Pemahaman Alkitab

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

Rabu, tanggal 15 Mei 2013, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(7064-1331 / 6050-1331 / 0819-455-888-55)

[email protected]

 

II Timotius 2:1-26(8)

 

Ay 11-13: “(11) Benarlah perkataan ini: ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; jika kita menyangkal Dia, Diapun akan menyangkal kita; (13) jika kita tidak setia, Dia tetap setia, karena Dia tidak dapat menyangkal diriNya.’”.

 

1)            “Benarlah perkataan ini:” (ay 11a).

Paulus sering melakukan pengutipan seperti ini.

Bandingkan dengan:

·        1Tim 1:15 - Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya: ‘Kristus Yesus datang ke dunia untuk menyelamatkan orang berdosa,’ dan di antara mereka akulah yang paling berdosa.”.

·        1Tim 3:1 - Benarlah perkataan ini: ‘Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah.’”.

·        1Tim 4:9 - “Perkataan ini benar dan patut diterima sepenuhnya.”.

·        Tit 3:8 - Perkataan ini benar dan aku mau supaya engkau dengan yakin menguatkannya, agar mereka yang sudah percaya kepada Allah sungguh-sungguh berusaha melakukan pekerjaan yang baik. Itulah yang baik dan berguna bagi manusia.”.

 

Ada bermacam-macam penafsiran tentang kata-kata dalam ay 11a ini.

 

a)   Lenski menganggap Paulus bukan mengutip suatu nyanyian pujian kuno, tetapi memberikan kata-katanya sendiri.

Lenski: We see that Paul is not quoting some ancient Christian hymn as some think. They say that this explains the γάρ which he retained when quoting. Although we have symmetry in the sentences, this is not poetry but Paul’s, own prose. (= Kami melihat / mengerti bahwa Paulus bukan sedang mengutip nyanyian pujian Kristen kuno seperti dipikirkan oleh beberapa / sebagian orang. Mereka mengatakan bahwa ini menjelaskan kata Yunani GAR yang ia pertahankan pada waktu mengutip. Sekalipun kita mempunyai kesimetrisan dalam kalimat-kalimat, ini bukanlah syair tetapi prosa Paulus sendiri.).

Catatan: kata Yunani GAR diterjemahkan ‘for’ (= karena) dalam KJV dan NASB. RSV dan NIV menghapuskannya seperti dalam Kitab Suci Indonesia.

 

b)   Adam Clarke kelihatannya menganggap bahwa Paulus mengutip kata-kata Yesus yang tidak tercatat dalam Alkitab, tetapi diturunkan dari mulut ke mulut (tradisi).

Adam Clarke: “This, says the apostle, is ‎pistos ‎‎ho ‎‎logos‎, a true doctrine. This is properly the import of the word; and we need not seek, as Dr. Tillotson and many others have done, for some saying of Christ which the apostle is supposed to be here quoting, and which he learned from tradition.” (= Ini, kata sang rasul, adalah PISTOS HO LOGOS, suatu doktrin / ajaran yang benar. Ini secara benar adalah maksud dari firman ini; dan kita tidak perlu mencari, seperti Dr. Tillotson dan banyak orang lain telah lakukan, karena beberapa kata-kata / pepatah dari Kristus yang dianggap dikutip oleh sang rasul di sini, dan yang ia pelajari dari tradisi.).

 

c)   The Bible Exposition Commentary mengatakan bahwa mungkin Paulus mengutip dari pengakuan iman orang Kristen mula-mula.

The Bible Exposition Commentary: New Testament: This ‘faithful saying’ is probably part of an early statement of faith recited by believers. (= ‘Kata-kata yang setia / benar’ ini mungkin merupakan bagian dari suatu pernyataan iman mula-mula yang diucapkan berulang-ulang oleh orang-orang percaya.).

 

d)   William Hendriksen menganggap bahwa mungkin sekali pandangan yang menganggap bahwa Paulus mengutip sebagian dari suatu nyanyian pujian adalah benar. Ini memang merupakan pandangan yang paling populer.

William Hendriksen: In harmony with what the apostle has just stated, he now introduces the fourth of five ‘reliable sayings’ (see on I Tim. 1:15). The opinion that the lines which he quotes were taken from an early Christian hymn, a cross-bearer’s or martyr’s hymn, is probably correct. It is evident that he does not quote the entire hymn (unless γάρ here is not ‘for’; but in the present case ‘for’ is probably right). Now, the word ‘for’ indicates that in the hymn something preceded. The probability is that the unquoted line which preceded was something like, ‘We shall remain faithful to our Lord even to death,’ or, ‘We have resigned ourselves to reproach and suffering and even to death for Christ’s sake.’ In either case the next line, the first one quoted by Paul, could then be: ‘For, if we have died with (him), we shall also live with (him).’ [= Sesuai dengan apa yang sang rasul baru nyatakan, sekarang ia memperkenalkan yang keempat dari lima ‘kata-kata yang bisa dipercaya’ (lihat pada 1Tim 1:15). Pandangan bahwa kalimat-kalimat yang ia kutip diambil dari suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula, nyanyian pujian dari seorang pemikul salib atau martir, mungkin adalah benar. Adalah jelas bahwa ia tidak mengutip seluruh nyanyian pujian itu (kecuali GAR di sini bukan berarti ‘for’ / ‘karena’; tetapi dalam kasus ini ‘for’ / ‘karena’ mungkin benar). Kata ‘for’ / ‘karena’ menunjukkan bahwa dalam nyanyian pujian ini ada sesuatu yang mendahului. Kemungkinannya adalah bahwa kalimat-kalimat yang mendahului yang tidak dikutip adalah sesuatu seperti, ‘Kita akan tetap setia kepada Tuhan kita bahkan sampai mati’, atau, ‘Kita telah menyerahkan diri kita sendiri pada celaan dan penderitaan dan bahkan pada kematian demi Kristus’. Dalam kasus yang manapun, kalimat selanjutnya, kalimat pertama yang dikutip oleh Paulus, bisa adalah: ‘Karena, jika kita telah mati bersama Dia, kita juga akan hidup bersama Dia’.].

Catatan: perhatikan bahwa William Hendriksen berbicara secara tidak pasti; semua ini hanya dugaan-dugaan / kemungkinan-kemungkinan yang belum tentu benar.

 

e)   John Stott menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian kuno, atau dari suatu pepatah yang pada saat itu sedang beredar.

John Stott: Paul now quotes a current saying or fragment of an early Christian hymn which he pronounces reliable. (= Sekarang Paulus mengutip suatu pepatah yang sedang beredar atau potongan / bagian dari suatu nyanyian pujian Kristen mula-mula yang ia nyatakan sebagai dapat dipercaya.).

Bdk. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9 and Tit 3:8.

 

f)            Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa mungkin ini merupakan kutipan dari suatu nyanyian pujian kuno, atau suatu formula yang diterima, yang mula-mula diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian.

Jamieson, Fausset & Brown: The symmetrical form of the ‘saying’ (2 Tim 2:11-13), and the rhythmical balance of the parallel clauses, make it likely they formed part of a church hymn (note, 1 Tim 3:16) or accepted formula, perhaps first uttered by Christian ‘prophets’ in the public assembly (1 Cor 14:26). ‘Faithful is the saying,’ the usual formula (cf. 1 Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8), favours this. [= Bentuk simetris dari ‘kata-kata’ (2Tim 2:11-13), dan keseimbangan yang berirama dari anak-anak kalimat yang paralel, membuatnya mungkin bahwa mereka membentuk bagian dari suatu nyanyian pujian gereja (perhatikan, 1Tim 3:16) atau suatu formula / pernyataan doktrinal yang diterima, mungkin mula-mula diucapkan oleh ‘nabi-nabi’ Kristen dalam pertemuan umum / kebaktian (1Kor 14:26). ‘Benarlah kata-kata’, yang merupakan formula yang biasa (bdk. 1Tim 1:15; 3:1; 4:9; Titus 3:8), menyokong hal ini.].

1Tim 3:16 - “Dan sesungguhnya agunglah rahasia ibadah kita: ‘Dia, yang telah menyatakan diriNya dalam rupa manusia, dibenarkan dalam Roh; yang menampakkan diriNya kepada malaikat-malaikat, diberitakan di antara bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah; yang dipercayai di dalam dunia, diangkat dalam kemuliaan.’”.

1Kor 14:26 - “Jadi bagaimana sekarang, saudara-saudara? Bilamana kamu berkumpul, hendaklah tiap-tiap orang mempersembahkan sesuatu: yang seorang mazmur, yang lain pengajaran, atau penyataan Allah, atau karunia bahasa roh, atau karunia untuk menafsirkan bahasa roh, tetapi semuanya itu harus dipergunakan untuk membangun.”.

 

g)   Calvin tak terlalu jelas, tetapi kelihatannya ia menganggap kata-kata ini dari Paulus sendiri, dan Paulus mengatakan kata-kata ini supaya kata-katanya selanjutnya, yang rasanya sukar diterima akal, bisa diterima.

Calvin: “A faithful saying. He makes a preface to the sentiment which he is about to utter; because nothing is more opposite to the feeling of the flesh, than that we must die in order to live, and that death is the entrance into life; for we may gather from other passages, that Paul was wont to make use of a preface of this sort, in matters of great importance, or hard to be believed.” (= Suatu perkataan yang benar. Ia membuat suatu pendahuluan bagi pandangan / pemikiran yang akan diucapkannya; karena tidak ada yang lebih bertentangan dengan perasaan dari daging, dari pada bahwa kita harus mati supaya bisa hidup, dan bahwa kematian adalah jalan masuk ke dalam kehidupan; karena kita bisa dapatkan dari text-text lain, bahwa Paulus biasa untuk menggunakan suatu pendahuluan dari jenis ini, dalam persoalan-persoalan yang sangat penting, atau sukar untuk dipercayai.).

 

Kesimpulan: sekalipun kebanyakan penafsir menganggap bahwa Paulus mengutip dari suatu nyanyian pujian Kristen kuno, tetapi ini tidak pasti, dan banyak penafsir yang mempunyai pandangan yang lain, yang juga memungkinkan.

 

2)         ‘Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (ay 11b).

 

Lenski: ‘If, indeed, we died,’ aorist, past - ‘if we are enduring,’ present - ‘if we shall deny,’ future. Past occurrence - present state - future happening. These tenses are decisive in answer to those who think that ‘if, indeed, we died with him’ refers to physical death, a martyr’s death. Both γάρ and the aorist tense exclude this thought. Paul and Timothy had not as yet died physically either by martyrdom or otherwise. Why should Paul put such a death first and the continuous enduring second when the order of the two is always the reverse? [= ‘Jika kita memang telah mati’, aorist / past, lampau - ‘jika kita sedang bertahan / bertekun’, present / sekarang - ‘jika kita akan menyangkal’, future / akan datang. Tensa-tensa ini merupakan jawaban yang meyakinkan kepada mereka yang berpikir bahwa ‘jika kita memang telah mati dengan Dia’ menunjuk kepada kematian secara fisik, kematian seorang martir. Baik kata Yunani GAR (for / karena) maupun bentuk past tense / lampau membuang pemikiran ini. Paulus dan Timotius belum mati secara fisik apakah oleh kematian syahid atau cara yang lain. Mengapa Paulus meletakkan kematian seperti itu lebih dulu dan sikap bertahan yang terus menerus belakangan, jika urut-urutan dari keduanya selalu adalah kebalikannya?].

Catatan: kata Yunani GAR ada dalam awal dari kutipan, dalam Kitab Suci Indonesia/RSV/NIV kata ini dihapuskan, tetapi dalam KJV/NASB diterjemahkan ‘for’ (= karena).

 

Lenski: This is the death which occurs in baptism by contrition and repentance. It is expressed in mystical language: ‘we died together with him.’ see Rom. 6:4, etc., where this language is fully explained. ... If we truly did so die, of which there is no doubt in the case of Paul and of Timothy, it is equally certain: ‘we shall live together with him.’ As he, risen from the dead (v. 8), lives to die no more, so by virtue of his life we ‘shall live together with him’ in heaven forever. Here the distant extremes: joint death in the past - joint living in the heavenly future are connected. The two form a paradox: having died - future living. ‘We’ in the verbs = Paul and Timothy. The fact that what is true of them is true also of all other Christians is self-evident. [= Ini adalah kematian yang terjadi dalam baptisan oleh penyesalan dan pertobatan. Ini dinyatakan dalam kata-kata yang mistik: ‘kita telah mati dengan Dia’. lihat Ro 6:4, dst., dimana kata-kata ini dijelaskan sepenuhnya. ... Jika kita betul-betul mati seperti itu, tentang mana tidak ada keraguan dalam kasus dari Paulus dan Timotius, adalah sama pastinya: ‘kita akan hidup bersama-sama dengan Dia’. Seperti Dia, bangkit dari orang mati (ay 8), hidup dan tidak mati lagi, maka berdasarkan kehidupanNya kita ‘akan hidup bersama-sama dengan Dia’ di surga selama-lamanya. Di sini ada perbedaan jarak yang besar: ‘bersama-sama dalam kematian di masa lampau’ dihubungkan dengan ‘bersama-sama hidup di surga yang akan datang’. Keduanya membentuk suatu paradox: telah mati - hidup yang akan datang. ‘Kita / kami’ dalam kata-kata kerja ini = Paulus dan Timotius. Fakta bahwa apa yang benar tentang mereka juga adalah benar tentang semua orang Kristen yang lain adalah jelas.].

 

John Stott: The death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ. The former Paul describes in Romans 6:3 (‘do you not know that all of us who have been baptized into Christ Jesus were baptized into his death?’); the latter he expresses both in 1 Corinthians 15:31 (‘I die every day’) and in 2 Corinthians 4:10 (‘always carrying in the body the death of Jesus’). That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering (cf. Rom. 8:17; 2 Cor. 4:17). [= Kematian bersama Kristus yang di sini disebutkan harus menunjuk, sesuai dengan kontext, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih kepada kematian kita terhadap diri sendiri dan pada keamanan, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. Yang pertama Paulus gambarkan dalam Roma 6:3 (‘tidak tahukah kamu, bahwa kita semua yang telah dibaptis ke dalam Kristus, telah dibaptis ke dalam kematianNya?’); yang belakangan ia nyatakan baik dalam 1Kor 15:31 (‘aku mati setiap hari’) dan dalam 2Kor 4:10 (‘selalu membawa dalam tubuh kematian dari Yesus’). Bahwa ini adalah arti dalam potongan / pecahan dari nyanyian pujian kelihatannya jelas dari fakta bahwa ‘mati bersama Kristus’ dan ‘bertekun / bertahan’ adalah ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketekunan / ketahanan. Hanya jika bersama-sama menanggung kematian Kristus di bumi, maka kita akan bersama-sama mengalami pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan kepada kehidupan adalah kematian, dan jalan kepada kemuliaan adalah penderitaan (bdk. Ro 8:18; 2Kor 4:17)].

1Kor 15:31a - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut.”.

RSV/NIV: ‘I die every day’ (= aku mati setiap hari).

Ro 8:18 - “Sebab aku yakin, bahwa penderitaan zaman sekarang ini tidak dapat dibandingkan dengan kemuliaan yang akan dinyatakan kepada kita.”.

2Kor 4:17 - “Sebab penderitaan ringan yang sekarang ini, mengerjakan bagi kami kemuliaan kekal yang melebihi segala-galanya, jauh lebih besar dari pada penderitaan kami.”.

KJV: ‘eternal weight of glory’ (= kemuliaan kekal yang berat / berat dari kemuliaan yang kekal).

RSV/NASB: ‘an eternal weight of glory’ (= suatu kemuliaan kekal yang berat / suatu berat dari kemuliaan yang kekal).

NIV: an eternal glory that far outweighs them all (= suatu kemuliaan kekal yang jauh lebih berat dari mereka semua).

 

Jadi jelas bahwa John Stott menentang penafsiran Lenski.

 

Matthew Henry: “Those who faithfully adhere to Christ and to his truths and ways, whatever it cost them, will certainly have the advantage of it in another world: If we be dead with him, we shall live with him, v. 11. If, in conformity to Christ, we be dead to this world, its pleasures, profits, and honours, we shall go to live with him in a better world, to be for ever with him. Nay, though we be called out to suffer for him, we shall not lose by that. Those who suffer for Christ on earth shall reign with Christ in heaven, v. 12” (= Mereka yang dengan setia melekat pada Kristus dan pada kebenaran dan jalanNya, apapun ongkosnya bagi mereka, pasti akan mendapatkan keuntungan darinya dalam dunia yang lain: Jika kita mati dengan Dia, kita akan hidup dengan Dia, ay 11. Jika dalam penyesuaian diri dengan Kristus, kita mati terhadap dunia ini, kesenangan-kesenangannya, keuntungan-keuntungannya, kehormatan-kehormatannya, kita akan pergi untuk hidup dengan Dia di dunia yang lebih baik, untuk berada selama-lamanya dengan Dia. Tidak, sekalipun kita dipanggil untuk menderita bagi Dia, kita tidak akan kehilangan / rugi oleh hal itu. Mereka yang menderita untuk Kristus di bumi akan memerintah dengan Kristus di surga, ay 12).

 

Calvin: “If we die with him, we shall also live with him. The general meaning is, that we shall not be partakers of the life and glory of Christ, unless we have previously died and been humbled with him; as he says, that all the elect were ‘predestinated that they might be conformed to his image.’ (Romans 8:29.) This is said both for exhorting and comforting believers. Who is not excited by this exhortation, that we ought not to be distressed on account of our afflictions, which shall have so happy a result? The same consideration abates and sweetens all that is bitter in the cross; because neither pains, nor tortures, nor reproaches, nor death ought to be received by us with horror, since in these we share with Christ; more especially seeing that all these things are the forerunners of a triumph. By his example, therefore, Paul encourages all believers to receive joyfully, for the name of Christ, those afflictions in which they already have a taste of future glory. If this shocks our belief, and if the cross itself so overpowers and dazzles our eyes, that we do not perceive Christ in them, let us remember to present this shield, ‘It is a faithful saying.’ And, indeed, where Christ is present, we must acknowledge that life and happiness are there. We ought, therefore, to believe firmly, and to impress deeply on our hearts, this fellowship, that we do not die apart, but along with Christ, in order that we may afterwards have life in common with him; that we suffer with him, in order that we may be partakers of his glory. By death he means all that outward mortification of which he speaks in 2 Corinthians 4:10.” [= Jika kita mati dengan Dia, kita juga akan hidup dengan Dia. Arti yang umum adalah, bahwa kita tidak akan ambil bagian dari kehidupan dan kemuliaan Kristus, kecuali sebelumnya kita telah mati dan telah direndahkan dengan Dia; seperti Ia katakan, bahwa semua orang-orang pilihan ‘telah dipredestinasikan supaya mereka bisa serupa dengan gambarNya’. (Ro 8:29). Ini dikatakan baik untuk mendesak / menasehati maupun untuk menghibur orang-orang percaya. Siapa yang tidak dibangkitkan kegairahannya oleh desakan / nasehat ini, bahwa kita tidak seharusnya menjadi sedih karena penderitaan-penderitaan kita, yang akan menghasilkan suatu hasil yang begitu bahagia? Pertimbangan yang sama mengurangi dan memaniskan semua yang pahit dalam salib; karena tidak ada rasa sakit, atau siksaan, atau celaan, atau kematian yang harus diterima oleh kita dengan rasa takut, karena dalam hal-hal ini kita sama-sama mengalami dengan Kristus; secara lebih khusus lagi melihat bahwa semua hal-hal ini adalah pendahulu-pendahulu dari suatu kemenangan. Karena itu, oleh contoh ini, Paulus menyemangati semua orang-orang percaya untuk menerima dengan sukacita, untuk / demi nama Kristus, penderitaan-penderitaan dalam mana mereka sudah mengecap kemuliaan yang akan datang. Jika ini mengejutkan kepercayaan kita, dan jika salib itu sendiri begitu mengalahkan dan mempesonakan / menyilaukan mata kita, sehingga kita tidak merasakan Kristus dalam mereka, hendaklah kita ingat untuk menghadirkan perisai ini, ‘Benarlah perkataan ini’. Dan memang, dimana Kristus hadir kita harus mengakui bahwa kehidupan dan kebahagiaan ada di sana. Karena itu, kita harus percaya dengan teguh, dan menanamkan secara mendalam di hati kita persekutuan ini, bahwa kita tidak mati terpisah dari, tetapi bersama-sama dengan Kristus, supaya setelah ini kita bisa mempunyai kehidupan bersama-sama dengan Dia; bahwa kita menderita dengan Dia, supaya kita bisa ambil bagian dari kemuliaanNya. Oleh kematian ia memaksudkan semua pematian lahiriah itu tentang mana ia berbicara dalam 2Kor 4:10.].

2Kor 4:10 - “Kami senantiasa membawa kematian Yesus di dalam tubuh kami, supaya kehidupan Yesus juga menjadi nyata di dalam tubuh kami.”.

Catatan: Calvin rasanya tidak jelas. Yang dimaksudkan ‘mati’ itu menderita (bagian yang saya beri garis bawah tunggal), atau mati terhadap dosa / mortification (bagian yang saya beri garis bawah ganda)? Untuk jelasnya mari kita melihat komentar Calvin tentang 2Kor 4:10.

 

Calvin (tentang 2Kor 4:10): “‘The mortification of Jesus.’ ... he employs the expression - the mortification of Jesus Christ - to denote everything that rendered him contemptible in the eyes of the world, with the view of preparing him for participating in a blessed resurrection. In the first place, the sufferings of Christ, however ignominious they may be in the eyes of men, have, nevertheless, more of honor in the sight of God, than all the triumphs of emperors, and all the pomp of kings. The end, however, must also be kept in view, that we suffer with him, that we may be glorified together with him. (Romans 8:17.)” [= ‘Pematian dari Yesus’. ... ia menggunakan ungkapan - pematian / tindakan mematikan dari Yesus Kristus - untuk menunjukkan segala sesuatu yang membuatnya menjijikkan di mata dunia, dengan pandangan tentang mempersiapkan dia untuk ambil bagian dalam kebangkitan yang diberkati. Di tempat pertama, penderitaan-penderitaan dari Kristus, betapapun memalukannya hal-hal itu di mata manusia, mempunyai lebih banyak kehormatan dalam pandangan Allah, dari pada semua kemenangan dari kaisar-kaisar, dan semua kemegahan dari raja-raja. Tetapi ujung terakhirnya juga harus dilihat, bahwa kita menderita dengan Dia, supaya kita bisa dimuliakan bersama-sama dengan Dia (Ro 8:17).].

Ro 8:17 - “Dan jika kita adalah anak, maka kita juga adalah ahli waris, maksudnya orang-orang yang berhak menerima janji-janji Allah, yang akan menerimanya bersama-sama dengan Kristus, yaitu jika kita menderita bersama-sama dengan Dia, supaya kita juga dipermuliakan bersama-sama dengan Dia.”.

 

Dari tafsiran Calvin tentang 2Kor 4:10 ini terlihat bahwa yang ia maksudkan dengan ‘mortification’ (= pematian / tindakan mematikan), bukanlah ‘tindakan mematikan dosa’, tetapi ‘penderitaan’.

 

Dan dalam kedua kutipan kata-kata Calvin di atas terlihat bahwa ia menekankan satu hal, yaitu, kalau kita menderita bersama Kristus, kita juga akan dimuliakan bersama Dia! Dengan demikian pandangan Calvin sesuai dengan pandangan John Stott di atas.

 

Barclay: Martin Luther, in a great phrase, said: ‘Ecclesia haeres crucis est’, ‘The Church is the heir of the cross.’ Christians inherit Christ’s cross, but they also inherit Christ’s resurrection. They are partners both in the shame and in the glory of their Lord. (= Martin Luther, dalam suatu ungkapan yang agung, berkata ‘Ecclesia haeres crucis est, ‘Gereja adalah pewaris dari salib’. Orang-orang Kristen mewarisi salib Kristus, tetapi mereka juga mewarisi kebangkitan Kristus. Mereka adalah rekan, baik dalam rasa malu maupun dalam kemuliaan, dari Tuhan mereka.).

 

Barclay: ‘If we endure, we shall also reign with him.’ It is the one who endures to the end who will be saved. Without the cross, there cannot be the crown. (= ‘Jika kita bertekun / bertahan, kita juga akan memerintah bersama Dia’. Adalah orang yang bertekun / bertahan sampai akhir yang akan diselamatkan. Tanpa salib, di sana tidak bisa ada mahkota.).

 

Barclay: Long ago in the third century, the Church father Tertullian said: ‘The man who is afraid to suffer cannot belong to him who suffered’ (De Fuga, 14). [= Dahulu pada abad ketiga, bapa Gereja Tertullian berkata: ‘Orang yang takut untuk menderita tidak bisa menjadi milik dari Dia yang telah menderita’ (De Fuga, 14)].

 

3)         jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia; (ay 12a).

KJV: ‘If we suffer’ (= Jika kita menderita).

RSV/NIV/NASB: ‘if we endure’ (= Jika kita bertahan / bertekun).

Kata Yunani yang digunakan berarti bertahan / bertekun dalam penderitaan.

 

Lenski: “‘Shall reign’ exceeds ‘shall live.’ This second paradox is just as tremendous as the first. Here we ‘endure,’ literally, ‘remain under,’ others trample all over us; there we shall reign as royalties with no one above us save Christ, and we are actually associated with him: sitting with him in his throne as he sits in his Father’s (Rev. 3:21; 20:4,6)” [= ‘Akan memerintah’ melebihi / melampaui ‘akan hidup’. Paradox yang kedua ini sama hebat / dahsyatnya seperti yang pertama. Di sini kita ‘bertahan / bertekun’, secara hurufiah, ‘tetap ada di bawah’, orang-orang lain menginjak-injak kita; di sana kita akan memerintah sebagai keluarga raja tanpa ada siapapun di atas kita kecuali Kristus, dan kita sungguh-sungguh bersatu dengan Dia: duduk dengan Dia di takhtaNya seperti Ia duduk di takhta Bapa (Wah 3:21; 20:4,6)] - hal 794-795.

 

Jamieson, Fausset & Brown: Reigning is something more than bare salvation (Rom 5:17; Rev 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5). [= Memerintah adalah sesuatu yang lebih dari semata-mata keselamatan (Ro 5:17; Wah 1:6; 3:21; 5:10; 20:4-5).].

Ro 5:17 - “Sebab, jika oleh dosa satu orang, maut telah berkuasa oleh satu orang itu, maka lebih benar lagi mereka, yang telah menerima kelimpahan kasih karunia dan anugerah kebenaran, akan hidup dan berkuasa oleh karena satu orang itu, yaitu Yesus Kristus.”.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘reigned ... reign’ (= telah memerintah ... memerintah).

Wah 1:6 - “dan yang telah membuat kita menjadi suatu kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, BapaNya, - bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin.”.

KJV: ‘kings’ (= raja-raja).

RSV/NIV/NASB: ‘a kingdom’ (= suatu kerajaan).

Wah 3:21 - “Barangsiapa menang, ia akan Kududukkan bersama-sama dengan Aku di atas takhtaKu, sebagaimana Akupun telah menang dan duduk bersama-sama dengan BapaKu di atas takhtaNya.”.

Wah 5:10 - “Dan Engkau telah membuat mereka menjadi suatu kerajaan, dan menjadi imam-imam bagi Allah kita, dan mereka akan memerintah sebagai raja di bumi.’”.

Wah 20:4 - “Lalu aku melihat takhta-takhta dan orang-orang yang duduk di atasnya; kepada mereka diserahkan kuasa untuk menghakimi. Aku juga melihat jiwa-jiwa mereka, yang telah dipenggal kepalanya karena kesaksian tentang Yesus dan karena firman Allah; yang tidak menyembah binatang itu dan patungnya dan yang tidak juga menerima tandanya pada dahi dan tangan mereka; dan mereka hidup kembali dan memerintah sebagai raja bersama-sama dengan Kristus untuk masa seribu tahun.”.

 

Komentar tentang gabungan ay 11b-12a - “Jika kita mati dengan Dia, kitapun akan hidup dengan Dia; (12a) jika kita bertekun, kitapun akan ikut memerintah dengan Dia”.

 

John Stott: “The death with Christ which is here mentioned must refer, according to the context, not to our death to sin through union with Christ in his death, but rather to our death to self and to safety, as we take up the cross and follow Christ. ... That this is the meaning in the hymn fragments seems plain from the fact that to ‘have died with Christ’ and to ‘endure’ are parallel expressions. So the Christian life is depicted as a life of dying, a life of enduring. Only if we share Christ’s death on earth, shall we share his life in heaven. Only if we share his sufferings and endure, shall we share his reign in the hereafter. For the road to life is death, and the road to glory suffering” (= Kematian dengan Kristus yang disebutkan di sini harus menunjuk, sesuai dengan kontextnya, bukan pada kematian kita terhadap dosa melalui persatuan dengan Kristus dalam kematianNya, tetapi lebih pada kematian kita terhadap diri dan keamanan kita sendiri, pada waktu kita memikul salib dan mengikuti Kristus. ... Bahwa ini merupakan arti dalam potongan nyanyian pujian ini kelihatan jelas dari fakta bahwa ‘telah mati dengan Kristus’ dan ‘bertahan / bertekun’ merupakan ungkapan-ungkapan yang paralel. Demikianlah kehidupan Kristen digambarkan sebagai suatu kehidupan dari kematian, suatu kehidupan dari ketahanan / ketekunan. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam kematian Kristus di dunia, maka kita akan ikut ambil bagian dalam kehidupanNya di surga. Hanya jika kita ikut ambil bagian dalam penderitaan-penderitaanNya dan bertahan / bertekun, maka kita akan ikut ambil bagian dalam pemerintahanNya di alam baka. Karena jalan menuju kehidupan adalah kematian, dan jalan menuju kemuliaan adalah penderitaan) - hal 63-64.

Catatan: kata-kata John Stott ini sudah saya kutip di atas.

 

Tentang hal ini saya ingin mengutip kata-kata William Barclay, dalam tafsirannya tentang Yoh 3:14-15, yang berbunyi sebagai berikut: “(14) Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, (15) supaya setiap orang yang percaya kepadaNya beroleh hidup yang kekal.”.

Barclay (tentang Yoh 3:14-15): “There was a double lifting up in Jesus’s life - the lifting on the Cross and the lifting into glory. And the two are inextricably connected. The one could not have happened without the other. For Jesus the Cross was the way to glory; had he refused it, had he evaded it, had he taken steps to escape it, as he might so easily have done, there would have been no glory for him. It is the same for us. We can, if we like, choose the easy way; we can, if we like, refuse the cross that every Christian is called to bear; but if we do, we lose the glory. It is an unalterable law of life that if there is no cross, there is no crown” (= Ada peninggian dobel dalam kehidupan Yesus - peninggian pada salib dan peninggian ke dalam kemuliaan. Dan keduanya berhubungan secara tak bisa dilepas­kan. Yang satu tidak akan bisa terjadi tanpa yang lain. Untuk Yesus, salib adalah jalan menuju kemuliaan; andaikata Ia menolak­nya, andaikata ia mengambil langkah untuk menghindarinya, yang dengan mudah bisa Ia lakukan, maka tidak akan ada kemuliaan bagi Dia. Sama halnya dengan kita. Kita bisa, kalau kita mau, memilih jalan yang mudah; kita bisa, kalau kita mau, menolak salib yang harus dipikul oleh setiap orang kristen; tetapi kalau kita melaku­kan hal itu, kita kehilangan kemuliaan. Merupakan suatu hukum kehidupan yang tidak bisa berubah bahwa kalau tidak ada salib, tidak ada mahkota).

 

Contoh orang yang rela ‘mati’ / menderita bagi Kristus, dan bertekun dalam penderitaan itu.

The Biblical Illustrator (New Testament): “Suffering with Christ: - In the olden time when the gospel was preached in Persia, one Hamedatha, a courtier of the king, having embraced the faith, was stripped of all his offices, driven from the palace, and compelled to feed camels. This he did with great content. The king passing by one day, saw his former favourite at his ignoble work, cleaning out the camel’s stables. Taking pity upon him he took him into his palace, clothed him with sumptuous apparel, restored him to all his former honours, and made him sit at the royal table. In the midst of the dainty feast, he asked Hamedatha to renounce his faith. The courtier, rising from the table, tore off his garments with haste, left all the dainties behind him, and said, ‘Didst thou think that for such silly things as these I would deny my Lord and Master?’ and away he went to the stable to his ignoble work. How honourable is all this!” [= Menderita dengan Kristus: - Di jaman dulu pada waktu injil diberitakan di Persia, seorang bernama Hamedatha, seorang anggota istana dari raja, setelah memeluk iman (Kristen), ditelanjangi dari semua jabatannya, diusir dari istana, dan dipaksa untuk memberi makan unta-unta. Ini ia lakukan dengan kepuasan / kesenangan yang besar. Suatu hari sang raja lewat dan melihat orang yang tadinya ia senangi melakukan pekerjaan yang hina / rendah itu, membersihkan kandang unta. Karena kasihan kepadanya, ia membawanya ke dalam istananya, memakaianinya dengan pakaian yang mewah, memulihkannya pada semua kehormatannya yang dulu, dan mendudukannya di meja kerajaan. Di tengah-tengah pesta yang bergengsi, ia meminta Hamedatha untuk meninggalkan imannya. Orang itu bangkit dari meja, merobek pakaiannya dengan cepat, meninggalkan semua gengsi / martabat di belakangnya, dan berkata: ‘Apakah engkau pikir bahwa untuk hal-hal tolol seperti ini aku mau menyangkal Tuhan dan Guru / Tuanku?’ dan ia pergi ke kandang pada pekerjaannya yang hina / rendah. Alangkah terhormatnya semua ini!].

Catatan: kutipan dari The Biblical Illustrator ini diberikan oleh C. H. Spurgeon.

   

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali