(Rungkut
Megah Raya, blok D no 16)
Rabu,
tanggal 15 Mei 2013, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331 / 0819-455-888-55)
II Timotius 2:1-26(8)
Ay
11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika
kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun,
kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan
menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak
dapat menyangkal diriNya.’”.
1)
“Benarlah perkataan ini:”
(ay 11a).
Paulus
sering melakukan pengutipan seperti ini.
Bandingkan
dengan:
·
1Tim 1:15 - “Perkataan ini benar dan patut
diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan
orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”.
·
1Tim 3:1 - “Benarlah
perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan
pekerjaan yang indah.’”.
·
1Tim 4:9 - “Perkataan ini benar dan patut
diterima sepenuhnya.”.
·
Tit 3:8 - “Perkataan ini benar dan aku
mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya
kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang
baik dan berguna bagi manusia.”.
Ada
bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata dalam ay 11a ini.
a) Lenski menganggap Paulus bukan mengutip suatu nyanyian
pujian kuno, tetapi memberikan kata-katanya sendiri.
Lenski:
“We
see that Paul is not quoting some ancient Christian hymn as some think. They say
that this explains the γάρ which he retained when quoting.
Although we have symmetry in the sentences, this is not poetry but Paul’s, own
prose.”
(= Kami melihat / mengerti bahwa Paulus bukan sedang mengutip nyanyian pujian
Kristen kuno seperti dipikirkan oleh beberapa / sebagian orang. Mereka
mengatakan bahwa ini menjelaskan kata Yunani GAR yang ia pertahankan pada waktu
mengutip. Sekalipun kita mempunyai kesimetrisan dalam kalimat-kalimat, ini
bukanlah syair tetapi prosa Paulus sendiri.).
Catatan:
kata Yunani GAR diterjemahkan ‘for’
(= karena) dalam KJV dan NASB. RSV dan NIV menghapuskannya seperti dalam Kitab
Suci Indonesia.
b) Adam Clarke kelihatannya menganggap bahwa Paulus mengutip
kata-kata Yesus yang tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi diturunkan dari mulut
ke mulut (tradisi).
Adam
Clarke:
“This,
says the apostle, is pistos
ho logos, a true doctrine. This
is properly the import of the word; and we need not seek, as Dr. Tillotson and
many others have done, for some saying of Christ which the apostle is supposed
to be here quoting, and which he learned from tradition.”
(= Ini, kata sang rasul, adalah PISTOS HO LOGOS, suatu doktrin / ajaran yang
benar. Ini secara benar adalah maksud dari firman ini; dan kita tidak perlu
mencari, seperti Dr. Tillotson dan banyak orang lain telah lakukan, karena
beberapa kata-kata / pepatah dari Kristus yang dianggap dikutip oleh sang rasul
di sini, dan yang ia pelajari dari tradisi.).
c) The Bible Exposition Commentary mengatakan bahwa mungkin Paulus mengutip dari
pengakuan iman orang Kristen mula-mula.
The
Bible
Exposition Commentary: New Testament: “This
‘faithful saying’ is probably part of an early statement of faith recited by
believers.” (= ‘Kata-kata yang setia / benar’ ini mungkin merupakan bagian dari
suatu pernyataan iman mula-mula yang diucapkan berulang-ulang oleh orang-orang
percaya.).
d)
William Hendriksen menganggap bahwa mungkin sekali pandangan yang
menganggap bahwa Paulus mengutip sebagian dari suatu nyanyian pujian adalah
benar. Ini memang merupakan pandangan yang paling populer.
William
Hendriksen: “In
harmony with what the apostle has just stated, he now introduces the fourth of
five ‘reliable sayings’ (see on I Tim. 1:15). The opinion that the lines
which he quotes were taken from an early Christian hymn, a cross-bearer’s or
martyr’s hymn, is probably correct. It is evident that he does not quote
the entire hymn (unless γάρ
here is not ‘for’; but in the present case ‘for’ is probably right).
Now, the word ‘for’ indicates that in the hymn something preceded. The
probability is that the unquoted line which preceded was something like, ‘We
shall remain faithful to our Lord even to death,’ or, ‘We have resigned
ourselves to reproach and suffering and even to death for Christ’s sake.’ In
either case the next line, the first one quoted by Paul, could then be: ‘For, if we have died with (him), we shall also live with
(him).’”
[= Sesuai dengan apa yang sang rasul baru nyatakan, sekarang ia memperkenalkan
yang keempat dari lima ‘kata-kata yang bisa dipercaya’ (lihat pada 1Tim
1:15). Pandangan bahwa kalimat-kalimat yang ia kutip diambil dari suatu
nyanyian pujian Kristen mula-mula, nyanyian pujian dari seorang pemikul salib
atau martir, mungkin adalah benar. Adalah jelas bahwa ia tidak mengutip
seluruh nyanyian pujian itu (kecuali GAR di sini bukan berarti ‘for’ /
‘karena’; tetapi dalam kasus ini ‘for’ / ‘karena’ mungkin benar).
Kata ‘for’ / ‘karena’ menunjukkan bahwa dalam nyanyian pujian ini ada
sesuatu yang mendahului. Kemungkinannya adalah bahwa kalimat-kalimat yang
mendahului yang tidak dikutip adalah sesuatu seperti, ‘Kita akan tetap setia
kepada Tuhan kita bahkan sampai mati’, atau, ‘Kita telah menyerahkan diri
kita sendiri pada celaan dan penderitaan dan bahkan pada kematian demi
Kristus’. Dalam kasus yang manapun, kalimat selanjutnya, kalimat pertama yang
dikutip oleh Paulus, bisa adalah: ‘Karena, jika kita telah mati bersama Dia,
kita juga akan hidup bersama Dia’.].
Catatan:
perhatikan bahwa William Hendriksen berbicara secara tidak pasti; semua ini
hanya dugaan-dugaan / kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu benar.
e) John Stott menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu
nyanyian pujian kuno, atau dari suatu pepatah yang pada saat itu sedang beredar.
John
Stott: “Paul
now quotes a current saying or fragment of an early Christian hymn which he
pronounces reliable.”
(= Sekarang Paulus mengutip suatu pepatah yang sedang beredar atau potongan /
bagian dari suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula yang ia nyatakan sebagai
dapat dipercaya.).
Bdk.
1 Tim 1:15; 3:1; 4:9 and Tit 3:8.
f) Jamieson,
Fausset & Brown mengatakan bahwa mungkin ini merupakan kutipan dari suatu
nyanyian pujian kuno, atau suatu formula yang diterima, yang mula-mula diucapkan
oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian.
Jamieson,
Fausset & Brown: “The
symmetrical form of the ‘saying’ (2 Tim 2:11-13), and the rhythmical balance
of the parallel clauses, make it likely they formed part of a church hymn
(note, 1 Tim 3:16) or accepted formula, perhaps first uttered by Christian
‘prophets’ in the public assembly (1 Cor 14:26). ‘Faithful is the
saying,’ the usual formula (cf. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8),
favours this.” [= Bentuk simetris dari ‘kata-kata’ (2Tim
2:11-13), dan keseimbangan yang berirama dari anak-anak kalimat yang paralel, membuatnya
mungkin bahwa mereka membentuk bagian dari suatu nyanyian pujian gereja
(perhatikan, 1Tim 3:16) atau suatu formula / pernyataan doktrinal yang diterima,
mungkin mula-mula diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum /
kebaktian (1Kor 14:26). ‘Benarlah kata-kata’, yang merupakan formula
yang biasa (bdk. 1Tim
1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8), menyokong hal ini.].
1Tim 3:16
- “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah
menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan
diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak
mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.
1Kor
14:26 - “Jadi
bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah
tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain
pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk
menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk
membangun.”.
g) Calvin tak terlalu jelas, tetapi kelihatannya ia
menganggap kata-kata ini dari Paulus sendiri, dan Paulus mengatakan kata-kata
ini supaya kata-katanya selanjutnya, yang rasanya sukar diterima akal, bisa
diterima.
Calvin:
“A faithful saying. He makes a
preface to the sentiment which he is about to utter; because nothing is more
opposite to the feeling of the flesh, than that we must die in order to live,
and that death is the entrance into life; for we may gather from other passages,
that Paul was wont to make use of a preface of this sort, in matters of great
importance, or hard to be believed.” (= Suatu perkataan yang benar. Ia
membuat suatu pendahuluan bagi pandangan / pemikiran yang akan diucapkannya;
karena tidak ada yang lebih bertentangan dengan perasaan dari daging, dari pada
bahwa kita harus mati supaya bisa hidup, dan bahwa kematian adalah jalan masuk
ke dalam kehidupan; karena kita bisa dapatkan dari text-text lain, bahwa Paulus
biasa untuk menggunakan suatu pendahuluan dari jenis ini, dalam
persoalan-persoalan yang sangat penting, atau sukar untuk dipercayai.).
Kesimpulan:
sekalipun kebanyakan penafsir menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu
nyanyian pujian Kristen kuno, tetapi ini tidak pasti, dan banyak penafsir yang
mempunyai pandangan yang lain, yang juga memungkinkan.
2) “‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia;” (ay 11b).
Lenski:
“‘If,
indeed, we died,’ aorist, past - ‘if we are enduring,’ present - ‘if we
shall deny,’ future. Past occurrence - present state - future happening. These
tenses are decisive in answer to those who think that ‘if, indeed, we died
with him’ refers to physical death, a martyr’s death. Both γάρ
and the aorist tense exclude this thought. Paul and Timothy had not as yet died
physically either by martyrdom or otherwise. Why should Paul put such a death
first and the continuous enduring second when the order of the two is always the
reverse?”
[= ‘Jika kita memang telah mati’, aorist / past, lampau - ‘jika kita
sedang bertahan / bertekun’, present / sekarang - ‘jika kita akan
menyangkal’, future / akan datang. Tensa-tensa ini merupakan jawaban yang
meyakinkan kepada mereka yang berpikir bahwa ‘jika kita memang telah mati
dengan Dia’ menunjuk kepada kematian secara fisik, kematian seorang martir.
Baik kata Yunani GAR (for / karena)
maupun bentuk past tense / lampau membuang pemikiran ini. Paulus dan Timotius
belum mati secara fisik apakah oleh kematian syahid atau cara yang lain. Mengapa
Paulus meletakkan kematian seperti itu lebih dulu dan sikap bertahan yang terus
menerus belakangan, jika urut-urutan dari keduanya selalu adalah kebalikannya?].
Catatan:
kata Yunani GAR ada dalam awal dari kutipan, dalam Kitab Suci Indonesia/RSV/NIV
kata ini dihapuskan, tetapi dalam KJV/NASB diterjemahkan ‘for’
(= karena).
Lenski:
“This
is the death which occurs in baptism by contrition and repentance. It is
expressed in mystical language: ‘we died together with him.’ see Rom. 6:4,
etc., where this language is fully explained. ... If
we truly did so die, of which there is no doubt in the case of Paul and of
Timothy, it is equally certain: ‘we shall live together with him.’ As he,
risen from the dead (v. 8), lives to die no more, so by virtue of his life we
‘shall live together with him’ in heaven forever. Here the distant extremes:
joint death in the past - joint living in the heavenly future are connected. The
two form a paradox: having died - future living. ‘We’ in the verbs = Paul
and Timothy. The fact that what is true of them is true also of all other
Christians is self-evident.”
[= Ini adalah kematian yang terjadi dalam baptisan oleh penyesalan dan
pertobatan. Ini dinyatakan dalam kata-kata yang mistik: ‘kita telah mati
dengan Dia’. lihat Ro 6:4, dst., dimana kata-kata ini dijelaskan sepenuhnya.
... Jika kita betul-betul mati seperti itu, tentang mana tidak ada keraguan
dalam kasus dari Paulus dan Timotius, adalah sama pastinya: ‘kita akan hidup
bersama-sama dengan Dia’. Seperti Dia, bangkit dari orang mati (ay 8), hidup
dan tidak mati lagi, maka berdasarkan kehidupanNya kita ‘akan hidup
bersama-sama dengan Dia’ di surga selama-lamanya. Di sini ada perbedaan jarak
yang besar: ‘bersama-sama dalam kematian di masa lampau’ dihubungkan dengan
‘bersama-sama hidup di surga yang akan datang’. Keduanya membentuk suatu
paradox: telah mati - hidup yang akan datang. ‘Kita / kami’ dalam kata-kata
kerja ini = Paulus dan Timotius. Fakta bahwa apa yang benar tentang mereka juga
adalah benar tentang semua orang Kristen yang lain adalah jelas.].
John
Stott:
“The death with Christ which is here
mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin
through union with Christ in his death, but rather to our death to self
and to safety, as we take up the
cross and follow Christ. The former Paul describes in Romans 6:3 (‘do you not
know that all of us who have been baptized into Christ Jesus were baptized into
his death?’); the latter he expresses both in 1 Corinthians 15:31 (‘I die
every day’) and in 2 Corinthians 4:10 (‘always carrying in the body the
death of Jesus’). That this is the meaning in the hymn fragments seems plain
from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are
parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a
life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his
life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his
reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory
suffering (cf. Rom. 8:17; 2 Cor.
4:17).” [= Kematian bersama Kristus yang di
sini disebutkan harus menunjuk, sesuai dengan kontext, bukan pada kematian kita
terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih
kepada kematian kita terhadap diri sendiri dan pada keamanan, pada waktu kita
memikul salib dan mengikuti Kristus. Yang pertama Paulus gambarkan dalam
Roma 6:3 (‘tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis ke dalam
Kristus, telah dibaptis ke dalam kematianNya?’); yang belakangan ia nyatakan
baik dalam 1Kor 15:31 (‘aku mati setiap hari’) dan dalam 2Kor 4:10
(‘selalu membawa dalam tubuh kematian dari Yesus’). Bahwa ini adalah arti
dalam potongan / pecahan dari nyanyian pujian kelihatannya jelas dari fakta
bahwa ‘mati bersama Kristus’ dan ‘bertekun / bertahan’ adalah
ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan
sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketekunan /
ketahanan. Hanya jika bersama-sama menanggung kematian Kristus di bumi, maka
kita akan bersama-sama mengalami pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan
kepada kehidupan adalah kematian, dan jalan kepada kemuliaan adalah penderitaan
(bdk. Ro 8:18; 2Kor 4:17)].
1Kor
15:31a - “Saudara-saudara,
tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut.”.
RSV/NIV:
‘I die every day’ (= aku mati setiap hari).
Ro
8:18 - “Sebab
aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan
kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”.
2Kor
4:17 - “Sebab
penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal
yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.
KJV:
‘eternal weight of glory’ (= kemuliaan kekal yang berat
/ berat dari kemuliaan yang kekal).
RSV/NASB:
‘an eternal weight of glory’
(= suatu kemuliaan kekal yang berat / suatu berat dari kemuliaan
yang kekal).
NIV:
‘an
eternal glory that far outweighs them all’
(= suatu kemuliaan kekal yang jauh lebih berat dari mereka semua).
Jadi
jelas bahwa John Stott menentang penafsiran Lenski.
Matthew
Henry: “Those who faithfully adhere to
Christ and to his truths and ways, whatever it cost them, will certainly have
the advantage of it in another world: If we be dead with him, we shall live with
him, v. 11. If, in conformity to Christ, we be dead to this world, its
pleasures, profits, and honours, we shall go to live with him in a better
world, to be for ever with him. Nay, though we be called out to suffer for him,
we shall not lose by that. Those who suffer for Christ on earth shall reign with
Christ in heaven, v. 12”
(= Mereka yang dengan setia melekat pada Kristus dan pada kebenaran dan
jalanNya, apapun ongkosnya bagi mereka, pasti akan mendapatkan keuntungan
darinya dalam dunia yang lain: Jika kita mati dengan Dia, kita akan hidup dengan
Dia, ay 11. Jika dalam penyesuaian diri dengan Kristus, kita mati terhadap
dunia ini, kesenangan-kesenangannya, keuntungan-keuntungannya,
kehormatan-kehormatannya, kita akan pergi untuk hidup dengan Dia di dunia
yang lebih baik, untuk berada selama-lamanya dengan Dia. Tidak, sekalipun kita
dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita tidak akan kehilangan / rugi oleh hal
itu. Mereka yang menderita untuk Kristus di bumi akan memerintah dengan Kristus
di surga, ay 12).
Calvin:
“If we die with him, we shall also
live with him. The general meaning is, that we shall not be partakers of the
life and glory of Christ, unless we have previously died and been humbled with
him; as he says, that all the elect were ‘predestinated that they might be
conformed to his image.’ (Romans 8:29.) This is said both for exhorting and
comforting believers. Who is not excited by this exhortation, that we ought not
to be distressed on account of our afflictions, which shall have so happy a
result? The same consideration abates and sweetens all that is bitter in the
cross; because neither pains, nor tortures, nor reproaches, nor death ought to
be received by us with horror, since in these we share with Christ; more
especially seeing that all these things are the forerunners of a triumph. By his
example, therefore, Paul encourages all believers to receive joyfully, for the
name of Christ, those afflictions in which they already have a taste of future
glory. If this shocks our belief, and if the cross itself so overpowers and
dazzles our eyes, that we do not perceive Christ in them, let us remember to
present this shield, ‘It is a faithful saying.’ And, indeed, where Christ is
present, we must acknowledge that life and happiness are there. We ought,
therefore, to believe firmly, and to impress deeply on our hearts, this
fellowship, that we do not die apart, but along with Christ, in order that we
may afterwards have life in common with him; that we suffer with him, in order
that we may be partakers of his glory. By death he means all that outward
mortification of which he speaks in 2 Corinthians 4:10.”
[= Jika kita mati dengan Dia, kita juga akan hidup dengan Dia. Arti yang umum
adalah, bahwa kita tidak akan ambil bagian dari kehidupan dan kemuliaan Kristus,
kecuali sebelumnya kita telah mati dan telah direndahkan dengan Dia; seperti Ia
katakan, bahwa semua orang-orang pilihan ‘telah dipredestinasikan supaya
mereka bisa serupa dengan gambarNya’. (Ro 8:29). Ini dikatakan baik untuk
mendesak / menasehati maupun untuk menghibur orang-orang percaya. Siapa yang
tidak dibangkitkan kegairahannya oleh desakan / nasehat ini, bahwa kita tidak
seharusnya menjadi sedih karena penderitaan-penderitaan kita, yang akan
menghasilkan suatu hasil yang begitu bahagia? Pertimbangan yang sama mengurangi
dan memaniskan semua yang pahit dalam salib; karena tidak ada rasa sakit, atau
siksaan, atau celaan, atau kematian yang harus diterima oleh kita dengan rasa
takut, karena dalam hal-hal ini kita sama-sama mengalami dengan Kristus; secara
lebih khusus lagi melihat bahwa semua hal-hal ini adalah pendahulu-pendahulu
dari suatu kemenangan. Karena itu, oleh contoh ini, Paulus menyemangati semua
orang-orang percaya untuk menerima dengan sukacita, untuk / demi nama Kristus,
penderitaan-penderitaan dalam mana mereka sudah mengecap kemuliaan yang akan
datang. Jika ini mengejutkan kepercayaan kita, dan jika salib itu sendiri begitu
mengalahkan dan mempesonakan / menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak
merasakan Kristus dalam mereka, hendaklah kita ingat untuk menghadirkan perisai
ini, ‘Benarlah
perkataan ini’. Dan memang, dimana Kristus hadir kita harus mengakui bahwa
kehidupan dan kebahagiaan ada di sana. Karena itu, kita harus percaya dengan
teguh, dan menanamkan secara mendalam di hati kita persekutuan ini, bahwa
kita tidak mati terpisah dari, tetapi bersama-sama dengan Kristus, supaya
setelah ini kita bisa mempunyai kehidupan bersama-sama dengan Dia; bahwa kita
menderita dengan Dia, supaya kita bisa ambil bagian dari kemuliaanNya. Oleh
kematian ia memaksudkan semua pematian lahiriah itu tentang mana ia berbicara
dalam 2Kor 4:10.].
2Kor 4:10
- “Kami senantiasa membawa kematian
Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam
tubuh kami.”.
Catatan:
Calvin rasanya tidak jelas. Yang dimaksudkan ‘mati’ itu menderita (bagian
yang saya beri garis bawah tunggal), atau mati terhadap dosa / mortification
(bagian yang saya beri garis bawah ganda)? Untuk jelasnya mari kita melihat
komentar Calvin tentang 2Kor 4:10.
Calvin
(tentang 2Kor 4:10):
“‘The
mortification of Jesus.’ ... he employs the expression - the mortification of
Jesus Christ - to denote everything that rendered him contemptible in the eyes
of the world, with the view of preparing him for participating in a blessed
resurrection. In the first place, the sufferings of Christ, however ignominious
they may be in the eyes of men, have, nevertheless, more of honor in the sight
of God, than all the triumphs of emperors, and all the pomp of kings. The end,
however, must also be kept in view, that we suffer with him, that we may be
glorified together with him. (Romans 8:17.)”
[= ‘Pematian dari Yesus’. ... ia menggunakan ungkapan - pematian / tindakan
mematikan dari Yesus Kristus - untuk menunjukkan segala sesuatu yang membuatnya
menjijikkan di mata dunia, dengan pandangan tentang mempersiapkan dia untuk
ambil bagian dalam kebangkitan yang diberkati. Di tempat pertama,
penderitaan-penderitaan dari Kristus, betapapun memalukannya hal-hal itu di mata
manusia, mempunyai lebih banyak kehormatan dalam pandangan Allah, dari pada
semua kemenangan dari kaisar-kaisar, dan semua kemegahan dari raja-raja. Tetapi
ujung terakhirnya juga harus dilihat, bahwa kita menderita dengan Dia, supaya
kita bisa dimuliakan bersama-sama dengan Dia (Ro 8:17).].
Ro
8:17 - “Dan
jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang
yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama
dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya
kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.”.
Dari
tafsiran Calvin tentang 2Kor 4:10 ini terlihat bahwa yang ia maksudkan dengan ‘mortification’
(= pematian / tindakan mematikan), bukanlah ‘tindakan mematikan dosa’,
tetapi ‘penderitaan’.
Dan
dalam kedua kutipan kata-kata Calvin di atas terlihat bahwa ia menekankan satu
hal, yaitu, kalau kita menderita bersama Kristus, kita juga akan dimuliakan
bersama Dia! Dengan demikian pandangan Calvin sesuai dengan pandangan John Stott
di atas.
Barclay:
“Martin Luther, in
a great phrase, said: ‘Ecclesia
haeres crucis est’, ‘The Church
is the heir of the cross.’ Christians inherit Christ’s cross, but they also
inherit Christ’s resurrection. They are partners both in the shame and in the
glory of their Lord.” (= Martin Luther, dalam suatu ungkapan yang agung, berkata ‘Ecclesia
haeres crucis est’, ‘Gereja adalah pewaris dari salib’.
Orang-orang Kristen mewarisi salib Kristus, tetapi mereka juga mewarisi
kebangkitan Kristus. Mereka adalah rekan, baik dalam rasa malu maupun dalam
kemuliaan, dari Tuhan mereka.).
Barclay:
“‘If we endure,
we shall also reign with him.’ It is the one who endures to the end who will
be saved. Without the cross, there cannot be the crown.” (= ‘Jika kita
bertekun / bertahan, kita juga akan memerintah bersama Dia’. Adalah orang yang
bertekun / bertahan sampai akhir yang akan diselamatkan. Tanpa salib, di sana
tidak bisa ada mahkota.).
Barclay:
“Long ago in the
third century, the Church father Tertullian said: ‘The man who is afraid to
suffer cannot belong to him who suffered’ (De
Fuga, 14).” [= Dahulu pada abad ketiga, bapa Gereja Tertullian berkata: ‘Orang
yang takut untuk menderita tidak bisa menjadi milik dari Dia yang telah
menderita’ (De Fuga, 14)].
3) “jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia;” (ay 12a).
KJV:
‘If we suffer’ (= Jika kita menderita).
RSV/NIV/NASB:
‘if we endure’ (= Jika kita bertahan / bertekun).
Kata
Yunani yang digunakan berarti bertahan / bertekun dalam penderitaan.
Lenski:
“‘Shall reign’ exceeds ‘shall
live.’ This second paradox is just as tremendous as the first. Here we
‘endure,’ literally, ‘remain under,’ others trample all over us; there
we shall reign as royalties with no one above us save Christ, and we are
actually associated with him: sitting with him in his throne as he sits in his
Father’s (Rev. 3:21; 20:4,6)”
[= ‘Akan memerintah’ melebihi / melampaui ‘akan hidup’. Paradox yang
kedua ini sama hebat / dahsyatnya seperti yang pertama. Di sini kita ‘bertahan
/ bertekun’, secara hurufiah, ‘tetap ada di bawah’, orang-orang lain
menginjak-injak kita; di sana kita akan memerintah sebagai keluarga raja tanpa
ada siapapun di atas kita kecuali Kristus, dan kita sungguh-sungguh bersatu
dengan Dia: duduk dengan Dia di takhtaNya seperti Ia duduk di takhta Bapa (Wah
3:21; 20:4,6)] - hal
794-795.
Jamieson,
Fausset & Brown: “Reigning
is something more than bare salvation (Rom 5:17; Rev 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).” [= Memerintah adalah sesuatu yang
lebih dari semata-mata keselamatan (Ro 5:17; Wah 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).].
Ro
5:17 - “Sebab,
jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka
lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan
anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu,
yaitu Yesus Kristus.”.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘reigned ... reign’ (= telah memerintah ... memerintah).
Wah 1:6
- “dan
yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi
Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya.
Amin.”.
KJV:
‘kings’ (= raja-raja).
RSV/NIV/NASB:
‘a kingdom’ (= suatu kerajaan).
Wah
3:21 - “Barangsiapa
menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu,
sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas
takhtaNya.”.
Wah
5:10 - “Dan
Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi
Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.
Wah
20:4 - “Lalu
aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka
diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah
dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang
tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya
pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah
sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.”.
Komentar
tentang gabungan ay 11b-12a - “Jika
kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun,
kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.
John Stott: “The
death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context,
not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to
our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ.
... That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact
that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel
expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of
enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in
heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in
the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering” (= Kematian dengan Kristus yang disebutkan di sini harus menunjuk, sesuai
dengan kontextnya, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan
dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih pada kematian kita terhadap
diri dan keamanan kita sendiri, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti
Kristus. ... Bahwa ini merupakan arti dalam potongan nyanyian pujian ini
kelihatan jelas dari fakta bahwa ‘telah mati dengan Kristus’ dan ‘bertahan
/ bertekun’ merupakan ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan
Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari
ketahanan / ketekunan. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam kematian
Kristus di dunia, maka kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupanNya di surga.
Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam penderitaan-penderitaanNya dan bertahan
/ bertekun, maka kita akan ikut ambil bagian dalam pemerintahanNya di alam baka.
Karena jalan menuju kehidupan adalah kematian, dan jalan menuju kemuliaan adalah
penderitaan) - hal 63-64.
Catatan:
kata-kata John Stott ini sudah saya kutip di atas.
Tentang
hal ini saya ingin mengutip kata-kata William Barclay, dalam tafsirannya tentang
Yoh 3:14-15, yang berbunyi sebagai berikut: “(14)
Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak
Manusia harus ditinggikan, (15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya
beroleh hidup yang kekal.”.
Barclay
(tentang Yoh 3:14-15): “There
was a double lifting up in Jesus’s life - the lifting on the Cross and the
lifting into glory. And the two are inextricably connected. The one could not
have happened without the other. For Jesus the Cross was the way to glory; had
he refused it, had he evaded it, had he taken steps to escape it, as he might so
easily have done, there would have been no glory for him. It is the same for us.
We can, if we like, choose the easy way; we can, if we like, refuse the cross
that every Christian is called to bear; but if we do, we lose the glory. It is
an unalterable law of life that if there is no cross, there is no crown” (= Ada peninggian dobel dalam
kehidupan Yesus - peninggian pada salib dan peninggian ke dalam kemuliaan. Dan
keduanya berhubungan secara tak bisa dilepaskan. Yang satu tidak akan bisa
terjadi tanpa yang lain. Untuk Yesus, salib adalah jalan menuju kemuliaan;
andaikata Ia menolaknya, andaikata ia mengambil langkah untuk menghindarinya,
yang dengan mudah bisa Ia lakukan, maka tidak akan ada kemuliaan bagi Dia. Sama
halnya dengan kita. Kita bisa, kalau kita
mau, memilih jalan yang mudah; kita bisa, kalau kita mau, menolak salib yang
harus dipikul oleh setiap orang kristen; tetapi kalau kita melakukan hal itu,
kita kehilangan kemuliaan. Merupakan suatu hukum kehidupan yang tidak bisa
berubah bahwa kalau tidak ada salib, tidak ada mahkota).
Contoh
orang yang rela ‘mati’ / menderita bagi Kristus, dan bertekun dalam
penderitaan itu.
The
Biblical Illustrator (New Testament):
“Suffering
with Christ: - In the olden time when the gospel was preached in Persia, one
Hamedatha, a courtier of the king, having embraced the faith, was stripped of
all his offices, driven from the palace, and compelled to feed camels. This he
did with great content. The king passing by one day, saw his former favourite at
his ignoble work, cleaning out the camel’s stables. Taking pity upon him he
took him into his palace, clothed him with sumptuous apparel, restored him to
all his former honours, and made him sit at the royal table. In the midst of the
dainty feast, he asked Hamedatha to renounce his faith. The courtier, rising
from the table, tore off his garments with haste, left all the dainties behind
him, and said, ‘Didst thou think that for such silly things as these I would
deny my Lord and Master?’ and away he went to the stable to his ignoble work.
How honourable is all this!”
[= Menderita dengan Kristus: - Di jaman dulu pada waktu injil diberitakan di
Persia, seorang bernama Hamedatha, seorang anggota istana dari raja, setelah
memeluk iman (Kristen),
ditelanjangi dari semua jabatannya, diusir dari istana, dan dipaksa untuk
memberi makan unta-unta. Ini ia lakukan dengan kepuasan / kesenangan yang besar.
Suatu hari sang raja lewat dan melihat orang yang tadinya ia senangi melakukan
pekerjaan yang hina / rendah itu, membersihkan kandang unta. Karena kasihan
kepadanya, ia membawanya ke dalam istananya, memakaianinya dengan pakaian yang
mewah, memulihkannya pada semua kehormatannya yang dulu, dan mendudukannya di
meja kerajaan. Di tengah-tengah pesta yang bergengsi, ia meminta Hamedatha untuk
meninggalkan imannya. Orang itu bangkit dari meja, merobek pakaiannya dengan
cepat, meninggalkan semua gengsi / martabat di belakangnya, dan berkata:
‘Apakah engkau pikir bahwa untuk hal-hal tolol seperti ini aku mau menyangkal
Tuhan dan Guru / Tuanku?’ dan ia pergi ke kandang pada pekerjaannya yang hina
/ rendah. Alangkah terhormatnya semua ini!].
Catatan:
kutipan dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh C. H. Spurgeon.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali