiri atau beberapa rekan-rekan penolongku yang pertama-tama memberitakan Injil di Korintus? Allah tak pernah berbicara kepadamu dan membuat kamu seorang rasul. Apakah kamu mempunyai suatu partikel terang yang tidak kamu terima dari pemberitaan kami? Lalu mengapa kamu bermegah, bangga, dan meninggikan diri, seakan-akan Allah telah berbicara pertama-tama oleh kamu, dan bukan oleh kami? Ini adalah arti yang paling memungkinkan dari ayat ini; dan suatu arti yang cocok dengan seluruh kontext.).

Catatan: saya menganggap tafsiran ini sangat tak masuk akal, dan juga tidak cocok dengan kontextnya.

 

Adam Clarke (tentang 1Kor 4:7): “It has been applied in a more general sense by religious people, and the doctrine they build on it is true in itself, though it does not appear to me to be any part of the apostle’s meaning in this place. The doctrine I refer to is this: God is the foundation of all good; no man possesses any good but what he has derived from God. If any man possess that grace which saves him from scandalous enormities, let him consider that he has received it as a mere free gift from God’s mercy. Let him not despise his neighbour who has it not; there was a time when he himself did not possess it; and a time may come when the man whom he now affects to despise, and on whose conduct he is unmerciful and severe, may receive it, and probably may make a more evangelical use of it than he is now doing. This caution is necessary to many religious people, who imagine that they have been eternal objects of God’s favour, and that others have been eternal objects of his hate, for no reason that they can show for either the one or the other. He can have little acquaintance with his own heart, who is not aware of the possibility of pride lurking under the exclamation, Why me! when comparing his own gracious state with the unregenerate state of another.” (= Itu telah diterapkan dalam suatu arti yang lebih umum oleh beberapa orang-orang yang religius, dan doktrin yang mereka bangun di atasnya adalah benar dalam dirinya sendiri, sekalipun bagi saya itu tak terlihat sebagai bagian apapun  dari arti / maksud sang rasul di tempat ini. Doktrin yang saya tunjuk adalah ini: Allah adalah dasar dari semua kebaikan; tak seorangpun memiliki kebaikan apapun kecuali yang telah ia terima dari Allah. Jika siapapun memiliki kasih karunia yang menyelamatkan dia dari kejahatan-kejahatan besar yang bersifat skandal, hendaklah ia menganggap bahwa ia telah menerimanya sebagai semata-mata suatu karunia cuma-cuma dari belas kasihan Allah. Hendaklah ia tidak memandang rendah sesamanya yang tidak mempunyainya; disana ada suatu waktu pada saat ia sendiri tidak mempunyainya; dan suatu waktu bisa / mungkin datang pada waktu orang yang sekarang ia cenderung untuk rendahkan, dan terhadap tingkah laku siapa ia tidak berbelas kasihan dan keras, bisa / mungkin menerimanya, dan mungkin bisa membuat suatu penggunaan injili darinya dari pada yang sekarang sedang ia lakukan. Peringatan ini perlu bagi banyak orang-orang yang religius, yang membayangkan / mengkhayalkan bahwa mereka telah menjadi obyek kesenangan yang kekal dari Allah, dan bahwa orang-orang lain telah menjadi obyek kebencianNya yang kekal, karena tak ada alasan yang bisa mereka tunjukkan untuk yang satu ataupun untuk yang lain. Ia hanya mempunyai sedikit pengenalan tentang hatinya sendiri, jika ia tidak sadar tentang kemungkinan tentang kesombongan yang mengintai di bawah seruan, ‘Mengapa aku!’ pada waktu membandingkan keadaannya sendiri yang bersifat kasih karunia dengan keadaan orang lain yang belum dilahir-barukan.).

Catatan:

1.  Bagian yang saya beri garis bawah tunggal itu aneh sekali. Adam Clarke, yang adalah seorang Arminian, menerima pandangan Reformed ini? (sekalipun ia menganggap bahwa itu bukan merupakan arti dari ayat ini).

2.  Kata-katanya yang saya beri garis bawah ganda menunjukkan sikap antinya terhadap predestinasi (baik election / pemilihan selamat, maupun reprobation / penentuan binasa).

3.  Sedangkan kata-katanya pada bagian akhir, yang saya cetak dengan huruf besar, bagi saya betul-betul konyol, karena predestinasi, bagi Calvinist, justru memberikan kerendahan hati. Kita percaya, karena kita dipilih. Tetapi orang Arminian berkata: kita percaya karena kita memilih untuk percaya. Ini yang justru adalah kesombongan!

 

Tentang Lenski, mula-mula ia memberikan penafsiran seperti Adam Clarke, tetapi pada bagian akhirnya, tafsirannya mirip dengan tafsiran para Calvinist.


Lenski (tentang 1Kor 4:7): “‘
Who maketh thee to differ?’ means: differ so that thou hast an advantage over others. ‘Who in the world gave thee a preference over others? Nobody! Thou dost only imagine such preference.’ ... The question is, of course, not general as though any kind of an advantage were referred to, and it is not to be answered in this general way. It rests on the concrete idea of puffing oneself up by boasting of following one great teacher in contrast with others who are esteemed as being inferior. Who gave thee this advantage? Thou gavest it to thyself. Thou dost foolishly invent it so as to be able to throw out thy chest and to boast. The Corinthians would prefer to have better apostles than other Christians had - how they would then boast! If they were living today they would demand no less than an archbishop. Now nobody gives thee a preference like that; you Corinthians are all alike and on the same level with all other Christians. Just as Paul and Apollos are not boasting, the one claiming that he is better and higher than the other, so the Corinthians should not imagine that they had an advantage when some of them followed Paul and others followed Apollos. (= ‘Siapa yang membuat engkau berbeda?’ berarti: berbeda sehingga engkau mempunyai suatu keuntungan atas orang-orang lain. ‘Siapa gerangan yang memberi engkau suatu hak / keadaan lebih disukai atas orang-orang lain? Tak ada! Engkau hanya mengkhayalkan hak / keadaan lebih disukai itu’. .... Pertanyaannya tentu saja bukan bersifat umum seakan-akan jenis apapun dari suatu keuntungan ditunjuk, dan itu tidak boleh dijawab dengan cara yang bersifat umum. Pertanyaan itu berdasar pada suatu gagasan konkrit tentang penyombongan diri sendiri dengan membanggakan tindakan mengikuti satu guru besar dalam kontras dengan orang-orang lain yang dinilai sebagai lebih rendah. Siapa yang memberi engkau keuntungan ini? Engkau memberinya kepada dirimu sendiri. Engkau secara tolol menemukannya sehingga bisa membusungkan dadamu dan bangga. Orang-orang Korintus lebih memilih untuk mempunyai rasul-rasul yang lebih baik dari pada yang dipunyai oleh orang-orang Kristen lain - maka betapa bangganya mereka! Seandainya mereka hidup pada jaman sekarang mereka akan menuntut tidak kurang dari seorang uskup agung. Tak seorangpun memberi engkau suatu hak seperti itu; engkau orang-orang Korintus semuanya adalah sama dan ada pada satu level dengan semua orang-orang Kristen yang lain. Sama seperti Paulus dan Apolos tidak membanggakan diri, dan yang satu tidak mengclaim bahwa ia lebih baik dan lebih tinggi dari pada yang lain, demikian pula orang-orang Korintus tidak boleh mengkhayalkan bahwa mereka mempunyai suatu keuntungan pada waktu beberapa dari mereka mengikuti Paulus dan yang lain mengikuti Apolos.).

 

Lenski (tentang 1Kor 4:7): The first question deals with an imaginary possession, the second with an actual possession which one may misuse for puffing himself up. ‘And what hast thou that thou didst not receive?’ The context again yields the sense. What hast thou of saving knowledge and of wisdom, of repentance, of faith, of love, and of Christian virtue, that was not given thee and that thou didst not merely receive? Thus they had also been given the teachers, Paul, Apollos, and others, through whom all this grace was conveyed to them, to all of them equally. The aorist ‘didst receive,’ points to the fact. Simply by receiving it each one of the Corinthians obtained what he now has. The moment he looks at his actual possessions in this true light as an unmerited gift that was dropped into his lap by a gracious hand above he will kiss that hand and never think of boasting. If God used a Paul, an Apollos, a Peter, that, too, is a part of his grace and gift and reason enough for thanks and not for puffed-up pride. Hence Paul adds the third question which really expands the second. ‘Now if thou didst also receive it, why dost thou glory as if thou didst not receive it?’ ... The Corinthians ought to praise and to thank God in proper humility instead of boasting as though what they have is due, not to a gracious gift from God, but to some superiority in themselves. It is surely reprehensible to receive something and then to act as though one had not received it. And it is more reprehensible to boast and to glory. (= Pertanyaan pertama menangani suatu milik yang bersifat khayalan, pertanyaan kedua menangani suatu milik sungguh-sungguh yang seseorang bisa salah gunakan untuk menyombongkan dirinya sendiri. ‘Dan apa yang telah engkau miliki yang tidak engkau terima?’ Lagi-lagi kontext memberikan artinya. Apa yang engkau miliki tentang pengetahuan yang menyelamatkan, dan tentang hikmat, tentang pertobatan, tentang iman, tentang kasih, dan tentang kebaikan-kebaikan Kristen, yang tidak diberikan kepadamu dan tidak semata-mata engkau terima? Karena itu, mereka juga telah diberikan pengajar-pengajar, Paulus, Apolos dan orang-orang lain, melalui siapa semua kasih karunia ini diberikan kepada mereka, kepada semua mereka secara sama. Bentuk aorist / lampau ‘memang menerima’, menunjuk pada fakta itu. Hanya dengan menerimanya setiap orang dari orang-orang Korintus mendapatkan apa yang sekarang ia punyai. Pada saat ia melihat pada miliknya yang sungguh-sungguh dalam terang yang benar sebagai suatu pemberian yang tak layak diterima yang dijatuhkan pada pangkuannya oleh tangan yang penuh kasih karunia di atas, ia akan mencium tangan itu dan tidak pernah berpikir tentang pembanggaan. Jika Allah menggunakan seorang Paulus, seorang Apolos, seorang Petrus, itu juga adalah sebagian dari kasih karunia dan pemberianNya dan merupakan alasan yang cukup untuk bersyukur dan bukannya untuk menggelembungkan kesombongan. Karena itu, Paulus menambahkan pertanyaan ketiga yang sebetulnya memperluas / mengembangkan pertanyaan yang kedua. ‘Sekarang jika engkau memang juga menerimanya, mengapa engkau bermegah seakan-akan engkau tidak menerimanya?’ ... Orang-orang Korintus harus memuji dan bersyukur kepada Allah dalam kerendahan hati yang benar dan bukannya bangga seakan-akan apa yang mereka punyai disebabkan, bukan oleh pemberian yang bersifat kasih karunia dari Allah, tetapi oleh suatu kesuperioran tertentu dalam diri mereka sendiri. Pastilah mereka patut dicela untuk menerima sesuatu dan lalu bertindak seakan-akan ia tidak menerimanya. Dan adalah lebih tercela untuk bangga dan bermegah.).

 

Calvin (tentang 1Kor 4:7): “‘To distinguish’ here means to render eminent. Augustine, however, does not ineptly make frequent use of this declaration for maintaining, in opposition to the Pelagians, that whatever there is of excellence in mankind, is not implanted in him by nature, so that it could be ascribed either to nature or to descent; and farther, that it is not acquired by free will, so as to bring God under obligation, but flows from his pure and undeserved mercy. For there can be no doubt that Paul here contrasts the grace of God with the merit or worthiness of men. (= ‘Membedakan’ di sini berarti membuat / menyebabkan menonjol. Tetapi Agustinus bukannya dengan tidak layak sering menggunakan pernyataan ini untuk mempertahankan, dalam oposisi dengan para Pelagian, bahwa hal yang menonjol apapun yang ada dalam umat manusia, tidaklah ditanamkan di dalam dia secara alamiah, sehingga itu bisa dianggap berasal atau dari alam atau dari keturunan; dan lebih jauh, bahwa itu bukannya didapatkan oleh kehendak bebas, sehingga membawa Allah di bawah kewajiban, tetapi mengalir dari belas kasihanNya yang murni dan tidak layak diterima. Karena tidak bisa diragukan bahwa Paulus di sini mengkontraskan kasih karunia Allah dengan jasa atau kelayakan manusia.).

 

Calvin melanjutkan: “what greater vanity is there than that of boasting without any ground for it? Now, there is no man that has anything of excellency from himself; therefore the man that extols himself is a fool and an idiot. The true foundation of Christian modesty is this - not to be selfcomplacent, as knowing that we are empty and void of everything good - that, if God has implanted in us anything that is good, we are so much the more debtors to his grace; and in fine, that, as Cyprian says, we must glory in nothing, because there is nothing that is our own.” (= Kesia-siaan apa yang lebih besar disana dari pada kesia-siaan dari pembanggaan tanpa dasar apapun untuknya? Tidak ada orang yang mempunyai apapun yang sangat bagus dari dirinya sendiri; karena itu orang yang memuji dirinya sendiri adalah seorang tolol dan seorang idiot. Dasar yang benar dari kerendahan hati adalah ini - tidak menjadi puas diri, karena tahu bahwa kita adalah kosong dan hampa tentang segala sesuatu yang baik - bahwa, jika Allah telah menanamkan dalam kita apapun yang baik, kita makin adalah orang-orang yang berhutang pada kasih karuniaNya; dan singkatnya, bahwa, seperti Cyprian katakan, kita tidak boleh bermegah dalam apapun, karena tidak ada apapun yang adalah milik kita sendiri.).

 

John Owen mengomentari 1Kor 4:7 ini dengan berkata: “Every thing that makes us differ from others is received from God; wherefore, the foundation of all difference in spiritual things between the sons of Adam being faith and repentance, they must also of necessity be received from above.” (= Segala sesuatu yang membuat kita berbeda dari orang-orang lain diterima dari Allah; karena itu, dasar dari semua perbedaan dalam hal-hal rohani di antara anak-anak / keturunan Adam yang adalah iman dan pertobatan, hal-hal itu juga harus diterima dari atas.) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 121 (AGES).

 

Charles Hodge: Cardinal Bellarmin objects to the view above stated that it assumes that the reason why one man believes and another disbelieves, is to be found in the free will of the subject. This, he says, is directly contrary to what the Apostle says in 1 Corinthians 4:7, ‘Who maketh thee to differ? And what hast thou that thou didst not receive?’ ... Here the main principle which distinguishes Augustinianism from all other schemes of doctrine is conceded. Why does one man repent and believe the Gospel, while another remains impenitent? The Augustinian says it is because God makes them to differ. He gives to one what He does not give to another. All Anti-Augustinians say that the reason is, that the one cooperates with the grace of God, and the other does not; or, the one yields, and the other does not; or, that the one resists, and the other does not. (= Kardinal Bellarmin keberatan terhadap pandangan yang dinyatakan di atas karena pandangan itu menganggap bahwa alasan mengapa satu orang percaya dan yang lain tidak percaya, harus ditemukan dalam kehendak bebas dari orangnya. Ini, katanya, bertentangan langsung dengan apa yang sang Rasul katakan dalam 1Kor 4:7, ‘Siapa yang membuat engkau berbeda? Dan apa yang engkau miliki yang tidak engkau terima?’ ... Di sini prinsip utama yang membedakan Augustinianisme dari semua pola-pola lain dari doktrin diakui. Mengapa satu orang bertobat dan percaya Injil, sedangkan yang lain tetap tidak bertobat? Orang-orang Augustinian mengatakan itu disebabkan karena Allah yang membuat mereka berbeda. Ia memberi kepada satu orang apa yang Ia tidak berikan kepada yang lain. Semua orang-orang Anti-Augustinian berkata bahwa alasannya adalah, bahwa yang satu bekerja sama dengan kasih karunia Allah, dan yang lain tidak; atau, yang satu menyerah, dan yang lain tidak; atau, bahwa yang satu menolak, dan yang lain tidak.) - ‘Systematic Theology’, vol II, hal 678.

 

 

 

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali