Golgotha
School of Ministry
(Rungkut
Megah Raya Blok D No 16)
Rabu,
tgl 8 Agustus 2012, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP:
7064-1331 / 6050-1331)
c)
Ibr 10:29 - “Betapa lebih beratnya
hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah,
yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang
menghina Roh kasih karunia?”.
Ayat
ini bisa dipakai oleh orang-orang Arminian untuk menyerang 3 point dari 5 points
Calvinisme, yaitu:
1.
Point ke 2 (tentang Predestinasi).
Kata-kata
‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar
untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus,
dan karena itu jelas termasuk orang pilihan. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman
yang harus dijatuhkan atas dia’ terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi,
predestinasi / penentuan selamat untuk orang ini ternyata gagal.
2.
Point ke 3 (tentang Limited Atonement / Penebusan Terbatas).
Kata-kata
‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar
untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini ditebus oleh darah Kristus.
Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’
terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, Kristus mati untuk orang yang akhirnya
binasa / non pilihan, dan ini bertentangan dengan doktrin Limited Atonement
(= Penebusan Terbatas).
3.
Point ke 5 (tentang Keselamatan yang tidak bisa hilang / Ketekunan
orang-orang kudus).
Kata-kata
‘darah perjanjian yang menguduskannya’ bisa dipakai sebagai dasar
untuk mengatakan bahwa orang yang dibicarakan ini bukan hanya ditebus oleh darah
Kristus, tetapi juga bahwa orang ini sudah percaya kepada Kristus dan sudah
selamat. Tetapi dari kata-kata ‘hukuman yang harus dijatuhkan atas dia’
terlihat bahwa ia akhirnya binasa. Jadi, ini menunjukkan bahwa seseorang yang
sudah selamat bisa kehilangan keselamatannya.
Adam
Clarke (tentang Ibr 10:26):
“If we deliberately, for fear of persecution or from any other motive,
renounce the profession of the Gospel and the Author of that Gospel, after
having rejected the knowledge of the truth so as to be convinced that Jesus is
the promised Messiah, ... for such there remaineth no sacrifice for sins; ...
Jesus being now the only sacrifice which God will accept, those who reject him
have none other: therefore their case must be utterly without remedy. This is
the meaning of the apostle, and the case is that of a deliberate apostate - one
who has utterly rejected Jesus Christ and his atonement, and renounced the whole
Gospel system. It has nothing to do with backsliders in our common use of that
term. A man may be overtaken in a fault, or he may deliberately go into sin, and
yet neither renounce the Gospel, nor deny the Lord that bought him. His case is
dreary and dangerous, but it is not hopeless; no case is hopeless but that of
the deliberate apostate, who rejects the whole Gospel system, after having been
saved by grace, or convinced of the truth of the Gospel” (= Jika kita
dengan sengaja, karena takut terhadap penganiayaan atau dari motivasi / alasan
yang lain, meninggalkan pengakuan terhadap Injil dan Pencipta / Sumber dari
Injil itu, setelah menolak pengetahuan tentang kebenaran sehingga diyakinkan
bahwa Yesus adalah Mesias yang dijanjikan, ... untuk orang-orang seperti itu di
sana tidak tersisa korban untuk dosa-dosa; ... Karena sekarang Yesus adalah
satu-satunya korban yang Allah akan terima, mereka yang menolakNya tidak
mempunyai korban yang lain: karena itu kasus mereka haruslah sepenuhnya tanpa
obat. Ini adalah arti dari sang Rasul, dan kasusnya adalah kasus kemurtadan
sengaja - seseorang yang telah sepenuhnya menolak Yesus Kristus dan
penebusanNya, dan meninggalkan seluruh sistim Injil. Itu tidak berhubungan
dengan orang-orang yang mundur / merosot dalam penggunaan umum dari istilah itu.
Seseorang bisa diserang secara tiba-tiba dalam suatu kesalahan, atau ia bisa
dengan sengaja berjalan ke dalam dosa, tetapi tidak meninggalkan Injil, ataupun
menyangkal Tuhan yang telah membelinya. Kasusnya adalah suram dan berbahaya,
tetapi itu bukan tanpa harapan; tak ada kasus yang
tanpa harapan kecuali kasus dari kemurtadan sengaja, yang menolak seluruh sistim
Injil, setelah diselamatkan oleh kasih karunia, atau diyakinkan tentang
kebenaran dari Injil) - hal 757.
Catatan:
bagian yang saya garis-bawahi, jelas merupakan pandangan Arminian. Saya tak
beranggapan bahwa orang ini sungguh-sungguh sudah diselamatkan. Yang seperti ini
tidak mungkin murtad.
Penjelasan:
Kita
harus membahas Ibr 10:29 dengan memperhatikan kontextnya, yaitu Ibr 10:25-31
- “(25) Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah
kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling
menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan
yang mendekat. (26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh
pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus
dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman
dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. (28) Jika ada
orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas
keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang
harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap
najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?
(30) Sebab kita mengenal Dia yang berkata: ‘Pembalasan adalah hakKu. Akulah
yang akan menuntut pembalasan.’ Dan lagi: ‘Tuhan akan menghakimi umatNya.’
(31) Ngeri benar, kalau jatuh ke dalam tangan Allah yang hidup”.
1.
Ada sesuatu yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa bagian ini menunjuk pada
kemurtadan.
Dasar
dari pandangan ini: ay 26 dan ay 28-29 menunjuk pada kemurtadan.
a.
Ay 26: “Sebab jika kita sengaja
berbuat dosa, sesudah memperoleh
pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu”.
Ini
menunjuk pada kebiasaan yang dilakukan terus menerus; dan ini cocok dengan
kemurtadan, karena ‘murtad’ bukanlah tindakan sesaat, tetapi tindakan yang
dilakukan terus menerus.
Pulpit
Commentary (hal 268) mengatakan bahwa kata Yunani yang digunakan untuk ‘berbuat
dosa’ adalah suatu participle, yang berada bukan dalam bentuk aorist
/ lampau, tetapi dalam bentuk present,
dan karena itu menunjukkan suatu kebiasaan terus menerus.
Penafsiran
ini juga sesuai dengan ay 25 yang mendahuluinya, yang juga membicarakan kebiasaan
buruk, yaitu menjauhkan diri dari pertemuan ibadah.
Ay 25:
“Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti
dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan
semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat”.
Calvin (tentang Ibr 10:26):
“Those who sin, mentioned by the Apostle, are not such as offend in any way,
but such as forsake the Church, and wholly alienate themselves from Christ. For
he speaks not here of this or of that sin, but he condemns by name those who
willfully renounced fellowship with the Church. But there is a vast difference
between particular fallings and a complete defection of this kind, by which we
entirely fall away from the grace of Christ. And as this cannot be the case with
any one except he has been already enlightened, he says, ‘If
we sin willfully, after that we have received the knowledge of the truth;’ as
though he had said, ‘If we knowingly and willingly renounce the grace which we
had obtained.’”
(= Mereka yang berbuat dosa, disebutkan oleh sang Rasul, bukanlah orang-orang
yang melakukan kesalahan dengan sembarang cara, tetapi orang-orang yang meninggalkan Gereja, dan sepenuhnya menjauhkan diri
mereka sendiri dari Kristus. Karena ia berbicara di sini bukan tentang dosa ini atau
dosa itu, tetapi ia mengecam dengan nama / sebutan, mereka
yang dengan sengaja meninggalkan persekutuan dengan Gereja.
Tetapi ada suatu perbedaan besar antara kejatuhan-kejatuhan khusus dan suatu
tindakan meninggalkan yang lengkap / sempurna dari jenis ini, dengan mana kita
sepenuhnya murtad / jatuh dari kasih karunia Kristus. Dan karena ini tidak bisa merupakan kasus dengan siapapun, kecuali ia
telah diterangi, ia berkata, ‘Jika kita berdosa dengan sengaja, setelah kita
menerima pengetahuan tentang kebenaran’; seakan-akan ia telah berkata, ‘Jika
kita dengan tahu dan sengaja meninggalkan kasih karunia yang telah kita
terima’).
Calvin
(tentang Ibr 10:26):
“And
that the Apostle here refers only to apostates, is clear from the whole passage;
for what he treats of is this, that those who had been once received into the
Church ought not to forsake it, as some were wont to do. He now declares that
there remained for such no sacrifice for sin, because they had willfully sinned
after having received the knowledge of the truth. But as to sinners who fall in
any other way, Christ offers himself daily to them, so that they are to seek no
other sacrifice for expiating their sins. He denies, then, that any sacrifice
remains for them who renounce the death of Christ, which is not done by any
offense except by a total renunciation of the faith”
(= Dan bahwa sang Rasul di sini menunjuk hanya pada
orang-orang murtad, adalah jelas dari seluruh text; karena apa yang
ia bicarakan adalah ini, bahwa mereka yang telah satu kali diterima ke dalam
Gereja tidak boleh meninggalkannya, seperti beberapa orang biasa melakukannya.
Sekarang ia menyatakan bahwa untuk orang-orang seperti itu di sana tidak tersisa
korban untuk dosa, karena mereka telah berdosa dengan sengaja setelah
mendapat pengetahuan tentang kebenaran. Tetapi berkenaan dengan
orang-orang berdosa yang jatuh dengan cara lain apapun, Kristus menawarkan
diriNya sendiri setiap hari kepada mereka, sehingga mereka tidak boleh mencari
korban yang lain untuk menebus dosa-dosa mereka. Jadi, ia
menyangkal bahwa korban apapun tersisa untuk mereka yang meninggalkan /
menyangkal kematian Kristus, yang dilakukan bukan oleh sembarang pelanggaran
kecuali oleh suatu tindakan meninggalkan iman secara total).
Calvin
(tentang Ibr 10:26):
“The
clause, ‘after having received the knowledge of the truth,’ was added for
the purpose of aggravating their ingratitude; for he who willingly and with
deliberate impiety extinguishes the light of God kindled in his heart has
nothing to allege as an excuse before God. Let us then learn not only to
receive with reverence and prompt docility of mind the truth offered to us, but
also firmly to persevere in the knowledge of it, so that we may not suffer
the terrible punishment of those who despise it”
(= Anak kalimat ‘setelah
menerima pengetahuan tentang kebenaran’,
ditambahkan untuk tujuan memperburuk sikap tidak tahu terima kasih mereka;
karena ia yang dengan sukarela dan dengan kejahatan sengaja
memadamkan terang Allah yang dinyalakan dalam hatinya
tidak mempunyai apapun yang akan dinyatakan sebagai suatu
dalih di hadapan Allah. Jadi
hendaklah kita belajar bukan hanya untuk menerima dengan rasa hormat / takut,
dan ketundukan langsung dari pikiran terhadap kebenaran yang ditawarkan kepada
kita, tetapi juga dengan teguh bertekun dalam pengetahuan tentangnya,
sehingga kita tidak mengalami penghukuman yang mengerikan dari mereka yang
meremehkan / menghinanya).
b.
Ay 28-29: “(28) Jika ada orang
yang menolak hukum Musa,
ia dihukum mati tanpa
belas kasihan atas
keterangan dua atau tiga orang saksi.
(29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.
·
Ay 28: “Jika ada
orang yang menolak
hukum Musa,
ia
dihukum mati tanpa belas kasihan
atas keterangan dua atau tiga orang saksi”.
Apa
yang dikatakan oleh ay 28 ini tidak menunjuk kepada seadanya dosa (karena
dalam hukum Musa tidak semua dosa dihukum mati), tetapi menunjuk kepada dosa
kemurtadan, seperti yang digambarkan dalam Ul 17:2-7 - “(2)
‘Apabila di tengah-tengahmu di salah satu tempatmu yang diberikan kepadamu
oleh TUHAN, Allahmu, ada terdapat seorang laki-laki atau perempuan yang
melakukan apa yang jahat di mata TUHAN, Allahmu, dengan
melangkahi perjanjianNya,
(3) dan yang pergi beribadah kepada allah lain dan sujud menyembah kepadanya,
atau kepada matahari atau bulan atau segenap tentara langit, hal yang telah Kularang itu; (4) dan apabila hal itu
diberitahukan atau terdengar kepadamu, maka engkau harus memeriksanya baik-baik.
Jikalau ternyata benar dan sudah pasti, bahwa kekejian itu dilakukan di antara
orang Israel, (5) maka engkau harus membawa laki-laki atau perempuan yang telah
melakukan perbuatan jahat itu ke luar ke pintu gerbang, kemudian laki-laki atau
perempuan itu harus kaulempari dengan batu sampai mati. (6) Atas
keterangan dua atau tiga orang saksi
haruslah mati dibunuh orang yang dihukum mati; atas keterangan
satu orang saksi saja janganlah ia dihukum mati. (7) Saksi-saksi itulah yang pertama-tama menggerakkan
tangan mereka untuk membunuh dia, kemudian seluruh rakyat. Demikianlah harus
kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.’”.
Jadi
ay 28 ini mendukung tafsiran Calvin tentang ay 26 tadi, bahwa itu
bukan sembarang dosa, tetapi dosa meninggalkan Kristus / Gereja (murtad).
·
Ay 29: “Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang
menginjak-injak Anak Allah,
yang menganggap najis darah perjanjian yang
menguduskannya, dan yang
menghina Roh kasih karunia?”.
Ay 29
ini menunjukkan bahwa hukuman orang yang murtad dalam jaman Perjanjian Baru
lebih berat dari hukuman orang yang murtad pada jaman Perjanjian Lama. Untuk itu
perhatikan kata-kata ‘betapa
lebih beratnya’ pada awal ay 29.
Barclay: “The
conviction of the writer to the Hebrew was that, if under the old law, apostasy
was a terrible thing, it had become doubly terrible now that Christ had come”
(= Keyakinan dari penulis surat Ibrani adalah bahwa jika pada jaman Perjanjian
Lama, kemurtadan merupakan sesuatu yang mengerikan, itu menjadi mengerikan
secara dobel karena sekarang Kristus telah datang) - hal 124.
Dan
ay 29 ini juga menggambarkan kemurtadan jaman Perjanjian Baru itu sebagai:
*
menginjak-injak
Anak Allah.
*
menganggap
najis darah perjanjian yang menguduskannya.
*
menghina
Roh kasih karunia.
Pulpit Commentary: “The blood of Jesus must be either on the heart or under the heel”
(= Darah Yesus harus berada, atau di hati, atau di bawah tumit) - hal 274.
Adam Clarke dan Lenski secara explicit bahkan mengatakan
bahwa orang-orang ini adalah orang-orang yang menghujat Roh Kudus.
Adam
Clarke (tentang Ibr 10:29): “This
is properly the sin against the Holy Spirit, which has no forgiveness”
[= Ini secara tepat merupakan dosa terhadap /
menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus), yang tidak mempunyai
pengampunan].
Lenski
(tentang Ibr 10:29): “It
is on the basis of this mention of the Spirit, to which are added Matt. 12:31,
32; Mark 3:28, 29; Luke 12:10, that this sin is called the sin against the Holy
Ghost and the unpardonable sin”
[= Adalah berdasarkan penyebutan Roh ini, pada mana ditambahkan Mat 12:31,32;
Mark 3:28,29; Luk 12:10, bahwa dosa ini disebut dosa
terhadap / menentang Roh Kudus (menghujat Roh Kudus) dan dosa yang tidak dapat diampuni]
- hal 360.
Saya setuju dengan penafsiran mereka ini, karena memang
selama seseorang hanya meninggalkan Kristus, tanpa disertai tindakan menghujat
Roh Kudus, seharusnya ia masih bisa bertobat dan diampuni. Tetapi kalau
kemurtadannya disertai dengan penghujatan terhadap Roh Kudus, maka itu tidak
mungkin lagi bisa diampuni.
2.
Ini tidak berarti bahwa orang kristen sejati bisa murtad.
a. Ada
yang menganggap bahwa orang dalam Ibr 10 ini adalah orang kristen yang sejati, tetapi juga berpendapat bahwa itu tidak berarti bahwa orang kristen yang
sejati bisa murtad, karena semua ini hanya merupakan suatu pengandaian, yang
tidak betul-betul bisa terjadi.
Barnes’
Notes:
“the apostle shows that if a true Christian were to apostatize, nothing
would remain for him but the terrific prospect of eternal condemnation. ... The
apostle does not, indeed, say that any one ever would thus apostatize from the
true religion, nor is there any reason to believe that such a case has occurred;
but, if it should occur, the doom would be inevitable” (= sang rasul
menunjukkan bahwa jika seorang Kristen sejati
murtad, tidak ada yang tertinggal baginya kecuali prospek yang mengerikan dari
hukuman kekal. ... Tetapi sang rasul tidak
mengatakan bahwa ada orang yang murtad seperti itu dari agama yang benar, juga
tidak ada alasan untuk percaya bahwa kasus seperti itu telah terjadi; tetapi,
jika hal itu terjadi, malapetaka tidak akan terhindarkan) - hal
1310.
b.
Ada yang menganggap bahwa orang yang dibicarakan di sini adalah orang
kristen KTP. Penafsiran
ini didasarkan pada ayat-ayat seperti Mat 24:24
Yoh 8:31 1Yoh 2:18-19 dan
2Yoh 9, yang menunjukkan secara explicit bahwa orang kristen yang sejati tidak
mungkin bisa betul-betul sesat / murtad.
John Owen:
“The
season and circumstance which state the sin intended is, ‘after we have
received the knowledge of the truth.’ There is no question but that by ‘the
truth,’ the apostle intends the doctrine of the gospel; and the
‘receiving’ of it is, upon the conviction of its being truth, to take on us the
outward profession of it. Only there is an emphasis in that word, th<n ejpi>gnwsin.
This word is not used anywhere to express the mere conceptions or notions of the
mind about truth, but such an acknowledgment of it as ariseth from some
sense of its power and excellency. This, therefore, is the description of the
persons concerning whom this sin is supposed: They were such as unto whom the
gospel had been preached; who, upon conviction of its truth, and sense of its
power, had taken upon them the public profession of it. And this is all that is
required to the constitution of this state” [= waktu / masa dan keadaan yang menyatakan
dosa yang dimaksudkan adalah, ‘setelah
kita menerima pengetahuan tentang kebenaran’. Tidak
ada keraguan bahwa dengan ‘kebenaran’, sang rasul memaksudkan doktrin /
ajaran dari injil; dan ‘penerimaan’nya, pada keyakinan bahwa itu adalah
kebenaran, menunjukkan kepada kita pengakuan lahiriah tentangnya. Hanya di sana ada suatu penekanan dalam kata itu, TEN EPIGNOSIN (=
‘the knowledge’ / pengetahuan).
Kata ini tidak digunakan dimanapun untuk menyatakan semata-mata pengertian atau
pandangan dari pikiran tentang kebenaran, tetapi suatu pengakuan tentangnya yang
muncul dari pengertian / perasaan tertentu tentang kuasa dan keunggulan / keindahannya.
Karena itu, ini merupakan penggambaran dari orang-orang berkenaan dengan siapa
dosa ini dianggap: Mereka
adalah orang-orang kepada siapa injil telah diberitakan; yang, pada keyakinan
tentang kebenarannya, dan pengertian / perasaan tentang kuasanya, telah
melakukan pengakuan umum tentangnya. Dan ini adalah semua yang dibutuhkan bagi pembentukan dari keadaan ini]
- ‘The Works of John Owen’, vol 6,
hal 530.
Keberatan:
Kalau mereka ini memang orang kristen KTP, mengapa dalam
ay 29 dikatakan ‘darah perjanjian yang menguduskannya’?
Jawaban
terhadap keberatan ini:
Matthew
Poole: “‘Wherewith
he was sanctified;’ ... to despise that blood by which he thought he was so,
and boasted of it, and was so reputed by the church upon his baptism and
profession of his faith, and, as a member of the church, had a visible relation
to it, ...” (= ‘dengan mana ia dikuduskan’; ... menghina darah itu
dengan mana ia kira ia dulunya demikian, dan membanggakan tentangnya, dan
dianggap demikian oleh gereja pada baptisannya dan pengakuan tentang imannya,
dan sebagai seorang anggota gereja, mempunyai suatu hubungan yang kelihatan
dengannya, ...) - hal 857.
Jadi,
Matthew Poole menganggap bahwa orang yang murtad itu disebut demikian (‘dikuduskan
oleh darah perjanjian’), hanya karena ia
tadinya mengaku demikian, atau karena ia diakui oleh gereja sebagai orang
kristen, atau karena ia sudah dibaptis, atau karena ia mengaku sebagai orang
kristen, atau karena ia menjadi anggota gereja, dan sebagainya. Jadi
ayat ini menyebut dia sesuai dengan pengakuannya atau sesuai dengan keadaan
lahiriahnya. Kitab Suci memang sering
menggambarkan orang sesuai pengakuannya / keadaan lahiriahnya (bdk. Yoh 2:23-25
Yoh 6:66 Kis 8:13).
David Dickson mengatakan (hal 60) bahwa pengudusan ini
merupakan pengudusan lahiriah, dimana seseorang dipisahkan dari dunia dan
dipersembahkan untuk melayani Allah oleh panggilan (calling) dan
perjanjian (covenant), dan ini merupakan sesuatu yang berlaku umum untuk
gereja yang kelihatan. Dalam arti seperti ini seluruh / setiap jemaat Israel
disebut kudus. Ini berbeda dengan pengudusan batiniah, yang terjadi karena
tinggalnya Roh Kudus dalam diri seseorang, dan pengudusan batiniah ini hanya
bisa terjadi pada diri orang pilihan.
John Owen kelihatannya mempunyai pandangan yang sama
dengan David Dickson.
John
Owen:
“It
is not real or internal sanctification that is here intended; but it is a
separation and dedication unto God; in which sense the word is often used. ...
those who by baptism, and confession of faith in the church of Christ, were
separated from all others, were peculiarly dedicated to God thereby” (= Bukanlah pengudusan yang sungguh-sungguh dan di
dalam yang dimaksudkan di sini; tetapi itu merupakan suatu pemisahan dan
pendedikasian kepada Allah;
dimana arti kata itu sering digunakan. ... mereka yang oleh baptisan, dan
pengakuan iman dalam gereja Kristus, dipisahkan dari semua orang lain, secara
khusus didedikasikan kepada Allah olehnya)
- ‘Hebrews’, vol 6, hal 545.
Kata
‘menguduskan’ tidak diartikan sebagai ‘menyucikan’, tetapi sebagai suatu
tindakan memisahkan untuk dipersembahkan kepada Allah. Untuk itu perlu diketahui
bahwa arti kata ‘kudus’ sebetulnya adalah:
·
‘Berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’.
·
‘Dipersembahkan kepada Allah’.
Contoh:
bangsa Israel disebut kudus, karena mereka dipisahkan dari bangsa-bangsa lain /
dibedakan dari bangsa-bangsa lain, dan lalu dipersembahkan / diperuntukkan bagi
Allah. Demikian juga kalau hari Sabat disebut kudus, dan orang kristen disebut
kudus.
Juga
perhatikan penggunaan kata ‘dikuduskan’
dan ‘kudus’ dalam 1Kor 7:14
- “Karena suami yang tidak beriman itu dikuduskan
oleh isterinya dan isteri yang tidak beriman itu dikuduskan
oleh suaminya. Andaikata tidak demikian, niscaya anak-anakmu adalah anak cemar,
tetapi sekarang mereka adalah anak-anak kudus”.
Kita
tidak mungkin mengartikan bahwa kata ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini
berarti ‘disucikan’ / ‘suci’, karena kalau diartikan demikian, maka
seseorang bisa nunut / membonceng suami / istri / orang tuanya dalam persoalan
keselamatan. Jadi ‘dikuduskan’ / ‘kudus’ di sini harus diartikan
‘berbeda dengan’ / ‘terpisah dari’. Jadi, karena adanya seseorang yang
beriman dalam suatu keluarga, maka seluruh keluarga menjadi ‘berbeda dengan’
keluarga-keluarga yang lain, yang seluruhnya kafir. Mengapa berbeda? Karena
adanya seorang anggota keluarga yang kristen, sekalipun hal itu tidak
menyelamatkan keluarga (kecuali mereka lalu bertobat), tetapi hal itu
menyebabkan keluarga tersebut ‘kecipratan’ berkat, seperti perlindungan dan
pemeliharaan dari Allah, dan sebagainya.
John
Murray menafsirkan text ini secara berbeda. Sama seperti penafsiran Hodge dalam
pembahasan tentang 1Kor 8:11 di atas, John Murray beranggapan bahwa
sekalipun penebusan yang dilakukan oleh Kristus hanya memberikan keselamatan
kekal kepada orang-orang pilihan, tetapi juga memberikan
keuntungan-keuntungan jasmani / duniawi yang terbatas hanya dalam kehidupan di
dunia ini kepada orang-orang non pilihan. Karena itu tetap bisa dikatakan
bahwa Kristus mati untuk mereka yang akhirnya binasa.
John
Murray:
“there
are benefits accruing from the death of Christ for those who finally perish. And
in view of this we may say that in respect of these benefits Christ may be said
to have died for those who are the beneficiaries. In any case it is
incontrovertible that even those who perish are the partakers of numberless
benefits that are the fruits of Christ’s death and that, therefore, Christ’s
death sustains to them this beneficial reference, a beneficial reference,
however, that does not extend beyond this life” (= ada
keuntungan-keuntungan yang didapatkan dari kematian Kristus bagi mereka yang
akhirnya binasa. Dan mengingat akan hal ini kita bisa mengatakan
bahwa berkenaan dengan keuntungan-keuntungan ini bisa
dikatakan bahwa Kristus telah mati untuk mereka, yang adalah penerima
dari keuntungan-keuntungan itu. Bagaimanapun juga merupakan sesuatu yang tidak
dapat dibantah bahwa bahkan mereka yang binasa, ikut
ambil bagian dalam keuntungan-keuntungan yang tidak terhitung, yang adalah
buah-buah dari kematian Kristus, dan bahwa karena itu, kematian
Kristus menyuplai mereka keuntungan ini, tetapi itu merupakan suatu keuntungan
yang terbatas dalam kehidupan ini) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol 1, hal 64-65.
Louis Berkhof: “the design of God in the work of Christ pertained primarily and
directly, not to the temporal well-being of men in general, but to the
redemption of the elect; but secondarily and indirectly it also included the
natural blessings bestowed on mankind indiscriminately. All that the natural man
receives other than curse and death is an indirect result of the redemptive work
of Christ” (= rencana Allah dalam pekerjaan Kristus berhubungan terutama
dan secara langsung bukan dengan kesejahteraan sementara dari manusia secara
umum, tetapi dengan penebusan orang-orang pilihan; tetapi secara sekunder dan
tidak langsung itu juga mencakup berkat-berkat alamiah / biasa yang diberikan
kepada umat manusia tanpa pandang bulu. Semua yang diterima oleh manusia duniawi selain
kutuk dan kematian merupakan hasil tidak langsung dari pekerjaan penebusan dari
Kristus) - ‘Systematic
Theology’, hal
438-439.
Yang
manapun yang benar dari penafsiran-penafsiran di atas ini, menunjukkan bahwa
Ibr 10:29 tidak bertentangan dengan doktrin Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas), ataupun Predestinasi dan Ketekunan orang-orang kudus.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali