Pemahaman Alkitab

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

Rabu, tanggal 22 Mei 2013, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(7064-1331 / 6050-1331 / 0819-455-888-55)

[email protected]

 

II Timotius 2:1-26(9)

 

Ay 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

 

4)         “jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;” (ay 12b).

 

a)   Ini adalah penyangkalan yang bersifat permanen.

Lenski mengatakan bahwa kata-kata ‘menyangkal Dia’ menunjuk pada penyangkalan yang bersifat permanen, bukan penyangkalan sementara, terhadap mana orangnya lalu bertobat, seperti dalam kasus penyangkalan Petrus.

Lenski: “Permanent denial is referred to; Peter repented of his denial” (= Penyangkalan yang permanen yang ditunjuk; Petrus bertobat dari penyangkalannya) - hal 795.

 

b)      Macam-macam cara melalui mana kita bisa menyangkal Kristus.

The Biblical Illustrator (New Testament): “In what way can we deny Christ? Some deny Him openly as scoffers do, ... Others do this wilfully and wickedly in a doctrinal way, as the Arians and Socinians do, who deny His deity: those who deny His atonement, who rail against the inspiration of His Word, these come under the condemnation of those who deny Christ. There is a way of denying Christ without even speaking a word, and this is the more common. In the day of blasphemy and rebuke, many hide their heads” (= Dalam hal apa kita bisa menyangkal Kristus? Sebagian orang menyangkal Dia secara terbuka seperti dilakukan pengejek-pengejek, ... Orang-orang lain melakukan ini dengan sengaja dan dengan jahat dalam suatu cara doktrinal, seperti yang dilakukan oleh orang-orang Arian dan Socinian, yang menyangkal keallahanNya: mereka yang menyangkal penebusanNya, yang mengejek / mencemooh terhadap pengilhaman dari FirmanNya, orang-orang ini datang di bawah penghukuman dari mereka yang menyangkal Kristus. Ada suatu cara untuk menyangkal Kristus bahkan tanpa mengatakan sepatah katapun, dan ini adalah yang lebih umum. Pada saat penghujatan dan kemarahan, banyak orang menyembunyikan kepala mereka).

 

c)      Bahaya / resiko dari penyangkalan kita terhadap Dia.

Matthew Henry: “It is at our peril if we prove unfaithful to him: If we deny him, he also will deny us. If we deny him before man, he will deny us before his Father, Matt 10:33. And that man must needs be for ever miserable whom Christ disowns at last” (= Merupakan resiko kita jika kita terbukti tidak setia kepadaNya: Jika kita menyangkalNya, Ia juga akan menyangkal kita. Jika kita menyangkalNya di depan manusia, Ia akan menyangkal kita di depan BapaNya, Mat 10:33. Dan orang yang tidak diakui oleh Kristus pada akhirnya itu pasti akan menyedihkan / sengsara selama-lamanya).

Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

 

The Biblical Illustrator (New Testament): “In musing over the very dreadful sentence which closes my text, ‘He also will deny us,’ I was led to think of various ways in which Jesus will deny us. He does this sometimes on earth. You have read, I Suppose, the death of Francis Spira. If you have ever read it, you never can forget it to your dying day. Francis Spira knew the truth; he was a reformer of no mean standing; but when brought to death, out of fear, he recanted. In a short time he fell into despair, and suffered hell upon earth. His shrieks and exclamations were so horrible that their record is almost too terrible for print. His doom was a warning to the age in which he lived. Another instance is narrated by my predecessor, Benjamin Keach, of one who, during Puritanic times, was very earnest for Puritanism; but afterwards, when times of persecution arose, forsook his profession. The scenes at his deathbed were thrilling and terrible. He declared that though he sought God, heaven was shut against him; gates of brass seemed to be in his way, he was given up to overwhelming despair. At intervals he cursed, at other intervals he prayed, and so perished without hope. If we deny Christ, we may be delivered to such a fate” (= Dalam merenungkan tentang kalimat yang sangat menakutkan yang mengakhiri text saya, ‘Ia juga akan menyangkal kita’, saya dibimbing untuk berpikir tentang bermacam-macam jalan dalam mana Yesus akan menyangkal kita. Kadang-kadang Ia melakukannya dalam dunia ini. Mungkin engkau telah membaca tentang kematian dari Francis Spira. Jika engkau pernah membacanya, engkau tidak pernah bisa melupakannya sampai saat kematianmu. Francis Spira tahu / mengenal kebenaran; ia adalah seorang reformator yang tidak rendah kedudukannya; tetapi pada waktu ia dibawa pada kematian, karena takut, ia menarik kembali kata-katanya / mengaku salah. Dalam waktu yang singkat ia jatuh ke dalam keputus-asaan, dan mengalami neraka di bumi. Jeritan / pekikan dan seruannya begitu mengerikan sehingga catatan mereka hampir terlalu mengerikan untuk dicetak. Ajalnya merupakan suatu peringatan pada jaman dalam mana ia hidup. Contoh yang lain diceritakan oleh pendahulu saya, Benjamin Keach, tentang seseorang, yang pada jaman Puritan, sangat bersungguh-sungguh untuk Puritanisme; tetapi belakangan, pada waktu penganiayaan muncul, meninggalkan pengakuannya. Pemandangan pada ranjang kematiannya menggetarkan hati dan mengerikan. Ia menyatakan bahwa sekalipun ia mencari Allah, surga tertutup terhadap dia; pintu-pintu gerbang dari kuningan kelihatannya ada di jalannya, ia diserahkan pada keputus-asaan yang sangat besar. Pada waktu-waktu tertentu ia mengutuk, pada waktu-waktu yang lain ia berdoa, dan demikianlah ia mati tanpa pengharapan. Jika kita menyangkal Kristus, kita bisa diserahkan pada nasih yang seperti itu).

Catatan: Kedua kutipan di atas dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh Charles Haddon Spurgeon.

 

5)         “jika kita tidak setia, Dia tetap setia,” (ay 13a).

KJV: ‘If we believe not, yet he abideth faithful’ (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia:).

RSV: ‘if we are faithless, he remains faithful’ (= Jika kita tidak beriman / tidak setia, Ia tetap setia). NIV/NASB RSV.

Kata Yunani yang digunakan adalah APISTOUMEN, yang berasal dari kata dasar APISTEO, yang menurut Bible Works 7 bisa diartikan ‘tidak percaya’ atau ‘tidak setia’. Mungkin itu sebabnya RSV/NIV/NASB sengaja menterjemahkan ‘faithless’, yang bisa diartikan sebagai ‘tidak beriman / tidak mempunyai iman’ ataupun ‘tidak setia’ (kontras dengan ‘faithful’ / setia).

 

a)   Allah / Yesus digambarkan Alkitab sebagai setia. Dalam hal apa saja?

 

Ibr 2:17 - “Itulah sebabnya, maka dalam segala hal Ia harus disamakan dengan saudara-saudaraNya, supaya Ia menjadi Imam Besar yang menaruh belas kasihan dan yang setia kepada Allah untuk mendamaikan dosa seluruh bangsa.

 

1Kor 10:13 - “Pencobaan-pencobaan yang kamu alami ialah pencobaan-pencobaan biasa, yang tidak melebihi kekuatan manusia. Sebab Allah setia dan karena itu Ia tidak akan membiarkan kamu dicobai melampaui kekuatanmu. Pada waktu kamu dicobai Ia akan memberikan kepadamu jalan ke luar, sehingga kamu dapat menanggungnya”.

 

Maz 119:75 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa hukum-hukumMu adil, dan bahwa Engkau telah menindas aku dalam kesetiaan.

 

Fil 1:6 - “Akan hal ini aku yakin sepenuhnya, yaitu Ia, yang memulai pekerjaan yang baik di antara kamu, akan meneruskannya sampai pada akhirnya pada hari Kristus Yesus.

 

1Kor 1:8-9 - “(8) Ia juga akan meneguhkan kamu sampai kepada kesudahannya, sehingga kamu tak bercacat pada hari Tuhan kita Yesus Kristus. (9) Allah, yang memanggil kamu kepada persekutuan dengan AnakNya Yesus Kristus, Tuhan kita, adalah setia.

 

Kalau Allah itu setia, bagaimana dengan kita / orang-orang percaya? Mari kita lihat text kita sekali lagi.

2Tim 2:11-13 - “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

Ay 11-12a membicarakan kesetiaan kita, sedangkan ay 12b-13 membicarakan ketidak-setiaan kita; masing-masing dengan respons / tanggapan Allah / Yesus tentang sikap kita itu.

 

b)            Problem dari ayat ini adalah, pada waktu dikatakan ‘Dia tetap setia’, maksudnya ‘Dia tetap setia pada apa / kepada siapa?’ Ada 2 penafsiran tentang bagian ini:

 

1.            Ia tetap setia kepada diriNya, pada janji-janjiNya maupun ancaman-ancamanNya.

Matthew Henry: “If we believe not, yet he abideth faithful; he cannot deny himself. He is faithful to his threatenings, faithful to his promises; neither one nor the other shall fall to the ground, no, not the least, jot nor tittle of them. If we be faithful to Christ, he will certainly be faithful to us. If we be false to him, he will be faithful to his threatenings: he cannot deny himself, cannot recede from any word that he hath spoken, for he is yea, and amen, the faithful witness. ... If we deny him, out of fear, or shame, or for the sake of some temporal advantage, he will deny and disown us, and will not deny himself, but will continue faithful to his word when he threatens as well as when he promises” (= Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia; Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri. Ia setia pada ancaman-ancamanNya, setia pada janji-janjiNya; tidak ada yang satu maupun yang lain yang jatuh ke tanah, tidak, tidak yang terkecil, iota atau titik / coretan dari mereka. Jika kita setia kepada Kristus, Ia pasti akan setia kepada kita. Jika kita tidak setia kepada Dia, Ia akan setia pada ancaman-ancamanNya: Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri, tidak bisa mundur dari firman manapun yang telah Ia katakan, karena Ia adalah ya dan amin, saksi yang setia. ... Jika kita menyangkalNya, karena takut, atau malu, atau demi suatu keuntungan sementara, Ia akan menyangkal kita dan tidak mengakui kita, dan tidak akan menyangkal diriNya sendiri, tetapi akan terus setia pada firmanNya pada waktu Ia mengancam maupun pada waktu Ia berjanji).

2Kor 1:20 - “Sebab Kristus adalah ‘ya’ bagi semua janji Allah. Itulah sebabnya oleh Dia kita mengatakan ‘Amin’ untuk memuliakan Allah”.

Wah 1:5 - “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini. Bagi Dia, yang mengasihi kita dan yang telah melepaskan kita dari dosa kita oleh darahNya-”.

Wah 3:14 - “‘Dan tuliskanlah kepada malaikat jemaat di Laodikia: Inilah firman dari Amin, Saksi yang setia dan benar, permulaan dari ciptaan Allah:”.

 

Adam Clarke: “‘If we believe not.’ Should we deny the faith and apostatize, he is the same, as true to his threatenings as to his promises; he cannot deny - act contrary to, himself” (= ‘Jika kita tidak percaya’. Kalau kita menyangkal iman dan murtad, Ia tetap sama, benar berkenaan dengan ancamanNya seperti pada janjiNya; Ia tidak bisa menyangkal - bertindak bertentangan dengan, diriNya sendiri).

 

Barnes’ Notes: “‘If we believe not, yet he abideth faithful.’ This cannot mean that, if we live in sin, he will certainly save us, as if he had made any promise to the elect, or formed any purpose that he would save them, whatever might be their conduct; because: (1) he had just said that if we deny him he will deny us; and (2) there is no such promise in the Bible, and no such purpose has been formed. The promise is, that he that is a believer shall be saved, and there is no purpose to save any but such as lead holy lives. The meaning must be, that if we are unbelieving and unfaithful, Christ will remain true to his word, and we cannot hope to be saved. The object of the apostle evidently is, to excite Timothy to fidelity in the performance of duty, and to encourage him to bear trials, by the assurance that we cannot hope to escape if we are not faithful to the cause of the Saviour. This interpretation accords with the design which he had in view” [= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Ini tidak bisa berarti bahwa jika kita hidup dalam dosa, Ia akan tetap menyelamatkan kita, seakan-akan Ia telah membuat janji apapun kepada orang-orang pilihan, atau membentuk tujuan / rencana apapun bahwa Ia akan menyelamatkan mereka, bagaimanapun tingkah laku mereka; karena: (1) Ia baru saja mengatakan bahwa jika kita menyangkalNya Ia akan menyangkal kita; dan (2) Tidak ada janji seperti itu dalam Alkitab, dan tidak ada tujuan / rencana seperti itu telah dibentuk. Janjinya adalah, bahwa ia yang adalah seorang percaya akan diselamatkan, dan tidak ada rencana / tujuan untuk menyelamatkan siapapun kecuali orang-orang seperti itu yang menjalani kehidupan yang kudus. Artinya haruslah, bahwa jika kita tidak percaya dan tidak setia, Kristus akan tetap benar pada firmanNya, dan kita tidak dapat berharap untuk diselamatkan. Tujuan dari sang rasul jelas adalah, untuk menggairahkan Timotius pada kesetiaan dalam pelaksanaan kewajiban, dan untuk mendorongnya untuk memikul / menahan pencobaan-pencobaan, dengan suatu keyakinan bahwa kita tidak bisa berharap untuk lolos jika kita tidak setia pada perkara dari sang Juruselamat. Penafsiran ini sesuai dengan rancangan yang ada dalam pandangannya].

 

Calvin: “‘If we are unbelieving, he remaineth faithful.’ The meaning is, that our base desertion takes nothing from the Son of God or from his glory; because, having everything in himself, he stands in no need of our confession. As if he had said, ‘Let them desert Christ who will, yet they take nothing from him; for when they perish, he remaineth unchanged.’ (= ‘Jika kita tidak percaya, Ia tetap setia’. Artinya adalah, bahwa pembelotan kita yang hina tidak mengambil apapun dari Anak Allah atau dari kemuliaanNya; karena, mempunyai segala sesuatu dalam diriNya sendiri, Ia berdiri tanpa kebutuhan apapun tentang pengakuan kita. Seakan-akan ia berkata, ‘Biarlah mereka yang mau, meninggalkan Kristus, tetapi mereka tidak mengambil apapun dari Dia; karena pada waktu mereka binasa, Ia tetap tidak berubah’.).

 

IVP Bible Background Commentary: “Although God’s character is immutable, his dealings with people depend on their response to him (2 Chron 15:2; Ps 18:25-27). The faithfulness of God to his covenant is not suspended by the breach of that covenant by the unfaithful; but those individuals who break his covenant are not saved (see comment on Rom 3:3)” [= Sekalipun karakter Allah tidak berubah, tetapi penangananNya terhadap umatNya tergantung pada tanggapan mereka kepada Dia (2Taw 15:2; Maz 18:26-28). Kesetiaan Allah pada perjanjianNya tidak ditangguhkan / dihentikan oleh pelanggaran terhadap perjanjian itu oleh orang-orang yang tidak setia; tetapi pribadi-pribadi yang melanggar perjanjianNya itu tidak diselamatkan (lihat komentar tentang Ro 3:3)].

2Taw 15:2 - “Ia pergi menemui Asa dan berkata kepadanya: ‘Dengarlah kepadaku, Asa dan seluruh Yehuda dan Benyamin! TUHAN beserta dengan kamu bilamana kamu beserta dengan Dia. Bilamana kamu mencariNya, Ia berkenan ditemui olehmu, tetapi bilamana kamu meninggalkanNya, kamu akan ditinggalkanNya.

Maz 18:26-28 - “(26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit. (28) Karena Engkaulah yang menyelamatkan bangsa yang tertindas, tetapi orang yang memandang dengan congkak Kaurendahkan”.

Ro 3:3-4 - “(3) Jadi bagaimana, jika di antara mereka ada yang tidak setia, dapatkah ketidaksetiaan itu membatalkan kesetiaan Allah? (4) Sekali-kali tidak! Sebaliknya: Allah adalah benar, dan semua manusia pembohong, seperti ada tertulis: ‘Supaya Engkau ternyata benar dalam segala firmanMu, dan menang, jika Engkau dihakimi.’”.

IVP Bible Background Commentary (tentang Ro 3:3): “God’s faithfulness to his covenant was good long-term news for Israel as a whole; as in the Old Testament (e.g., in Moses’ generation, contrary to some Jewish tradition), however, it did not save individual Israelites who broke covenant with him” [= Kesetiaan Allah pada perjanjianNya merupakan kabar baik jangka panjang bagi Israel sebagai suatu keseluruhan; seperti dalam Perjanjian Lama (misalnya, dalam generasi Musa, bertentangan dengan beberapa tradisi Yahudi), tetapi itu tidak menyelamatkan individu-individu Israel yang melanggar perjanjian dengan Dia].

 

Catatan: semua penafsir-penafsir di atas menafsirkan bukan sebagai ‘tidak setia’ tetapi ‘tidak percaya’. Karena itu tidak heran mereka terpaksa menafsirkan ‘Allah tetap setia’ sebagai ‘tetap setia pada ancaman / janjiNya’!

 

John Stott: This other pair of epigrams envisages the dreadful possibility of our denying Christ and proving faithless. The first phrase ‘if we deny him, he also will deny us’ seems to be an echo of our Lord’s own warning: ‘whoever denies me before men, I also will deny before my Father who is in heaven’ (Mt. 10:33). What then of the second phrase ‘if we are faithless, he remains faithful’? It has often been taken as a comforting assurance that, even if we turn away from Christ, he will not turn away from us, for he will never be faithless as we are. And it is true, of course, that God never exhibits the fickleness or the faithlessness of man. Yet the logic of the Christian hymn, with its two pairs of balancing epigrams, really demands a different interpretation. ‘If we deny him’ and ‘if we are faithless’ are parallels, which requires that ‘he will deny us’ and ‘he remains faithful’ be parallels also. In this case his ‘faithfulness’ when we are faithless will be faithfulness to his warnings. As William Hendriksen puts it: ‘Faithfulness on his part means carrying out his threats … as well as his promises.’ So he will deny us, as the earlier epigram asserts. Indeed, if he did not deny us (in faithfulness to his plain warnings), he would then deny himself. But one thing is certain about God beyond any doubt or uncertainty whatever, and that is ‘he cannot deny himself’. [= Pasangan yang lain dari syair pendek ini menggambarkan kemungkinan yang menakutkan tentang penyangkalan kita terhadap Kristus dan membuktikan / menyatakan bahwa kita tidak setia. Ungkapan pertama ‘jika kita menyangkal Dia, Dia juga akan menyangkal kita’ kelihatannya merupakan suatu gema dari peringatan Tuhan kita sendiri: ‘Barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di surga’ (Mat 10:33). Lalu bagaimana dengan ungkapan kedua ‘jika kita tidak setia, Ia tetap setia’? Itu sering diartikan sebagai suatu jaminan yang bersifat menghibur bahwa, bahkan jika kita berbalik dari Kristus, Ia tidak akan berbalik dari kita, karena Ia tidak akan pernah tidak setia seperti kita. Dan tentu saja adalah benar bahwa Allah tidak pernah menunjukkan sikap plin plan atau ketidak-setiaan manusia. Tetapi logika dari nyanyian pujian Kristen itu, dengan dua pasangannya dari syair pendek yang seimbang, betul-betul menuntut suatu penafsiran yang berbeda. ‘Jika kita menyangkal Dia’ dan ‘jika kita tidak setia’ adalah kalimat-kalimat yang paralel, yang menuntut bahwa ‘Ia akan menyangkal kita’ dan ‘Ia tetap setia’ juga adalah kalimat-kalimat yang paralel. Dalam kasus ini ‘kesetiaan’Nya pada waktu kita tidak setia adalah ‘kesetiaanNya pada peringatan-peringatanNya’. Seperti William Hendriksen menyatakannya: ‘Kesetiaan pada sisiNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya ... maupun janji-janjiNya’. Maka Ia akan menyangkal kita, seperti ditegaskan / dinyatakan oleh bagian yang lebih awal dari syair itu. Memang, jika Ia tidak menyangkal kita (dalam kesetiaan terhadap peringatan-peringatanNya yang jelas), maka Ia akan menyangkal diriNya sendiri. Tetapi satu hal yang pasti tentang Allah melampaui keraguan atau ketidak-pastian apapun, dan itu adalah ‘Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’.].

 

Jadi, John Stott (dan juga William Hendriksen di bawah) menganggap bahwa kata-kata ini merupakan 2 pasang anak kalimat yang paralel. Anak kalimat 1 paralel dengan anak kalimat 2, sedangkan anak kalimat 3 paralel dengan anak kalimat 4.

 

1.      Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;

2.      jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia;

3.      jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita;

4.      jika kita tidak setia, Dia tetap setia,

 

Karena itu, kata-kata ‘Diapun akan menyangkal kita’ (no 3) paralel dengan ‘Dia tetap setia’ (no 4), dan karena itu tidak bisa diartikan bahwa ‘Ia tetap setia kepada kita’, tetapi harus diartikan bahwa ‘Ia tetap setia pada janji-janji dan ancaman-ancamanNya’.

 

William Hendriksen: In the first two lines the if-clause describes the attitude-and-action which proceeds from loyalty to Christ: we have died with (him), we endure (remain stedfast). In the last two lines the if-clause describes the attitude-and-action which proceeds from disloyalty. The first two lines are clearly illustrations of synthetic or constructive parallelism. They do not express an identical thought, but there is progressive correspondence between the two propositions. As to the if-clauses, the persons who are assumed to have died with Christ are also the ones who endure, being faithful to death. And as to the conclusions, not only will such persons live with Christ, but they will also reign with him. These two go together. Note that in all the four clauses of these two lines the subject is we (‘we … we …; we … we’). The last two lines, describing the course of disloyalty, differ in form from the first two. Here we have not ‘we … we,’ but twice ‘we … he.’ (= ).

 

William Hendriksen: In the third line (‘If we shall deny him, he on his part will also deny us’), the conclusion is the expected one (just as in lines one and two). In the fourth line, however, the conclusion comes as somewhat of a surprise. It takes careful reflection before we realize that the surprising conclusion is, after all, the only possible one. Once we grasp its meaning, we understand that also lines three and four express a parallel thought, and are illustrations of synthetic parallelism. ... To deny Christ means to be faithless. (The parallelism and also the conclusion - ‘he … remains faithful’ - show that here the meaning of the verb used in the original cannot be: to be unbelieving.) Hence, the hymn continues: ‘If we are faithless, he on his part …,’ but obviously the continuation cannot be ‘will also be faithless.’ One can say, ‘If we shall deny him, he on his part will also deny us,’ but one cannot say, ‘If we are faithless, he on his part will also be faithless.’ [= Dalam baris ketiga (‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’), kesimpulannya adalah kesimpulan yang diharapkan (persis seperti dalam baris satu dan dua). Tetapi dalam baris 4, kesimpulannya datang dengan agak mengejutkan. Baris 4 itu memerlukan pemikiran / perenungan sebelum kita menyadari bahwa kesimpulan yang mengejutkan itu bagaimanapun juga adalah satu-satunya yang memungkinkan. Satu kali kita mengerti artinya, kita mengerti bahwa baris 3 dan 4 juga menyatakan pemikiran yang paralel, dan merupakan ilustrasi dari paralelisme yang sintetis. ... ‘Menyangkal Kristus’ berarti ‘tidak setia’. (Paralelisme dan juga kesimpulannya - ‘Ia ... tetap setia’ - menunjukkan bahwa di sini arti dari kata kerja yang digunakan dalam bahasa aslinya tidak bisa adalah: ‘tidak percaya’.) Maka, nyanyian pujian itu berlanjut: ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia ...’, tetapi jelas bahwa lanjutannya tidak bisa adalah ‘juga akan tidak setia’. Orang bisa berkata, ‘Jika kita menyangkal Dia, di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, tetapi orang tidak bisa berkata, ‘Jika kita tidak setia, di pihakNya Ia juga akan tidak setia’.].

 

Catatan: saya tidak melihat alasan mengapa orang bisa mengatakan ‘Ia juga akan menyangkal kita’ tetapi tidak bisa mengatakan ‘Ia juga akan tidak setia’! Apa alasannya kok tidak bisa? Coba bandingkan dengan ayat di bawah ini.

Maz 18:26-27 - (26) Terhadap orang yang setia Engkau berlaku setia, terhadap orang yang tidak bercela Engkau berlaku tidak bercela, (27) terhadap orang yang suci Engkau berlaku suci, tetapi terhadap orang yang bengkok Engkau berlaku belat-belit..

Ada 2 hal yang saya ingin saudara perhatikan dari text ini.

a.   Sama seperti dengan text yang kita bahas, dalam text ini juga ada 4 baris / anak kalimat; baris 1 paralel dengan baris 2, sedangkan baris 3 kontras dengan baris 4 (hanya saja di sini ada kata ‘tetapi’). Lalu mengapa hal seperti ini tidak mungkin terjadi dalam text yang sedang kita bahas?

b.   Perhatikan dua kata yang yang beri garis bawah tunggal dan garis bawah ganda.

KJV: the froward ... froward (= keras kepala ... keras kepala).

RSV: the crooked ... perverse (= bengkok / tak jujur ... jahat / menyimpang).

NIV: the crooked ... shrewd (= bengkok / tak jujur ... licik).

NASB: the crooked ... astute (= bengkok / tak jujur ... lihai / licik).

Kalau ayat ini bisa menyebut Allah sebagai ‘belat-belit’, ‘froward’ / ‘keras kepala’, ‘perverse’ / ‘jahat / menyimpang’, ‘shrewd’ / ‘licik’, ‘astute’ / ‘lihai / licik’, lalu mengapa tidak boleh menyebut Allah ‘tidak setia’? Kita bukan hanya menyebut Allah ‘tidak setia’, tetapi ‘Ia tidak setia kepada orang yang tidak setia’. Saya tidak melihat masalah dengan kata-kata itu, bahkan saya beranggapan, bahwa kalau memang maksud Paulus adalah seperti yang ditafsirkan oleh William Hendriksen, John Stott dsb, mengapa ia tidak menggunakan kata-kata ‘tidak setia’ saja supaya jangan ada salah pengertian?

 

William Hendriksen: Nevertheless, the conclusion of the fourth line corresponds in thought with that of its parallel, the third line; for, the clause ‘he on his part remains faithful’ (line four) is, after all, the same (even more forcefully expressed!) as, ‘he on his part will also deny us,’ for faithfulness on his part means carrying out his threats (Matt. 10:33) as well as his promises (Matt. 10:32)! Divine faithfulness is a wonderful comfort for those who are loyal (I Thess. 5:24; II Thess. 3:3; cf. I Cor. 1:9; 10:13; II Cor. 1:18; Phil. 1:6; Heb. 10:23). It is a very earnest warning for those who might be inclined to become disloyal. It is hardly necessary to add that the meaning of the last line cannot be, ‘If we are faithless and deny him, nevertheless he, remaining faithful to his promise, will give us everlasting life.’ Aside from being wrong for other reasons, such an interpretation destroys the evident implication of the parallelism between lines three and four. [= Bagaimanapun, kesimpulan dari baris ke 4 cocok dengan pemikiran dengan baris paralelnya, baris ke 3; karena, anak kalimat ‘pada pihakNya Dia tetap setia’ (baris ke 4) bagaimanapun juga adalah sama (bahkan dinyatakan dengan lebih kuat!) seperti, ‘di pihakNya Dia juga akan menyangkal kita’, karena kesetiaan di pihakNya berarti melaksanakan ancaman-ancamanNya (Mat 10:33) maupun janji-janjiNya (Mat 10:32)! Kesetiaan ilahi adalah suatu penghiburan yang luar biasa bagi mereka yang setia (1Tes 5:24; 2Tes 3:3; bdk. 1Kor 1:9; 10:13; 2Kor 1:18; Fil 1:6; Ibr 10:23). Itu adalah suatu peringatan yang sangat sungguh-sungguh bagi mereka yang cenderung untuk menjadi tidak setia. Hampir tak perlu ditambahkan bahwa arti dari baris terakhir tidak bisa adalah, ‘Jika kita tidak setia, dan menyangkalNya, bagaimanapun Ia, karena tetap setia kepada janjiNya, akan memberikan kita hidup yang kekal’. Disamping itu merupakan sesuatu yang salah karena alasan-alasan lain, penafsiran seperti itu menghancurkan maksud / pengertian yang jelas dari paralelisme antara baris ke 3 dan ke 4.].

 

Pertanyaan saya adalah: Apakah benar kalimat ke 3 dan 4 merupakan kalimat paralel? Bagaimana dengan adanya kata-kata ‘karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’ pada akhir dari ay 13? Bukankah ini menunjukkan bahwa kalimat 3 dan 4 tidak paralel? Mari kita baca lagi bagian itu.

 

Ay 11b-13: “(11b) ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’.

 

Perhatikan jawaban William Hendriksen di bawah ini.

 

William Hendriksen: The final clause of verse 13 is probably to be regarded as a comment by Paul himself (not a part of the hymn): … ‘for to deny himself he is not able.’ If Christ failed to remain faithful to his threat as well as to his promise, he would be denying himself, for in that case he would cease to be The Truth. ... But for him to deny himself is, of course, impossible. If it were possible, he would no longer be God! [= Anak kalimat terakhir dari ayat 13 mungkin harus dianggap sebagai suatu komentar oleh Paulus sendiri (bukan suatu bagian dari nyanyian pujian): ... ‘Karena Ia tidak bisa menyangkal diriNya sendiri’. Jika Kristus gagal untuk tetap setia pada ancamanNya maupun pada janjiNya, Ia akan menyangkal diriNya sendiri, karena dalam kasus itu Ia akan berhenti sebagai Sang Kebenaran. ... Tetapi untuk Dia, tentu saja menyangkal diriNya sendiri adalah mustahil. Seandainya itu memungkinkan, Ia bukanlah Allah lagi!].

Catatan:

a.   Pertama-tama di bagian depan pembahasan text ini, kita telah melihat bahwa ada pro kontra yang sangat hebat tentang apakah dalam bagian ini Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian atau tidak.

b.   Dan kalau Paulus memang mengutip suatu nyanyian pujian, masih ada persoalan lain. Persoalannya adalah: apakah benar anak kalimat terakhir itu merupakan tambahan dari Paulus sendiri, dan bukan merupakan bagian dari kutipan dari nyanyian pujian itu? Sekalipun memungkinkan, tetapi tidak ada kepastian dalam hal ini. Dan kalau anak kalimat terakhir itu termasuk dalam nyanyian pujian itu, itu menghancurkan keparalelannya.

c.   Pertanyaan yang sudah saya nyatakan di atas: Apakah benar dua kalimat itu paralel? Tidak mungkinkah dua kalimat itu justru memang bersifat mengkontraskan (antithesis)? Contoh:

·        Mat 10:32-33 - “(32) Setiap orang yang mengakui Aku di depan manusia, Aku juga akan mengakuinya di depan BapaKu yang di sorga. (33) Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia, Aku juga akan menyangkalnya di depan BapaKu yang di sorga.’”.

·        Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.

·        Ro 5:15-19 - “(15) Tetapi karunia Allah tidaklah sama dengan pelanggaran Adam. Sebab, jika karena pelanggaran satu orang semua orang telah jatuh di dalam kuasa maut, jauh lebih besar lagi kasih karunia Allah dan karuniaNya, yang dilimpahkanNya atas semua orang karena satu orang, yaitu Yesus Kristus. (16) Dan kasih karunia tidak berimbangan dengan dosa satu orang. Sebab penghakiman atas satu pelanggaran itu telah mengakibatkan penghukuman, tetapi penganugerahan karunia atas banyak pelanggaran itu mengakibatkan pembenaran. (17) Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus. (18) Sebab itu, sama seperti oleh satu pelanggaran semua orang beroleh penghukuman, demikian pula oleh satu perbuatan kebenaran semua orang beroleh pembenaran untuk hidup. (19) Jadi sama seperti oleh ketidaktaatan satu orang semua orang telah menjadi orang berdosa, demikian pula oleh ketaatan satu orang semua orang menjadi orang benar.”.

·        1Kor 15:21-22 - “(21) Sebab sama seperti maut datang karena satu orang manusia, demikian juga kebangkitan orang mati datang karena satu orang manusia. (22) Karena sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam, demikian pula semua orang akan dihidupkan kembali dalam persekutuan dengan Kristus.”.

·        1Kor 15:47-48 - “(47) Manusia pertama berasal dari debu tanah dan bersifat jasmani, manusia kedua berasal dari sorga. (48) Makhluk-makhluk alamiah sama dengan dia yang berasal dari debu tanah dan makhluk-makhluk sorgawi sama dengan Dia yang berasal dari sorga.”.

Catatan: sekalipun dalam suatu pengkontrasan biasanya ada kata ‘tetapi’ (seperti dalam Mat 10:32-33  Yoh 3:36  Ro 5:16), tetapi tidak selalu (seperti dalam Ro 5:15,17-19  1Kor 15:21-22  1Kor 15:47-48).

 

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali