Pemahaman
Alkitab
(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Kamis, tanggal
3 Maret 2011, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331)
II Petrus 2:1-22(9)
Ay 10-19: “(10)
terutama mereka yang menuruti hawa
nafsunya karena ingin mencemarkan diri dan yang menghina pemerintahan Allah.
Mereka begitu berani dan angkuh, sehingga tidak segan-segan menghujat
kemuliaan, (11) padahal
malaikat-malaikat sendiri, yang sekalipun lebih kuat dan lebih berkuasa dari
pada mereka, tidak memakai kata-kata hujat, kalau malaikat-malaikat menuntut
hukuman atas mereka di hadapan Allah. (12) Tetapi mereka itu sama dengan hewan
yang tidak berakal, sama dengan binatang yang hanya dilahirkan untuk ditangkap
dan dimusnahkan. Mereka menghujat apa yang tidak mereka ketahui, sehingga oleh
perbuatan mereka yang jahat mereka sendiri akan binasa seperti binatang liar,
(13) dan akan mengalami nasib yang buruk sebagai upah kejahatan mereka.
Berfoya-foya pada siang hari, mereka anggap kenikmatan. Mereka adalah kotoran
dan noda, yang mabuk dalam hawa nafsu mereka kalau mereka duduk makan minum
bersama-sama dengan kamu. (14) Mata mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak
pernah jemu berbuat dosa. Mereka memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka
telah terlatih dalam keserakahan. Mereka adalah orang-orang yang terkutuk!
(15) Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka tersesatlah
mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima upah untuk
perbuatan-perbuatan yang jahat. (16) Tetapi Bileam beroleh peringatan keras
untuk kejahatannya, sebab keledai beban yang bisu berbicara dengan suara
manusia dan mencegah kebebalan nabi itu. (17) Guru-guru palsu itu adalah
seperti mata air yang kering, seperti kabut yang dihalaukan taufan; bagi
mereka telah tersedia tempat dalam kegelapan yang paling dahsyat. (18) Sebab
mereka mengucapkan kata-kata yang congkak dan hampa dan mempergunakan hawa
nafsu cabul untuk memikat orang-orang yang baru saja melepaskan diri dari
mereka yang hidup dalam kesesatan. (19) Mereka menjanjikan kemerdekaan kepada
orang lain, padahal mereka sendiri adalah hamba-hamba kebinasaan, karena siapa
yang dikalahkan orang, ia adalah hamba orang itu”.
3)
“Mata
mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa. Mereka
memikat orang-orang yang lemah. Hati mereka telah terlatih dalam keserakahan.
Mereka adalah orang-orang yang terkutuk!” (ay 14).
a)
“Mata
mereka penuh nafsu zinah dan mereka tidak pernah jemu berbuat dosa”.
KJV:
‘Having eyes full of adultery, and that cannot cease
from sin’ (= Mempunyai mata yang penuh dengan perzinahan, dan yang tidak bisa
berhenti dari dosa).
Barnes’
Notes: “‘Having
eyes full of adultery.’ Margin, as in the Greek, ‘an adulteress;’ that is,
gazing with desire after such persons. The word ‘full’ is designed to denote
that the corrupt passion referred to had wholly seized and occupied their minds.
The eye was, as it were, full of this passion; it saw nothing else but some
occasion for its indulgence; it expressed nothing else but the desire. The
reference here is to the sacred festival mentioned in the previous verse; and
the meaning is, that they celebrated that festival with licentious feelings,
giving free indulgence to their corrupt desires by gazing on the females who
were assembled with them. In the passion here referred to, the ‘eye’ is
usually the first offender, the inlet to corrupt desires, and the medium by
which they are expressed. ... The wanton glance is a principal occasion of
exciting the sin; and there is much often in dress, and mien, and gesture, to
charm the eye and to deepen the debasing passion. ‘And that cannot cease from
sin.’ They cannot look on the females who may be present without sinning.
Compare Matt 5:28. There are many men in whom the presence of the most virtuous
woman only excites impure and corrupt desires. The expression here does not mean
that they have no natural ability to cease from sin, or that they are impelled
to it by any physical necessity, but only that they are so corrupt and
unprincipled that they certainly will sin always” (= ‘Mempunyai mata
yang penuh dengan perzinahan’. Catatan tepi, seperti dalam bahasa Yunani,
‘seorang pezinah perempuan’; artinya, memandang dengan keinginan terhadap
orang-orang seperti itu. Kata ‘penuh’ dirancang untuk menunjukkan bahwa
nafsu yang jahat itu telah dengan sepenuhnya mencengkeram dan menempati pikiran
mereka. Mata mereka seakan-akan penuh dengan nafsu ini; dan tidak melihat apapun
yang lain selain kesempatan untuk pemuasannya; tidak menyatakan apapun yang lain
kecuali keinginan ini. Hal ini menunjuk pada hari raya kudus yang disebutkan di
ayat sebelumnya; dan artinya adalah, bahwa mereka merayakan hari raya itu dengan
perasaan tak bermoral, dengan memberikan pemuasan bebas pada keinginan-keinginan
jahat mereka dengan memandang pada perempuan-perempuan yang berkumpul dengan
mereka. Dalam nafsu yang ditunjuk di sini ‘mata’ biasanya adalah pelanggar
pertama, sebagai jalan masuk pada keinginan-keinginan jahat, dan pengantara
dengan mana keinginan-keinginan itu dinyatakan. Pandangan sekilas yang tanpa
alasan adalah peristiwa prinsip yang membangkitkan dosa ini; dan sering dalam
pakaian, dan rupa / wajah, dan gerakan-gerakan, mempesonakan mata dan
memperdalam nafsu yang merendahkan martabat ini. ‘Dan yang tidak bisa berhenti
dari dosa’. Mereka tidak bisa memandang kepada perempuan-perempuan yang hadir
tanpa berdosa. Bdk. Mat 5:28. Ada banyak orang-orang laki-laki dalam siapa
kehadiran dari perempuan yang paling saleh hanya membangkitkan
keinginan-keinginan yang kotor / najis dan jahat. Pernyataan ini tidak
berarti bahwa mereka tidak mempunyai kemampuan alamiah untuk berhenti dari dosa,
atau bahwa mereka dipaksa kepada hal itu oleh keharusan fisik apapun, tetapi
hanya bahwa mereka adalah begitu jahat / rusak dan tidak mempunyai prinsip
sehingga mereka pasti akan selalu berdosa).
Catatan:
saya tidak percaya pada bagian yang saya garis-bawahi, yang jelas merupakan
pandangan Arminianisme.
Mat 5:28
- “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang memandang perempuan serta menginginkannya, sudah berzinah dengan dia
di dalam hatinya”.
Bdk.
2Sam 11:2-4 - “(2) Sekali peristiwa pada waktu petang, ketika Daud bangun dari
tempat pembaringannya, lalu berjalan-jalan di atas sotoh istana, tampak
kepadanya dari atas sotoh itu seorang perempuan sedang mandi; perempuan itu
sangat elok rupanya. (3) Lalu Daud menyuruh orang bertanya tentang perempuan itu
dan orang berkata: ‘Itu adalah Batsyeba binti Eliam, isteri Uria orang Het
itu.’ (4) Sesudah itu Daud menyuruh orang mengambil dia. Perempuan itu
datang kepadanya, lalu Daud tidur dengan dia. Perempuan itu baru selesai
membersihkan diri dari kenajisannya. Kemudian pulanglah perempuan itu ke
rumahnya”.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“False
doctrine inevitably leads to false living, and false living then encourages
false doctrine. The apostate must ‘adjust’ God’s Word or change his
way of life, and he is not about to change his lifestyle! So, wherever he
goes, he secretly defiles people and makes it easier for them to sin” (=
Ajaran palsu / salah secara tak terhindarkan membimbing pada kehidupan yang
palsu / salah, dan kehidupan yang palsu / salah mendorong / menganjurkan
ajaran yang palsu / salah. Orang murtad itu harus ‘menyesuaikan’
Firman Allah atau mengubah gaya hidup mereka, dan ia tidak mau mengubah gaya
hidupnya! Demikianlah, kemanapun ia pergi, ia dengan diam-diam mengotori
orang-orang dan membuatnya lebih mudah bagi mereka untuk berbuat dosa).
Ada
2 hal yang perlu ditekankan dari kutipan di atas ini:
1.
Ajaran yang salah pasti membimbing pada kehidupan yang salah. Memang
kalau ajaran itu hanya salah sedikit-sedikit, mungkin tidak apa-apa. Tetapi
kalau ajaran itu salahnya banyak / besar, apalagi kalau ajaran itu sesat, maka
tidak mungkin itu tidak membimbing pada kehidupan yang salah. Karena itu, kalau
ada orang yang berkata ‘Gereja /
pendeta itu ajarannya sesat / buruk sekali, tetapi mereka hidup baik’, ini
merupakan omong kosong terbesar! Kalau ajarannya sesat, mereka tidak mungkin
percaya dengan benar, dan kalau mereka tidak percaya dengan benar, maka tidak
akan mereka mempunyai Roh Kudus, dan kalau tidak ada Roh Kudus dalam diri
mereka, maka tidak akan ada buah Roh dalam diri mereka. Hal ini bisa
diberlakukan pada banyak kelompok, seperti Saksi Yehuwa (yang mengclaim
punya kehidupan yang saleh), dan gerakan pria sejati (yang sekalipun dipenuhi
dengan ajaran sesat tetapi juga mengclaim
berhasil mengubahkan banyak kehidupan secara positif). Paling-paling kebaikan
yang dimaksudkan hanya bersifat lahiriah, atau, merupakan kemunafikan, sama
seperti ‘kebaikan / kesalahan’ dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi
pada jaman Yesus!
2.
Sebaliknya, kehidupan yang salah biasanya juga membimbing pada ajaran
yang salah. Mengapa? Karena pengajar itu akan takut / malu mengajarkan hal-hal
yang menyerang / mengecam kehidupan mereka sendiri. Karena itu mereka mengubah
penafsiran dari ayat-ayat yang sebetulnya mengecam kehidupan mereka. Ini
akhirnya menimbulkan ajaran salah / sesat!
Contoh:
dalam Gereja Roma Katolik ada banyak patung-patung yang disembah. Itu
menyebabkan mereka akhirnya mengubah 10 hukum Tuhan dalam ajaran mereka, dimana
mereka menghapuskan hukum kedua, yang secara explicit melarang penyembahan
terhadap patung!
b)
“Mereka
memikat orang-orang yang lemah”.
NIV:
‘they seduce the unstable’
(= mereka menggoda / membujuk orang-orang yang tidak stabil).
Pulpit
Commentary: “The word for ‘unstable’ (a)sthri/ktou$) occurs only here and in 2 Peter 3:16”
[= Kata untuk ‘orang-orang yang tidak stabil’ (a)sthri/ktou$ /
ASTERIKTOUS) muncul hanya di sini dan dalam 2Pet 3:16].
2Pet 3:16
- “Hal itu dibuatnya dalam semua
suratnya, apabila ia berbicara tentang perkara-perkara ini. Dalam surat-suratnya
itu ada hal-hal yang sukar difahami, sehingga orang-orang yang tidak memahaminya
dan yang tidak teguh (ASTERIKTOI - bentuk jamak)
imannya, memutarbalikkannya menjadi kebinasaan mereka sendiri, sama seperti yang
juga mereka buat dengan tulisan-tulisan yang lain”.
Pulpit
Commentary: “It is a word of peculiar significance in the mouth of St. Peter,
conscious, as he must have been, of his own want of stability in times past. He
would remember also the charge once given to him, ‘When
thou art converted, strengthen (sth/ricon)
thy brethren’ (Luke 22:32)”
[= Ini adalah suatu kata yang mempunyai arti khusus di mulut Santo Petrus,
menyadari, seperti ia pasti telah menyadari, tentang kekurangannya akan
kestabilan pada masa yang lalu. Ia juga mengingat perintah yang pernah sekali
diberikan kepadanya, ‘jikalau engkau sudah insaf, kuatkanlah (sth/ricon / STERIXON)
saudara-saudaramu’ (Luk 22:32)].
Barnes’
Notes: “‘Beguiling
unstable souls.’ Those who are not strong in Christian principle, or who are
naturally fluctuating and irresolute. The word rendered ‘beguiling’ means to
bait, to entrap, and would be applicable to the methods practiced in hunting.
Here it means that it was one of their arts to place specious allurements before
those who were known not to have settled principles or firmness, in order to
allure them to sin. Compare 2 Tim 3:6” (= ‘memperdayakan jiwa yang tidak
stabil’. Mereka yang tidak kuat dalam prinsip Kristen, atau yang secara
alamiah berubah-ubah dan ragu-ragu / tidak tegas. Kata yang diterjemahkan
‘memperdayakan’ berarti mengumpani / memancing, menjerat / menjebak, dan
bisa diterapkan pada metode yang dipraktekkan dalam berburu. Di sini kata itu
berarti bahwa itu merupakan salah satu keahlian mereka untuk menempatkan sesuatu
yang memikat yang kelihatan bagus di depan mereka yang dikenal sebagai
orang-orang yang tidak mempunyai prinsip-prinsip yang tetap atau keteguhan,
untuk memikat mereka ke dalam dosa. Bdk. 2Tim 3:6).
2Tim
3:6 - “Sebab di antara mereka terdapat orang-orang yang menyelundup ke
rumah orang lain dan menjerat perempuan-perempuan lemah yang sarat dengan dosa
dan dikuasai oleh berbagai-bagai nafsu”.
Calvin:
“‘Beguiling,’ or baiting, ‘unstable
souls.’ By the metaphor of baiting he
reminds the faithful to beware of their hidden and deceitful arts; for he
compares their impostures to hooks which may catch the unwary to their
destruction. By adding ‘unstable souls’ he shews the reason for caution,
that is, when we have not struck firm roots in faith and in the fear of the
Lord: and he intimates at the same time, that they have no excuse who suffer
themselves to be baited or lured by such flatteries; for this must have been
ascribed to their levity. Let there be then a stability of faith, and we shall
be safe from the artifices of the ungodly”
(= ‘Memperdayakan’, atau memberi umpan, ‘jiwa-jiwa yang tidak stabil’.
Oleh kiasan tentang pemberian umpan ia mengingatkan orang-orang yang setia untuk
waspada terhadap keahlian mereka yang tersembunyi dan bersifat menipu; karena ia
membandingkan penipuan mereka dengan kail yang bisa menangkap orang-orang yang
tidak waspada pada kehancuran mereka. Dengan menambahkan ‘jiwa-jiwa yang tidak
stabil’ ia menunjukkan alasan untuk berhati-hati, yaitu, pada waktu mereka
tidak / belum meneguhkan akar dalam iman dan dalam rasa takut kepada Tuhan: dan
pada saat yang sama ia mengisyaratkan, bahwa mereka yang dipancing atau dipikat
oleh umpakan / jilatan seperti itu tidak mempunyai dalih; karena ini pasti
berasal dari kesembronoan mereka. Maka, hendaklah ada kestabilan iman, dan kita
akan aman dari kelicikan orang-orang jahat).
Bdk.
Ef 4:11-15 - “(11) Dan Ialah yang memberikan baik rasul-rasul maupun
nabi-nabi, baik pemberita-pemberita Injil maupun gembala-gembala dan
pengajar-pengajar, (12) untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan
pelayanan, bagi pembangunan tubuh Kristus, (13) sampai kita semua telah mencapai
kesatuan iman dan pengetahuan yang benar tentang Anak Allah, kedewasaan penuh,
dan tingkat pertumbuhan yang sesuai dengan kepenuhan Kristus, (14) sehingga kita
bukan lagi anak-anak, yang diombang-ambingkan oleh rupa-rupa angin pengajaran,
oleh permainan palsu manusia dalam kelicikan mereka yang menyesatkan, (15)
tetapi dengan teguh berpegang kepada kebenaran di dalam kasih kita bertumbuh
di dalam segala hal ke arah Dia, Kristus, yang adalah Kepala”.
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Who
are the people who ‘take the bait’ that the apostates put into their subtle
traps? Peter called them ‘unstable souls.’ Stability is an important factor
in a successful Christian life. Just as a child must learn to stand before he
can walk or run, so the Christian must learn to ‘stand firm in the Lord.’
Paul and the other Apostles sought to establish their converts in the faith (Rom
1:11; 16:25; 1 Thess 3:2,13). Peter was certain that his readers were
‘established in the present truth’ (2 Peter 1:12), but he still warned
them” [= Siapa orang-orang yang ‘mengambil / memakan umpan’ yang
diletakkan oleh orang-orang murtad itu dalam jebakan / jerat mereka yang halus /
tak ketara? Petrus menyebut mereka ‘jiwa-jiwa yang tidak stabil’. Kestabilan
merupakan faktor yang penting dalam kehidupan Kristen yang sukses. Sama seperti
seorang anak harus belajar untuk berdiri sebelum ia bisa berjalan atau berlari,
demikian juga orang Kristen harus belajar untuk ‘berdiri teguh dalam Tuhan’.
Paulus dan Rasul-rasul yang lain berusaha untuk meneguhkan petobat-petobat
mereka dalam iman (Ro 1:11; 16:25; 1Tes 3:2,13). Petrus yakin bahwa
pembaca-pembacanya ‘telah teguh dalam kebenaran saat ini’ (2Petrus 1:12)
tetapi ia tetap memperingati mereka].
Ro 1:11
- “Sebab aku ingin melihat kamu untuk
memberikan karunia rohani kepadamu guna menguatkan kamu”.
Ro 16:25
- “Bagi Dia, yang berkuasa
menguatkan kamu, - menurut Injil yang kumasyhurkan dan pemberitaan tentang Yesus
Kristus, sesuai dengan pernyataan rahasia, yang didiamkan berabad-abad
lamanya”.
1Tes 3:2,13
- “(2) Lalu kami mengirim Timotius, saudara yang bekerja dengan kami
untuk Allah dalam pemberitaan Injil Kristus, untuk menguatkan hatimu dan
menasihatkan kamu tentang imanmu, ... (13) Kiranya Dia menguatkan hatimu,
supaya tak bercacat dan kudus, di hadapan Allah dan Bapa kita pada waktu
kedatangan Yesus, Tuhan kita, dengan semua orang kudusNya”.
2Pet 1:12
- “Karena itu aku senantiasa
bermaksud mengingatkan kamu akan semuanya itu, sekalipun kamu telah
mengetahuinya dan telah teguh dalam kebenaran yang telah kamu terima”.
Penerapan:
karena itu, hamba-hamba Tuhan harus melakukan banyak pengajaran Firman Tuhan
untuk menstabilkan jemaat, dan jemaat harus mau banyak belajar Firman Tuhan,
supaya mereka menjadi orang-orang yang stabil dalam iman.
c)
“Hati
mereka telah terlatih dalam keserakahan”.
Bandingkan
dengan:
·
Yer 4:22 - “Sungguh,
bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka adalah anak-anak tolol,
dan tidak mempunyai pengertian! Mereka pintar untuk berbuat jahat, tetapi
untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.
·
Yes 1:16-17 - “(16)
Basuhlah, bersihkanlah dirimu, jauhkanlah perbuatan-perbuatanmu yang jahat dari
depan mataKu. Berhentilah berbuat jahat, (17) belajarlah berbuat baik;
usahakanlah keadilan, kendalikanlah orang kejam; belalah hak anak-anak yatim,
perjuangkanlah perkara janda-janda!”.
Calvin:
“‘An heart they have exercised with covetous practices,’ or,
‘with lusts.’ Erasmus renders the last word, ‘rapines.’ The word is of a
doubtful meaning. I prefer ‘lusts.’ As he had before condemned incontinence
in their eyes, so he now seems to refer to the vices latent in their hearts. It
ought not, however, to be confined to covetousness”
(= ‘Hati yang mereka punyai telah terlatih dengan praktek-praktek yang
tamak’, atau, ‘dengan nafsu’. Erasmus menterjemahkan kata yang terakhir
‘penjarahan’. Kata itu merupakan kata yang artinya meragukan. Saya lebih
memilih ‘nafsu-nafsu’. Sebagaimana ia sebelumnya telah mengecam
ketidak-adaan pengekangan pada mata mereka, demikianlah sekarang ia kelihatannya
menunjuk pada kejahatan-kejahatan yang tersembunyi dalam hati mereka. Tetapi itu
tidak seharusnya dibatasi pada ketamakan).
Barnes’
Notes: “‘An
heart they have exercised with covetous practices.’ Skilled in the arts which
covetous men adopt in order to cheat others out of their property. A leading
purpose which influenced these men was to obtain money. One of the most certain
ways for dishonest men to do this is to make use of the religious principle; to
corrupt and control the conscience; to make others believe that they are
eminently holy, or that they are the special favorites of heaven; and when they
can do this, they have the purses of others at command. For the religious
principle is the most powerful of all principles; and he who can control that,
can control all that a man possesses. The idea here is that these persons had
made this their study, and had learned the ways in which men could be induced to
part with their money under religious pretences. We should always be on our
guard when professedly religious teachers propose to have much to do with money
matters. While we should always be ready to aid every good cause, yet we should
remember that unprincipled and indolent men often assume the mask of religion
that they may practice their arts on the credulity of others, and that their
real aim is to obtain their property, not to save their souls” (= ‘Hati
yang mereka punyai telah terlatih dengan praktek-praktek yang tamak’. Ahli
dalam keahlian yang diadopsi oleh orang-orang yang tamak untuk menipu milik
orang-orang lain. Tujuan utama yang mempengaruhi orang-orang ini adalah untuk
mendapatkan uang. Salah satu dari jalan yang paling pasti bagi orang-orang tidak
jujur untuk melakukan hal ini adalah dengan menggunakan prinsip agama; untuk
merusak dan mengontrol hati nurani; untuk membuat orang-orang lain percaya bahwa
mereka adalah kudus secara menonjol, atau bahwa mereka merupakan orang-orang
favorit dari surga; dan pada waktu mereka bisa melakukan hal ini, mereka
mendapatkan dompet orang-orang itu tersedia bagi mereka. Karena prinsip agama
adalah yang paling kuat dari semua prinsip; dan ia yang bisa mengontrolnya, bisa
mengontrol semua yang dimiliki seseorang. Gagasannya di sini adalah bahwa
orang-orang ini telah membuat hal ini sebagai bahan pelajaran bagi mereka, dan
telah mempelajari jalan-jalan dalam mana orang-orang bisa dibujuk untuk berpisah
dengan uang mereka di bawah kepura-puraan agama. Kita harus selalu hati-hati
pada waktu orang-orang yang mengaku sebagai guru-guru / pengajar-pengajar agama
mengusulkan / mengemukakan untuk banyak berurusan dengan persoalan uang.
Sekalipun kita harus selalu siap untuk membantu setiap perkara yang baik, tetapi
kita harus ingat bahwa orang-orang yang tidak mempunyai prinsip dan malas,
sering mengambil topeng agama sehingga mereka bisa mempraktekkan keahlian mereka
kepada orang-orang yang mudah / terlalu cepat percaya, dan bahwa tujuan mereka
sebenarnya adalah untuk mendapatkan milik mereka, bukan menyelamatkan jiwa
mereka).
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Not
only is the false teacher’s outlook controlled by his passions (2 Peter
2:14a), but his heart is controlled by covetousness. He is in bondage to lust
for pleasure and money! In fact, he has perfected the skill of getting what he
wants. ‘They are experts in greed’ says the New International Version, and
the Phillips translation is even more graphic: ‘Their technique of getting
what they want is, through long practice, highly developed.’ They know exactly
how to motivate people to give. While the true servant of God trusts the Father
to meet his needs and seeks to help people grow through their giving, the
apostate trusts his ‘fund-raising skills’ and leaves people in worse shape
than he found them. He knows how to exploit the unstable and the innocent”
[= Bukan hanya pandangan dari guru palsu itu dikontrol oleh nafsu-nafsunya
(2Petrus 2:14a), tetapi juga hatinya dikontrol oleh ketamakan. Ia terbelenggu
pada nafsu untuk kesenangan dan uang! Dalam faktanya, ia telah menyempurnakan
keahlian untuk mendapatkan apa yang ia inginkan. ‘Mereka adalah ahli-ahli
dalam ketamakan’ kata NIV, dan terjemahan Phillips bahkan lebih jelas dan
hidup: ‘Tehnik mereka untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan, melalui
praktek yang lama, telah sangat berkembang’. Mereka tahu dengan tepat
bagaimana memotivasi orang untuk memberi. Sementara pelayan yang benar dari
Allah mempercayai Bapa untuk memenuhi kebutuhannya dan berusaha membantu
orang-orang untuk bertumbuh melalui pemberian mereka, orang murtad ini
mempercayai ‘keahlian pengumpulan dana’nya dan membiarkan / meninggalkan
orang-orang dalam keadaan yang lebih buruk dari pada pada saat ia menemukan
mereka. Ia tahu bagaimana memanfaatkan orang-orang yang tidak stabil dan
orang-orang yang tidak bersalah].
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“I
have read that the people in North Africa have devised a clever way to catch
monkeys. They make a hole in a gourd just large enough for the monkey’s paw,
then fill the gourd with nuts and tie it to a tree. At night, the monkey reaches
into the gourd for the nuts, only to find he cannot pull his paw out of the
gourd! Of course, he could let go of the nuts and escape quite easily - but he
doesn’t want to forfeit the nuts! He ends up being captured because of his
covetousness. We might expect this kind of stupidity in a dumb animal, but
certainly not in a person made in the image of God; yet it happens every day”
(= Saya pernah membaca bahwa orang-orang di Afrika Utara telah menemukan suatu
cara yang pandai / cerdik untuk menangkap monyet. Mereka membuat suatu lubang di
sebuah buah labu persis cukup besar untuk tangan monyet, lalu mengisi buah labu
itu dengan kacang-kacangan dan mengikatnya pada sebuah pohon. Pada malam, monyet
itu menjangkau ke dalam buah labu itu untuk mengambil kacang-kacangan itu, hanya
untuk mendapati bahwa ia tidak bisa menarik tangannya keluar dari buah labu itu!
Tentu saja, ia bisa melepaskan kacang-kacangan itu dan lolos dengan cukup mudah
- tetapi ia tidak mau kehilangan kacang-kacangan itu! Akhirnya ia ditangkap
karena ketamakannya. Kita bisa mengharapkan jenis ketololan ini dalam seekor
binatang yang bodoh, tetapi pasti tidak dalam seorang manusia yang dibuat sesuai
dengan gambar Allah, tetapi itu terjadi setiap hari).
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“In
these last days there will be an abundance of false teachers pleading for
support. They are gifted and experienced when it comes to deceiving people and
getting their money. It is important that God’s people be established in the
truth, that they know how to detect when the Scriptures are being twisted and
the people exploited” (= Dalam hari-hari terakhir ini akan ada banyak
guru-guru palsu meminta dukungan dana. Mereka berbakat dan berpengalaman kalau
berkenaan dengan penipuan orang-orang dan mendapatkan uang mereka. Adalah
penting bahwa umat Allah diteguhkan dalam kebenaran, supaya mereka tahu
bagaimana mendeteksi pada waktu Kitab Suci dibengkokkan dan orang-orang
dimanfaatkan).
d)
“Mereka
adalah orang-orang yang terkutuk!”.
Calvin:
“By calling them cursed or execrable children,
he may be understood to mean, that they were so either actively or passively,
that is, that they brought a curse with them wherever they went, or that they
deserved a curse” (= Dengan menyebut mereka anak-anak yang terkutuk
atau buruk sekali, ia bisa memaksudkan bahwa mereka adalah demikian atau secara
aktif atau secara pasif, yaitu bahwa mereka membawa suatu kutuk bersama mereka
kemanapun mereka pergi, atau bahwa mereka layak mendapat suatu kutuk).
Barnes’
Notes: “‘Cursed
children.’ This is a Hebraism, meaning literally, ‘children of the curse,’
that is, persons devoted to the curse, or who will certainly be destroyed”
(= ‘Anak-anak terkutuk’. Ini adalah gaya bahasa Ibrani, secara hurufiah
berarti ‘anak-anak kutuk’, artinya, orang-orang yang disediakan bagi kutuk,
atau secara pasti akan dihancurkan).
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali