Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP:
7064-1331 / 6050-1331)
http://www.golgothaministry.org
XXXX
BAG. 10
II)
Serangan terhadap Total Depravity dan
jawabannya.
1)
Adanya perintah Allah menunjukkan adanya kemampuan manusia untuk bisa
melaksanakannya. Allah tidak mungkin memberi perintah kepada orang yang tidak
mampu melakukannya, sama seperti saudara tidak mungkin menyuruh anak saudara
yang berusia 3 tahun untuk mengangkat sekarung beras.
Jawab:
a)
Sebelum Adam jatuh ke dalam dosa, memang manusia mempunyai kemampuan taat
pada perintah Allah. Tetapi setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia
dikuasai / diperhamba oleh dosa sehingga tidak lagi bisa taat kepada perintah
Allah. Ini bukan salahnya Allah, tetapi salahnya manusia.
b)
Pada waktu manusia jatuh ke dalam dosa sehingga tidak mampu lagi
melakukan perintah Allah, Allah tidak menurunkan tuntutanNya kepada manusia.
Mengapa? Karena tuntutan Allah / hukum-hukum Allah menunjukkan kesucian Allah.
Kalau itu diturunkan, maka itu juga akan menurunkan kesucian Allah. Misalnya
saja kalau Allah mengijinkan / menghalalkan perzinahan, maka tentu saja kita
akan bertanya-tanya: ‘Allah apa ini gerangan yang mengijinkan hal itu? Tentu
Ia adalah Allah yang tidak terlalu nggenah!’
c)
John Murray menjawab serangan ini dengan berkata: “If obligation presupposes ability, then we shall have to go the whole
way and predicate total ability of man, that is, to adopt the Pelagian
position” (= Jika kewajiban menunjukkan adanya kemampuan, maka kita akan
harus meneruskan dan menyatakan kemampuan total pada manusia, yaitu, menerima
pandangan Pelagianisme) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 86.
Untuk
bisa mengerti kata-kata John Murray ini, kita perlu melihat perbandingan dari 3
ajaran seperti yang diajarkan oleh Charles Hodge di bawah ini.
Charles
Hodge berkata ada 3 pandangan dalam persoalan ini (‘Systematic Theology’, vol II, hal 257):
1.
Pandangan Pelagianisme, yang mengatakan
bahwa manusia yang sudah jatuh ke dalam dosapun tetap mempunyai kemampuan untuk
melakukan apapun yang Allah perintahkan kepadanya [total
ability (= kemampuan total)].
2.
Pandangan Semi-Pelagianisme (= Arminianisme),
yang mengatakan bahwa sekalipun kejatuhan ke dalam dosa melemahkan kemampuan
manusia, tetapi manusia tidak kehilangan seluruh kemampuannya untuk mentaati
Tuhan [partial ability / partial inability
(= kemampuan sebagian / ketidakmampuan sebagian)].
3.
Pandangan Augustinianisme / Calvinisme,
yang mengatakan bahwa manusia, setelah kejatuhan ke dalam dosa, sama sekali
tidak mampu untuk kembali kepada Tuhan atau melakukan apapun yang betul-betul
baik di hadapan Allah [total inability /
total depravity (= ketidakmampuan total / kebejatan total)].
Calvinisme
Arminianisme
Pelagianisme
Ketidakmampuan
total
Kemampuan sebagian
Kemampuan total
Kalau
adanya perintah Allah / kewajiban dari Allah dijadikan dasar untuk mengatakan
bahwa manusia pasti mampu mentaati perintah Allah itu, maka konsekwensinya kita
bukan harus meninggalkan Augustinianisme / Calvinisme (ketidakmampuan total) dan
berpindah kepada Semi-Pelagianisme / Arminianisme (kemampuan / ketidak-mampuan
sebagian), tetapi kepada Pelagianisme (kemampuan total), yang jelas-jelas
merupakan ajaran sesat!
2)
Doktrin ini menyebabkan orang putus asa.
Jawab:
a)
Harus diakui bahwa memang memungkinkan seseorang menanggapi doktrin ini
dengan cara yang salah, sehingga menjadi putus asa. Tetapi adanya tanggapan yang
salah terhadap suatu ajaran, tidak menunjukkan bahwa ajarannya salah!
John
Murray:
“But
perversion does not refute the truth of the doctrine perverted” (= Tetapi
penyimpangan tidak menyangkal / membuktikan salah kebenaran dari doktrin yang
disimpangkan itu) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
b)
Sebetulnya doktrin ini tidak menyebabkan orang putus asa. Bahkan doktrin
ini menjadi landasan yang sangat penting supaya orang mau menerima Injil kasih
karunia dan beriman kepada Kristus.
John
Murray:
“The
gospel is one of grace and therefore rests upon despair of human resources and
potency” (= Injil adalah injil kasih karunia dan karena itu berdasarkan
pada keputusasaan terhadap sumber dan potensi manusia) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 88.
Sebaliknya
doktrin yang menentang doktrin Total
Depravity inilah yang akhirnya membuat orang putus asa.
John
Murray:
“Nothing
is more soul-destructive than self-righteousness. And
it is self-righteousness that is fostered by the doctrine that man is naturally
able to do what is good and well-pleasing to God. To encourage any such
conviction is to plunge men into self-deception and delusion and such is indeed
the counsel of despair” (= Tidak ada yang lebih
menghancurkan jiwa dari pada sikap merasa / menganggap diri sendiri benar.
Dan adalah anggapan bahwa diri sendiri benar ini yang
dipungut oleh doktrin yang mengatakan bahwa manusia secara alamiah bisa
melakukan apa yang baik dan berkenan kepada Allah. Menganjurkan keyakinan
semacam itu adalah menjerumuskan manusia ke dalam penipuan diri sendiri dan
khayalan dan hal itulah yang sebenarnya merupakan nasehat keputusasaan) - ‘Collected
Writings of John Murray’, vol II, hal 87.
c)
Orang yang sadar bahwa dirinya penuh dosa dan tidak bisa berbuat baik,
sama sekali tidak perlu berputus asa. Mengapa? Karena Kitab Suci justru
menyatakan mereka sebagai ‘orang berbahagia’ dan ‘pemilik Kerajaan
Sorga’ (Mat 5:3), dan karena itu jelas bahwa Kitab Suci menganggap orang
seperti ini memiliki masa depan yang cerah.
Sekarang
mari kita meninjau Mat 5:3 yang dalam Kitab Suci Indonesia berbunyi: “Berbahagialah
orang yang miskin di hadapan Allah, karena
merekalah yang empunya Kerajaan Sorga”.
Terjemahan
‘miskin di hadapan Allah’ dalam Kitab Suci
Indonesia ini sebetulnya adalah terjemahan yang salah. Terjemahan yang benar
adalah ‘miskin dalam roh’. Apa artinya?
Artinya adalah bahwa orang itu sadar ia penuh dengan dosa.
Sesuatu
yang menarik adalah: kata ‘miskin’ di sini diterjemahkan dari kata bahasa
Yunani PTOCHOS, yang artinya ‘miskin
dalam arti sama sekali tidak punya apa-apa’.
Kata
PTOCHOS ini digunakan dalam Kitab Suci untuk menggambarkan Lazarus (Luk 16:20
- kata ‘pengemis’ sebetulnya adalah ‘orang miskin yang sama sekali tidak
punya apa-apa’), dan juga untuk menggambarkan janda miskin setelah ia memberikan uangnya yang hanya 2 peser (Luk 21:3).
Dalam
bahasa Yunani ada kata lain untuk ‘miskin’, yaitu PENES
atau PENICHROS, yang menunjukkan ‘miskin
tetapi masih punya sedikit uang’. Dalam Kitab Suci kata PENICHROS
ini digunakan untuk menggambarkan janda miskin sebelum
ia mempersembahkan uangnya yang hanya 2 peser itu (Luk 21:2).
Luk
21:1-4 - “(1) Ketika Yesus mengangkat mukaNya, Ia melihat orang-orang kaya
memasukkan persembahan mereka ke dalam peti persembahan. (2) Ia melihat juga
seorang janda miskin memasukkan dua peser ke
dalam peti itu. (3) Lalu Ia berkata: ‘Aku berkata kepadamu, sesungguhnya janda
miskin ini memberi lebih banyak dari pada semua
orang itu. (4) Sebab mereka semua memberi persembahannya dari kelimpahannya,
tetapi janda ini memberi dari kekurangannya, bahkan ia memberi seluruh
nafkahnya.’”.
Pulpit
Commentary:
·
“PTOCHOS,
in classical and philosophical usage, implies a lower degree of poverty than
PENES (2Cor 9:9)” [=
PTOCHOS, dalam penggunaan klasik dan filosofis, menunjukkan tingkat kemiskinan
yang lebih rendah dari PENES (2Kor 9:9)].
·
“The
PENES may be so poor that he earns his bread by daily labour; but the PTOCHOS is
so poor that he only obtains his living by begging ... The PENES has nothing
superfluous, the PTOCHOS has nothing at all” (= Orang yang PENES adalah
orang yang miskin sehingga ia mendapatkan roti / makanannya melalui kerja keras
setiap hari; tetapi orang yang PTOCHOS adalah orang yang begitu miskin sehingga
ia hanya mendapatkan penghidupannya melalui pengemisan ... Orang yang PENES
tidak mempunyai apapun secara berlebihan, orang yang PTOCHOS sama sekali tidak
mempunyai apapun).
Karena
kata ‘miskin’ dalam Mat 5:3 itu
diterjemahkan dari kata bahasa Yunani PTOCHOS,
maka itu jelas menunjukkan bahwa Mat 5:3 menyatakan bahwa seseorang itu
baru dianggap berbahagia dan merupakan pemilik Kerajaan Sorga kalau ia sadar
bahwa dirinya penuh dengan dosa, hitam legam, bukan abu-abu atau putih
berbintik-bintik, dsb.
Arminianisme
memang percaya bahwa semua manusia berdosa, tetapi karena mereka berpendapat
bahwa manusia masih bisa berbuat baik dan mereka tidak percaya pada doktrin Total
Depravity, itu menunjukkan bahwa mereka cuma miskin dalam arti kata PENES
atau PENICHROS, bukan dalam arti kata PTOCHOS. Ini menyebabkan mereka sebetulnya
belum memenuhi syarat untuk dianggap sebagai orang yang berbahagia dan pemilik
Kerajaan Sorga.
Sebaliknya
Calvinisme, yang percaya pada doktrin Totral
Depravity, percaya bahwa dalam diri manusia hanya ada dosa, dosa dan dosa!
Ini menunjukkan kesadaran orang-orang Calvinist bahwa mereka memang adalah
PTOCHOS, bukan PENES atau PENICHROS. Dengan demikian Mat 5:3 menyatakan
bahwa orang-orang Calvinist ini adalah orang yang berbahagia dan merupakan
pemilik Kerajaan Sorga.
3)
Tawaran Injil kepada setiap orang menunjukkan bahwa orang bisa percaya
kepada Yesus.
Kata
‘whoever’ (= barangsiapa) dalam
ayat-ayat seperti Yoh 3:16 (dalam Kitab Suci Indonesia diterjemahkan
‘setiap orang’) dianggap sebagai dasar bahwa setiap orang bisa percaya
kepada Yesus.
Jawab:
Ayat-ayat
seperti Yoh 3:16 hanya menunjukkan bahwa Injil ditawarkan kepada semua
orang, dan siapapun yang percaya mendapat hidup kekal. Tetapi ayat-ayat itu sama
sekali tidak berbicara tentang kemampuan orang berdosa dalam menanggapi
Injil! Sebaliknya Yoh 6:44,65 secara explicit
menyatakan tentang ketidakmampuan manusia untuk datang kepada Yesus.
Yoh
6:44 - “Tidak ada seorangpun yang dapat
datang kepadaKu, jikalau ia tidak ditarik oleh Bapa yang mengutus Aku”.
Yoh 6:65b
- “Tidak ada seorangpun dapat
datang kepadaKu, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya”.
III)
Serangan balik.
Sekalipun
dalam pembelaan diri terhadap serangan yang ditujukan kepada doktrin Total
Depravity di atas (point II di atas), secara otomatis sudah terdapat
serangan terhadap Arminianisme, tetapi dalam bagian ini saya tetap ingin
menambahkan lagi serangan terhadap Arminianisme, untuk memperjelas kesalahan
Arminianisme dalam persoalan ini.
Pertama-tama
kita perlu tahu bagaimana ajaran Arminian dalam persoalan ini. Ini mutlak perlu
sebelum kita menyerang Arminianisme! Jangan meniru Guy Duty dan Pdt. dr. Jusuf
B. S. yang menyerang Calvinisme tanpa mengerti apa itu Calvinisme.
Pdt.
dr. Jusuf B. S. dalam bukunya ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’ (hal 11-13,15-20),
berulangkali dan secara bertele-tele menyatakan bahwa Allah
selalu menghendaki keselamatan manusia, setan
selalu menghendaki kebinasaan manusia, dan karena itu keselamatan
manusia tergantung pada manusia itu sendiri, apakah ia mau percaya kepada
Yesus atau tidak.
Pdt.
dr. Jusuf B. S. juga berbicara tentang adanya bantuan Allah. Ia berkata sebagai
berikut:
“Allah menolong mencelikkan mata rohani manusia,
tetapi sesudah itu Allah memberi kesempatan dan menunggu pilihan manusia itu
sendiri!” - ‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 18.
A.
H. Strong (ia bukan penganut Arminianisme) menyatakan pandangan Arminianisme
sebagai berikut: “...
God bestows upon each individual from the first dawn of consciousness a special
influence of the Holy Spirit, which is sufficient to counteract the effect of
the inherited depravity and to make obedience possible, provided the human will
cooperate, which it still has power to do” (= ... Allah memberikan kepada
setiap individu dari saat pertama adanya kesadaran suatu pengaruh istimewa dari
Roh Kudus, yang cukup untuk menetralkan akibat dari kebejatan yang diwarisi dan
membuat ketaatan itu mungkin, asalkan kehendak manusia itu mau bekerja sama, dan
manusia masih mempunyai kekuatan untuk melakukan hal ini) - ‘Systematic
Theology’, hal 601.
Jadi,
berbeda dengan Pelagianisme yang mengatakan bahwa manusia sama sekali tidak
membutuhkan pekerjaan Roh Kudus, Arminianisme mengatakan bahwa sejak lahir,
semua manusia sudah menerima pengaruh
istimewa dari Roh Kudus. Tanpa pengaruh istimewa ini manusia tidak bisa percaya
kepada Yesus. Tetapi adanya pengaruh istimewa dari Roh Kudus ini menyebabkan
manusia bisa percaya kepada Yesus. Sekarang hanya tergantung apakah ia mau
atau tidak mau melakukan hal itu.
Sekarang,
setelah saya menunjukkan bagaimana ajaran Arminianisme dalam persoalan ini, saya
akan menunjukkan caranya untuk menyerang / menunjukkan kesalahan dari
Arminianisme.
1) Serangan menggunakan Ro 10:20.
Kalau memang keselamatan seseorang tergantung pada
kehendak orang itu sendiri, apakah ia mau atau tidak mau untuk datang dan
percaya kepada Yesus, lalu bagaimana caranya orang Arminian menjelaskan ayat di
bawah ini?
Ro 10:20 - “Dan
dengan berani Yesaya mengatakan: ‘Aku telah
berkenan ditemukan mereka yang tidak mencari Aku,
Aku telah menampakkan diri kepada mereka yang
tidak menanyakan Aku’”.
Perlu
saudara ketahui bahwa ada beberapa ayat lain yang berhubungan dengan ‘manusia
mencari Tuhan’:
Yes 55:6
- “Carilah TUHAN selama Ia berkenan
ditemui; berserulah kepadaNya selama Ia dekat!”. Ini memerintahkan manusia
supaya mencari Tuhan.
Yer 29:13-14a
- “(13) Apabila kamu mencari Aku, kamu
akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, (14a) Aku
akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah firman TUHAN”. Ini
menjanjikan bahwa orang yang mencari Tuhan pasti akan menemukan Tuhan.
Saya
kira orang Arminian tidak akan menemukan kesulitan dengan Yes 55:6 dan Yer
29:13-14a ini, tetapi bagaimana mereka menafsirkan Ro 3:11b yang berbunyi: “tidak
ada seorangpun yang mencari Allah”? Lebih-lebih, bagaimana mereka
menafsirkan Ro 10:20 di atas, yang menunjukkan bahwa Allah berkenan
ditemukan oleh orang yang tidak mencari Dia? Orang Arminian, yang mengatakan
bahwa semua manusia telah diberi kemampuan dari Roh Kudus, sehingga sekarang
semua tergantung pada kemauan mereka, pasti akan kebingungan menafsirkan Ro
10:20 itu!
Calvinisme
/ Reformed menganggap ayat ini menunjukkan secara jelas bahwa keselamatan
seseorang tidak tergantung pada kehendak orang itu sendiri, tetapi tergantung
kepada Allah. Ro 3:11 berkata: “Tidak
ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari Allah”.
Ini menunjukkan bahwa manusia berdosa itu sendiri, terlepas dari pekerjaan Allah
/ Roh Kudus dalam dirinya, tidak bisa dan tidak akan mau mencari Allah. Tetapi
dalam diri orang yang adalah ‘orang pilihan’, sekalipun ia mula-mula tidak
mencari Allah, Allah bekerja, melahirbarukannya, sehingga ia lalu mencari Allah
dan menemukan Allah (melalui Yesus Kristus).
Catatan:
perlu diingat bahwa dalam ajaran Calvinist / Reformed, kelahiran baru terjadi sebelum
iman!
2)
Serangan menggunakan ‘Tanya jawab Calvinisme - Arminianisme’ untuk
menunjukkan kesombongan orang Arminian / Arminianisme.
Mari
kita membayangkan suatu tanya jawab Calvinisme - Arminianisme (tanya jawab ini
bisa saja betul-betul saudara praktekkan!).
Saya
bertanya kepada orang Arminian: ‘Kalau
semua orang sudah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus yang membuat semua orang
sebetulnya bisa percaya kepada Yesus, lalu mengapa kamu percaya kepada Yesus dan
orang-orang yang lain tidak?’.
Orang
Arminian akan menjawab: ‘Karena saya mau
percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau percaya’.
Terhadap
jawaban ini, saya bertanya lagi: ‘Mengapa
kamu mau percaya kepada Yesus sedangkan mereka tidak mau, padahal semua orang
telah mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin
orang Arminian akan menjawab: ‘Karena
saya lebih memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka’.
Saya
bertanya lagi: ‘Mengapa kamu lebih
memikirkan kekekalan / keselamatan dari pada mereka, padahal semua orang telah
mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin
mereka akan menjawab: ‘Karena saya
lebih condong pada hal-hal rohani dari pada mereka’.
Saya
bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa lebih
condong kepada hal-hal rohani dari pada mereka, padahal semua orang telah
mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin
mereka akan menjawab: ‘Karena saya
sadar bahwa hal-hal rohani itu lebih penting dari pada hal-hal duniawi’.
Saya
bertanya lagi: ‘Mengapa kamu bisa sadar
akan hal itu sedangkan orang-orang lain itu tidak, padahal semua orang telah
mendapatkan pekerjaan Roh Kudus?’.
Mungkin
mereka akan menjawab: ‘Karena ada
orang-orang yang mendoakan saya’.
Saya
bertanya lagi: ‘Mengapa pada waktu kamu
didoakan kamu bisa sadar dan percaya, sedangkan ada banyak orang lain yang juga
didoakan tetapi tetap tidak sadar dan tidak bertobat / tidak percaya kepada
Yesus sampai mati?’.
Mungkin
mereka akan menjawab: ‘Mungkin karena
orang-orang itu mengeraskan hati’.
Saya
bertanya lagi: ‘Mengapa orang-orang itu
mengeraskan hati sedangkan kamu tidak, padahal semua orang telah mendapatkan
pekerjaan Roh Kudus?’.
Kalau
pertanyaan-pertanyaan semacam ini terus dilontarkan, maka akhirnya mereka akan terpaksa
menjawab: ‘Karena saya lebih baik dari
pada mereka’.
Jadi, secara disadari ataupun tidak,
pandangan Arminian ini menganggap diri mereka lebih baik dari orang yang tidak
percaya kepada Kristus. Ini bukan hanya menunjukkan kesombongan, tetapi juga
menunjukkan bahwa sedikit banyak jasa / kebaikan diri sendiri juga berperan
dalam keselamatan seseorang!
Rupa-rupanya
Pdt. dr. Jusuf B. S. tidak menyadari hal ini, karena dalam bukunya
‘Keselamatan tidak bisa hilang?’, hal 9, ia berkata: “Kita
menerima keselamatan dari Tuhan dengan cuma-cuma, bukan karena jasa, kebaikan,
usaha atau pekerjaan kita”. Dan ia lalu mengutip Ef 2:8 sebagai dasar.
Karena
itu sebaiknya Pdt. dr. Jusuf B. S. merenungkan bagian ini dan menyadari adanya
kontradiksi dalam ajarannya!
3)
Komentar-komentar dari para ahli Theologia yang menyerang orang Arminian
/ Arminianisme.
A.
H. Strong:
“Arminian
converts say: ‘I gave my heart to the Lord’; Augustinian converts
say: ‘The Holy Spirit convicted me of sin and renewed my heart’.
Arminianism tends to self-sufficiency; Augustinianism promotes dependence upon
God” (= Petobat Arminian berkata: ‘Aku
memberikan hatiku kepada Tuhan’; petobat Augustinian berkata: ‘Roh
Kudus menyadarkan aku akan dosaku dan memperbaharui hatiku.
Arminianisme condong pada kecukupan / kesanggupan diri
sendiri; Augustinianisme mempromosikan kebersandaran
kepada Allah) - ‘Systematic
Theology’, hal 605.
Catatan:
A. H. Strong bukanlah seorang Augustinian / Calvinist yang sepenuhnya. Ia hanya
menerima 4 dari 5 points Calvinisme. Satu-satunya yang ia tolak adalah point
yang ke 3, yaitu Limited Atonement (=
Penebusan Terbatas).
Loraine
Boettner:
“The
chief fault of Arminianism is its insufficient recognition of the part that God
takes in redemption. It loves to admire the dignity and strength of man;
Calvinism loses itself in adoration of the grace and omnipotence of God.
Calvinism casts man first into the depths of humiliation and despair in order to
lift him on wings of grace to supernatural strength. The one flatters natural
pride; the other is a gospel for penitent sinners. As that which exalts man in
his own sight and tickles his fancies is more welcome to the natural heart than
that which abases him, Arminianism is likely to prove itself more popular. Yet
Calvinism is nearer to the facts, however harsh and forbidding those facts may
seem. ‘It is not always the most agreeable medicine which is the most healing.
The experience of the apostle John is one of frequent occurrence, that the
little book which is sweet as honey in the mouth is bitter in the belly. Christ
crucified was a stumbling-block to one class of people and foolishness to
another, and yet He was, and is, the power of God and the wisdom of God unto
salvation to all who believe’” (= Kesalahan
utama dari Arminianisme adalah pengakuan / pengenalannya yang kurang tentang
bagian Allah dalam penebusan. Arminianisme
senang mengagumi martabat dan kekuatan manusia; Calvinisme
kehilangan dirinya sendiri dalam pemujaan terhadap kasih karunia dan
kemahakuasaan Allah. Calvinisme mula-mula membuang manusia ke dalam
perendahan dan keputusasaan yang dalam untuk bisa mengangkatnya dengan sayap
kasih karunia kepada kekuatan supranatural. Yang satu
memuji kesombongan alamiah; yang lain adalah
injil untuk orang-orang berdosa yang menyesal. Sebagaimana sesuatu
yang meninggikan manusia dalam pandangannya sendiri dan yang menyenangkannya
lebih diterima / disambut oleh hati alamiah dari pada sesuatu yang merendahkan
dia, Arminianisme mungkin sekali membuktikan dirinya sendiri lebih populer.
Tetapi Calvinisme lebih dekat kepada fakta, betapapun kerasnya dan menakutkannya
fakta itu terlihat. ‘Tidak selalu obat yang paling menyenangkan adalah
yang paling menyembuhkan. Pengalaman rasul Yohanes adalah kejadian yang sering
terjadi, bahwa buku kecil yang manis seperti madu di mulut, pahit di perut.
Kristus yang tersalib adalah batu sandungan bagi segolongan manusia dan
kebodohan bagi golongan yang lain, tetapi Ia adalah, baik dulu maupun sekarang,
kuasa Allah dan hikmat Allah kepada keselamatan bagi semua yang percaya’)
- ‘The Reformed Doctrine of
Predestination’, hal 44.
Catatan:
Loraine Boettner menggunakan kata-kata ‘buku kecil yang manis seperti madu di
mulut, tetapi pahit di perut’ dari Wah 10:9-10.
Alan
P. F. Sell mengutip kata-kata Jerome Zanchius (1516-1590) sebagai berikut:
“Conversion
and salvation must, in the very nature of things, be wrought and effected either
by ourselves alone, or by ourselves and God together, or solely by God himself.
The Pelagians were for the first. The Arminians are for the second. True
believers are for the last, because the last hypothesis, and that only, is built
on the strongest evidence of Scripture, reason and experience: it most
effectually hides pride from man, and sets the crown of undivided praise upon
the head, or rather casts it at the feet, of that glorious Triune God, who
worketh all in all”
(= Pertobatan dan keselamatan dibuat dan dilaksanakan atau
oleh diri kita sendiri, atau oleh kita dan Allah
bersama-sama, atau semata-mata oleh Allah sendiri.
Orang-orang Pelagian memilih yang pertama,
orang-orang Arminian yang kedua. Orang-orang
percaya yang sejati memilih yang terakhir, karena anggapan yang terakhir,
dan hanya itu, dibangun di atas bukti terkuat dari Kitab Suci, logika dan
pengalaman: itu secara paling efektif menyembunyikan
kesombongan dari manusia, dan meletakkan mahkota pujian sepenuhnya / seluruhnya
pada kepala, atau lebih tepat meletakkannya pada kaki, dari Allah Tritunggal
yang mulia, yang mengerjakan semua dalam semua) - ‘The Great
Debate, Calvinism, Arminianism and Salvation’, hal 97.
Alan
P. F. Sell juga mengutip kata-kata John R. de Witt sebagai berikut:
“Arminianism
essentially represents an attack upon the majesty of God; and puts in place of
it, the exaltation of man”
(= Arminianisme secara hakiki menggambarkan / mewakili suatu penyerangan
terhadap kuasa yang berdaulat dari Allah; dan meletakkan sebagai gantinya,
peninggian manusia)
- ‘The Great Debate, Calvinism,
Arminianism and Salvation’, hal 97.
Calvin:
“Nothing,
however slight, can be credited to man without depriving God of his honor, and
without man himself falling into ruin through brazen confidence” (= Tidak
ada sesuatupun, bagaimanapun kecilnya, bisa dipuji / dihargai dari manusia tanpa
mencabut / menghilangkan kehormatan dari Allah, dan tanpa menghancurkan manusia
itu sendiri melalui kepercayaan kepada diri sendiri yang tidak tahu malu) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book II, Chapter II, no 1.
John
Owen:
“As
a desire of self-sufficiency was the first cause of this infirmity ... nothing
doth he more contend for than an independency of any supreme power, which might
either help, hinder, or control him in his actions. ... Never did any man ...
more eagerly endeavour the erecting of this Babel than the Arminians, the modern
blinded patrons of human self-sufficiency” (= Karena suatu keinginan untuk
pencukupan diri sendiri adalah penyebab pertama dari kelemahan ini ... tidak ada
yang lebih ia perjuangkan dari pada suatu ketidaktergantungan pada kuasa
tertinggi manapun, yang bisa menolong, menghalangi atau mengontrolnya dalam
tindakan-tindakannya. ... Tidak pernah ada orang ... yang lebih sungguh-sungguh
berusaha mendirikan Babel ini dari pada orang-orang Arminian, pelindung modern
yang buta dari pencukupan diri sendiri dari manusia) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 11.
John
Owen:
“...
of making themselves differ from others who will not make so good use of the
endowments of their natures; that so the first and chiefest part in the work of
their salvation may be ascribed unto themselves; - a proud Luciferian
endeavour!” (= ... membuat diri mereka sendiri berbeda dengan yang lain
yang tidak mau menggunakan dengan baik anugerah kepada diri mereka; sehingga
dengan demikian bagian yang pertama dan terutama dalam pekerjaan keselamatan
bisa dianggap berasal dari diri mereka sendiri; - suatu usaha Lucifer yang
sombong!) - ‘The Works of John
Owen’, vol 10, hal 13.
John
Owen:
“And
so at length, with much toil and labour, they have placed an altar for their
idol in the holy temple, on the right hand of the altar of God, and on it offer
sacrifice to their own net and drag; at least, ‘nec Deo, nec libero arbitrio,
sed dividatur’ - not all to God, nor all to free-will, but let the sacrifice
of praise, for all good things, be divided between them” [= Dan demikian
akhirnya, dengan banyak kerja keras, mereka telah meletakkan sebuah altar untuk
berhala mereka dalam Bait Suci, di sebelah kanan dari altar Allah, dan di
atasnya mereka mempersembahkan korban bagi usaha mereka sendiri; setidaknya
‘nec Deo, nec libero arbitrio, sed dividatur’ (kata-kata ini ada dalam
bahasa Latin) - bukan
semua bagi Allah, juga bukan semua bagi kehendak bebas, tetapi biarlah korban
pujian, untuk semua hal yang baik, dibagi di antara mereka) - ‘The
Works of John Owen’, vol 10, hal 14.
4)
Kesimpulan.
Kesimpulan
tentang kesalahan dari Arminianisme dalam hal ini adalah:
a)
Kesombongan / kebersandaran pada diri sendiri.
Sedikit
banyak mereka beranggapan bahwa diri mereka sendiri mempunyai jasa dalam
keselamatan mereka, yaitu mereka mau percaya.
Berbicara
tentang kesombongan orang Arminian, saya melihat bahwa Guy Duty juga luar biasa
sombongnya. Ini terlihat dari:
1.
Cara ia menjelek-jelekkan Calvin dan Agustinus.
Padahal
melihat bukunya Guy Duty, saya yakin bahwa baik Calvin maupun Agustinus
mempunyai pengetahuan di ujung jarinya jauh lebih banyak dari Guy Duty dalam
seluruh dirinya!
2.
Bagian Pendahuluan dari buku ‘Keselamatan bersyarat atau tanpa
syarat?’, hal 9-11, dimana ia mengutip surat dari seorang pendeta yang telah
membaca naskah bukunya dan lalu berkata sebagai berikut:
“Saya telah menelusuri halaman demi halaman tulisan
anda ini. Saya belum pernah membaca bahan sebaik ini.
... Saya percaya bahwa tulisan ini merupakan pembahasan yang paling lengkap
tentang pokok ini, dan saya sangat menganjurkannya bagi setiap siswa Alkitab. Setiap
pembaca buku ini mau tidak mau harus mengakui bahwa buku ini adalah karya
seorang siswa Alkitab yang besar, yang telah berusaha dengan sebaik-baiknya
untuk membagi Firman kebenaran itu dengan benar”
(hal 9,11. Catatan: Garis bawah dari saya).
Kalaupun
ada pendeta, yang dalam kebodohannya, memuji bukunya yang penuh dengan kesalahan
itu, tidak seharusnya Guy Duty menuliskannya atau bahkan memamerkannya kepada
pembaca bukunya! 1Kor 13:4-5 - “Kasih
... tidak memegahkan diri dan tidak sombong”.
Saya
betul-betul tidak mengerti kesombongan Guy Duty yang sampai hati menuliskan
pujian yang begitu tinggi dari pendeta itu untuk dirinya sendiri dalam
Pendahuluan bukunya, lebih-lebih karena pujian itu sangat tidak pada tempatnya.
Saya sendiri jarang menemui buku sejelek dan sekacau bukunya Guy Duty ini!
b)
Konsekwensinya, dalam penyelamatan diri mereka, Allah bukan satu-satunya
pihak yang berjasa. Karena itu bukan Allah semata-mata yang harus dihargai /
dipuji dalam persoalan keselamatan mereka, tetapi juga diri mereka sendiri.
Bandingkan
pandangan Arminianisme yang sombong dan kurang menghargai anugerah Allah itu
dengan:
·
Ef 2:8-9 - “(8) Sebab
karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman;
itu bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah,
(9) itu bukan hasil pekerjaanmu: jangan ada
orang yang memegahkan diri”.
·
Ro 11:5-6 - “(5)
Demikian juga pada waktu ini ada tinggal suatu sisa, menurut pilihan kasih
karunia. (6) Tetapi jika hal itu terjadi karena kasih
karunia, maka bukan lagi karena perbuatan, sebab jika tidak demikian, maka kasih
karunia itu bukan lagi kasih karunia”.
·
kata-kata Archbishop William Temple yang dikutip oleh John Stott sebagai
berikut:
“All
is of God. The only thing of my very own which I contribute to my redemption is
the sin from which I need to be redeemed”
(= Semua dari Allah. Satu-satunya hal dari diriku sendiri yang aku sumbangkan
pada penebusanku adalah dosa dari mana aku perlu ditebus)
- ‘The Preacher’s Portrait’, hal
44-45.
Inilah
pandangan Calvinisme / Reformed, yang betul-betul menghancurleburkan kesombongan
manusia, dan mengarahkan seluruh penghargaan tentang penyelamatan kita hanya
kepada Allah!
-o0o-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali