(Rungkut
Megah Raya Blok D No 16)
Rabu,
tgl 24 Juli 2011, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP:
7064-1331 / 6050-1331)
http://www.golgothaministry.org
Unconditional
Election
(Pemilihan tanpa syarat)
pelajaran 12 - tgl 24 Juli 2011
V)
Serangan terhadap Predestinasi.
1) Doktrin Conditional Election
(= Pemilihan bersyarat).
Yang dimaksud dengan Conditional
Election adalah kebalikan dari Unconditional
Election (= Pemilihan tanpa syarat).
Dalam Unconditional
Election, alasan Allah untuk memilih seseorang bukanlah karena adanya atau
akan adanya kebaikan ataupun iman dari orang itu, tetapi hanya karena Allah
menghendaki untuk memilih dia.
Dalam Conditional
Election, Allah memilih seseorang karena Allah melihat bahwa orang itu bakal
beriman atau menjadi baik.
Guy Duty, dalam bukunya ‘Keselamatan bersyarat
atau tanpa syarat?’, berkata:
·
“Lalu
mengapa Allah lebih menyukai Yakub dan mengabaikan Esau? Ingat definisi-definisi
Leksikon-leksikon terkemuka tentang pemilihan yang menyiratkan arti ‘pilihan
(choice), memilih (select), yaitu, yang terbaik dari antara jenisnya atau
kelasnya’ -- ‘dipilih (selected), yaitu dari antara yang berkualitas
lebih baik dari lainnya’. Alasan-alasan Allah bagi pemilihannya atas Yakub
dengan melampaui Esau adalah alasan-alasan yang ditemukan dalam kepribadian
kedua orang ini, ... Marilah kita melihat sekilas kepribadian dari kedua orang
itu, dan melihat jika hal ini benar” - hal 103.
Guy Duty lalu menguraikan panjang lebar segala ‘kebaikan
Yakub’ dan ‘kejelekan Esau’ (hal 103-104).
·
“Kata-kata
‘predestinasi’ dan ‘pemilihan’, bagaimanapun tidak dapat mengubah fakta
bahwa Allah membuat rencana kekal-Nya bagi manusia menurut apa yang Ia
ketahui terlebih dahulu, yaitu apa yang akan manusia perbuat dengan kuasa
mereka untuk memutuskan secara bebas” -
hal 126.
Dasar Kitab Suci yang sering dipakai sebagai dasar
dari Conditional Election adalah Ro
8:29-30 yang berbunyi:
“(29) Sebab semua orang yang dipilihNya
dari semula, mereka juga ditentukanNya dari semula untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi yang sulung di antara banyak
saudara. (30) Dan mereka yang ditentukanNya dari semula, mereka itu juga
dipanggilNya. Dan mereka yang dipanggilNya, mereka itu juga dibenarkanNya. Dan
mereka yang dibenarkanNya, mereka itu juga dimuliakanNya”.
Catatan:
Kitab Suci Indonesia menterjemahkan ‘dipilihNya’,
tetapi terjemahan hurufiahnya seharusnya adalah ‘foreknew’
(= diketahui lebih dulu), seperti dalam terjemahan NIV di bawah ini.
NIV: “For those God foreknew he also predestined to be conformed to the likeness of
his Son, that he might be the firstborn among many brothers. And those he
predestined, he also called; those he called, he also justified; those he
justified, he also glorified” (= Karena mereka yang diketahuiNya
lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa dengan
gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan
mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya,
juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya).
Tentang
Ro 8:29 ini Pdt. Jusuf B. S. berkata:
“Di sini disebutkan bahwa Allah mengenal lebih
dahulu dan baru sesudah itu, mereka yang sudah dikenalNya terdahulu, mereka itu
juga yang ditetapkan lebih dahulu (ditentukan atau dipilih untuk ini dan itu),
dengan sangat adil. Di dalamnya sudah termasuk segala
kehendak dan perbuatan orang itu, semua ini diperhitungkan dengan teliti
(1Pet 1:2a)” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 39.
Catatan:
kata-kata ‘dipilih,
sesuai dengan rencana Allah’
dalam 1Pet 1:2a juga salah terjemahan. Seharusnya adalah ‘have
been chosen according to the foreknowledge of God’ (= telah dipilih
menurut pengetahuan lebih dulu dari Allah).
1Pet
1:2 - “yaitu orang-orang
yang dipilih, sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita,
dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya taat kepada Yesus Kristus dan menerima
percikan darahNya. Kiranya kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas
kamu”.
NIV: ‘who
have been chosen according to the foreknowledge of God
the Father’ (= yang telah
dipilih sesuai dengan pengetahuan lebih dulu dari Allah Bapa).
Jadi,
jelas terlihat bahwa baik Pdt. Jusuf B. S. maupun Guy Duty mempercayai doktrin conditional
election (= pemilihan bersyarat).
Jawaban
/ tanggapan:
a)
Conditional Election merupakan
pandangan bodoh dari orang yang tidak punya logika!
Pikirkan
baik-baik! Kalau Allah sudah tahu lebih dulu bahwa orang itu akan beriman /
menjadi baik, bukankah hal itu sudah pasti akan terjadi? Lalu untuk apa Allah
lalu menentukan / memilih? Penentuan / pemilihan yang Allah lakukan sama sekali
tidak ada gunanya / tidak mempunyai fungsi, karena tanpa hal itupun apa yang Ia
ketahui lebih dulu itu toh akan terjadi.
b)
Untuk bisa memilih seseorang, maka dalam arti tertentu Allah
memang harus tahu tentang orang itu.
R.
C. Sproul:
“All
the text declares is that God predestines those whom he foreknows. No one in
this debate disputes that God has foreknowledge. Even God could not choose
people he didn’t know anything about. Before he could choose Jacob he had to
have some idea in his mind of Jacob. But the text does not teach that God chose
Jacob on the basis of Jacob’s choice” [= Semua yang dinyatakan oleh text
itu (Ro 8:29) adalah bahwa Allah
mempredestinasikan mereka yang Ia ketahui lebih dulu. Tidak seorangpun dalam
perdebatan ini memperdebatkan bahwa Allah mempunyai pengetahuan lebih dulu. Bahkan
Allah tidak bisa memilih orang yang sama sekali tidak diketahuiNya. Sebelum Ia
memilih Yakub Ia harus mempunyai beberapa gagasan dalam pikiranNya tentang Yakub.
Tetapi text itu (Ro 8:29) tidak mengajar bahwa Allah memilih Yakub berdasarkan pilihan Yakub]
- ‘Chosen By God’, hal 131.
c)
Ro 8:29 itu tidak mengatakan bahwa ‘Allah tahu lebih dulu tentang
iman / perbuatan baik mereka’.
Ro 8:29 - “Sebab
semua orang yang diketahuiNya lebih dulu,
mereka juga ditentukanNya dari semula untuk
menjadi serupa dengan gambaran AnakNya, supaya Ia, AnakNya itu, menjadi
yang sulung di antara banyak saudara”.
A.
H. Strong:
“The
Arminian interpretation of ‘whom he foreknew’ (Rom 8:29) would require the
phrase ‘as conformed to the image of His Son’ to be conjoined with it.
Paul, however, makes conformity to Christ to be the result, not the foreseen
condition, of God’s foreordination” [= Penafsiran Arminian tentang
‘siapa yang diketahuiNya lebih dulu’ (Ro 8:29) mengharuskan kata-kata
‘untuk menjadi serupa dengan gambaran AnakNya’ dihubungkan dengannya.
Tetapi Paulus membuat keserupaan dengan Kristus sebagai hasil, dan
bukan sebagai syarat yang dilihat lebih dulu, dari penetapan Allah]
- ‘Systematic Theology’, hal 781.
Saya sangat setuju dengan kata-kata A. H. Strong
ini! Orang-orang Arminian, termasuk Pdt. Jusuf B. S. dan Guy Duty membaca /
menafsirkan Ro 8:29 ini seakan-akan ayat
itu berbunyi sebagai berikut:
“Karena mereka yang
diketahuiNya lebih dulu akan menjadi
serupa dengan gambaran AnakNya, lalu dipredestinasikanNya, supaya Ia
menjadi yang sulung di antara banyak saudara. Dan mereka yang
dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang dipanggilNya, juga
dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga dimuliakanNya”.
Bandingkan dengan bunyi Ro 8:29 yang seharusnya
berbunyi:
“Karena mereka yang
diketahuiNya lebih dulu, juga dipredestinasikanNya untuk menjadi serupa
dengan gambaran AnakNya, supaya Ia menjadi yang sulung di antara banyak
saudara. Dan mereka yang dipredestinasikanNya, juga dipanggilNya; mereka yang
dipanggilNya, juga dibenarkanNya; mereka yang dibenarkanNya, juga
dimuliakanNya”.
Loraine
Boettner:
“Notice
especially that Rom. 8:29 does not say that they were foreknown as doers of good
works, but that they were foreknown as individuals to whom God would extend the
grace of election” (= Perhatikan khususnya bahwa Ro 8:29 tidak
berkata bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai
pembuat kebaikan, tetapi bahwa mereka diketahui lebih dulu sebagai
individu-individu kepada siapa Allah memberikan kasih karunia pemilihan)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 100.
Charles
Haddon Spurgeon: “it is further asserted that the Lord foreknew who would exercise
repentance, who would believe in Jesus, and who would persevere in a consistent
life to the end. This is readily granted, but a reader must wear very powerful
magnifying spectacles before he will be able to discover that sense in the text.
Upon looking carefully at my Bible again I do not perceive such statement. Where
are those words which you have added, ‘Whom he did foreknew to repent, to
believe, and to persevere in grace’? I do not find them either in the English
version or in the Greek original. If I could so read them the passage would
certainly be very easy, and would very greatly alter my doctrinal views; but, as
I do not find those words there, begging your pardon, I do not believe in them.
However wise and advisable a human interpolation may be, it has no authority
with us; we bow to holy Scripture, but not to glosses which theologians may
choose to put upon it. No hint is given in the text of foreseen virtue any more
than of foreseen sin, and, therefore, we are driven to find another meaning for
the word” (= Selanjutnya ditegaskan / dinyatakan bahwa Tuhan mengetahui
lebih dulu siapa yang akan bertobat, siapa yang akan percaya kepada Yesus, dan
siapa yang akan bertekun dalam hidup yang konsisten sampai akhir. Ini dengan
mudah diterima, tetapi seorang pembaca harus memakai kacamata pembesar yang
sangat kuat sebelum ia bisa menemukan arti itu dalam text itu. Melihat dalam
Alkitab saya dengan teliti sekali lagi, saya tidak mendapatkan arti seperti itu.
Dimana kata-kata yang kamu tambahkan itu ‘Yang diketahuiNya lebih dulu akan
bertobat, percaya, dan bertekun dalam kasih karunia’? Saya tidak
menemukan kata-kata itu baik dalam versi Inggris atau dalam bahasa Yunani
orisinilnya. Jika saya bisa membaca seperti itu, text itu pasti akan menjadi
sangat mudah, dan akan sangat mengubah pandangan doktrinal saya; tetapi, karena
saya tidak menemukan kata-kata itu di sana, maaf, saya tidak percaya padanya.
Bagaimanapun bijaksana dan baiknya penyisipan / penambahan manusia, itu tidak
mempunyai otoritas bagi kami; kami membungkuk / menghormat pada Kitab Suci,
tetapi tidak pada komentar / keterangan yang dipilih oleh ahli-ahli theologia
untuk diletakkan padanya. Tidak ada petunjuk yang
diberikan dalam text itu tentang kebaikan atau dosa yang dilihat lebih dulu,
dan karena itu, kami didorong untuk mencari / mendapatkan arti yang lain untuk
kata itu) - ‘Spurgeon’s Expository
Encyclopedia’, vol 7, hal 22.
d)
Pembahasan kata ‘know’ (= tahu) dalam Kitab Suci.
1.
Dalam Perjanjian Lama.
Kata
‘know’ (= tahu) dalam bahasa
Ibrani adalah YADA.
a.
Kata YADA ini digunakan dalam Kej 4:1 (KJV/Lit): “Adam knew Eve his wife, and she
conceived” (= Adam tahu / kenal Hawa
istrinya, dan ia mengandung).
Dari
sini bisa kita lihat bahwa ‘to know’
tidak selalu sekedar berarti ‘tahu’, tetapi ada kasih / hubungan intim di
dalamnya.
Karena
itu kalau Ro 8:29 mengatakan Allah tahu / kenal, lalu menentukan, maksudnya
adalah Allah mengasihi, lalu menentukan. Jadi penekanannya adalah: penentuan itu
didasarkan atas kasih. Bdk. Ef 1:5 - ‘Dalam
kasih Allah telah memilih kita ...’.
Catatan:
tafsiran ini saya ambil dari buku tafsiran kitab Roma oleh John Murray (NICNT).
John
Murray (tentang Ro 8:29 - NICNT):
“‘Whom he foreknew’ - few questions have provoked more
difference of interpretation than that concerned with the meaning of God’s
foreknowledge as referred to here. It is, of course, true that the word is used
in the sense of ‘to know beforehand’ (cf.
Acts 26:5; 2 Pet. 3:17). As applied to God it could, therefore, refer to his
eternal prevision, his foresight of all that would come to pass. It has been
maintained by many expositors that this sense will have to be adopted here.
Since, however, those whom God is said to have foreknown are distinguished from
others and identified with those whom God also predestinated to be conformed to
the image of his Son, and since the expression ‘whom he foreknew’ does not,
on this view of its meaning, intimate any distinction by which the people of God
could be differentiated, various ways of supplying this distinguishing element
have been proposed. The most common is to suppose that what is in view is
God’s foresight of faith. God foreknew who would believe; he foreknew them
as his by faith. On this
interpretation predestination is conceived of as conditioned upon this prevision
of faith. Frequently, though not necessarily in all instances, this view of
foreknowledge is considered to obviate the doctrine of unconditional election,
and so dogmatic interest is often apparent in those who espouse it. It needs to
be emphasized that the rejection of this interpretation is not dictated by a
predestinarian interest. Even if it were granted that ‘foreknew’ means the
foresight of faith, the biblical doctrine of sovereign election is not thereby
eliminated or disproven. For it is certainly true that God foresees faith; he
foresees all that comes to pass. The question
would then simply be: whence proceeds this faith which God foresees? And the
only biblical answer is that the faith which God foresees is the faith he
himself creates (cf. John
3:3–8; 6:44, 45, 65; Eph. 2:8; Phil. 1:29; 2 Pet. 1:2). Hence his eternal
foresight of faith is preconditioned by his decree to generate this faith in
those whom he foresees as believing, and we are thrown back upon the
differentiation which proceeds from God’s own eternal and sovereign election
to faith and its consequents. The interest, therefore, is simply one of
interpretation as it should be applied to this passage. On exegetical grounds we shall have to reject the view that
‘foreknew’ refers to the foresight of faith. It should be observed that the text says ‘whom
he foreknew’; whom is the
object of the verb and there is no qualifying addition. This, of itself, shows
that, unless there is some other compelling reason, the expression ‘whom he
foreknew’ contains within itself the differentiation which is presupposed.
If the apostle had in mind some ‘qualifying adjunct’ it would have been
simple to supply it. Since he adds none we are forced to inquire if the actual
terms he uses can express the differentiation implied. The usage of Scripture
provides an affirmative answer. Although the term ‘foreknow’ is used seldom
in the New Testament, it is altogether indefensible to ignore the meaning so
frequently given to the word ‘know’ in the usage of Scripture;
‘foreknow’ merely adds the thought of ‘beforehand’ to the word
‘know’. Many times in Scripture ‘know’ has a pregnant meaning
which goes beyond that of mere cognition.55
It is used in a sense practically synonymous with ‘love’, to set regard
upon, to know with peculiar interest, delight, affection, and action (cf. Gen. 18:19; Exod. 2:25; Psalm 1:6; 144:3; Jer. 1:5; Amos 3:2;
Hosea 13:5; Matt. 7:23; 1 Cor. 8:3; Gal. 4:9; 2 Tim. 2:19; 1 John 3:1).
There is no reason why this import of the word ‘know’ should not be applied
to ‘foreknow’ in this passage, as also in 11:2 where it also occurs in the
same kind of construction and where the thought of election is patently present
(cf. 11:5, 6.) When this import is appreciated, then there is no
reason for adding any qualifying notion and ‘whom he foreknew’ is seen to
contain within itself the differentiating element required. It
means ‘whom he set regard upon’ or ‘whom he knew from eternity with
distinguishing affection and delight’ and is virtually equivalent to ‘whom
he foreloved’.
This interpretation, furthermore, is in agreement with the efficient and
determining action which is so conspicuous in every other link of the chain - it
is God who predestinates, it is God who calls, it is God who justifies, and it
is he who glorifies. Foresight of faith would be out of accord with the
determinative action which is predicated of God in these other instances and
would constitute a weakening of the total emphasis at the point where we should
least expect it. Foresight has too little of the active to do justice to the
divine monergism upon which so much of the emphasis falls. It is not the foresight of difference but the
foreknowledge that makes difference to exist, not a foresight that recognizes
existence but the foreknowledge that determines existence. It is sovereign
distinguishing love” (= )
- Libronix.
b.
Kata YADA ini digunakan dalam Kej 18:19 dan diterjemahkan
‘memilih’ oleh Kitab Suci Indonesia.
“Sebab Aku telah memilih
dia, supaya diperintahkannya kepada anak-anaknya dan kepada keturunannya supaya
tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, dengan melakukan kebenaran dan
keadilan, dan supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang dijanjikanNya
kepadanya”.
RSV/NIV/NASB
menterjemahkan seperti Kitab Suci Indonesia!
ASV/KJV/NKJV
tetap menterjemahkan ‘know’,
tetapi kalimatnya jadi aneh.
Kej
18:19 (KJV): “For
I know him, that he will command his
children and his household after him, and they shall keep the way of the LORD,
to do justice and judgment; that the LORD may bring upon Abraham that which he
hath spoken of him” (= Karena Aku mengetahui /
mengenalnya, bahwa ia akan memerintahkan anak-anaknya dan seisi
rumahnya / keturunannya, dan mereka akan hidup menurut jalan TUHAN, melakukan
keadilan dan penghakiman; supaya TUHAN memenuhi kepada Abraham apa yang
dikatakanNya kepadanya).
c.
Dalam Amos 3:2, kata YADA diterjemahkan ‘kenal’ oleh Kitab Suci
Indonesia.
“Hanya kamu yang Kukenal
dari segala kaum di muka bumi, sebab itu Aku akan menghukum kamu karena segala
kesalahanmu”.
KJV/ASV/RSV
tetap menterjemahkan ‘know’,
tetapi NIV/NASB menterjemahkan ‘choose’
(= memilih).
Tentang
kata YADA dalam Amos 3:2 ini B. B. Warfield berkata: “what is thrown prominently
forward is clearly the elective love which has singled Israel out for special
care” (= apa yang ditonjolkan ke depan secara menyolok jelas adalah kasih
yang memilih yang telah memilih / mengkhususkan Israel untuk perhatian istimewa)
- ‘Biblical and Theological Studies’,
hal 288.
Loraine
Boettner:
“The
word ‘know’ is sometimes used in a sense other than that of having merely an
intellectual perception of the thing mentioned. It occasionally means that the
persons so ‘known’ are the special and peculiar objects of God’s favor, as
when it was said of the Jews, ‘You only have I known of all the families of
the earth,’ Amos 3:2.” [= Kata ‘tahu’ kadang-kadang digunakan bukan
dalam arti sekedar pengetahuan intelektual tentang hal yang disebutkan.
Kadang-kadang kata ini berarti bahwa orang yang ‘diketahui’ merupakan obyek
istimewa dan khusus dari kemurahan / kebaikan hati Allah, seperti pada waktu
dikatakan tentang orang-orang Yahudi: ‘Hanya kamu yang Kukenal / Kuketahui
dari segala kaum di muka bumi’ (Amos 3:2)] - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.
d.
Penggunaan kata YADA yang lain:
·
Kel 2:25 - “Maka
Allah melihat orang Israel itu, dan Allah memperhatikan
(YADA) mereka”.
·
Maz 1:6 - “sebab
TUHAN mengenal (YADA) jalan
orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.
·
Maz 101:4 - “Hati
yang bengkok akan menjauh dari padaku, kejahatan aku tidak mau tahu (YADA)”.
·
Nahum 1:7 - “TUHAN
itu baik; Ia adalah tempat pengungsian pada waktu kesusahan; Ia mengenal (YADA) orang-orang
yang berlindung kepadaNya”.
Dalam
semua ayat-ayat di atas ini kata YADA tidak memungkinkan untuk diartikan
sebagai sekedar suatu pengetahuan intelektual.
2.
Dalam Perjanjian Baru.
Kata
‘know’ (= tahu) dalam bahasa
Yunani adalah GINOSKO, dan digunakan dalam ayat-ayat di bawah ini:
a. Mat 7:23 - “Pada
waktu itulah Aku akan berterus terang kepada mereka dan berkata: Aku tidak
pernah mengenal kamu! Enyahlah dari
padaKu, kamu sekalian pembuat kejahatan!”.
b.
Yoh 10:14,27 - “(14) Akulah gembala yang baik dan Aku mengenal
domba-dombaKu dan domba-dombaKu mengenal
Aku. ... (27) Domba-dombaKu mendengarkan suaraKu dan Aku mengenal
mereka dan mereka mengikut Aku”.
c. 1Kor 8:3 - “Tetapi
orang yang mengasihi Allah, ia dikenal
oleh Allah”.
d. Gal 4:9 - “Tetapi
sekarang sesudah kamu mengenal Allah, atau
lebih baik, sesudah kamu dikenal Allah,
bagaimanakah kamu berbalik lagi kepada roh-roh dunia yang lemah dan miskin dan
mau mulai memperhambakan diri lagi kepadanya?”.
e. 2Tim 2:19a - “Tetapi
dasar yang diletakkan Allah itu teguh dan meterainya ialah: ‘Tuhan mengenal
siapa kepunyaanNya’”.
Dalam
semua ayat-ayat ini kata GINOSKO itu tidak mungkin diartikan sekedar
‘mengetahui secara intelektual’.
e)
Pembahasan kata ‘foreknow’ (= mengetahui lebih dulu) / ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu).
Ayat-ayat
yang mengandung kata-kata foreknowledge,
foreknew, dsb:
1. Kis 2:23a - “Dia
yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencanaNya”.
NASB: “this Man, delivered up by the predetermined plan and foreknowledge
of God” (= Orang ini, diserahkan oleh rencana yang ditentukan
lebih dulu dan pengetahuan lebih dulu dari Allah).
Jelas bahwa ‘foreknowledge’ (= pengetahuan lebih dulu) di sini tidak sekedar
berarti pengetahuan intelektual, karena Allah menyerahkan Anak Manusia untuk
mewujudkan ‘foreknowledge’ itu.
Karena itu tidak heran Kitab Suci Indonesia menterjemahkan seperti itu.
2. Rom 11:2a - “Allah
tidak menolak umatNya yang dipilihNya”.
NASB: “God has not rejected His people whom He
foreknew” (= Allah tidak menolak umatNya yang
diketahuiNya lebih dulu).
Ini lagi-lagi menunjukkan
secara jelas bahwa ‘foreknew’
tidak bisa diartikan ‘mengetahui lebih dulu secara intelektual’.
Loraine Boettner
menghubungkan Ro 8:29 dengan Ro 11:2a ini dengan berkata: “Those
in Romans 8:29 are foreknown in the sense that they are fore-appointed to be the
special objects of His favor. This is shown more plainly in Rom. 11:2-5, where
we read, ‘God did not cast off His people whom He foreknew’” (= Mereka dalam Ro 8:29 diketahui lebih dulu dalam
arti bahwa mereka ditetapkan lebih dulu untuk menjadi obyek khusus kemurahan
hatiNya. Ini ditunjukkan lebih jelas dalam Ro 11:2-5, dimana kita membaca:
‘Allah tidak menolak / membuang umatNya yang dipilihNya / diketahuiNya lebih
dulu’) - ‘The
Reformed Doctrine of Predestination’, hal 100.
3. 1Pet 1:2a - “yaitu
orang-orang yang dipilih, sesuai dengan rencana
Allah, Bapa kita”.
NASB:
“who are chosen according to the
foreknowledge of God the Father” (= yang dipilih sesuai dengan pengetahuan
lebih dulu dari Allah Bapa).
4.
1Pet 1:20 - “Ia telah dipilih sebelum dunia
dijadikan, tetapi karena kamu baru menyatakan diriNya pada zaman akhir”.
NASB:
“For He was
foreknown before the foundation of the world, but has appeared in
these last times for the sake of you” (= Karena Ia diketahui
lebih dulu sebelum penciptaan dunia, tetapi menampakkan diri pada
jaman akhir karena kamu).
Melihat
ayat-ayat di atas ini, saya berpendapat bahwa bukan tanpa alasan Kitab Suci
Indonesia tidak pernah mau menterjemahkan ‘tahu lebih dulu’ atau
‘pengetahuan lebih dulu’, tetapi menterjemahkan dengan kata ‘pilih’ atau
‘rencana’.
Barnes’
Notes (tentang Kis 2:23):
“‘Foreknowledge.’
This word denotes ‘the
seeing beforehand of an event yet to take place.’ It implies: 1. Omniscience; and,
2. That the event is fixed and certain. To foresee a contingent event, that is, to
foresee that an event will take place when it may or may not take place, is an
absurdity. Foreknowledge, therefore, implies that for some reason the event will
certainly take place. What that reason is, the word itself does not determine.
As, however, God is represented in the Scriptures as purposing or determining
future events; as they could not be foreseen by him unless he had so determined,
so the word sometimes is used in the sense of determining beforehand, or as
synonymous with decreeing, Rom. 8:29; 11:2. In this place the word is used to
denote that the delivering up of Jesus was something more than a bare or naked
decree. It implies that God did it according to his foresight of what would be
the best time, place, and manner of its being done. It was not the result merely
of will; it was will directed by a wise foreknowledge of what would be best. And
this is the case with all the decrees of God”
(= ‘Pengetahuan lebih dulu’. Kata ini menunjukkan ‘melihat suatu peristiwa
sebelum peristiwa itu terjadi’. Ini secara implicit menunjukkan: 1. Kemahatahuan;
dan, 2. Bahwa
peristiwa itu tertentu dan pasti.
Melihat lebih
dulu suatu peristiwa yang bisa terjadi bisa tidak, berarti melihat lebih dulu
bahwa suatu peristiwa akan terjadi, pada saat itu bisa terjadi atau bisa tidak
terjadi, merupakan sesuatu yang menggelikan.
Karena itu, pengetahuan
lebih dulu, menunjukkan secara implicit untuk alasan tertentu peristiwa itu
pasti akan terjadi.
Tetapi karena Allah digambarkan dalam Kitab Suci sebagai merencanakan atau
menentukan peristiwa-peristiwa yang akan datang; karena hal-hal itu tidak bisa
dilihat lebih dulu olehNya kecuali Ia lebih dulu menentukannya demikian, maka
kata itu kadang-kadang digunakan dalam arti ‘menentukan lebih dulu’, atau
sinonim dengan ‘menetapkan’, Ro 8:29; 11:2. Di tempat ini kata itu
digunakan untuk menunjukkan bahwa penyerahan Yesus merupakan sesuatu yang lebih
dari pada sekedar suatu ketetapan semata-mata atau biasa. Ini secara implicit
menunjukkan bahwa Allah melakukannya sesuai dengan penglihatan lebih duluNya
tentang apa yang akan merupakan saat, tempat dan cara yang terbaik, tentang
pelaksanaan hal itu. Itu bukan semata-mata akibat / hasil dari kehendak; itu
merupakan kehendak yang
diarahkan oleh suatu pengetahuan lebih dulu yang bijaksana tentang apa yang
terbaik. Dan ini adalah kasus dari semua ketetapan-ketetapan Allah).
f)
Dengan ajaran Conditional Election (= pemilihan bersyarat) ini, Arminianisme
menjadikan tujuan pemilihan sebagai alasan pemilihan.
Seharusnya
iman maupun perbuatan baik adalah hasil / buah / akibat / tujuan dari
pemilihan. Tetapi Arminianisme mengajarkan bahwa iman dan perbuatan baik (yang
dilihat lebih dulu oleh Allah) merupakan alasan dari pemilihan.
Yang
seharusnya / yang alkitabiah:
Pemilihan ® Iman dan perbuatan baik.
Ajaran
Arminian:
Iman dan perbuatan baik ® pemilihan.
Bahwa
iman / perbuatan baik seharusnya merupakan hasil / buah / akibat / tujuan
dari pemilihan, terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:
1.
Kis 13:48 - “Mendengar itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan
mereka memuliakan firman Tuhan; dan semua orang yang
ditentukan Allah untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Mengomentari
Kis 13:48 ini, Arthur W. Pink berkata:
“believing
is the consequence and not the cause of God’s decree” (= percaya adalah konsekwensi / akibat dan bukannya
penyebab dari ketetapan Allah) - ‘The
Sovereignty of God’, hal 46.
2.
Yoh 15:16b - “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku
telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan
buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam namaKu,
diberikanNya kepadamu”.
Jadi
‘buah’ adalah hasil / tujuan dari pemilihan, bukan alasan dari
pemilihan seperti yang dikatakan oleh Arminian.
3.
Ef 1:4 - “Sebab di dalam Dia Allah
telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat
di hadapanNya”.
Ayat
ini mengatakan bahwa kita dipilih supaya menjadi kudus / tak bercacat.
Jadi, pemilihan itulah yang menyebabkan kita menjadi kudus / tak bercacat. Dalam
pemikiran Allah, pemilihan itu yang ada lebih dulu, dan tujuannya adalah supaya
kita menjadi kudus dan tak bercacat. Sedangkan kalau diambil penafsiran
Arminian, maka ‘kudus / tak bercacat’ inilah yang ada lebih dulu dalam
pemikiran Allah, dan sebagai akibatnya maka kita dipilih. Ini jelas terbalik!
4.
1Pet 1:2 - “yaitu orang-orang yang dipilih,
sesuai dengan rencana Allah, Bapa kita, dan yang dikuduskan oleh Roh, supaya
taat kepada Yesus Kristus dan menerima percikan darahNya. Kiranya
kasih karunia dan damai sejahtera makin melimpah atas kamu”.
Ayat
ini juga menunjukkan bahwa seseorang dipilih supaya taat, bukannya karena bakal
taat lalu dipilih.
Calvin:
“Say:
‘Since he foresaw that we would be holy, he chose us,’ and you will invert
Paul’s order” (= Katakan: ‘Karena Ia melihat lebih dulu bahwa kita
akan menjadi kudus, Ia memilih kita’, dan engkau akan membalik urut-urutan
Paulus) - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book III, Chapter XXII, no 3.
Loraine
Boettner:
“Foreseen
faith and good works, then, are never to be looked upon as the cause of the
Divine election. They are rather its fruits and proof. They show that the person
has been chosen and regenerated. To make them the basis of election involves us
again in a covenant of works, and places God’s purposes in time rather than in
eternity. This would not be pre-destination but post-destination, an inversion
of the Scripture account which makes faith and holiness to be the consequents,
and not the antecedents, of election (Eph. 1:4; John 15:16; Titus 3:5)” [=
Maka, iman dan perbuatan baik yang dilihat lebih dulu, tidak pernah boleh
dilihat sebagai penyebab dari pemilihan ilahi. Sebaliknya
iman dan perbuatan baik adalah buah dan bukti dari pemilihan ilahi. Iman
dan perbuatan baik membuktikan bahwa orang itu telah dipilih dan dilahirbarukan.
Membuat iman dan perbuatan baik sebagai dasar dari
pemilihan melibatkan kita kembali pada perjanjian berdasarkan perbuatan baik,
dan menempatkan Rencana Allah dalam waktu dan bukannya dalam kekekalan. Ini
bukanlah pre-destinasi tetapi post-destinasi, suatu pembalikan terhadap
penjelasan / penggambaran Kitab Suci yang membuat iman dan kekudusan sebagai
konsekwensi / akibat, dan bukannya sebagai sesuatu yang mendahului, pemilihan
(Ef 1:4; Yoh 15:16; Tit 3:5)]
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 98.
John
Owen: “We choose Christ by faith; God
chooseth us by his decree of election. The question is,
Whether we choose him because he hath chosen us, or he chooseth us because we
have chosen him, and so indeed choose ourselves? We affirm the former,
and that because our choice of him is a gift he himself bestoweth only on them
whom he hath chosen” (= Kita memilih Kristus oleh iman; Allah memilih kita
oleh ketetapan pemilihanNya. Pertanyaannya adalah,
Apakah kita memilih Dia karena Ia telah memilih kita, atau Ia memilih kita
karena kita telah memilih Dia, dan dengan demikian sebenarnya memilih diri kita
sendiri? Kami menegaskan yang pertama / terdahulu, dan itu karena
pemilihan kita tentang Dia adalah suatu karunia yang Ia sendiri berikan hanya
kepada mereka yang telah Ia pilih) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 65.
g)
Ajaran Arminian yang mengatakan bahwa Allah tahu lebih dulu iman dan
kesalehan seseorang baru memilih orang itu, bertentangan dengan Ro 9:21 yang
mengatakan bahwa baik orang pilihan / elect
maupun orang non pilihan / reprobate
dipilih / diambil ‘dari gumpal yang
sama’.
Ro
9:21 - “Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya, untuk
membuat dari gumpal yang sama suatu
benda untuk dipakai guna tujuan yang mulia dan suatu
benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
Ajaran Arminian ini menunjukkan bahwa orang pilihan /
elect dipilih karena mereka lebih
baik dari pada yang tidak dipilih / reprobate.
Ini sejalan dengan doktrin sesat ‘salvation
by works’ (= keselamatan karena perbuatan baik).
h)
Kalau Conditional Election itu
benar, bagaimana kita harus menafsirkan ayat-ayat di bawah ini, yang secara explicit
menyingkirkan perbuatan baik manusia sebagai alasan pemilihan?
Ro 9:11
- “Sebab waktu anak-anak itu belum
dilahirkan dan belum melakukan yang baik atau yang jahat, - supaya rencana Allah
tentang pemilihanNya diteguhkan, bukan berdasarkan
perbuatan, tetapi berdasarkan panggilanNya”.
2Tim 1:9
- “Dialah yang menyelamatkan kita dan
memanggil kita dengan panggilan kudus, bukan
berdasarkan perbuatan kita, melainkan berdasarkan maksud dan kasih
karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus
sebelum permulaan zaman”.
i)
Loraine Boettner: “Foreordination
in general cannot rest on foreknowledge; for only that which is certain can be
foreknown, and only that which is predetermined can be certain” (= Secara
umum, penentuan lebih dulu tidak bisa didasarkan pada pengetahuan lebih dulu;
karena hanya apa yang tertentu yang bisa diketahui lebih dulu, dan hanya apa
yang ditentukan lebih dulu yang bisa tertentu) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 99.
j)
John Owen: “Is it not because such
propositions as these, ‘Believe, Peter, and continue in the faith unto the
end, and I will choose thee before the foundation of the world,’ are fitter
for the writings of the Arminians than the word of God?” (= Bukankah
karena pernyataan seperti ini ‘Percayalah Petrus, dan
bertekunlah dalam iman sampai akhir, dan Aku akan memilih engkau sebelum dunia
dijadikan’, lebih cocok untuk tulisan-tulisan
Arminian dari pada Firman Allah?) - ‘The Works of John Owen’, vol 10, hal 55.
Kata-kata
John Owen ini menunjukkan betapa menggelikan dan tidak masuk akalnya ajaran
Arminian yang mengatakan bahwa seseorang dipilih dari semula karena Ia bakal
baik!
2) Dalam
memilih, Tuhan memilih semua orang.
Jawab:
a)
Kata ‘memilih’ tidak memungkinkan untuk diartikan ‘memilih
semua’.
‘Memilih
semua’ sama dengan tidak memilih, dan juga sama menggelikannya seperti anak
saya yang berusia 3 1/2 tahun, yang kalau ditanya: ‘Mau es krim atau
permen?’, lalu berkata ‘Mau es krim dan permen’.
b)
Kitab Suci secara jelas mengatakan bahwa Tuhan hanya memilih sebagian
dari umat manusia untuk diselamatkan.
1. Mat 22:14 - “Sebab
banyak yang dipanggil, tetapi sedikit
yang dipilih”.
2. Kis 13:48 - “Mendengar
itu bergembiralah semua orang yang tidak mengenal Allah dan mereka memuliakan
firman Tuhan; dan semua orang yang ditentukan Allah
untuk hidup yang kekal, menjadi percaya”.
Pada waktu Paulus memberitakan Injil di sini, ada
orang-orang yang menjadi iri hati, menghujat, membantah dsb (Kis 13:45),
tetapi orang-orang pilihan bergembira dan menjadi percaya (Kis 13:48). Jelas
bahwa orang-orang pilihan ini hanya sebagian dari para pendengar saat itu.
3. Ro 11:25 - “Sebab,
saudara-saudara, supaya kamu jangan menganggap dirimu pandai, aku mau agar kamu
mengetahui rahasia ini: Sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah
yang penuh dari bangsa-bangsa lain telah masuk”.
Tentang
Ro 11:25 ini, perlu diingat bahwa sebagian Israel ditegarkan selama ribuan
tahun (sampai saat ini sudah hampir 2000 tahun), sementara Tuhan bekerja sampai
orang-orang pilihan dari kalangan non Israel bertobat. Jelas bahwa selama ribuan
tahun ini sudah banyak orang Israel yang binasa dalam dosa mereka, dan ini jelas
menunjukkan bahwa mereka tidak dipilih. Sebagian yang lain (sebagian kecil)
tidak ditegarkan, dan sebaliknya diberi kasih karunia, sehingga mereka percaya
kepada Kristus. Ini orang Israel yang termasuk orang pilihan. Jadi lagi-lagi
terlihat bahwa tidak semua manusia dipilih oleh Tuhan.
c)
Kalau Tuhan memilih semua, maka hanya ada 2 kemungkinan:
1.
Semua orang akan selamat.
Ini
tidak mungkin karena Kitab Suci jelas menunjukkan adanya orang yang masuk
neraka.
2.
Pemilihan itu gagal (sebagian), karena dari semua yang dipilih itu ada
yang tidak selamat.
Ini
juga tidak mungkin karena di atas telah kita bahas bahwa Rencana Allah /
predestinasi tidak bisa gagal.
Kedua
kemungkinan ini sama-sama tidak mungkin, dan karena itu tidak mungkin Tuhan
memilih semua orang.
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali
55 It is instructive to note how even Daniel Whitby takes account of this import and adopts it in his exposition of this passage; cf. A Paraphrase and Commentary on the New Testament, London, 1744, ad Rom. 8:29; 11:2.