(Rungkut Megah
Raya Blok D No 16)
Rabu, tgl 2
Oktober 2013, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
[HP: (031)
70641331 / (031) 60501331 / 081945588855]
g) Sola Fide
(hanya iman) dan Sola Gratia (hanya kasih karunia).
R. C. Sproul:
“Evangelicals
are so called because of their commitment to the biblical and historical
doctrine of justification by faith alone. Because
the Reformers saw sola fide
as central and essential to the biblical gospel, the term evangelical
was applied to them. Modern evangelicals in great numbers embrace the sola fide
of the Reformation, but have jettisoned the sola gratia
that undergirded it. Packer and Johnston assert: ‘Justification
by faith only’ is a truth that needs interpretation. The principle of sola
fide is not rightly understood till
it is seen as anchored in the broader principle of sola gratia.
What is the source and status of faith? Is it the God-given means whereby the
God-given justification is received, or is it a condition of justification which
is left to man to fulfill? Is it a part of God’s gift of salvation, or is it
man’s own contribution to salvation? Is our salvation wholly of God, or does
it ultimately depend on something that we do for ourselves? Those who say the
latter (as the Arminians later did) thereby deny man’s utter helplessness in
sin, and affirm that a form of semi-Pelagianism is true after all. It is no
wonder, then, that later Reformed theology condemned Arminianism as being in
principle a return to Rome (because in effect it turned faith into a meritorious
work) and a betrayal of the Reformation (because it denied the sovereignty of
God in saving sinners, which was the deepest religious and theological principle
of the Reformers’ thought). Arminianism was, indeed, in Reformed eyes a
renunciation of New Testament Christianity in favour of New Testament Judaism;
for to rely on oneself for faith is no different in principle from relying on
oneself for works, and the one is as un-Christian and anti-Christian as the
other. In the light of what Luther says to Erasmus, there is no doubt that he
would have endorsed this judgment. I must confess that the first time I read
this paragraph, I blinked. On the surface it seems to be a severe indictment of
Arminianism. Indeed it could hardly be more severe than to speak of it as
‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ Does this mean that Packer and
Johnston believe Arminians are not Christians? Not necessarily. Every Christian
has errors of some sort in his thinking. Our theological views are fallible. Any
distortion in our thought, any deviation from pure, biblical categories may be
loosely deemed ‘un-Christian’ or ‘anti-Christian.’ The fact that our
thought contains un-Christian elements does not demand the inference that we are
therefore not Christians at all. I agree with Packer and Johnston that
Arminianism contains un-Christian elements in it and that their view of the
relationship between faith and regeneration is fundamentally un-Christian. Is
this error so egregious that it is fatal to salvation? People
often ask if I believe Arminians are Christians? I usually answer, ‘Yes,
barely.’ They are Christians by what we call a
felicitous inconsistency. What is this inconsistency? Arminians
affirm the doctrine of justification by faith alone. They agree that we have no
meritorious work that counts toward our justification, that our justification
rests solely on the righteousness and merit of Christ, that sola fide
means justification is by Christ alone, and that we must trust not in our own
works, but in Christ’s work for our salvation.
In all this they differ from Rome on crucial points. Packer and Johnston note
that later Reformed theology, however, condemned Arminianism as a betrayal of
the Reformation and in principle as a return to Rome. They point out that
Arminianism ‘in effect turned faith into a meritorious work.’ We notice that
this charge is qualified by the words ‘in
effect.’ Usually Arminians deny that their
faith is a meritorious work. If they were to insist that faith is a meritorious
work, they would be explicitly denying justification by faith alone. The
Arminian acknowledges that faith is something a person does. It is a work,
though not a meritorious one. Is it a good work? Certainly it is not a bad work.
It is good for a person to trust in Christ and in Christ alone for his or her
salvation. Since God commands us to trust in Christ, when we do so we are
obeying this command. But all Christians agree that faith is something we do.
God does not do the believing for us. We also agree that our justification is
by faith insofar as faith is the instrumental cause of our justification.
All the Arminian wants and intends to assert is that man has the ability to
exercise the instrumental cause of faith without first being regenerated. This
position clearly negates sola gratia,
but not necessarily sola
fide.
Then why say that Arminianism ‘in effect’ makes faith a meritorious work?
Because the good response people make to the gospel becomes the ultimate
determining factor in salvation. I often ask my Arminian friends why they are
Christians and other people are not. They say it is because they believe in
Christ while others do not. Then I inquire why they believe and others do not?
‘Is it because you are more righteous than the person who abides in
unbelief?’ They are quick to say no. ‘Is it because you are more
intelligent?’ Again the reply is negative. They say that God is gracious
enough to offer salvation to all who believe and that one cannot be saved
without that grace. But this grace is cooperative grace. Man in his fallen state
must reach out and grasp this grace by an act of the will, which is free to
accept or reject this grace. Some exercise the will rightly (or righteously),
while others do not. When pressed on this point, the Arminian finds it difficult
to escape the conclusion that ultimately his salvation rests on some righteous
act of the will he has performed. He has ‘in effect’ merited the merit of
Christ, which differs only slightly from the view of Rome.”
[= Orang-orang
‘injili’ disebut demikian karena komitmen mereka pada doktrin Alkitabiah dan
bersifat sejarah, dari ‘pembenaran oleh iman saja’. Karena para tokoh
Reformasi melihat SOLA FIDE sebagai bersifat pokok dan penting / bersifat hakiki
pada injil yang Alkitabiah, maka istilah ‘injili’ diterapkan kepada mereka. Orang-orang
Injili modern dalam jumlah yang besar memeluk / mempercayai SOLA FIDE dari
Reformasi, tetapi telah membuang SOLA GRATIA yang menopang di bawahnya.
Packer dan Johnston menegaskan: ‘Pembenaran oleh iman
saja’ adalah suatu kebenaran yang membutuhkan penafsiran. Prinsip dari SOLA
FIDE tidak dimengerti secara benar sampai itu terlihat dijangkarkan pada prinsip
yang lebih luas tentang SOLA GRATIA. Apa yang merupakan sumber dan keadaan /
posisi dari iman? Apakah iman adalah cara yang Allah berikan dengan mana
pembenaran yang Allah berikan diterima, atau apakah
iman adalah suatu syarat pembenaran yang ditinggalkan kepada manusia untuk
digenapi / dilakukan oleh manusia? Apakah
iman merupakan sebagian dari pemberian keselamatan dari Allah, atau apakah
iman merupakan sumbangsih manusia sendiri pada keselamatan?
Apakah keselamatan kita sepenuhnya dari Allah, atau apakah
iman pada akhirnya tergantung pada sesuatu yang kita lakukan bagi diri kita
sendiri? Mereka yang mengatakan yang
belakangan (seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arminian yang belakangan)
dengan itu menyangkal ketidak-berdayaan sama sekali dari manusia dalam dosa, dan
menegaskan bahwa bagaimanapun suatu bentuk dari semi-Pelagianisme adalah benar.
Maka tidaklah mengherankan bahwa theologia Reformed yang belakangan mengecam
Arminianisme sebagai dalam prinsip suatu tindakan kembali pada Roma (karena
sebetulnya / dalam faktanya Arminianisme mengubah iman menjadi suatu pekerjaan
yang mempunyai jasa) dan suatu pengkhianatan dari Reformasi (karena Arminianisme
menyangkal kedaulatan Allah dalam penyelamatan orang-orang berdosa, yang
merupakan prinsip agamawi dan theologis yang terdalam dari pemikiran tokoh-tokoh
Reformasi). Di mata orang-orang Reformed, Arminianisme memang adalah suatu
penolakan / penyangkalan dari kekristenan Perjanjian Baru dan suatu dukungan
kepada Yudaisme Perjanjian Baru; karena bersandar
pada diri sendiri
untuk iman secara prinsip tak
berbeda dari bersandar kepada diri sendiri
untuk perbuatan baik, dan yang
satu sama tidak Kristen dan anti Kristennya seperti yang lain.
Dalam terang dari apa yang Luther katakan kepada Erasmus, disana tidak ada
keraguan bahwa ia akan sudah mengesahkan / menyokong penghakiman / penilaian
ini. Saya harus mengakui bahwa pertama kali saya membaca paragraf ini,
saya mengedipkan mata. Di permukaan ini kelihatannya merupakan suatu tuduhan
serius terhadap Arminianisme. Memang hampir tak bisa lebih keras dari pada
berbicara tentang Arminianisme sebagai ‘tidak Kristen’ atau ‘Anti
Kristen’. Apakah ini berarti bahwa Packer dan
Johnston mempercayai bahwa orang-orang Arminian bukanlah orang-orang Kristen?
Tidak harus demikian. Setiap orang Kristen mempunyai kesalahan-kesalahan dari
jenis tertentu dalam pemikirannya. Pandangan-pandangan theologis kita bisa
salah. Distorsi apapun dalam pemikiran kita, penyimpangan apapun dari
kategori-kategori yang murni dan Alkitabiah bisa secara longgar dianggap sebagai
‘tidak Kristen’ atau ‘anti Kristen’. Fakta bahwa pemikiran theologis
kita mengandung elemen-elemen yang tidak Kristen tidaklah menuntut kesimpulan
bahwa karena itu kita bukanlah orang-orang Kristen sama sekali. Saya
setuju dengan Packer dan Johnston bahwa Arminianisme mengandung elemen-elemen
yang tidak Kristen di dalamnya dan bahwa pandangan mereka tentang hubungan
antara iman dan kelahiran baru secara dasari tidak Kristen. Apakah kesalahan ini
begitu menyolok sehingga itu merupakan sesuatu yang fatal terhadap keselamatan? Orang-orang
sering bertanya apakah saya percaya bahwa orang-orang Arminian adalah
orang-orang Kristen? Saya biasanya menjawab, ‘Ya, hampir tidak’. Mereka
adalah orang-orang Kristen oleh apa yang kami sebut suatu
ketidak-konsistenan yang menguntungkan. Ketidak-konsistenan
apa ini? Arminianisme menegaskan doktrin pembenaran
oleh iman saja. Mereka setuju bahwa kita tidak mempunyai perbuatan / pekerjaan
yang berjasa yang diperhitungkan pada pembenaran kita, bahwa pembenaran kita
bersandar semata-mata pada kebenaran dan jasa dari Kristus, bahwa SOLA FIDE
(iman saja) berarti pembenaran adalah oleh Kristus saja, dan bahwa kita harus
percaya bukan kepada pekerjaan / perbuatan baik kita sendiri, tetapi kepada
pekerjaan Kristus untuk keselamatan kita. Dalam
semua ini mereka berbeda dari Roma pada pokok-pokok yang penting.
Tetapi Packer dan Johnston memperhatikan bahwa theologia Reformed yang
belakangan mengecam Arminianisme sebagai suatu pengkhianatan terhadap Reformasi
dan secara prinsip sebagai suatu tindakan kembali kepada Roma. Mereka
menunjukkan bahwa Arminianisme ‘sebetulnya / dalam faktanya mengubah iman
menjadi suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa’. Kami
memperhatikan bahwa tuduhan ini disyaratkan oleh kata-kata ‘sebetulnya / dalam
faktanya’. Biasanya orang-orang Arminian menyangkal
bahwa iman mereka adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik yang mempunyai jasa.
Seandainya mereka berkeras bahwa iman adalah suatu pekerjaan / perbuatan baik
yang mempunyai jasa, mereka secara explicit menyangkal pembenaran oleh iman saja.
Orang-orang Arminian mengakui bahwa iman adalah sesuatu yang seseorang lakukan.
Itu adalah suatu pekerjaan / perbuatan, sekalipun bukan suatu pekerjaan /
perbuatan yang mempunyai jasa. Apakah itu suatu
pekerjaan baik? Pasti itu bukanlah suatu pekerjaan yang buruk / jahat.
Adalah baik bagi seseorang untuk percaya kepada Kristus dan kepada Kristus saja
untuk keselamatannya. Karena Allah memerintahkan kita untuk percaya kepada
Kristus, pada waktu kita melakukannya kita sedang mentaati perintah ini. Tetapi
semua orang Kristen setuju bahwa iman adalah sesuatu yang kita lakukan. Allah
tidak melakukan tindakan percaya itu untuk kita. Kita juga setuju bahwa
pembenaran kita adalah oleh iman sejauh iman adalah penyebab yang bersifat alat
dari pembenaran kita. Semua yang orang-orang Arminian inginkan dan maksudkan
untuk tegaskan adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melaksanakan
penyebab yang bersifat alat dari iman tanpa harus dilahir-barukan lebih dulu.
Posisi ini secara jelas meniadakan SOLA GRATIA,
tetapi tidak harus meniadakan SOLA FIDE. Lalu
mengapa mengatakan bahwa Arminianisme ‘sebetulnya / dalam faktanya’ membuat
iman suatu pekerjaan yang mempunyai jasa? Karena tanggapan yang baik yang dibuat
oleh orang-orang kepada injil menjadi faktor penentu akhir dalam keselamatan.
Saya sering bertanya kepada teman-teman Arminian saya
mengapa mereka adalah orang-orang Kristen dan orang-orang lain tidak. Mereka
mengatakan bahwa itu disebabkan karena mereka percaya kepada Kristus sedangkan
orang-orang lain tidak. Lalu saya bertanya mengapa mereka percaya dan
orang-orang lain tidak? ‘Apakah itu disebabkan karena kamu lebih benar dari
pada orang yang tinggal dalam ketidak-percayaan?’ Mereka dengan cepat menjawab
‘tidak’. ‘Apakah itu disebabkan karena kamu lebih pandai?’ Lagi-lagi
jawabannya adalah ‘tidak’. Mereka mengatakan bahwa Allah itu cukup murah hati untuk
menawarkan keselamatan kepada semua orang yang percaya dan bahwa seseorang tidak
bisa diselamatkan tanpa kasih karunia itu. Tetapi kasih karunia ini adalah kasih
karunia yang bersifat kerja sama. Manusia dalam keadaannya yang sudah jatuh
harus menjangkau dan memegang kasih karunia ini oleh suatu tindakan dari
kehendak, yang bebas untuk menerima atau menolak kasih karunia ini. Sebagian
menggunakan kehendak dengan benar, sedangkan yang lain tidak.
Pada waktu ditekan pada titik ini, orang-orang
Arminian mendapati bahwa sukar untuk lolos dari kesimpulan bahwa pada akhirnya
keselamatannya berdasar / bersandar pada suatu tindakan benar dari kehendak yang
telah ia lakukan. Ia ‘sebetulnya / dalam faktanya’ mengambil jasa
Kristus yang hanya sedikit berbeda dengan pandangan dari Roma.]
- ‘Willing to Believe’, hal 24-26.
Catatan:
kalau dalam kutipan ini dikatakan ‘Roma’ maksudnya adalah ‘Gereja Roma
Katolik’.
Jadi,
R. C. Sproul telah menunjukkan bahwa pandangan Arminian tentang kasih karunia
pada hakekatnya mengandung unsur perbuatan / usaha dari manusia. Dan kalau
demikian, maka sebetulnya itu bukan lagi SOLA GRATIA (only
grace / hanya kasih karunia), karena Alkitab memang mengajarkan bahwa kasih
karunia tidak bisa dicampur dengan perbuatan baik, karena kalau demikian maka
kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.
Bdk.
Ro 11:5-6 - “(5) Demikian juga pada
waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih karunia. (6) Tetapi jika
hal itu terjadi karena kasih karunia, maka
bukan lagi karena perbuatan, sebab jika
tidak demikian, maka kasih karunia itu bukan lagi kasih karunia.”.
Memang
iman dan kasih karunia ada di satu pihak, sedangkan perbuatan baik / ketaatan (works)
ada di pihak lain, dan kedua pihak ini sangat dikontraskan dalam Alkitab.
Ef 2:8-9
- “(8) Sebab karena kasih
karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu,
tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu:
jangan ada orang yang memegahkan diri.”.
Orang-orang
yang mempercayai SOLA FIDE dengan benar, dan melandaskannya pada SOLA GRATIA,
membuang semua perbuatan dari iman / keselamatan, dan karena itu tidak bisa
tidak harus menerima doktrin ‘Irresistible
Grace’ (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak).
2)
Doktrin Irresistible Grace (= Kasih karunia yang tidak bisa ditolak) ini
timbul dari ayat-ayat Alkitab seperti:
a)
Fil 2:13 - “karena Allahlah yang mengerjakan di dalam kamu baik
kemauan maupun pekerjaan menurut kerelaanNya”.
Ini
terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa
Inggris di bawah ini:
KJV:
‘For it is God which worketh in you both to
will and to do of his good pleasure’ (= Karena Allahlah yang
bekerja dalam kamu baik untuk menghendaki maupun
untuk melakukan dari kesenanganNya yang baik).
RSV:
‘for God is at work in you, both to will
and to work for his good pleasure’ (= karena Allah bekerja
dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk
mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).
NIV:
‘for it is God who works in you to will and
to act according to his good purpose’ (= karena Allahlah yang
bekerja dalam kamu untuk menghendaki dan untuk
berbuat menurut rencanaNya yang baik).
NASB:
‘for it is God who is at work in you, both
to will and to work for His good pleasure’ (= karena Allahlah
yang bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki
maupun untuk mengerjakan untuk kesenanganNya yang baik).
Sekarang
mari kita melihat penafsiran Adam Clarke, yang adalah seorang Arminian, tentang
Fil 2:13 ini.
Adam
Clarke (tentang Fil 2:13):
“‘For
it is God which worketh in you.’ Every holy purpose, pious resolution, good
word, and good work, must come from him; ye must be workers together with him,
that ye receive not his grace in vain; because he worketh in you, therefore work
with him, and work out your own salvation. ‘To will and to do.’ To
thelein kai to energein.
The power to will and the power to act must necessarily come from God, who is
the author both of the soul and body, and of all their powers and energies, but
the act of volition and the act of working come from the man. God gives power to
will, man wills through that power; God gives power to act, and man acts through
that power. Without the power to will, man can will nothing; without the power
to work, man can do nothing. God neither wills for man, nor works in man’s
stead, but he furnishes him with power to do both; he is therefore accountable
to God for these powers. Because God works in them the power to will and the
power to do, therefore the apostle exhorts them to work out their own salvation;
most manifestly showing that the use of the powers of volition and action
belongs to themselves. They cannot do God’s work, they cannot produce in
themselves a power to will and to do; and God will not do their work, he will
not work out their salvation with fear and trembling. Though men have grievously
puzzled themselves with questions relative to the will and power of the human
being; yet no case can be plainer than that which the apostle lays down here:
the power to will and do comes from GOD; the use of that power belongs to man.
He that has not got this power can neither will nor work; he that has this power
can do both. But it does not necessarily follow that he who has these powers
will use them; the possessson of the powers does not necessarily imply the use
of those powers, because a man might have them, and not use or abuse them;
therefore the apostle exhorts: Work out your own salvation. This is a general
exhortation, it may be applied to all men, for to all it is applicable, there
not being a rational being on the face of the earth, who has not from God both
power to will and act in the things which concern his salvation. Hence, the
accountableness of man. ‘Of his good pleasure.’ Every good is freely given
of God; no man deserves anything from him; and as it pleaseth him, so he deals
out to men those measures of mental and corporeal energy which he sees to be
necessary; giving to some more, to others less, but to all what is sufficient
for their salvation.” (= ‘Karena
adalah Allah yang bekerja di dalam kamu’. Setiap tujuan / rencana yang kudus,
keputusan yang saleh, kata yang baik, dan pekerjaan yang baik, harus datang dari
Dia; kamu harus menjadi pekerja-pekerja bersama-sama
dengan Dia, supaya kamu tidak menerima kasih karuniaNya dengan sia-sia;
karena Ia bekerja di dalam kamu, karena itu bekerjalah bersama / dengan Dia, dan kerjakanlah keselamatanmu
sendiri. ‘Untuk menghendaki dan untuk melakukan’. To
thelein kai to energein.
Kuasa untuk menghendaki dan kuasa untuk bertindak
harus datang dari Allah, yang adalah pencipta dari baik jiwa maupun
tubuh, dan dari semua kuasa dan tenaga mereka, tetapi
tindakan dari kehendak dan tindakan dari pengerjaan datang dari manusia.
Allah memberi kuasa
untuk menghendaki, manusia menghendaki melalui kuasa
itu; Allah memberi kuasa
untuk bertindak, dan manusia bertindak melalui kuasa
itu. Tanpa kuasa untuk menghendaki,
manusia tidak bisa menghendaki apapun; tanpa kuasa
untuk mengerjakan, manusia tidak bisa berbuat apa-apa. Allah tidak menghendaki
untuk manusia, ataupun bekerja / melakukan di tempat manusia, tetapi Ia
memperlengkapinya dengan kuasa untuk melakukan
keduanya; karena itu ia bertanggung-jawab kepada Allah untuk kuasa-kuasa
ini. Karena Allah mengerjakan di dalam mereka kuasa
untuk menghendaki dan kuasa untuk melakukan,
karena itu sang rasul mendesak mereka untuk mengerjakan / menyelesaikan
keselamatan mereka sendiri; secara paling jelas menunjukkan bahwa penggunaan
dari kuasa-kuasa dari kehendak dan tindakan
termasuk pada / merupakan kepunyaan mereka sendiri. Mereka tidak bisa melakukan
pekerjaan Allah, mereka tidak bisa menghasilkan dalam diri mereka sendiri suatu
kuasa untuk menghendaki dan melakukan; dan Allah tidak akan / mau melakukan
pekerjaan mereka, Ia tidak akan / mau mengerjakan / menyelesaikan keselamatan
mereka dengan takut dan gentar. Sekalipun manusia secara menyedihkan telah
membingungkan diri mereka sendiri dengan pertanyaan-pertanyaan berhubungan
dengan kehendak dan kuasa dari manusia; tetapi tak ada kasus yang lebih jelas
dari pada itu yang sang rasul letakkan di sini: kuasa
untuk menghendaki dan melakukan datang dari Allah;
penggunaan dari kuasa
itu termasuk pada / merupakan kepunyaan manusia. Ia yang belum
menerima kuasa ini tidak bisa menghendaki ataupun
melakukan; ia yang mempunyai kuasa ini bisa
melakukan keduanya. Tetapi tidak harus / pasti mengikuti bahwa ia yang
mempunyai kuasa-kuasa ini akan menggunakan kuasa-kuasa
ini; kepemilikan dari kuasa-kuasa tidak harus
menunjukkan penggunaan dari kuasa-kuasa itu,
karena seorang manusia bisa mempunyai kuasa-kuasa
ini, dan tidak menggunakan, atau menyalah-gunakan, kuasa-kuasa
ini; karena itu sang rasul mendesak: ‘Kerjakanlah / selesaikanlah
keselamatanmu sendiri’. Ini merupakan desakan umum, itu bisa diterapkan kepada
semua manusia, karena bagi semua orang ini dapat diterapkan, disana
tidak ada suatu makhluk rasionil di muka bumi, yang tidak mempunyai dari Allah
baik kuasa untuk
menghendaki dan bertindak dalam hal-hal yang menyangkut / berkenaan dengan
keselamatannya. ‘Dari perkenanNya / kesenanganNya yang baik’.
Setiap apa yang baik diberikan dengan cuma-cuma dari Allah; tak seorangpun layak
mendapat apapun dari Dia; dan karena itu menyenangkan Dia, begitulah
Ia memberikan kepada orang-orang, takaran tenaga mental dan badani itu, yang Ia
anggap perlu; memberi lebih kepada sebagian, kepada orang-orang lain memberi
kurang, tetapi kepada semua apa yang cukup untuk keselamatan mereka.).
Catatan:
menurut saya, apa yang salah dari tafsiran Clarke ini adalah kata ‘kuasa’
yang ia gunakan berulang-ulang di sini. Mengapa ini salah? Karena ayatnya tak
berbicara apapun tentang ‘kuasa’.
Ayatnya mengatakan (KJV): ‘Allah bekerja dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan’.
Apa
yang juga saya rasakan sebagai suatu keanehan adalah kalimat terakhir, dimana
Clarke mengatakan bahwa ada yang diberi lebih banyak dan ada yang diberi lebih
sedikit, tetapi semua diberi cukup untuk keselamatan mereka. Yang saya
pertanyakan, apakah itu memang merupakan pandangan Arminian?
Karena setahu saya mereka percaya semua orang telah diangkat ke level yang
sama.
Saya
tak menggunakan tafsiran Lenski tentang ayat ini karena tafsirannya ruwet
sekali.
Sekarang
kita bandingkan dengan tafsiran Calvin tentang Fil 2:13 ini.
Calvin
(tentang Fil 2:13):
“It is God that worketh. This is the true engine for bringing down all
haughtiness - this the sword for putting an end to all pride, when we are taught
that we are utterly nothing, and can do nothing,
except through the grace of God alone. I mean supernatural grace,
which comes forth from the spirit of regeneration. For, considered as men, we
already are, and live and move in God. (Acts 17:28.) But Paul reasons here as to
a kind of movement different from that universal one. Let us now observe how
much he ascribes to God, and how much he leaves to us. There are, in any action,
two principal departments - the inclination, and the power to carry it into
effect. Both of these he ascribes wholly to God; what more remains to us as a
ground of glorying? Nor is there any reason to doubt that this division has the
same force as if Paul had expressed the whole in a single word; for the
inclination is the groundwork; the accomplishment of it is the summit of the
building brought to a completion. He has also expressed much more than if he had
said that God is the Author of the beginning and of the end. For in that case
sophists would have alleged, by way of cavil, that something between the two was
left to men. But as it is, what will they find that is in any degree peculiar to
us? They toil hard in their schools to reconcile with the grace of God free-will
- of such a nature, I mean, as they conceive of - which might be capable of
turning itself by its own movement, and might have a peculiar and separate
power, by which it might co-operate with the grace of God. I do not dispute as
to the name, but as to the thing itself. In order, therefore, that free-will may
harmonize with grace, they divide in such a manner, that God restores in us a
free choice, that we may have it in our power to will aright. Thus they
acknowledge to have received from God the power of willing aright, but assign to
man a good inclination. Paul, however, declares this to be a work of God,
without any reservation. For he does not say that our hearts are simply turned
or stirred up, or that the infirmity of a good will is helped, but that a good
inclination is wholly the work of God. Now, in the calumny brought forward by
them against us - that we make men to be like stones, when we teach that they
have nothing good, except from pure grace, they act a shameless part. For we
acknowledge that we have from nature an inclination, but as it is depraved
through the corruption of sin, it begins to be good only when it has been
renewed by God. Nor do we say that a man does anything good without willing it,
but that it is only when his inclination is regulated by the Spirit of God.
Hence, in so far as concerns this department, we see that the entire praise is
ascribed to God, and that what sophists teach us is frivolous - that grace is
offered to us, and placed, as it were, in the midst of us, that we may embrace
it if we choose; for if God did not work in us efficaciously, he could not be
said to produce in us a good inclination. As to the second department, we must
entertain the same view. ‘God,’ says he, ‘is o` evnergw/n to. evnergei/n he
that worketh in us to do.’ He brings, therefore, to perfection those pious
dispositions which he has implanted in us, that they may not be unproductive, as
he promises by Ezekiel, - ‘I will cause them to walk in my commandments.’
(Ezekiel 11:20.) From this we infer that perseverance, also, is his free gift.
‘According to his good pleasure.’ Some explain this to mean - the good
intention of the mind. I, on the other hand, take it rather as referring to God,
and understand by it his benevolent disposition, which they commonly call beneplacitum, (good pleasure.) For the Greek word eujdoki>a
is very frequently employed in this sense; and the context requires it. For Paul
has it in view to ascribe everything to God, and to take everything from us.
Accordingly, not satisfied with having assigned to God the production both of
willing and of doing aright, he ascribes both to his unmerited mercy. By this
means he shuts out the contrivance of the sophists as to subsequent grace, which
they imagine to be the reward of merit. Hence he teaches, that the whole course
of our life, if we live aright, is regulated by God, and that, too, from his
unmerited goodness.”
[= Adalah Allah yang bekerja. Ini adalah alat yang benar untuk menurunkan
semua kesombongan - ini (adalah)
pedang untuk mengakhiri semua kesombongan, pada waktu kita diajar bahwa kita
sama sekali nihil, dan tidak bisa melakukan apa-apa, kecuali melalui kasih
karunia Allah saja. Saya memaksudkan kasih karunia yang bersifat
supranatural, yang datang dari Roh kelahiran baru. Karena, dipertimbangkan
sebagai manusia, kita sudah ada, dan hidup dan bergerak di dalam Allah (Kis
17:28). Tetapi Paulus berargumentasi di sini berkenaan dengan sejenis gerakan
yang berbeda dari gerakan yang bersifat universal itu. Hendaklah
sekarang kita memperhatikan berapa banyak ia anggap berasal dari Allah, dan
berapa banyak ia tinggalkan bagi kita. Di sana
ada, dalam tindakan apapun, 2 bagian utama - kecondongan, dan kuasa untuk
melaksanakannya. Keduanya ini dia anggap sepenuhnya berasal dari Allah; apa lagi
yang tertinggal bagi kita sebagai suatu dasar untuk bermegah? Juga
disana tidak ada alasan apapun untuk meragukan bahwa pembagian ini mempunyai
kekuatan yang sama seakan-akan Paulus telah
menyatakan seluruhnya dalam satu kata; karena kecondongan adalah dasarnya;
pencapaian darinya adalah puncak dari bangunan yang diselesaikan. Ia juga telah
menyatakan lebih banyak dari pada seandainya ia berkata bahwa Allah adalah
Pencipta / Sumber dari permulaan / awal sampai akhir. Karena dalam
kasus itu sophist (ahli-ahli argumentasi dalam kepausan) akan
menyatakan tanpa bukti, dengan cara mempertengkarkan hal-hal yang remeh, bahwa
sesuatu di antara kedua hal itu tertinggal bagi manusia. Tetapi
sebagaimana adanya ayat itu, apa yang akan mereka dapatkan yang dalam tingkat
apapun adalah sesuatu yang khusus bagi kita? Mereka
berjerih payah dengan keras dalam sekolah-sekolah mereka untuk memperdamaikan
dengan kasih karunia Allah kehendak bebas - dari sifat dasar sedemikian rupa,
saya maksudkan, seperti yang mereka pikirkan tentangnya - yang bisa mampu
membalikkan diri sendiri oleh gerakannya sendiri, dan bisa mempunyai suatu kuasa
yang khusus dan terpisah, dengan mana itu bisa bekerja sama dengan kasih karunia
Allah. Saya tidak mempertengkarkan nama / sebutan, tetapi berkenaan
dengan hal itu sendiri. Karena
supaya kehendak bebas bisa harmonis dengan kasih karunia, mereka membagi dengan
cara sedemikian rupa sehingga Allah memulihkan dalam diri kita suatu pilihan
bebas, sehingga kita bisa mempunyainya dalam kuasa kita untuk menghendaki secara
benar. Jadi mereka mengakui telah menerima dari Allah kuasa untuk menghendaki
secara benar, tetapi menganggap berasal dari manusia kecondongan yang baik.
Tetapi Paulus menyatakan ini sebagai suatu pekerjaan
Allah, tanpa syarat / pembatasan. Karena ia tidak mengatakan bahwa hati kita
sekedar dibelokkan atau diaduk / digerakkan, atau bahwa kelemahan dari suatu
kehendak yang baik ditolong, tetapi bahwa suatu kecondongan yang baik sepenuhnya
merupakan pekerjaan Allah. Sekarang, dalam
fitnahan yang mereka ajukan terhadap kami - bahwa kami membuat manusia menjadi
seperti batu, pada waktu kami mengajar bahwa mereka tidak mempunyai apapun yang
baik, kecuali kasih karunia yang murni, mereka melakukan suatu bagian yang
memalukan. Karena kami mengakui bahwa kita mempunyai dari alam suatu
kecondongan, tetapi karena itu adalah bejat melalui perusakan dosa, itu hanya
mulai menjadi baik pada waktu itu telah diperbaharui oleh Allah. Juga kita tidak
mengatakan bahwa seseorang melakukan apapun yang baik tanpa menghendakinya,
tetapi itu hanya pada waktu kecondongannya diatur oleh Roh Allah. Maka,
sejauh berkenaan dengan bagian pertama, kami melihat bahwa seluruh pujian
dianggap milik Allah, dan bahwa apa yang para sophist ajarkan kepada
kami adalah sembrono / tidak karuan - bahwa kasih karunia ditawarkan kepada
kita, dan ditempatkan, seakan-akan, di tengah-tengah kita, sehingga kita bisa
memeluknya jika kita memilih demikian; karena jika
Allah tidak bekerja di dalam kita secara efektif, Ia tidak bisa dikatakan
menghasilkan di dalam kita kecondongan yang baik. Berkenaan dengan
bagian yang kedua, kita harus mempunyai pandangan yang sama. ‘Allah’,
katanya, adalah HO ENERGON TO ENERGEIN, ‘Ia yang mengerjakan di dalam kita
untuk melakukan’. Karena itu, Ia membawa kepada
kesempurnaan kecondongan-kecondongan yang telah Ia tanamkan di dalam kita,
supaya mereka tidak bisa tidak berhasil, seperti yang Ia janjikan
oleh Yehezkiel, - ‘Aku akan menyebabkan mereka berjalan / hidup dalam
perintah-perintahKu’. (Yeh 11:20). Dari sini kami menyimpulkan bahwa
ketekunan, juga merupakan karunia cuma-cumaNya. ‘Sesuai dengan kesenanganNya
yang baik’. Sebagian orang menjelaskan bahwa ini berarti ‘maksud yang baik
dari pikiran’. Saya, di sisi lain, mengartikannya sebagai menunjuk kepada
Allah, dan mengerti olehnya kecondonganNya yang penuh kebaikan, yang biasanya
mereka sebut BENEPLACITUM, (perkenan yang baik). Karena kata Yunani EUDOKIA
sangat sering digunakan dalam arti ini; dan kontextnya menuntut hal itu. Karena
Paulus mempunyai dalam pandangannya untuk menganggap segala sesuatu berasal dari
Allah, dan untuk mengambil segala sesuatu dari kita.
Sesuai dengan itu, tidak puas dengan telah memberikan
kepada Allah tindakan menghasilkan baik tentang menghendaki dan tentang
melakukan yang benar, ia menganggap keduanya berasal dari belas kasihanNya yang
tak layak kita terima. Dengan cara ini ia menutup penemuan dari para
sophist berkenaan dengan kasih
karunia yang berikut, yang mereka khayalkan sebagai upah / pahala dari jasa.
Maka ia mengajar bahwa seluruh jalan kehidupan kita, jika kita hidup benar,
diatur oleh Allah, dan itu juga, dari kebaikanNya yang tak layak kita terima.].
Kis
17:28 - “Sebab di
dalam Dia kita hidup, kita bergerak, kita ada, seperti yang telah
juga dikatakan oleh pujangga-pujanggamu: Sebab kita ini dari keturunan Allah
juga.”.
Yeh
11:19-20 - “(19) Aku akan memberikan
mereka hati yang lain dan roh yang baru di dalam batin mereka; juga Aku akan
menjauhkan dari tubuh mereka hati yang keras dan memberikan mereka hati yang
taat, (20) supaya mereka hidup menurut segala
ketetapanKu dan peraturan-peraturanKu dengan setia; maka mereka akan
menjadi umatKu dan Aku akan menjadi Allah mereka.”.
Calvin
(tentang Fil 2:12):
“‘Work out your own salvation.’ As Pelagians of old, so Papists at
this day make a proud boast of this passage, with the view of extolling man’s
excellence. Nay more, when the preceding statement is mentioned to them by way
of objection, It is God that worketh in us, etc., they immediately by this
shield ward it off (so to speak) - ‘Work out your own salvation.’ Inasmuch,
then, as the work is ascribed to God and man in common, they assign the half to
each. In short, from the word work they derive free-will; from the term
salvation they derive the merit of eternal life. I answer, that salvation is
taken to mean the entire course of our calling, and that this term includes all
things, by which God accomplishes that perfection, to which he has predestinated
us by his gracious choice. This no one will deny, that is not obstinate and
impudent. We are said to perfect it, when, under the regulation of the Spirit,
we aspire after a life of blessedness. It is God that calls us, and offers to us
salvation; it is our part to embrace by faith what he gives, and by obedience
act suitably to his calling; but we have neither from ourselves. Hence we act
only when he has prepared us for acting. The word which he employs properly
signifies - to continue until the end; but we must keep in mind what I have
said, that Paul does not reason here as to how far our ability extends, but
simply teaches that God acts in us in such a manner, that he, at the same time,
does not allow us to be inactive, but exercises us diligently, after having
stirred us up by a secret influence.” [= ‘Kerjakanlah
keselamatanmu sendiri’. Seperti
Pelagian dari masa lalu, demikian juga para pengikut Paus pada jaman ini membuat
suatu kebanggaan yang sombong tentang text ini, dengan pandangan tentang
pemujian keunggulan manusia. Tidak, lebih lagi, pada waktu pernyataan
yang mendahului (bukan ‘setelahnya’?) disebutkan kepada
mereka sebagai suatu keberatan, ‘Adalah Allah yang
mengerjakan di dalam kita dst’, mereka segera
menangkisnya (boleh dikatakan) dengan perisai ini - ‘Kerjakanlah keselamatanmu
sendiri’. Maka, karena pekerjaan itu
dianggap berasal dari Allah dan manusia bersama-sama, mereka memberikan
masing-masing setengah bagian. Singkatnya, dari kata ‘kerjakanlah’ mereka
mendapatkan kehendak bebas; dari istilah ‘keselamatan’ mereka mendapatkan
‘jasa tentang hidup yang kekal’. Saya
menjawab, bahwa ‘keselamatan’ diartikan sebagai ‘seluruh jalan dari
panggilan kita’, dan bahwa istilah ini mencakup segala sesuatu, dengan mana
Allah mencapai kesempurnaan itu, pada mana Ia telah mempredestinasikan kita oleh
pilihanNya yang murah hati / bersifat kasih karunia. Ini tak
seorangpun, yang tidak keras kepala dan kurang ajar, akan menyangkal. Kita dikatakan untuk menyempurnakannya, pada waktu, di bawah peraturan dari
Roh, kita menginginkan suatu kehidupan yang diberkati. Adalah
Allah yang memanggil kita, dan menawarkan kepada kita keselamatan; adalah bagian
kita untuk memeluk dengan iman apa yang Ia berikan, dan dengan ketaatan
bertindak sesuai dengan panggilanNya; tetapi kita tidak mempunyai yang
manapun dari diri kita sendiri. Maka kita bertindak hanya pada waktu Ia
telah mempersiapkan kita untuk bertindak. Kata
yang ia gunakan secara tepat berarti - ‘meneruskan sampai akhir’;
tetapi kita harus mencamkan dalam pikiran kita apa yang telah saya katakan,
bahwa Paulus tidak berargumentasi di sini berkenaan dengan seberapa jauh
kemampuan kita diperluas, tetapi sekedar mengajar bahwa Allah
bertindak di dalam kita dengan cara sedemikian rupa, sehingga Ia, pada saat yang
sama, tidak mengijinkan kita untuk menjadi tidak aktif, tetapi melatih diri kita
dengan rajin, setelah digerakkan oleh suatu pengaruh rahasia.].
Catatan:
1.
Dalam buku tafsirannya kutipan di atas ini ada dalam Fil 2:13.
2.
Kata ‘kerjakanlah’ (Fil 2:12)
memang bisa diartikan ‘accomplish’ (= sempurnakanlah / selesaikanlah) - Bible Works 7. Karena itu, adalah
konyol dan bodoh untuk mengartikan bahwa kata ‘kerjakanlah’ menunjukkan bahwa kita harus mengusahakan
keselamatan kita sendiri (sebagian), dan dengan demikian keselamatan kita
merupakan hasil usaha bersama antara Allah dengan kita. Tafsiran seperti ini
jelas-jelas bertentangan dengan banyak sekali ayat-ayat dalam Alkitab, yang
menunjukkan bahwa keselamatan merupakan anugerah Allah yang kita terima dengan
iman. Bdk. Ef 2:8-9 Gal 2:16,21
Ro 3:24,27-28 Kis 15 Luk 23:39-43
(Cerita penjahat yang bertobat di kayu salib), dan sebagainya.
Calvin
(tentang Fil 2:12):
“‘With fear and trembling.’ In this way he would have the
Philippians testify and approve their obedience - by being submissive and
humble. Now the source of humility is this - acknowledging how miserable we are,
and devoid of all good. To this he calls them in this statement. For whence
comes pride, but from the assurance which blind confidence produces, when we
please ourselves, and are more puffed up with confidence in our own virtue, than
prepared to rest upon the grace of God. In contrast with this vice is that fear
to which he exhorts.” (= ‘Dengan takut dan
gentar’. Dengan cara ini, ia menghendaki orang-orang Filipi menyaksikan
dan menegaskan / menyetujui ketaatan mereka - dengan menjadi
tunduk dan rendah hati. Sekarang sumber dari
kerendahan hati adalah ini - pengakuan betapa buruk kita adanya, dan tidak
mempunyai semua yang baik. Pada hal ini ia memanggil mereka dalam
pernyataan ini. Karena dari mana datang kesombongan, kecuali
dari keyakinan yang dihasilkan oleh keyakinan buta, pada waktu kita menyenangkan
diri kita sendiri, dan lebih membengkak / sombong dengan keyakinan dalam
kebaikan kita sendiri, dari pada siap untuk bersandar pada kasih
karunia Allah. Kontras dengan kejahatan ini adalah rasa takut itu pada mana ia
mendesak.).
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali