(Jl.
Dinoyo 19b, lantai 3)
Jum’at,
tanggal 7 November 2008, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331 /
6050-1331)
1Tim 3:8-12 - “(8) Demikian juga diaken-diaken haruslah orang
terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur, jangan serakah,
(9) melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati nurani yang suci.
(10) Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu
setelah ternyata mereka tak bercacat. (11) Demikian pula isteri-isteri
hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat menahan diri dan
dapat dipercayai dalam segala hal. (12) Diaken haruslah suami dari satu isteri
dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik”.
Setelah
membicarakan persyaratan penatua / tua-tua, sekarang Paulus membicarakan
persyaratan diaken. Yang dimaksud dengan ‘diaken’ adalah apa yang ada dalam
Kis 6:1-7 - “(1) Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah,
timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani
terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka
diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. (2) Berhubung dengan itu kedua belas
rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa
puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. (3) Karena itu,
saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan
yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, (4)
dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan
Firman.’ (5) Usul itu diterima baik oleh seluruh jemaat, lalu mereka memilih
Stefanus, seorang yang penuh iman dan Roh Kudus, dan Filipus, Prokhorus,
Nikanor, Timon, Parmenas dan Nikolaus, seorang penganut agama Yahudi dari
Antiokhia. (6) Mereka itu dihadapkan kepada rasul-rasul, lalu rasul-rasul itupun
berdoa dan meletakkan tangan di atas mereka. (7) Firman Allah makin tersebar,
dan jumlah murid di Yerusalem makin bertambah banyak; juga sejumlah besar imam
menyerahkan diri dan percaya”.
Biarpun
istilah ‘diaken’ tidak muncul di sini tetapi jelas bahwa inilah yang
dimaksud dengan diaken dan tugas / pelayanannya. Jadi tugas utama dari diaken
adalah menangani orang-orang miskin dalam gereja.
Bible
Knowledge Commentary: “The
word translated ‘deacon’ (diakonos)
means literally a ‘humble servant.’ The role of the deacons is to carry out,
under the elders’ oversight, some of the more menial tasks of the church so
that the elders can give their attention to more important things” [= Kata
yang diterjemahkan ‘diaken’ (DIAKONOS) secara hurufiah berarti seorang
‘pelayan yang rendah’. Peranan dari diaken-diaken adalah untuk melaksanakan,
di bawah pengawasan dari tua-tua, beberapa / sebagian dari tugas-tugas gereja
yang lebih rendah, sehingga tua-tua bisa memberikan perhatian mereka pada
hal-hal yang lebih penting].
Matthew Henry: “We have here the character of deacons: these had the care of the
temporal concerns of the church, that is, the maintenance of the ministers and
provision for the poor: they served tables, while the ministers or bishops gave
themselves only to the ministry of the word and prayer, Acts 6:2,4” (= Di sini kita mempunyai karakter dari diaken-diaken: mereka ini
memperhatikan urusan sementara dari gereja, yaitu pemeliharaan pendeta-pendeta
dan persediaan untuk orang-orang miskin: mereka melayani meja, sementara
pendeta-pendeta atau uskup-uskup / tua-tua memberikan diri mereka sendiri hanya
pada pelayanan firman dan doa, Kis 6:2,4).
Catatan: ada yang
mengatakan bahwa yang mengatur berapa biaya hidup pendeta, juga adalah diaken.
Tetapi saya tidak tahu dari mana orang itu bisa merndapatkan hal itu.
Syarat-syarat
diaken:
1)
‘Orang terhormat’.
KJV:
‘grave’ (= sungguh-sungguh / serius).
RSV:
‘serious’ (= serius).
NIV: ‘worthy of respect’
(= layak dihormati).
NASB:
‘men
of dignity’ (= orang yang mempunyai martabat / keagungan).
Barnes’
Notes: “They
should be men who by their serious deportment will inspire respect”
(= Mereka harus adalah orang-orang yang oleh kelakuan / sikap mereka yang serius
akan menimbulkan hormat).
2)
‘Jangan bercabang lidah’.
KJV/RSV/NASB:
‘not double-tongued’ (= tidak bercabang lidah).
NIV: ‘sincere’ (= tulus).
Matthew
Henry: “‘Not
doubled-tongued;’ that will say one thing to one and another thing to another,
according as their interests leads them: a double tongue comes from a double
heart; flatterers and slanderers are double-tongued” (= ‘Tidak bercabang lidah’; yang akan mengatakan sesuatu kepada
seseorang dan mengatakan hal yang lain kepada orang yang lain, sesuai dengan
kepentingan mereka membimbing mereka: lidah yang bercabang datang dari hati yang
bercabang; para pengumpak / penjilat dan pemfitnah adalah orang-orang yang
bercabang lidah).
Adam
Clarke: “Speaking
one thing to one person, and another thing to another, on the same subject. This
is hypocrisy and deceit. This word might also be translated liars”
(= Mengatakan satu hal kepada satu orang, dan hal yang lain kepada orang yang
lain, tentang pokok yang sama. Ini adalah kemunafikan dan penipuan. Kata ini
juga bisa diterjemahkan ‘pendusta-pendusta’).
Barnes’
Notes: “‘Not
double-tongued.’ The word here used dilogos
- does not occur elsewhere in the New Testament. It means, properly,
uttering the same thing twice (from dis
and legoo),
and then deceitful, or speaking one thing and meaning another. They should be
men who can be relied on for the exact truth of what they say, and for the exact
fulfillment of their promises”
[= ‘Jangan bercabang lidah’. Kata yang digunakan di sini DILOGOS - tidak
muncul di tempat lain manapun dalam Perjanjian Baru. Itu berarti, mengucapkan
hal yang sama dua kali (dari DIS dan LEGOO), dan lalu bersifat menipu, atau
mengatakan satu hal tetapi memaksudkan hal yang lain. Mereka (diaken-diaken)
harus adalah orang-orang yang bisa disandari untuk kebenaran yang persis dari
apa yang mereka katakan, dan untuk penggenapan persis dari janji-janji mereka].
3)
‘Jangan penggemar anggur’.
KJV:
‘not given to much wine’ (= tidak cenderung pada banyak anggur).
RSV:
‘not addicted to much wine’ (= tidak mencandu pada banyak anggur).
NIV: ‘not indulging in much wine’
(= tidak menuruti keinginannya dalam banyak anggur).
NASB:
‘not ... addicted
to much wine’ (= tidak ... mencandu pada banyak anggur).
Ingat
bahwa orang Kristen, termasuk diaken, penatua, dan bahkan pendeta, tidak
dilarang minum anggur (bdk. Yoh 2:1-11 Mat
26:27-29 1Tim 5:23). Yang dilarang adalah minum kebanyakan, sehingga
mabuk / merusak kesehatan, atau mencandu pada anggur.
4)
‘Jangan serakah’.
KJV:
‘not greedy of filthy lucre’ (= tidak tamak pada uang kotor).
RSV:
‘not greedy for gain’ (= tidak tamak untuk keuntungan).
NIV: ‘not pursuing dishonest gain’
(= tidak mengejar keuntungan yang tidak jujur).
NASB:
‘not ... fond
of sordid gain’ (= tidak ... senang keuntungan yang kotor).
Matthew
Henry: “‘Not
greedy of filthy lucre;’ this would especially be bad in the deacons, who were
entrusted with the church’s money, and, if they were covetous and greedy of
filthy lucre, would be tempted to embezzle it, and convert that to their own use
which was intended for the public service” (= ‘Tidak tamak pada uang kotor’; ini khususnya buruk dalam diri
para diaken, yang dipercayai uang gereja, dan jika mereka tamak dan loba / rakus
pada uang kotor, mereka akan dicobai untuk menggelapkan uang dan memindahkannya
pada pnggunaan mereka sendiri apa yang dimaksudkan untuk pelayanan umum).
Jamieson,
Fausset & Brown:
“‘Not
greedy of filthy (base) lucre’ - not abusing a spiritual office to subserve
covetousness (1 Peter 5:2). The deacon’s office of collecting and distributing
alms would render this a necessary qualification”
[= ‘Tidak tamak pada uang kotor’ - tidak menyalah-gunakan jabatan / tugas
rohani untuk melayani ketamakan (1Pet 5:2). Tugas diaken untuk mengumpulkan dan
membagikan sedekah menyebabkan hal ini merupakan persyaratan yang perlu].
1Pet
5:2 - “Gembalakanlah kawanan domba Allah yang ada padamu, jangan dengan
paksa, tetapi dengan sukarela sesuai dengan kehendak Allah, dan jangan karena
mau mencari keuntungan, tetapi dengan pengabdian diri”.
KJV:
‘not for filthy lucre’ (= bukan untuk uang kotor).
5)
‘Orang yang memelihara rahasia
iman dalam hati nurani yang suci’.
KJV:
‘Holding the mystery of the faith in a pure conscience’ (= Memegang
misteri iman dengan hati nurani yang murni).
RSV:
‘they must hold the mystery of the faith with a clear conscience’ (=
mereka harus memegang misteri iman dengan hati nurani yang bersih).
NIV: ‘They must keep hold of the deep truths of the
faith with a clear conscience’ (= Mereka harus memegang kebenaran yang
dalam dari iman dengan hati nurani yang bersih).
NASB:
‘holding
to the mystery of the faith with a clear conscience’
(= memegang misteri iman dengan hati nurani yang bersih).
Calvin:
“As if
he had said, ‘Holding the pure doctrine of religion, and that from the heart,
with a sincere fear of God;’ or, ‘Being well instructed in the faith, so as
not to be ignorant of anything which it is necessary for Christians to know.’
He gives to the sum of Christian doctrine the honorable appellation of ‘a
mystery;’ as indeed God, through the
gospel, reveals to men on earth a wisdom which angels in heaven behold with
admiration, and, therefore, we need not wonder if it exceed human capacity”
(= Seakan-akan ia mengatakan, ‘Memegang ajaran agama yang murni, dan itu dari
hati, dengan rasa takut yang tulus akan Allah’; atau, ‘Telah diajar dengan
baik dalam iman, sehingga bukannya tidak tahu tentang apapun yang penting untuk
diketahui orang Kristen’. Ia memberikan inti sari dari ajaran Kristen sebutan
terhormat ‘suatu misteri’; karena melalui injil Allah memang menyatakan /
menyingkapkan kepada orang-orang di bumi suatu hikmat yang dipandang oleh
malaikat-malaikat di surga dengan kekaguman, dan karena itu, kita tidak perlu
heran kalau itu melampaui kapasitas / pikiran manusia).
Calvin:
“Thus he wishes that deacons should be well instructed in ‘the mystery
of faith;’ because, although they; do not hold the office of
teaching, yet it would be exceedingly absurd to hold a public office in
the Church, while they were ill informed in the Christian faith, more especially
since they must frequently be laid under the necessity of administering advice
and consolation” (= Lalu ia ingin supaya para diaken diajar dengan
benar dalam misteri iman; karena sekalipun mereka tidak memegang tugas mengajar,
tetapi merupakan sesuatu yang sangat menggelikan untuk memegang suatu tugas /
jabatan dalam Gereja, sementara mereka diajar secara buruk dalam iman Kristen,
khususnya karena mereka harus sering memberikan nasehat dan penghiburan).
Barnes’
Notes: “The
word ‘faith’ here, is synonymous with ‘the gospel;’ and the sense is,
that he should hold firmly the great doctrines of the Christian religion ... The
reason is obvious. Though not a preacher, yet his influence and example would be
great, and a man who held material error ought not to be in office”
[= Kata ‘iman’ di sini sama artinya dengan ‘injil’; dan artinya adalah,
bahwa ia (diaken)
harus memegang teguh ajaran-ajaran besar / utama dari agama Kristen ...
Alasannya jelas. Sekalipun bukan seorang pengkhotbah, tetapi pengaruh dan
teladannya besar, dan seseorang yang memegang / mempercayai kesalahan tidak
seharusnya ada dalam jabatan].
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“Deacons
must understand Christian doctrine and obey it with a good conscience. It is not
enough to sit in meetings and decide how to ‘run the church.’ They must
base their decisions on the Word of God, and they must back up their
decisions with godly lives. I have noticed that some church officers know
their church constitutions better than they know the Word of God. While it
is good to have bylaws and regulations that help maintain order, it is important
to manage the affairs of a church on the basis of the Word of God. The
Scriptures were the ‘constitution’ of the early church! A deacon who does
not know the Bible is an obstacle to progress in a local assembly. A pastor
friend of mine, now home with the Lord, took a church that was a split from an
other church and constantly at war with itself. From what he told me, their
business meetings were something to behold! The church constitution was revered
almost as much as the Bible. The people called it ‘the green book.’ My
friend began to teach the people the Word of God, and the Spirit began to make
changes in lives. But the enemy went to work and stirred up some officers to
defy their pastor in a meeting. ‘You aren’t following the green book!’
they said. My friend lifted his Bible high and asked, ‘Are we going to obey
the Word of God, or a green book written by men?’ This was a turning point
in the church, and then God blessed with wonderful growth and power. A deacon
who does not know the Word of God cannot manage the affairs of the church of
God. A deacon who does not live the Word of God, but has a ‘defiled
conscience,’ cannot manage the church of God. Simply because a church
member is popular, successful in business, or generous in his giving does not
mean he is qualified to serve as a deacon” (= Diaken-diaken harus
mengerti ajaran Kristen dan mentaatinya dengan hati nurani yang baik. Tidak
cukup untuk duduk dalam rapat dan memutuskan bagaimana untuk ‘menjalankan
gereja’. Mereka harus mendasarkan keputusan-keputusan mereka pada Firman
Allah, dan mereka harus mendukung keputusan-keputusan mereka dengan hidup
mereka yang saleh. Saya telah memperhatikan bahwa beberapa / sebagian dari
pejabat-pejabat gereja lebih tahu tentang tata gereja mereka dari pada tentang
Firman Allah. Sekalipun merupakan sesuatu yang baik untuk mempunyai
peraturan-peraturan untuk kalangan sendiri dan peraturan-peraturan yang membantu
keteraturan, adalah penting untuk mengurus urusan-urusan gereja berdasarkan
Firman Allah. Kitab Suci merupakan ‘Undang-undang’ dari gereja mula-mula!
Seorang diaken yang tidak mengetahui Alkitab merupakan suatu halangan kemajuan
dalam suatu gereja lokal. Seorang teman saya yang adalah seorang pendeta, yang
sekarang sudah meninggal, mengambil suatu gereja yang merupakan pecahan dari
gereja lain dan terus menerus berperang dengan dirinya sendiri. Dari apa yang ia
ceritakan kepada saya, rapat kesibukan mereka merupakan sesuatu yang harus
diperhatikan! Undang-undang / tata gereja dihormati hampir sama seperti Alkitab.
Orang-orang menyebut tata gereja itu ‘buku hijau’. Teman saya itu mulai
mengajar mereka Firman Allah, dan Roh mulai mengubah diri mereka. Tetapi musuh
bekerja dan menggerakkan beberapa pejabat untuk menentang pendeta mereka dalam
suatu rapat. ‘Engkau tidak mengikuti buku hijau!’, kata mereka. Teman
saya mengangkat Alkitabnya tinggi-tinggi dan bertanya, ‘Apakah kita akan
mentaati Firman Allah, atau buku hijau yang ditulis oleh manusia?’ Ini
merupakan titik balik dalam gereja itu, dan lalu Allah memberkati dengan
pertumbuhan dan kuasa yang indah / hebat. Seorang diaken yang tidak mengetahui
Firman Allah tidak bisa mengurus urusan-urusan gereja Allah. Seorang diaken yang
tidak hidup sesuai dengan Firman Allah, tetapi mempunyai suatu ‘hati nurani
yang kotor / rusak’, tidak bisa mengurus gereja Allah. Hanya karena seorang
anggota gereja itu populer, sukses dalam bisnis, atau murah hati dalam memberi,
tidak berarti bahwa ia memenuhi syarat untuk melayani sebagai diaken).
6)
‘Tak bercacat’.
Ay 10:
“Mereka juga harus diuji
dahulu, baru ditetapkan dalam pelayanan itu setelah ternyata mereka tak
bercacat”.
Calvin:
“‘And let those be first tried.’ He
wishes that they who are chosen should not be unknown, but that their integrity
should be ascertained, like that of the bishops. And hence it is evident, that they
are called ‘blameless’ who
are not stained by any marked vice. Besides, this trial is not for a single hour, but consists in long
experience. In a word, when deacons are to be ordained, the choice must not fall
at random, and without selection, on any that come to hand, but those men are to
be chosen who are approved by their past life in such a manner that, after what
may be called full inquiry, they are ascertained to be well qualified”
[= ‘Mereka juga harus diuji
dahulu’. Ia ingin bahwa mereka yang dipilih bukan orang yang tak dikenal,
tetapi bahwa kelurusan / kejujuran mereka harus dipastikan, seperti dalam hal
uskup / tua-tua (bdk 1Tim 2:2). Dan karena itu adalah jelas bahwa mereka
disebut ‘tak bercacat’ yang tidak dinodai / dicemarkan oleh kejahatan
menyolok apapun. Disamping, ujian ini bukan untuk satu jam, tetapi terdiri
dari pengalaman yang lama. Singkatnya, pada saat diaken-diaken akan ditahbiskan,
pemilihan tidak boleh jatuh secara acak, dan tanpa seleksi, kepada siapapun yang
datang mendekat, tetapi orang-orang yang dipilih itu harus direstui oleh
kehidupan lalu mereka sedemikian rupa sehingga, setelah apa yang disebut
penyelidikan penuh, dipastikan bahwa mereka memenuhi syarat dengan baik].
Catatan:
Kata-kata ‘tak
bercacat’ di sini menggunakan kata Yunani yang berbeda dengan ‘tak
bercacat’ dalam ay 2, tetapi maksudnya tak terlalu berbeda. Jelas
artinya bukan ‘suci / tak berdosa’, tetapi tidak ada catatan kejahatan yang
besar / sangat buruk.
Adam
Clarke: “Let
no man be put into an office in the church until he has given full proof of his
sincerity and steadiness, by having been for a considerable time a consistent
private member of the church” (=
Jangan biarkan seseorang dimasukkan ke dalam jabatan dalam gereja sampai ia
telah memberikan bukti penuh dari ketulusan / kesungguhan dan kestabilannya,
dengan selama jangka waktu yang cukup lama telah menjadi anggota gereja yang
tetap).
The
Bible Exposition Commentary: New Testament:
“It
always weakens the testimony of a local church when a member who has not been
proved is made an officer of the church. ‘Maybe Jim will attend church more if
we make him a deacon,’ is a statement that shows ignorance both of Jim and of
the Word of God. An untested Christian is an unprepared Christian. He will
probably do more harm than good if you give him an office in the church”
(= Merupakan sesuatu yang selalu melemahkan kesaksian dari suatu gereja lokal
pada saat seorang anggota yang belum teruji dijadikan pejabat gereja. ‘Mungkin
Jim akan menghadiri gereja lebih sering kalau kita menjadikannya seorang
diaken’, merupakan suatu pernyataan yang menunjukkan ketidak-tahuan baik
tentang Jim maupun tentang Firman Allah. Seorang Kristen yang belum diuji adalah
seorang Kristen yang tidak siap. Ia mungkin akan lebih merusak / merugikan dari
pada membawa kebaikan bagi gereja jika engkau memberinya jabatan dalam gereja).
7)
‘Isteri-isteri’.
a)
Ini merupakan istilah yang sangat dipertentangkan artinya.
Ay 11:
“isteri-isteri”.
KJV/NIV:
‘their wives’ (= istri-istri mereka).
RSV:
‘The women’ (= Perempuan-perempuan).
NASB:
‘Women’
(= Perempuan-perempuan).
Catatan:
kata ‘their’ (= mereka) dalam KJV
dan NIV, sebetulnya tidak ada dalam bahasa Yunaninya. Kata Yunani yang digunakan
di sini hanyalah GUNAIKAS (= women / perempuan-perempuan), dan karena itu lalu muncul
bermacam-macam penafsiran. Ada yang menganggap ini menunjuk kepada ‘seadanya
perempuan kristen’, ada yang menunjuk kepada ‘diaken perempuan’, dan ada
yang menunjuk kepada ‘istri diaken’.
1.
Ada yang menganggap bahwa istilah ini menunjuk kepada istri-istri, baik
dari diaken-diaken maupun uskup-uskup / tua-tua.
Calvin:
“He means the wives both of deacons and of bishops, for they must be
aids to their husbands in their office; which cannot be, unless their behavior
excel that of others” (= Ia memaksudkan istri-istri baik dari diaken
maupun uskup / tua-tua, karena mereka harus menjadi penolong bagi suami-suami
mereka dalam tugas mereka; yang tidak bisa terjadi, kecuali kelakuan mereka
melampaui istri-istri / perempuan-perempuan lain).
Keberatan:
saya menganggap tafsiran ini aneh, karena pembicaraan tentang uskup / tua-tua
sudah selesai (ay 2-7), dan sekarang masuk dalam pembicaraan tentang diaken (ay
8-12).
2.
Ada yang menganggap ini menunjuk kepada seadanya perempuan kristen.
Adam
Clarke: “I
believe the apostle does not mean here the wives either of the bishops or deacons
in particular, but the Christian women in general” (= Saya percaya sang rasul
tidak memaksudkan di sini istri-istri dari uskup / tua-tua atau diaken secara
khusus, tetapi perempuan-perempuan kristen secara umum).
Catatan:
·
dalam kata-kata selanjutnya Adam Clarke memungkinkan istilah
ini menunjuk pada ‘diaken perempuan’.
·
menurut saya kalau istilah ini diartikan menunjuk kepada
‘seadanya perempuan kristen’, itu merupakan penafsiran yang sama sekali
keluar dari kontextnya, karena yang dibicarakan adalah ‘tua-tua’ (ay 2-7)
dan ‘diaken’ (ay 8-12).
3.
Ada yang menganggap istilah ini menunjuk kepada diaken-diaken perempuan (deaconesses).
Jamieson,
Fausset & Brown:
“‘(Their)
wives’ - rather, ‘women;’ i.e., deaconesses. For there is no reason that
special rules should be laid down as to wives of deacons, and not also as to
wives of bishops. Moreover, if wives of deacons were meant, there seems no
reason for the omission of ‘their.’ Also hoosautoos
‘even so’ (‘likewise,’ 1 Tim 3:8; ‘in like manner,’ 1 Tim 2:9)
denotes a transition to another class of persons. Also the omission of domestic
duties in their case, though they are specified in the man (1 Tim 3:12). There
were doubtless deaconesses at Ephesus, such as Phebe was at Cenchrea (Rom 16:1,
‘servant;’ Greek, deaconess), yet no mention is made of them in this letter,
if not here; whereas, if they be meant, 1 Tim 3 embraces in due proportion all
offices of the church. Naturally, after specifying the deacon’s
qualifications, Paul passes to those of the deaconess”
[= ‘Istri-istri (mereka)’ - lebih tepat, ‘perempuan-perempuan’, yaitu
‘diaken-diaken perempuan’. Karena tidak ada alasan bahwa peraturan-peraturan
khusus diberikan kepada istri-istri diaken tetapi tidak kepada istri-istri dari
uskup / tua-tua. Lebih lagi, seandainya yang dimaksudkan adalah istri-istri
diaken, kelihatannya tidak ada alasan untuk penghapusan / tidak adanya kata ‘their’
(mereka). Juga HOOSAUTOOS, ‘bahkan demikian juga’ (‘demikian juga’, 1Tim
3:8; ‘dengan cara yang sama’, 1Tim 2:9) menunjukkan suatu peralihan
ke suatu golongan orang yang lain. Juga penghapusan / tidak adanya
kewajiban-kewajiban dalam rumah tangga dalam kasus mereka, sekalipun hal-hal itu
ditentukan dalam diri diaken laki-laki (1Tim 3:12). Tak diragukan bahwa ada
diaken-diaken perempuan di Efesus, seperti Febe di Kengkrea (Ro 16:1,
‘pelayan’; Yunani, ‘diaken perempuan’), tetapi tidak ada penyebutan
tentang mereka dalam surat ini, jika tidak di sini; sedangkan, jika mereka yang
dimaksudkan, 1Tim 3 mencakup dengan proporsi yang tepat semua jabatan gereja.
Adalah wajar, setelah menentukan persyaratan-persyaratan diaken laki-laki,
Paulus berpindah ke persyaratan-persyaratan diaken perempuan].
A.
T. Robertson: “‘Women’.
gunaikas. ... Apparently ‘women
as deacons’ (Rom 16:1 about Phoebe) and not women in general or just ‘wives
of deacons.’” [= ‘Perempuan-perempuan’. GUNAIKAS. ... Jelas
‘perempuan-perempuan sebagai diaken-diaken’ (Ro 16:1 tentang Febe) dan bukan
perempuan-perempuan secara umum atau sekedar ‘istri-istri diaken’].
Ro 16:1
- “Aku meminta perhatianmu terhadap Febe, saudari kita yang melayani
jemaat di Kengkrea”.
KJV:
‘which is a servant of the church’ (= yang adalah seorang
pelayan gereja).
Kata
‘servant’ (= pelayan)
diterjemahkan dari kata Yunani DIAKONON.
Keberatan:
agak aneh, kalau dalam ay 8-10 Paulus berbicara tentang persyaratan-persyaratan
diaken laki-laki, lalu dalam ay 11 ia berbicara tentang
persyaratan-persyaratan diaken-diaken perempuan, dan lalu dalam ay 12
kembali lagi pada persyaratan-persyaratan diaken laki-laki.
Ay 8-12:
“(8) Demikian juga diaken-diaken
haruslah orang terhormat, jangan bercabang lidah, jangan penggemar anggur,
jangan serakah, (9) melainkan orang yang memelihara rahasia iman dalam hati
nurani yang suci. (10) Mereka juga harus diuji dahulu, baru ditetapkan dalam
pelayanan itu setelah ternyata mereka tak bercacat. (11) Demikian pula
isteri-isteri hendaklah orang terhormat, jangan pemfitnah, hendaklah dapat
menahan diri dan dapat dipercayai dalam segala hal. (12) Diaken haruslah suami
dari satu isteri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.”.
4.
Istilah ini menunjuk kepada istri-istri diaken.
Barnes’
Notes: “... the
common interpretation, which makes it refer to the wives of deacons, as such, is
to be adhered to, seems to me to be clear. Because: (1) it is the obvious and
natural interpretation. (2) The word here used - ‘wives’ - is never used of
itself to denote deaconesses. (3) If the apostle had meant deaconesses, it would
have been easy to express it without ambiguity; ... (4) What is here mentioned
is important, whether the same thing is mentioned of bishops or not. (5) In the
qualifications of bishops, the apostle had made a statement respecting his
family, which made any specification about the particular members of the family
unnecessary” [= ... penafsiran yang umum, yang membuat istilah ini
menunjuk kepada istri-istri diaken, harus diikuti, bagi saya terlihat jelas.
Karena (1) itu merupakan penafsiran yang jelas dan wajar / alamiah. (2) Kata
yang digunakan di sini - ‘istri-istri’ - tidak pernah digunakan untuk
menunjuk kepada diaken-diaken perempuan. (3) Jika sang rasul memaksudkan
diaken-diaken perempuan, merupakan sesuatu yang mudah untuk menyatakan hal itu
tanpa arti ganda / yang meragukan; ... (4) Apa yang di sini disebutkan merupakan
sesuatu yang penting, apakah hal-hal yang sama disebutkan tentang uskup /
tua-tua atau tidak. (5) Dalam persyaratan-persyaratan uskup / tua-tua, sang
rasul telah membuat pernyataan berkenaan dengan keluarganya, yang membuat tidak
perlu ada ketentuan apapun tentang anggota-anggota tertentu dari keluarga].
Dari
4 pandangan ini saya secara mutlak menolak yang pertama dan kedua. Yang ketiga
dan keempat sama-sama memungkinkan, tetapi kalau harus memilih, saya memilih
yang ke 4, yang mengatakan bahwa istilah ini menunjuk kepada ‘istri-istri
diaken’. Saya berpendapat bahwa argumentasi dari Albert Barnes di atas ini
sangat kuat.
b)
Ada 4 persyaratan yang ditentukan untuk kelompok ini.
1.
‘Orang terhormat’.
KJV:
‘grave’ (= sungguh-sungguh / serius).
RSV:
‘serious’ (= serius).
NIV: ‘worthy of respect’
(= layak dihormati).
NASB:
‘dignified’
(= bermartabat / agung).
Ini
menggunakan istilah yang sama seperti dalam ay 8.
2.
‘Jangan pemfitnah’.
KJV:
‘not slanderers’ (= bukan pemfitnah).
RSV:
‘no slanderers’ (= bukan pemfitnah).
NIV: ‘not malicious talkers’
(= bukan pembicara dengki / jahat).
NASB:
‘not
malicious gossips’ (= bukan penggosip dengki / jahat).
Adam
Clarke: “‘Not
slanderers.’ Mee diabolous.
Literally, ‘not devils.’ ... This may be properly enough translated
slanderers, backbiters, tale-bearers, etc., for all these are of their father,
the Devil, ... Let all such, with the vast tribe of calumniators and dealers in
scandal, remember that the apostle ranks them all with malicious, fallen
spirits; a consideration which one would suppose might be sufficient to deter
them from their injurious and abominable conduct”
(= ‘bukan pemfitnah’. MEE DIABOLOUS. Secara hurufiah, ‘bukan
iblis-iblis’. ... Ini secara benar bisa diterjemahkan ‘pemfitnah’,
‘penggigit dari belakang / pemfitnah’, ‘penggunjing / tukang ngrasani’,
dsb., karena hal-hal ini adalah dari bapa mereka, sang Iblis, ... Hendaklah
orang-orang seperti itu, bersama dengan kelompok yang luas dari pemfitnah dan
pembagi skandal, mengingat bahwa sang rasul menggolongkan mereka semua dengan
roh-roh jahat yang telah terjatuh; suatu pertimbangan / renungan yang dianggap
mungkin cukup untuk menahan mereka dari tingkah laku mereka yang berbahaya /
merugikan dan sangat buruk).
Barnes’
Notes: “‘Not
slanderers.’ compare Titus 2:3, ‘Not false accusers.’ The Greek word is
diabolous -
‘devils.’ It is used here in its original and proper sense, to denote a
‘calumniator,’ ‘slanderer,’ or ‘accuser.’ It occurs in the same
sense in 2 Tim 3:3, and Titus 2:3. Elsewhere in the New Testament, it is
uniformly rendered ‘devil’ (compare notes, Matt 4:1), and is given to Satan,
the prince of the fallen angels (Matt 9:34), by way of eminence, as ‘the
accuser;’ compare notes on Job 1:6-11, and Rev 12:10”
[= ‘Bukan pemfitnah’. bdk. Tit 2:3, ‘bukan penuduh palsu’. Kata
Yunaninya adalah DIABOLOUS - ‘iblis-iblis’. Kata itu digunakan di sini dalam
arti yang orisinil dan tepat, untuk menunjuk kepada seorang pemfitnah atau
penuduh. Kata itu muncul dengan arti yang sama dalam 2Tim 3:3, dan Tit 2:3. Di
tempat lain dalam Perjanjian Baru, kata itu secara seragam diterjemahkan
‘iblis’ (bandingkan catatan, Mat 4:1), dan diberikan kepada Setan / Iblis,
pangeran dari malaikat-malaikat yang jatuh (Mat 9:34), sebagai yang paling
utama, seperti ‘si penuduh / pendakwa’; bandingkan catatan tentang Ayub
1:6-11, dan Wah 12:10].
William
Hendriksen: “It is also easily understood why Paul would emphasize that
women who do the rounds of the church in performing loving ministries must not
be gossipers. ... Those who slander imitate the evil one, whose very name is
DIABOLOS, that is, slanderer” (= Juga dengan mudah dimengerti mengapa
Paulus menekankan bahwa perempuan-perempuan yang berkeliling gereja dalam
melaksanakan pelayanan kasih tidak boleh merupakan tukang-tukang gosip. ...
Mereka yang memfitnah meniru si jahat, yang namanya adalah DIABOLOS, yaitu
‘pemfitnah’) - hal 133.
3.
‘Dapat menahan diri’.
KJV:
‘sober’ (= waras / bijaksana).
RSV/NIV/NASB:
‘temperate’ (= tenang / berkepala dingin).
Kata
ini dalam bahasa Yunaninya sama dengan yang juga diterjemahkan ‘dapat
menahan diri’ dalam 1Tim 3:2.
4.
‘Dapat dipercayai dalam segala
hal’.
KJV/RSV/NASB:
‘faithful in all things’ (= setia dalam segala hal).
NIV: ‘trustworthy in everything’
(= dapat dipercaya dalam segala sesuatu).
Barnes’
Notes: “‘Faithful
in all things.’ To their husbands, to their families, to the church, to the
Saviour”
(= ‘Setia dalam segala hal’. Kepada suami mereka, kepada keluarga mereka,
kepada gereja, kepada sang Juruselamat).
Catatan:
setia kepada gereja boleh, asal tetap setia kepada Tuhan. Kalau gerejanya
menyimpang / menjadi sesat, maka setia kepada gereja berarti tidak setia kepada
Tuhan!
8)
‘Suami dari satu isteri’.
KJV/RSV:
‘the husband of one wife’ (= suami dari satu istri).
NIV: ‘the husband of but one wife’
(= suami dari hanya satu istri).
NASB:
‘husbands
of only
one wife’
(= suami dari hanya satu istri).
Ini
juga sama dengan ay 2, dan sudah dibahas di sana.
9)
‘Mengurus anak-anaknya dan
keluarganya dengan baik’.
KJV:
‘ruling their children and their own houses well’ (= memerintah
anak-anak mereka dan rumah tangga mereka dengan baik).
RSV:
‘let them manage their children and their households well’ (=
hendaklah mereka mengurus anak-anak mereka dan rumah tangga mereka dengan baik).
Ini
mirip / hampir sama dengan ay 4.
-o0o-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali