Pemahaman
Alkitab
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Kamis, tanggal
7 April 2011, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331)
II Petrus 3:1-18(2)
Ay 5-6: “(5)
Mereka sengaja tidak mau tahu, bahwa oleh firman Allah langit telah ada sejak
dahulu, dan juga bumi yang berasal dari air dan oleh air, (6) dan bahwa oleh air
itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah”.
1)
“Mereka
sengaja tidak mau tahu”.
Matthew
Henry: “Though
they might have known it, and ought to have known it, yet ‘this they willingly
are ignorant of’ (v. 5), they choose to pass it over in silence, as if they
had never heard or known any thing of it; if they knew it, they did not like to
retain it in their knowledge; they did not receive this truth in the love of it,
neither did they care to own it. Note, It is hard to persuade men to believe
what they are not willing to find true; they are ignorant, in many cases,
because they are willing to be ignorant, and they do not know because they do
not care to know. But let not sinners think that such ignorance as this will be
admitted as an excuse for whatever sin it may betray them into. Those who
crucified Christ did not know who he was; for ‘had they known they would not
have crucified the Lord of glory’ (1 Cor 2:8); but, though ignorant, they were
not therefore innocent; their ignorance itself was a sin, willing and wilful
ignorance, and one sin can be no excuse for another” [= Sekalipun mereka
bisa mengetahuinya, dan seharusnya telah mengetahuinya, tetapi ‘mereka sengaja
tidak mau tahu’ (ay 5), mereka memilih untuk melewatinya dalam ke-diam-an,
seakan-akan mereka tidak pernah mendengar atau mengetahui apapun tentangnya;
seandainya mereka mengetahuinya, mereka tidak suka mempertahankan pengetahuan
itu; mereka tidak menerima kebenaran ini dalam kasih terhadapnya, juga mereka
tidak peduli / tidak mau untuk mempunyai kebenaran itu. Perhatikan, Adalah sukar
untuk membujuk / meyakinkan orang-orang untuk percaya apa yang mereka tidak mau
mendapatinya sebagai kebenaran; mereka bodoh, dalam banyak kasus, karena mereka
mau bodoh, dan mereka tidak tahu karena mereka tidak peduli / tidak mau untuk
tahu. Tetapi hendaklah orang-orang berdosa tidak memikirkan bahwa kebodohan /
ketidaktahuan seperti ini akan diterima sebagai suatu alasan / dalih untuk dosa
apapun ke dalam mana mereka dibukakan. Mereka yang menyalibkan Kristus tidak
tahu siapa Dia; karena ‘sekiranya mereka mengenalnya, mereka tidak menyalibkan
Tuhan yang mulia’ (1Kor 2:8); tetapi, sekalipun tidak tahu, hal ini tidak
menyebabkan mereka tidak bersalah; ketidak-tahuan mereka itu sendiri adalah
suatu dosa, ketidaktahuan yang dikehendaki dan disengaja, dan satu dosa tidak
bisa menjadi alasan / dalih bagi dosa yang lain].
Contoh:
seseorang tadi telpon saya untuk bertanya dimana tempatnya Saksi Yehuwa di
Jakarta. Saya jawab saya tidak tahu, dan saya nasehati untuk tidak ke sana,
karena mereka sesat, dan saya nasehati untuk mempelajari buku saya di web.
Tetapi tidak menanyakan alamat webnya, dan ini menunjukkan dia memang ‘tidak
mau tahu’ tentang yang mana yang benar (Saksi Yehuwa atau Kristen), dan saya
biarkan saja.
Ini
bukan hanya berlaku dalam pengertian theologia, tetapi juga tentang
kebenaran-kebenaran sehari-hari.
2)
“bahwa
oleh firman Allah langit telah ada sejak dahulu, dan juga bumi yang berasal dari
air dan oleh air”.
a)
Kata ‘langit’ di sini diartikan sebagai atmosfir oleh Calvin. Tetapi
Barnes kelihatannya punya pandangan yang berbeda.
Barnes’
Notes: “The
word ‘heaven’ in the Scriptures sometimes refers to the atmosphere,
sometimes to the starry worlds as they appear above us, and sometimes to the
exalted place where God dwells. Here it is used, doubtless, in the popular
signification, as denoting the heavens as they ‘appear,’ embracing the sun,
moon, and stars” (= Kata ‘surga / langit’ dalam Kitab Suci
kadang-kadang menunjuk pada atmosfir, kadang-kadang pada dunia / alam semesta
penuh bintang seperti kelihatannya ada di atas kita, dan kadang-kadang pada
tempat yang ditinggikan dimana Allah tinggal. Di sini kata itu digunakan, tak
diragukan, dalam arti yang populer, sebagai menunjuk pada surga sebagai
kelihatannya, mencakup matahari, bulan, dan bintang-bintang).
Baik
bahasa Ibrani maupun bahasa Yunani tidak membedakan kata ‘surga’ dan kata
‘langit’. Kata itu bisa menunjuk pada:
1.
Atmosfir.
Yeh 31:8-10
- “(8) Pohon-pohon aras di dalam taman Allah tidak akan dapat
menyainginya, juga pohon sanobar tidak akan dapat menyamai ranting-rantingnya,
dan pohon berangan tidak dapat dibandingkan dengan cabang-cabangnya. Segala
pohon-pohon yang di taman Allah tiada yang dapat disamakan dengan dia mengenai
keelokannya. (9) Aku membuat dia sungguh-sungguh elok dengan cabang-cabangnya
yang sangat rapat. Di taman Eden, di taman Allah segala pohon cemburu padanya.
(10) Oleh sebab itu beginilah firman Tuhan ALLAH: Oleh karena ia tumbuh tinggi
dan puncaknya menjulang sampai ke langit dan ia menjadi sombong karena
ketinggiannya”.
2.
Tempat bintang-bintang dan benda-benda langit ada.
Kej
15:5 - “Lalu TUHAN membawa Abram ke
luar serta berfirman: ‘Coba lihat ke langit, hitunglah bintang-bintang,
jika engkau dapat menghitungnya.’ Maka firmanNya kepadanya: ‘Demikianlah
banyaknya nanti keturunanmu.’”.
3.
Tempat tinggal Allah.
Yes 66:1
- “Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah
tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat apakah
yang akan menjadi perhentianKu?”.
Mat
5:34 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik
demi langit, karena langit adalah takhta Allah”.
Rasanya
saya lebih condong pada pandangan dari Barnes, dari pada pandangan Calvin,
tetapi yang jelas tidak mungkin kata ‘langit’ diartikan dalam arti ke 3.
b)
Kata-kata “dan
juga bumi yang berasal dari air dan oleh air” kelihatannya menunjuk
pada Kej 1:6-10 - “(6) Berfirmanlah
Allah: ‘Jadilah cakrawala di tengah segala air untuk memisahkan air dari
air.’ (7) Maka Allah menjadikan cakrawala dan Ia memisahkan air yang ada di
bawah cakrawala itu dari air yang ada di atasnya. Dan jadilah demikian. (8) Lalu
Allah menamai cakrawala itu langit. Jadilah petang dan jadilah pagi, itulah hari
kedua. (9) Berfirmanlah Allah: ‘Hendaklah segala air yang di bawah langit
berkumpul pada satu tempat, sehingga kelihatan yang kering.’ Dan jadilah
demikian. (10) Lalu Allah menamai yang kering itu darat, dan kumpulan air itu
dinamaiNya laut. Allah melihat bahwa semuanya itu baik”.
c)
Kata-kata “oleh firman Allah”
menunjuk pada penciptaan langit dan bumi yang dilakukan oleh Allah hanya dengan
firmanNya (Kej 1 Ibr 11:3).
Bandingkan
dengan:
Maz
33:6-7,9 - “(6) Oleh firman TUHAN
langit telah dijadikan, oleh nafas dari mulutNya segala tentaranya. (7) Ia
mengumpulkan air laut seperti dalam bendungan, Ia menaruh samudera raya ke dalam
wadah. ... (9) Sebab Dia berfirman, maka semuanya jadi; Dia memberi perintah,
maka semuanya ada”.
Ibr
11:3 - “Karena iman kita mengerti,
bahwa alam semesta telah dijadikan oleh firman Allah, sehingga apa yang
kita lihat telah terjadi dari apa yang tidak dapat kita lihat”.
3)
“dan
bahwa oleh air itu, bumi yang dahulu telah binasa, dimusnahkan oleh air bah”.
Ini
jelas menunjuk pada penghancuran dunia oleh air bah pada jaman Nuh (Kej 6-8).
Penghancuran
dunia pada jaman Nuh ini menunjukkan bahwa kata-kata para pengejek dalam ay 4
bahwa “sejak
bapa-bapa leluhur kita meninggal, segala sesuatu tetap seperti semula, pada
waktu dunia diciptakan” adalah salah. Segala sesuatu TIDAK
tetap seperti semula, karena pernah terjadinya penghukuman Allah melalui air bah
pada jaman Nuh.
Ay 7: “Tetapi
oleh firman itu juga langit dan bumi yang sekarang terpelihara dari api dan
disimpan untuk hari penghakiman dan kebinasaan orang-orang fasik”.
1)
Terjemahan yang kacau dari Kitab Suci Indonesia.
a)
Kata ‘sekarang’ bukan
menunjuk pada kata ‘terpelihara’,
tetapi pada ‘langit dan bumi’
(dikontraskan dengan ‘langit dan bumi yang
baru’
dalam ay 13).
b)
Kata-kata “terpelihara dari api
dan disimpan untuk hari penghakiman ...” terjemahannya kacau.
Bandingkan
dengan terjemahan dari Kitab Suci bahasa Inggris.
KJV:
‘But the heavens and the earth, which
are now, by the same word are kept in
store, reserved unto fire against the day of judgment and perdition of ungodly
men’ (= Tetapi langit dan bumi, yang ada sekarang, oleh firman
yang sama dipelihara, disimpan / dicadangkan untuk api pada hari penghakiman dan
kebinasaan orang-orang fasik).
RSV:
‘But by the same word the heavens and
earth that now exist have been stored up for fire, being kept until the day of judgment and
destruction of ungodly men’ (= Tetapi oleh firman yang sama langit dan
bumi yang sekarang ada telah disimpan
untuk api, disimpan sampai hari penghakiman dan penghancuran dari orang-orang
fasik).
NIV:
‘By the same word the present
heavens and earth are reserved for fire, being
kept for the day of judgment and destruction of ungodly men’ (= Oleh
firman yang sama langit dan bumi yang sekarang ini disimpan
/ dicadangkan untuk api, dijaga untuk hari penghakiman dan penghancuran dari
orang-orang fasik). NASB ≈
NIV.
Pulpit
Commentary: “The ‘now’ does not refer, as some think, to any change wrought by
the Flood, but distinguishes the present heavens and earth from the new heavens
and new earth, which Christians are to look for (verse 13)” [= Kata
‘sekarang’ tidak menunjuk, seperti sebagian orang mengira, pada perubahan
apapun yang dibuat oleh air bah, tetapi membedakan langit dan bumi yang sekarang
ini dengan langit dan bumi yang baru, yang harus dicari oleh orang-orang Kristen
(ay 13)].
2)
‘dipelihara’.
Barnes’
Notes: “‘Are
kept in store.’ Greek, ‘Are treasured up.’ The allusion in the Greek word
is to anything that is treasured up, or reserved for future use. The apostle
does not say that this is the only purpose for which the heavens and the earth
are preserved, but that this is one object, or this is one aspect in which the
subject may be viewed. They are like treasure reserved for future use” [=
‘dipelihara’. Yunani, ‘disimpan / ditabung’. Kiasannya dalam kata
Yunaninya adalah pada apapun yang disimpan / ditabung, atau dicadangkan untuk
penggunaan di masa yang akan datang. Sang rasul tidak mengatakan bahwa ini
adalah satu-satunya tujuan untuk mana langit dan bumi disimpan / dicadangkan,
tetapi ini adalah salah satu tujuan, atau, ini adalah satu aspek dalam mana
pokok ini bisa disoroti. Mereka (langit dan bumi yang sekarang ini)
adalah seperti harta yang disimpan untuk penggunaan di masa yang akan datang].
Ay 7
ini menunjukkan bahwa terpeliharanya langit dan bumi yang sekarang ini juga
terjadi oleh firman, dan ini sesuai dengan Ibr 1:3a - “Ia
adalah cahaya kemuliaan Allah dan gambar wujud Allah dan menopang segala yang
ada dengan firmanNya yang penuh kekuasaan”.
Ini
menunjukkan betapa tergantungnya kita kepada Allah!
Bdk.
Kis 17:28a - “Sebab di dalam Dia kita
hidup, kita bergerak, kita ada”.
3)
Langit dan bumi ini dijaga dan disimpan / dicadangkan untuk api pada hari
penghakiman.
Adam
Clarke: “the
earth, etc., which were then formed, had perished by the flood; and that the
present earth, etc., which were formed out of the preceding, should, at the day
of judgment, perish by the fire of God’s wrath” (= bumi, dll, yang pada
saat itu dibentuk, telah dihancurkan / binasa oleh air bah; dan bahwa bumi dll
yang sekarang ini, yang dibentuk dari yang sebelumnya, harus, pada hari
penghakiman, binasa / hancur oleh api murka Allah).
Barclay:
“It is Peter’s conviction that, as the ancient world was destroyed by
water, the present world will be destroyed by fire” (= Merupakan keyakinan
Petrus bahwa, sebagaimana dunia kuno dihancurkan oleh air, dunia sekarang ini
akan dihancurkan oleh api) - hal 341.
Barclay
lalu memberikan ayat-ayat Perjanjian Lama sebagai dasar dari keyakinan Petrus.
Yoel 2:30
- “Aku akan mengadakan mujizat-mujizat
di langit dan di bumi: darah dan api dan gumpalan-gumpalan asap”.
Maz 50:3
- “Allah kita datang dan tidak akan
berdiam diri, di hadapanNya api menjilat, sekelilingNya bertiup badai
yang dahsyat”.
Yes 29:6
- “engkau akan melihat kedatangan TUHAN
semesta alam dalam guntur, gempa dan suara hebat, dalam puting beliung dan badai
dan dalam nyala api yang memakan habis”.
Yes 30:30
- “Dan TUHAN akan memperdengarkan
suaraNya yang mulia, akan memperlihatkan tanganNya yang turun menimpa dengan
murka yang hebat dan nyala api yang memakan habis, dengan hujan lebat,
angin ribut dan hujan batu”.
Yes 66:15-16
- “(15) Sebab sesungguhnya, TUHAN akan datang dengan api, dan
kereta-keretaNya akan seperti puting beliung, untuk melampiaskan murkaNya
dengan kepanasan dan hardikNya dengan nyala api. (16) Sebab TUHAN akan
menghukum segala yang hidup dengan api dan dengan pedangNya, dan
orang-orang yang mati terbunuh oleh TUHAN akan banyak jumlahnya”.
Nahum 1:5-6
- “(5) Gunung-gunung gemetar terhadap Dia, dan bukit-bukit mencair. Bumi
menjadi sunyi sepi di hadapanNya, dunia serta seluruh penduduknya. (6) Siapakah
yang tahan berdiri menghadapi geramNya? Dan siapakah yang tahan tegak terhadap murkaNya
yang bernyala-nyala? Kehangatan amarahNya tercurah seperti api, dan
gunung-gunung batu menjadi roboh di hadapanNya”.
Mal 4:1
- “Bahwa sesungguhnya hari itu datang, menyala
seperti perapian, maka semua orang gegabah dan setiap orang yang berbuat
fasik menjadi seperti jerami dan akan terbakar oleh hari yang datang itu,
firman TUHAN semesta alam, sampai tidak ditinggalkannya akar dan cabang
mereka”.
Ay 8: “Akan
tetapi, saudara-saudaraku yang kekasih, yang satu ini tidak boleh kamu lupakan,
yaitu, bahwa di hadapan Tuhan satu hari sama seperti seribu tahun dan seribu
tahun sama seperti satu hari”.
Ayat
ini tidak boleh ditafsirkan secara hurufiah bahwa satu hari adalah 1000 tahun,
karena anak kalimat selanjutnya mengatakan sebaliknya. Jadi, artinya hanyalah
bahwa Allah tidak terbatas oleh waktu. Ia ada di atas waktu. Ini sesuatu yang
tidak bisa kita bayangkan. Karena Allah ada di atas waktu, maka belum terjadinya
janji kedatangan Kristus yang keduakalinya itu tidak berarti bahwa Allah lalai
menepati janjiNya. Bagi manusia sudah lama, tetapi bagi Allah, waktu yang lama
itu tidak ada artinya.
Allah
memang ada di atas waktu, tetapi mengatakan bahwa dalam kekekalan tak ada lagi
waktu, menurut saya merupakan sesuatu yang tidak berdasar, dan salah.
William
Hendriksen mengatakan dalam bukunya yang berjudul ‘The Bible on the Life Hereafter’, hal 72, mengatakan bahwa
banyak orang, termasuk seorang ahli theologia Reformed bernama Kuyper mengatakan
bahwa dalam kekekalan nanti tidak ada lagi waktu. Pandangan ini didasarkan pada
Wah 10:6 (KJV): ‘And sware
by him that liveth for ever and ever, who created heaven, and the things that
therein are, and the earth, and the things that therein are, and the sea, and
the things which are therein, that there should be time no longer’
(= Dan bersumpah demi Dia yang hidup selama-lamanya, yang telah menciptakan
langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala
isinya, bahwa di sana tidak akan ada waktu lagi).
Tetapi
baik Kitab Suci Indonesia maupun Kitab Suci bahasa Inggris yang lain
menterjemahkan ‘delay’ /
‘penundaan’ bukan ‘waktu’!
Kitab
Suci Indonesia: “dan ia bersumpah demi
Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala
isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak
akan ada penundaan lagi!”.
RSV: ‘there should be no more
delay’ (= di sana tidak ada penundaan lagi).
NIV: ‘There
will be no more delay’ (= Di sana tidak ada penundaan lagi).
NASB: ‘that
there will be delay no longer’ (= bahwa di sana tidak ada penundaan lagi).
Dan dalam buku yang sama hal 73 William
Hendriksen memberikan dua kutipan dari 2 orang ahli theologia Reformed, yaitu
Vos dan Bavinck, yang akan saya berikan di bawah ini:
Kutipan dari Vos: “Paul nowhere
affirms that to the life of man, after the close of this aeon, no more duration,
no more divisibility in time-units shall exist. Life so conceived is plainly the
prerogative by nature of the Creator: to externalize the inhabitants of the
coming aeoon in this sense would be equivalent to deifying them, a thought whose
place is in a pagan type of speculation but not within the range of biblical
religion” (= Paulus tidak menegaskan dimanapun bahwa bagi hidup manusia,
setelah akhir dari jaman ini, tidak ada lagi masa / durasi, tidak ada lagi
ke-dapat-dibagi-an dalam unit-unit waktu akan ada. Kehidupan yang dimengerti
seperti itu dengan jelas merupakan hak istimewa secara alamiah dari sang
Pencipta: mengekalkan / menjadikan kekal penghuni-penghuni dari jaman yang akan
datang dalam arti ini adalah sama dengan mendewakan mereka / menjadikan mereka
Allah, suatu pemikiran yang tempatnya adalah dalam suatu type spekulasi kafir
tetapi bukan dalam jenis / kelas dari agama yang Alkitabiah) - ‘The
Bible on the Life Hereafter’, hal
73.
Kutipan dari Bavinck: “Those who have
died remain finite and limited beings and cannot exist in any other way than in
space and time. The measurement of space and the computation of time, to be
sure, will be entirely different on the other side of the grave than they are
here, where miles and hours are our standard of measurement. But even the souls
that dwell there will not become eternal and omnipresent like God ... They are
not raised above every form of time, that is, above time in the sense of
succession of moments” (= Mereka yang telah mati tetap adalah
makhluk-makhluk yang terbatas dan tidak bisa berada dengan cara lain apapun dari
pada dalam ruang dan waktu. Ukuran ruang dan perhitungan waktu jelas akan
berbeda pada sisi lain dari kubur dari pada mereka di sini, dimana mil-mil dan
jam-jam adalah standard ukuran kita. Tetapi bahkan jiwa-jiwa yang tinggal di
sana tidak akan menjadi kekal dan maha hadir / maha ada seperti Allah ... Mereka
tidak diangkat mengatasi setiap bentuk dari waktu, artinya, di atas waktu dalam
arti penggantian / urut-urutan dari saat-saat) - ‘The
Bible on the Life Hereafter’, hal
73.
William Hendriksen: “So, when the question is asked, ‘Is
there time in heaven?’ namely, in the sense of movement from the past, into
the present, into the future - call it duration or succession of movements -,
the answer must be, ‘Yes.’ When the further question is asked, ‘Will it in
every respect be time as we now know it (that is, will it be measured by our
present earthly standards?), the answer will have to be ‘No.’” [=
Jadi, pada waktu suatu pertanyaan ditanyakan, ‘Apakah ada waktu di surga?’
yaitu, dalam arti dari pergerakan / perpindahan dari lampau, ke dalam saat ini /
present, ke dalam yang akan datang- sebutlah itu masa / durasi atau penggantian
/ urut-urutan dari pergerakan / perpindahan -, jawabannya haruslah ‘Ya’.
Pada waktu pertanyaan selanjutnya ditanyakan, ‘Apakah itu dalam setiap hal
adalah waktu yang kita kenal sekarang ini (yaitu, apakah waktu itu akan diukur
oleh standard duniawi kita sekarang ini?), jawabannya harus adalah ‘Tidak’.]
- ‘The
Bible on the Life Hereafter’, hal
73-74.
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali