(Rungkut
Megah Raya Blok D No 16)
Rabu,
tgl 27 Juli 2011, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP:
7064-1331 / 6050-1331)
http://www.golgothaministry.org
Unconditional
Election
(Pemilihan tanpa syarat)
Pelajaran
9 - tanggal 27 Juli 2011
d)
Karena Predestinasi tidak membuang kebebasan manusia, maka Predestinasi
juga tidak membuang tanggung jawab manusia.
Ada
2 hal yang dimaksud dengan ‘tanggung jawab’ di sini:
1.
Manusia bertanggung jawab / wajib berusaha mentaati Tuhan / Firman Tuhan.
Jadi
kita tidak boleh hidup apatis / acuh tak acuh dengan alasan bahwa Allah toh
sudah menentukan segala sesuatu. Bandingkan dengan Ul 29:29 yang berbunyi: “Hal-hal
yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita,
tetapi hal-hal yang dinyatakan
ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai
selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum
Taurat ini”.
‘Hal-hal
yang tersembunyi’ menunjuk pada Rencana Allah yang tidak kita ketahui. Ul 29:29
mengatakan bahwa ‘hal-hal yang tersembunyi’ ini ialah bagi
Allah, bukan bagi kita! Jadi kita tidak
boleh menjadikannya sebagai dasar hidup kita.
‘Hal-hal
yang dinyatakan’ menunjuk pada hukum Taurat / Firman Tuhan,
dan inilah yang harus kita gunakan sebagai dasar hidup kita.
Contoh:
Tuhan sudah memilih orang-orang tertentu untuk selamat dan orang-orang
tertentu untuk binasa, tetapi kita tidak tahu siapa
yang dipilih untuk selamat dan siapa yang ditentukan untuk binasa. Jadi
itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak
boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir /
bersikap seperti ini:
a.
Sekarang ini saya tidak perlu percaya kepada Yesus. Kalau saya memang
ditentukan selamat, nanti pasti akan percaya dengan sendirinya.
b.
Mungkin orang itu bukan orang pilihan, sehingga hanya membuang-buang
waktu dan tenaga untuk menginjili dia. Biarkan saja dia, kalau ternyata dia
orang pilihan, toh nanti akan percaya dengan sendirinya.
Kita
harus hidup berdasarkan Firman Tuhan (kehendak Allah yang dinyatakan bagi
kita), misalnya:
·
Kis 16:31 - perintah untuk percaya kepada Yesus.
·
Mat 28:19-20 - perintah untuk memberitakan Injil kepada semua
orang.
2.
Manusia harus bertanggung jawab / dihukum karena ketidak-taatannya.
Kalau
manusia tidak bebas (seperti robot / wayang), maka ia tidak bertanggung jawab
atas tindakannya. Tetapi karena ia bebas, maka ia bertanggung jawab.
J.
I. Packer:
“God’s
sovereignty and man’s responsibility are taught us side by side in the same
Bible; sometimes indeed, in the same text” (= Kedaulatan Allah dan
tanggung jawab manusia diajarkan berdampingan dalam Alkitab yang sama; bahkan
kadang-kadang dalam text yang sama) - ‘Evangelism
and the Sovereignty of God’, hal 22.
Dan
ia lalu memberikan contoh Luk 22:22 yang berbunyi sebagai berikut: “Sebab
Anak Manusia memang akan pergi seperti yang telah
ditetapkan, akan tetapi, celakalah orang
yang olehnya Ia diserahkan”.
Kata-kata
‘Anak Manusia
memang akan pergi seperti yang telah ditetapkan’ menunjukkan
kedaulatan Allah, sedangkan kata-kata ‘celakalah
orang yang olehnya Ia diserahkan’ menunjukkan adanya tanggung jawab
manusia pada waktu ia melakukan apa yang Tuhan tetapkan itu.
Memang
sepintas lalu, kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia kelihatan sebagai
suatu kontradiksi. Ini terlihat dari Ro 9:19 dimana Paulus, setelah mengajarkan
Predestinasi dan kedaulatan Allah dalam Ro 9:6-18, lalu menanyakan
pertanyaan yang ia perkirakan bakal muncul dalam diri orang yang mendengar
ajaran Predestinasi dan kedaulatan Allah.
Ro 9:19
- “Sekarang kamu akan berkata kepadaku:
‘Jika demikian, apa lagi yang masih disalahkanNya? Sebab siapa yang menentang
kehendakNya?’”.
NASB:
“You
will say to me then, ‘Why does He still find fault? For who resists His
will?’” (= Lalu kamu akan berkata kepadaku: ‘Mengapa Ia masih
menyalahkan / mencari kesalahan? Karena siapa yang menahan / menolak
kehendakNya?’).
KJV
/ RSV »
NASB.
NIV:
“One
of you will say to me: Then why does God still blame us? For who resists his
will?” (= Salah satu dari kamu akan berkata kepadaku: Lalu mengapa Allah
masih menyalahkan kita? Karena siapa yang menahan / menolak kehendakNya?).
Jadi,
karena Allah dalam kedaulatanNya sudah menetapkan / mempredestinasikan, dan
kehendak Allah pasti terjadi sehingga tidak bisa ditolak, maka
orang lalu merasa aneh bahwa manusia masih harus bertanggung jawab / disalahkan
oleh Allah.
Andaikata
Paulus menganggap bahwa karena adanya kedaulatan Allah /
Predestinasi maka manusia tidak lagi perlu bertanggung jawab, maka ia
akan menjawab dengan berkata: ‘Siapa bilang bahwa Allah menyalahkan kamu?
Karena Ia yang menetapkan segala sesuatu dan karena kehendakNya pasti terjadi,
maka Ia tidak akan menyalahkan kamu kalau kamu berbuat dosa atau tidak
percaya’.
Andaikata
Paulus memang tidak setuju dengan kedaulatan Allah yang
menetapkan segala sesuatu, maka ia akan menjawab pertanyaan itu dengan
kata-kata: ‘Allah tidak menetapkan apa-apa, karena itu kamu bertanggung
jawab’.
Tetapi
Paulus tidak menjawab seperti itu. Perhatikan
jawaban Paulus dalam Ro 9:20-21: “(20)
Siapakah kamu, hai manusia, maka kamu membantah Allah? Dapatkah yang dibentuk
berkata kepada yang membentuknya: ‘Mengapakah engkau membentuk aku
demikian?’ (21) Apakah tukang periuk tidak mempunyai hak atas tanah liatnya,
untuk membuat dari gumpal yang sama suatu benda untuk dipakai guna tujuan yang
mulia dan suatu benda lain untuk dipakai guna tujuan yang biasa?”.
J.
I. Packer mengomentari ayat ini dengan berkata:
“What
the objector has to learn is that he, a creature and a sinner, has no right
whatsoever to find fault with the revealed ways of God. Creatures are not
entitled to register complaints about their Creator” (= Apa yang harus dipelajari oleh orang yang
mengajukan keberatan itu adalah bahwa ia, seorang
makhluk ciptaan dan seorang berdosa, tidak mempunyai hak apapun untuk tidak puas
/ berkeberatan dengan jalan Allah yang dinyatakan. Makhluk-makhluk
ciptaan tidak berhak menyatakan keluhan / ucapan yang menyatakan ketidakpuasan
tentang Pencipta mereka) - ‘Evangelism
and the Sovereignty of God’, hal 23.
Banyak
orang kristen yang tidak senang dengan 2 hal yang kelihatan kontradiksi ini,
sehingga lalu bersikap salah:
a.
Menekankan kedaulatan Allah dan mengabaikan
tanggung jawab manusia. Ini Hyper-Calvinisme
/ fatalisme! Orang yang belum percaya tidak perlu berusaha untuk
percaya, karena kalau mereka sudah dipilih untuk selamat toh nanti akan percaya
dengan sendirinya, dan kalau mereka memang ditentukan untuk binasa, maka mereka
toh tidak akan bisa percaya. Juga kalau kita sebagai orang kristen bertemu
dengan orang yang belum percaya, kita tidak perlu memberitakan Injil kepadanya,
karena kalau ia memang orang pilihan nanti ia toh akan percaya dengan
sendirinya, dan kalau ia adalah orang yang ditentukan untuk binasa, maka
penginjilan kita toh akan sia-sia.
Dan orang Arminian sering menuduh / memfitnah bahwa
Calvinisme adalah seperti ini. Bandingkan dengan fitnahan Pdt. Jusuf B. S.
yang berbunyi sebagai berikut: “Dilayani atau tidak dilayani, kalau mereka
sudah ditentukan selamat, akhirnya toh tetap selamat, sebab Tuhan berdaulat
penuh” - ‘Keselamatan Tidak Bisa Hilang?’, hal 35.
Tetapi fitnahan ini salah dan bodoh, karena Hyper-Calvinisme
bukanlah Calvinisme!
b.
Menekankan tanggung jawab manusia dan mengabaikan
kedaulatan Allah. Ini Arminianisme.
Calvinisme
yang benar memperhatikan baik kedaulatan Allah maupun tanggung jawab manusia.
Arthur
W. Pink:
“Two
things are beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To
emphasize the sovereignty of God, without also maintaining the accountability of
the creature, tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the
responsibility of man, as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt
the creature and dishonour the Creator” (= Dua hal tidak perlu
diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu
bertanggung jawab. ... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga
memelihara pertanggungan jawab dari makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme;
terlalu memperhatikan pemeliharaan tanggung
jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama dengan
meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta) - ‘The
Sovereignty of God’, hal 9.
Arthur
W. Pink:
“We
are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any
provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath
denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of
Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make
his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not
contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the
Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of
man” [= Kita dilarang untuk ‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34),
tetapi ‘jika ada seorang yang tidak memeliharakan sanak saudaranya, apalagi
seisi rumahnya, orang itu murtad dan lebih buruk dari orang yang tidak
beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus yang bisa binasa (Yoh 10:28-29),
tetapi orang kristen diperintahkan untuk membuat ‘panggilan dan pilihannya
teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini tidaklah
bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang lain.
Demikian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab manusia]
- ‘The Sovereignty of God’, hal 11.
Charles
Haddon Spurgeon: “man, acting according to the device of his own heart, is nevertheless
overruled by that sovereign and wise legislation ... How these two things are
true I cannot tell. ... I am not sure that in heaven we shall be able to know
where the free agency of man and the sovereignty of God meet, but both are great
truths. God has predestinated everything yet man is responsible” (=
manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai
oleh pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini
bisa benar saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita
akan bisa mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu,
tetapi keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah
mempredestinasikan segala sesuatu, tetapi manusia bertanggungjawab) -
‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’,
vol 7, hal 10.
Barnes’
Notes (tentang Kis 2:23): “We have here a striking and clear instance
of the doctrine that the decrees of God do not interfere with the free agency of
people. This event was certainly determined beforehand. Nothing is clearer than
this. It is here expressly asserted; and it had been foretold with undeviating
certainty by the prophets. God had, for wise and gracious purposes, purposed or
decreed in his own mind that his Son should die at the time and in the manner in
which he did; for all the circumstances of his death, as well as of his birth
and his life, were foretold; and yet in this the Jews and the Romans never
supposed or alleged that they were compelled or cramped in what they did. They
did what they chose. If in this case the decrees of God were not inconsistent
with human freedom, neither can they be in any case. Between those decrees and
the freedom of man there is no inconsistency, unless it could be shown - what
never can be that God compels people to act contrary to their own will. In such
a case there could be no freedom. But that is not the case with regard to the
decrees of God” (= belum
diterjemahkan ).
J. I. Packer,
dalam bukunya yang berjudul ‘Evangelism
and the Sovereignty of God’ menghubungkan kedaulatan Allah dengan tanggung
jawab tertentu dari orang kristen, yaitu pemberitaan Injil. Ia berkata:
·
“the sovereignty of God in grace is the one thing
that prevents evangelism from being pointless. For it creates the possibility -
indeed, the certainty - that evangelism will be fruitful” (= kedaulatan Allah dalam kasih karunia adalah satu
hal yang mencegah supaya penginjilan tidak menjadi tanpa arti. Karena itu
menciptakan kemungkinan - bahkan kepastian - bahwa penginjilan itu akan berbuah) - hal 106.
·
“What, then, are we to say about the suggestion
that a hearty faith in the absolute sovereignty of God is inimical to
evangelism? We are bound to say that anyone who makes this suggestion thereby
shows that he has simply failed to understand what the doctrine of divine
sovereignty means” (= Lalu apa yang akan kita katakan tentang usul /
saran bahwa iman yang sungguh-sungguh kepada kedaulatan mutlak dari Allah
bertentangan dengan penginjilan? Kita harus mengatakan bahwa siapapun yang
membuat usul / saran itu dengan itu menunjukkan bahwa ia tidak mengerti apa arti
dari doktrin kedaulatan ilahi)
- hal 125.
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali