Khotbah Eksposisi
1 Petrus 3:18-22(3)
Pdt. Budi Asali, M.Div.
Ay 18b-20: “(18b) Ia, yang telah dibunuh dalam keadaanNya sebagai manusia, tetapi yang telah dibangkitkan menurut Roh, (19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.
Hal-hal lain yang bisa didapatkan dari ay 18b-20 ini:
1) “dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil”.
Barnes’ Notes: “if Christ preached to the pagan world in the time of Noah, for the same reason it may be regarded as true that all the messages which are brought to people, calling them to repentance, in any age or country, are through him. Thus, it was Christ who spake by the prophets and by the apostles; and thus he speaks now by his ministers” (= Jika Kristus berkhotbah kepada dunia kafir pada jaman Nuh, dengan alasan yang sama bisa dianggap sebagai benar bahwa semua berita-berita yang dibawa kepada orang-orang, untuk memanggil mereka kepada pertobatan, di setiap jaman atau negara, adalah melalui Dia. Karena itu, Kristuslah yang berbicara oleh nabi-nabi dan oleh rasul-rasul; dan karena itu Ia berbicara sekarang oleh pelayan-pelayanNya).
Jadi, sampai jaman sekarangpun Yesus berbicara melalui pelayan-pelayanNya, pada waktu pelayan-pelayanNya memberitakan Injil / Firman Tuhan:
a) Ini membuat kita harus mempunyai keberanian dan wibawa dalam memberitakan Injil / Firman Tuhan.
Yer 1:4-10 - “(4) Firman TUHAN datang kepadaku, bunyinya: (5) ‘Sebelum Aku membentuk engkau dalam rahim ibumu, Aku telah mengenal engkau, dan sebelum engkau keluar dari kandungan, Aku telah menguduskan engkau, Aku telah menetapkan engkau menjadi nabi bagi bangsa-bangsa.’ (6) Maka aku menjawab: ‘Ah, Tuhan ALLAH! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.’ (7) Tetapi TUHAN berfirman kepadaku: ‘Janganlah katakan: Aku ini masih muda, tetapi kepada siapapun engkau Kuutus, haruslah engkau pergi, dan apapun yang Kuperintahkan kepadamu, haruslah kausampaikan. (8) Janganlah takut kepada mereka, sebab Aku menyertai engkau untuk melepaskan engkau, demikianlah firman TUHAN.’ (9) Lalu TUHAN mengulurkan tanganNya dan menjamah mulutku; TUHAN berfirman kepadaku: ‘Sesungguhnya, Aku menaruh perkataan-perkataanKu ke dalam mulutmu. (10) Ketahuilah, pada hari ini Aku mengangkat engkau atas bangsa-bangsa dan atas kerajaan-kerajaan untuk mencabut dan merobohkan, untuk membinasakan dan meruntuhkan, untuk membangun dan menanam.’”.
Kel 4:10-16 - “(10) Lalu kata Musa kepada TUHAN: ‘Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hambaMupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.’ (11) Tetapi TUHAN berfirman kepadanya: ‘Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni TUHAN? (12) Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.’ (13) Tetapi Musa berkata: ‘Ah, Tuhan, utuslah kiranya siapa saja yang patut Kauutus.’ (14) Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap Musa dan Ia berfirman: ‘Bukankah di situ Harun, orang Lewi itu, kakakmu? Aku tahu, bahwa ia pandai bicara; lagipula ia telah berangkat menjumpai engkau, dan apabila ia melihat engkau, ia akan bersukacita dalam hatinya. (15) Maka engkau harus berbicara kepadanya dan menaruh perkataan itu ke dalam mulutnya; Aku akan menyertai lidahmu dan lidahnya dan mengajarkan kepada kamu apa yang harus kamu lakukan. (16) Ia harus berbicara bagimu kepada bangsa itu, dengan demikian ia akan menjadi penyambung lidahmu dan engkau akan menjadi seperti Allah baginya”.
b) Ini membuat kita tidak boleh bersikap sembarangan pada waktu mendengar Firman Tuhan yang disampaikan seorang pengkhotbah / pengajar.
Penolakan / sikap yang negatif terhadap Firman Tuhan yang ia sampaikan merupakan penolakan / sikap yang negatif terhadap Kristus sendiri.
Bdk. Luk 10:16 - “Barangsiapa mendengarkan kamu, ia mendengarkan Aku; dan barangsiapa menolak kamu, ia menolak Aku; dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.’”.
2) “kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah”.
Barnes’ Notes: “The meaning here is, that they did not obey the command of God when he called them to repentance by the preaching of Noah. Compare 2 Pet. 2:5, where Noah is called ‘a preacher of righteousness.’” (= Artinya di sini adalah, bahwa mereka tidak mentaati perintah Allah pada waktu Ia memanggil mereka kepada pertobatan oleh khotbah dari Nuh. Bandingkan dengan 2Pet 2:5, dimana Nuh disebut ‘pemberita kebenaran’).
2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.
Ketidak-taatan orang-orang pada jaman Nuh terlihat dari:
Alexander Nisbet mengatakan (hal 146) bahwa sekalipun orang-orang jaman Nuh itu sangat berdosa, tetapi yang ditekankan di sini (ay 20) sebagai penyebab utama masuknya mereka ke dalam penjara / neraka adalah ketidak-taatan mereka kepada Injil, yang diberitakan oleh Nuh kepada mereka.
3) “ketika Allah tetap menanti dengan sabar”.
a) Kesabaran Allah menyebabkan Ia menanti selama 120 tahun sebelum Ia menghukum dunia dengan air bah.
Jay E. Adams: “In verse 20, Peter tells us why these disembodied spirits are now being punished by imprisonment: it is because they disobeyed God’s word at that time when God’s patience was waiting in the days of Noah, while he was building an ark. During the 120 years prior to the flood, God’s Spirit was at work with men (Gen 6:3) presumably through Noah’s preaching. God’s patience is great; He waited 120 years, during which Noah also was building the ark” [= Dalam ayat 20, Petrus memberitahu kita mengapa roh-roh yang sudah terpisah dari tubuhnya ini sekarang dihukum dalam penjara: yaitu karena mereka tidak mentaati Firman Allah pada saat itu dimana kesabaran Allah sedang menunggu pada jaman Nuh, sementara ia sedang membangun sebuah bahtera. Selama 120 tahun sebelum air bah, Roh Allah bekerja dengan manusia (Kej 6:3) jelas melalui khotbah dari Nuh. Kesabaran Allah besar; Ia menunggu 120 tahun, dan selama waktu itu Nuh juga membangun bahtera] - ‘Trust and Obey: A Practical Commentary on First Peter’, hal 115.
Kej 6:3 memang menunjukkan bahwa Allah memberi waktu 120 tahun untuk bertobat.
Kej 6:3 - “Berfirmanlah TUHAN: ‘RohKu tidak akan selama-lamanya tinggal di dalam manusia, karena manusia itu adalah daging, tetapi umurnya akan seratus dua puluh tahun saja.’”.
1. ‘tinggal’.
RSV: ‘abide’ (= tinggal).
NIV: ‘contend with’ (= berjuang, menghadapi).
KJV/NASB: ‘strive with’ (= berjuang, berusaha keras).
Jadi arti bagian ini adalah: Roh Kudus tidak akan bekerja dalam diri manusia (menegur, mengekang dari dosa, dsb) untuk selama-lamanya.
2. ‘karena manusia adalah daging’.
‘Roh’ dikontraskan dengan ‘daging’. Karena manusia berdosa, Roh Kudus tidak akan selama-lamanya bekerja dalam diri manusia.
3. ‘umurnya akan 120 tahun saja’.
Ada dua penafsiran tentang bagian ini:
a. Usia manusia yang tadinya ratusan tahun (Kej 5) dipotong sehingga hanya tinggal 120 tahun.
Keberatan: Teori ini tidak mungkin karena dalam Kej 11:10-26; 25:7; 47:9,28 usia manusia masih diatas 120 tahun. Juga penafsiran ini tidak sesuai dengan arah ayat itu.
b. Tuhan memberi waktu 120 tahun sebelum menjatuhkan hukuman.
Problem dengan teori ini: jangka waktu dari Kej 5:32 (Nuh berumur 500 tahun) sampai Kej 7:11 (Nuh berumur 600 tahun) hanya 100 tahun.
Ada beberapa kemungkinan untuk membereskan problem ini:
· waktu yang 120 tahun itu dipotong lagi 20 tahun karena dosa makin banyak.
· Bilangan 500 dalam Kej 5:32 adalah pembulatan (seharusnya 480). Kita tidak bisa mengatakan bahwa bilangan 600 dalam Kej 7:11 itu yang merupakan pembulatan (seharusnya 620), karena Kej 9:28-29 - “Nuh masih hidup tiga ratus lima puluh tahun sesudah air bah. Jadi Nuh mencapai umur sembilan ratus lima puluh tahun, lalu ia mati”.
· Kej 6:3 terjadi 20 tahun sebelum Kej 5:32; jadi penceritaannya tidak khronologis.
Saya memilih pandangan kedua ini.
b) Adanya kesabaran Allah ini di satu sisi memang menguntungkan, karena memberi kesempatan bagi manusia untuk bertobat, tetapi pada sisi yang lain, ini menyebabkan kejahatan / ketidak-taatan / penolakan orang-orang yang tak mau bertobat ini menjadi makin tidak bisa dimaafkan / makin berat hukumannya.
c) Allah memang sabar, tetapi ada saat dimana kesabaranNya berakhir, dan keadilanNya dijalankan.
Hal ini harus ditekankan kepada orang-orang yang tidak percaya atau orang-orang yang jahat, karena mereka biasanya malah makin berani berbuat dosa kalau Allah menunda penghukumanNya.
Ro 2:4-5 - “(4) Maukah engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun engkau kepada pertobatan? (5) Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat, engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman Allah yang adil akan dinyatakan”.
d) Nisbet juga mengatakan bahwa kalau dulu Allah sabar selama 120 tahun, maka sekarang, pada waktu Petrus menuliskan bagian ini, setelah peristiwa jaman Nuh itu berlalu ribuan tahun, Ia tetap mengingat dosa / ketidak-taatan / penolakan mereka.
Tuhan memang tidak mengingat-ingat dosa dari orang-orang tertentu (Yes 43:25 Maz 103:9-12), tetapi itu bisa terjadi karena jasa penebusan Kristus diberlakukan terhadap orang-orang tersebut, karena mereka adalah orang-orang yang beriman. Untuk orang-orang yang tidak beriman / menolak Injil, Tuhan mengingat dosa-dosa mereka selama-lamanya.
4) “waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya”.
Nuh mempersiapkan bahtera selama 120 tahun, dan selama itu orang-orang pada saat itu pasti mengejeknya habis-habisan. Ini semua menunjukkan hebatnya iman dan ketekunan Nuh.
5) “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.
a) Saya tidak mengerti bagaimana dengan adanya kalimat ini, Adam Clarke bisa yakin bahwa pada saat hujan mulai turun, banyak dari orang-orang di luar bahtera yang bertobat dan sekalipun mereka tetap mati secara jasmani, tetapi mereka diselamatkan secara rohani. Perhatikan apa yang ia katakan di bawah ini:
Adam Clarke: “only Noah’s family believed; these amounted to eight persons; and these only were saved from the deluge ... all the rest perished in the water; though many of them, while the rains descended, and the waters daily increased, did undoubtedly humble themselves before God, call for mercy, and receive it; but as they had not repented at the preaching of NOAH, and the ark was now closed, and the fountains of the great deep broken up, they lost their lives, though God might have extended mercy to their souls” (= hanya keluarga Nuh yang percaya; ini berjumlah 8 orang; dan hanya ini yang diselamatkan dari aih bah ... semua sisanya binasa dalam air; sekalipun banyak dari mereka, sementara hujan turun, dan air naik setiap hari, secara tak diragukan merendahkan diri mereka sendiri di hadapan Allah, meminta belas kasihan, dan menerimanya; tetapi karena mereka tidak bertobat pada saat Nuh berkhotbah, dan bahtera sekarang tertutup, dan sumber / mata air terbelah, mereka kehilangan nyawa mereka, sekalipun Allah bisa memperluas belas kasihan kepada jiwa-jiwa mereka).
Pandangan Clarke ini sedikitpun tidak punya dasar Kitab Suci, dan bahkan bertentangan dengan:
1. 1Pet 3:19-20 - “(19) dan di dalam Roh itu juga Ia pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara, (20) yaitu kepada roh-roh mereka yang dahulu pada waktu Nuh tidak taat kepada Allah, ketika Allah tetap menanti dengan sabar waktu Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:
· Roh-roh itu dikatakan dalam penjara, yang jelas berarti neraka.
· Roh-roh itu jelas dikontraskan dengan Nuh dan keluarganya, yang diselamatkan.
· kesabaran Allah digambarkan ada hanya selama Nuh sedang mempersiapkan bahteranya, tidak setelah bahtera selesai dan hujan mulai turun. Karena itu kita bisa menyimpulkan bahwa pada saat bahtera ditutup, dan hujan mulai turun, kesabaran Allah sudah habis, sehingga tidak mungkin Ia lalu masih bekerja dalam diri mereka untuk mempertobatkan mereka, dan memberikan belas kasihan kepada mereka.
2. Luk 17:26-30 - “(26) Dan sama seperti terjadi pada zaman Nuh, demikian pulalah halnya kelak pada hari-hari Anak Manusia: (27) mereka makan dan minum, mereka kawin dan dikawinkan, sampai kepada hari Nuh masuk ke dalam bahtera, lalu datanglah air bah dan membinasakan mereka semua. (28) Demikian juga seperti yang terjadi di zaman Lot: mereka makan dan minum, mereka membeli dan menjual, mereka menanam dan membangun. (29) Tetapi pada hari Lot pergi keluar dari Sodom turunlah hujan api dan hujan belerang dari langit dan membinasakan mereka semua. (30) Demikianlah halnya kelak pada hari, di mana Anak Manusia menyatakan diriNya”.
Text ini membandingkan / menyamakan 3 peristiwa, yaitu penghancuran dunia pada jaman Nuh, penghancuran Sodom dan Gomora pada jaman Lot, dan penghancuran dunia pada kedatangan Yesus yang keduakalinya. Pada saat Yesus datang keduakalinya, kita tidak bisa mengatakan bahwa pada saat itu ada orang-orang yang lalu bertobat, karena itu akan bertentangan dengan Wah 6:12-17 - “(12) Maka aku melihat, ketika Anak Domba itu membuka meterai yang keenam, sesungguhnya terjadilah gempa bumi yang dahsyat dan matahari menjadi hitam bagaikan karung rambut dan bulan menjadi merah seluruhnya bagaikan darah. (13) Dan bintang-bintang di langit berjatuhan ke atas bumi bagaikan pohon ara menggugurkan buah-buahnya yang mentah, apabila ia digoncang angin yang kencang. (14) Maka menyusutlah langit bagaikan gulungan kitab yang digulung dan tergeserlah gunung-gunung dan pulau-pulau dari tempatnya. (15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.
Demikian pula pada penghancuran Sodom dan Gomora tidak ada pertobatan. Karena itu jelas bahwa pada penghancuran dunia pada jaman Nuh, juga sama halnya.
3. 2Pet 2:5 - “dan jikalau Allah tidak menyayangkan dunia purba, tetapi hanya menyelamatkan Nuh, pemberita kebenaran itu, dengan tujuh orang lain, ketika Ia mendatangkan air bah atas dunia orang-orang yang fasik”.
Ayat ini mengatakan bahwa yang selamat hanya 8 orang itu, dan ayat ini menyebut sisanya sebagai ‘dunia orang-orang yang fasik’.
4. Ibr 11:7 - “Karena iman, maka Nuh - dengan petunjuk Allah tentang sesuatu yang belum kelihatan - dengan taat mempersiapkan bahtera untuk menyelamatkan keluarganya; dan karena iman itu ia menghukum dunia, dan ia ditentukan untuk menerima kebenaran, sesuai dengan imannya”.
Kata-kata ‘menyelamatkan keluarganya’ kelihatannya dikontraskan dengan ‘menghukum dunia’.
Dari ayat-ayat ini harus disimpulkan bahwa memang hanya Nuh dan keluarga (total 8 orang) yang selamat, sedangkan semua yang lain bukan hanya mati karena air bah, tetapi juga tidak diselamatkan (secara rohani).
b) Bahwa hanya ada 8 orang yang selamat pada jaman Nuh, menunjukkan bahwa Tuhan tidak peduli pada demokrasi. Maksudnya, yang sedikit tetapi beriman, diselamatkan; sedangkan yang banyak / mayoritas, tetapi tidak beriman, dibinasakan / dihukum.
Matthew Henry: “the way of the most is neither the best, the wisest, nor the safest way to follow: better to follow the eight in the ark than the eight millions drowned by the flood and damned to hell” (= jalan dari kebanyakan orang bukanlah yang terbaik, yang paling bijaksana, ataupun yang paling aman untuk diikuti: lebih baik mengikuti 8 orang yang di dalam bahtera dari pada 8 juta yang ditenggelamkan oleh air bah dan dihukum di neraka).
Calvin: “we ought not to fear though we be few in number” (= kita tidak boleh takut sekalipun kita sedikit dalam jumlah) - hal 118.
Bandingkan dengan ajaran Katolik yang diberikan oleh Dr. H. Pidyarto O.Carm (Uskup Malang), dalam buku ‘Mempertanggungjawabkan Iman Katolik’, buku IV, hal 34-38, yang saya kutipkan di bawah ini:
“P: Sering kali orang mempersoalkan nasib orang yang beragama lain atau yang tidak dibaptis. Bagaimana ajaran resmi Gereja Katolik dalam hal ini?
J: Saya kira cara yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan Anda adalah mengutip langsung apa yang diajarkan Konsili Vatikan II. Dalam konstitusi dogmatis Lumen Gentium nomer 16 Konsili Vatikan II mengajarkan, ‘Sebab mereka yang tanpa bersalah tidak mengenal Injil Kristus serta Gereja-Nya, tetapi dengan hati tulus mencari Allah, dan berkat pengaruh rahmat berusaha melaksanakan kehendak-Nya yang mereka kenal melalui suara hati dengan perbuatan nyata, dapat memperoleh keselamatan kekal.’
P: Tetapi bukankah Yesus Kristus adalah satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia seperti ada tertulis dalam 1Tim 2:5?
J: Ya, tepat sekali. Tetapi ajaran Konsili Vatikan II tidak bertentangan dengan 1Tim 2:5, sebab kita percaya bahwa Yesus Kristus tetap satu-satunya pengantara antara Allah dan manusia. Hanya saja mereka yang tidak (bisa) mengenal Dia, tetapi yang berusaha mengabdi Allah menurut keyakinan atau menurut agama mereka sendiri, dapat selamat berkat jasa Yesus Kristus yang telah mendamaikan seluruh umat manusia dengan Allah. Meskipun mereka tidak mengenal-Nya, Yesus Kristus telah wafat demi menebus dosa mereka juga. Menurut keyakinan katolik sampainya seorang yang beragama lain ke surga adalah berkat rahmat Yesus Kristus. Kami kira ajaran ini penting. Sebab kalau orang selamat hanya karena percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis, konsekuensinya besar sekali. Berapa banyak orang yang tidak mengenal Yesus Kristus atau yang sudah beragama sebelum mengenal agama kristen? Tak terhitung jumlahnya, bukan? Mereka begitu yakin bahwa agama merekalah yang benar, dan mereka justeru takut masuk neraka kalau pindah ke agama kristen. Maka mereka dengan hati nurani yang tulus mengabdi Allah sesuai dengan keyakinannya itu. Nah, apakah Tuhan Allah yang maha-rahim pasti memasukkan mereka ke dalam neraka? Sulit menerima Allah yang demikian kejam, bukan? Kita harus berhati-hati supaya jangan bersikap seperti banyak orang yang hidup sejaman dengan Yesus. Banyak di antara mereka mengira pasti masuk surga karena mereka itu keturunan Abraham, karena mereka itu bersunat atau karena mereka itu beragama Yahudi. Mereka mengira, bangsa bukan Yahudi pasti masuk neraka. Bukankah Yesus mengecam orang-orang Yahudi semacam itu dengan mengatakan bahwa orang-orang bukan-Yahudi (yang dianggap kafir itu) bahkan bisa ikut mengadili mereka. ‘Pada waktu penghakiman, orang-orang Niniwe akan bangkit bersama-sama angkatan ini dan menghukumnya juga. Sebab orang-orang Niniwe itu bertobat setelah mendengar pemberitaan Yunus, dan sesungguhnya yang ada di sini lebih dari pada Yunus’ (Mat 12:41).
P: Kalau begitu, semua agama itu sama saja. Bukankah orang yang beragama apa pun bisa selamat tanpa percaya kepada Yesus Kristus dan dibaptis?
J: Tidak! Semua agama itu tidak sama saja. Itu indifferentisme agama namanya, artinya paham bahwa tidak ada perbedaan penting antara agama yang satu dengan yang lain. Dengan menganut indifferentisme agama orang bisa pindah agama seenaknya tanpa pikir panjang. Kita tidak bisa menerima paham itu. Agama yang satu berbeda dengan agama yang lain. Setiap pemeluk suatu agama seharusnya merasa yakin bahwa agama yang dianutnyalah yang paling benar dan baik. Kita pun sebagai orang kristen percaya bahwa agama kristenlah agama yang paling benar dan sempurna. Jadi ajaran Konsili Vatikan II (tentang kemungkinan orang untuk selamat tanpa menjadi orang kristen) tidak mengurangi sama sekali tugas Gereja untuk memperkenalkan Injil kepada segala bangsa. Kita tetap wajib memperkenalkan Yesus Kristus, sebab Dia tidak hanya menunjukkan jalan menuju keselamatan, tetapi Dia sendiri adalah Jalan menuju keselamatan. Kita tetap wajib mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama kristen, karena kita yakin bahwa agama kristen memberi jalan yang paling singkat dan pasti menuju keselamatan. Agama kristen adalah jalan yang paling singkat dan pasti untuk mempersatukan manusia dengan Allah secara paling erat-mesra. Agama kristen memungkinkan manusia menerima secara melimpah-ruah kehidupan ilahi yang dibawa oleh Yesus (Yoh 10:10), suatu rahmat yang - menurut keyakinan kita - tidak dapat diberikan oleh agama lain. Akhirnya, baiklah kami kutipkan ajaran Paus Yohanes Paulus II tentang hal ini. Dalam Ensiklik Redemptoris Missio (Tugas Perutusan Penebus) nomer 55 dikatakan, ‘Kenyataan bahwa para pemeluk agama-agama lain dapat menerima rahmat Allah dan dapat diselamatkan oleh Kristus terlepas dari sarana-sarana yang biasa yang telah Dia bangun sendiri, tidaklah demikian saja membatalkan panggilan menuju iman dan pembaptisan yang diinginkan Allah bagi semua orang ... Gereja adalah sarana yang biasa dari keselamatan dan Gereja sendiri memiliki kepenuhan sarana-sarana keselamatan itu.’ Nah, menjadi jelas bahwa semua agama itu tidak sama saja.
P: Bagaimana menerangkan ayat-ayat Injil yang menyatakan bahwa yang bisa sampai kepada Bapa atau bisa selamat hanyalah mereka yang percaya kepada Yesus Kristus yang (dan?) dibaptis? Coba baca Mrk 16:15, ‘Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.’ Baca juga Yoh 3:18, ‘Barangsiapa percaya kepada-Nya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah.’ (bdk. Yoh 8:24; 11:26).
J: Harus kami akui, masalah ini sulit dijawab. Apa yang akan kami katakan di sini hanyalah pendapat pribadi yang bisa salah. Begini jawaban kami. Ajaran Konsili Vatikan II di atas mengandung keyakinan Gereja Katolik bahwa ayat-ayat yang baru saja Anda sebut, yakni Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 tidak perlu ditafsirkan secara hurufiah dan dalam arti mutlak seperti adanya. Dan banyak ayat lain yang serupa itu. Ayat-ayat di atas hanya mau menekankan betapa pentingnya iman kepada Yesus Kristus dan pentingnya pembaptisan. Jadi ayat-ayat tersebut tidak bermaksud mengajarkan bahwa semua orang (tanpa kecuali) yang tidak sempat percaya dan dibaptis pasti binasa. Memang jawaban ini tidak memuaskan. Tapi kita yakin bahwa paus dalam persatuan dengan para uskup se dunia dibimbing oleh Roh Kudus sehingga mereka dapat menafsir Injil dengan benar. Lebih sulit menerima kenyataan bahwa semua orang yang tidak percaya kepada Yesus Kristus (tanpa kecuali dan tanpa pandang bulu) pasti masuk neraka daripada menerima kenyataan bahwa Mrk 16:15 dan Yoh 3:18 merupakan semacam cara untuk menekankan pentingnya iman dan pembaptisan dan bukan dogma mengenai nasib orang yang tidak percaya.”
Perhatikan bahwa dari kata-kata dalam tanya jawab ini, kelihatannya yang menyebabkan adanya pandangan seperti itu adalah bahwa jumlah orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus itu begitu banyak. Kalau Allah menghukum mereka semua, Allah itu kejam. Ini hanya logika manusia yang bodoh dan tidak Alkitabiah.
Bandingkan dengan kata-kata Yesus sendiri dalam Mat 7:13-14 - “(13) Masuklah melalui pintu yang sesak itu, karena lebarlah pintu dan luaslah jalan yang menuju kepada kebinasaan, dan banyak orang yang masuk melaluinya; (14) karena sesaklah pintu dan sempitlah jalan yang menuju kepada kehidupan, dan sedikit orang yang mendapatinya.’”.
Dan mereka lalu membuat penafsiran yang mereka tahu bertentangan dengan ayat-ayat Kitab Suci yang menunjukkan bahwa iman kepada Kristus adalah satu-satunya cara melalui mana manusia bisa diselamatkan, seperti Mark 16:15 dan Yoh 3:18. Saya tidak membahas Mark 16:15, karena itu termasuk dalam bagian yang diragukan keasliannya. Tetapi mari kita memperhatikan Yoh 3:18 - “Barangsiapa percaya kepadaNya, ia tidak akan dihukum; barangsiapa tidak percaya, ia telah berada di bawah hukuman, sebab ia tidak percaya dalam nama Anak Tunggal Allah”.
Perhatikan bahwa ayat ini tidak hanya berbicara secara positif, dengan mengatakan bahwa yang percaya tidak akan dihukum, tetapi juga secara negatif, dengan mengatakan bahwa yang tidak percaya telah ada di bawah hukuman.
Dan masih ada banyak ayat-ayat lain dari Kitab Suci yang mengatakan bahwa orang-orang yang tidak percaya kepada Kristus akan dihukum, seperti:
· Yoh 8:24 - “Karena itu tadi Aku berkata kepadamu, bahwa kamu akan mati dalam dosamu; sebab jikalau kamu tidak percaya, bahwa Akulah Dia, kamu akan mati dalam dosamu.’”.
· Wah 21:8 - “Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang keji, orang-orang pembunuh, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang; inilah kematian yang kedua.’”.
· 2Tes 1:6-9 - “(6) Sebab memang adil bagi Allah untuk membalaskan penindasan kepada mereka yang menindas kamu (7) dan untuk memberikan kelegaan kepada kamu yang ditindas, dan juga kepada kami, pada waktu Tuhan Yesus dari dalam sorga menyatakan diriNya bersama-sama dengan malaikat-malaikatNya, dalam kuasaNya, di dalam api yang bernyala-nyala, (8) dan mengadakan pembalasan terhadap mereka yang tidak mau mengenal Allah dan tidak mentaati Injil Yesus, Tuhan kita. (9) Mereka ini akan menjalani hukuman kebinasaan selama-lamanya, dijauhkan dari hadirat Tuhan dan dari kemuliaan kekuatanNya”.
· Yoh 3:36 - “Barangsiapa percaya kepada Anak, ia beroleh hidup yang kekal, tetapi barangsiapa tidak taat kepada Anak, ia tidak akan melihat hidup, melainkan murka Allah tetap ada di atasnya.’”.
Ayat-ayat seperti ini tidak mungkin dimaksudkan hanya untuk menekankan pentingnya iman kepada Kristus, tetapi betul-betul menunjukkan bahwa tanpa iman kepada Kristus, manusia harus dihukum di dalam neraka.
Bandingkan juga dengan Ro 3:23-28 - “(23) Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah, (24) dan oleh kasih karunia telah dibenarkan dengan cuma-cuma karena penebusan dalam Kristus Yesus. (25) Kristus Yesus telah ditentukan Allah menjadi jalan pendamaian karena iman, dalam darahNya. Hal ini dibuatNya untuk menunjukkan keadilanNya, karena Ia telah membiarkan dosa-dosa yang telah terjadi dahulu pada masa kesabaranNya. (26) MaksudNya ialah untuk menunjukkan keadilanNya pada masa ini, supaya nyata, bahwa Ia benar dan juga membenarkan orang yang percaya kepada Yesus. (27) Jika demikian, apakah dasarnya untuk bermegah? Tidak ada! Berdasarkan apa? Berdasarkan perbuatan? Tidak, melainkan berdasarkan iman! (28) Karena kami yakin, bahwa manusia dibenarkan karena iman, dan bukan karena ia melakukan hukum Taurat”.
Catatan: bagian yang saya cetak dengan huruf besar itu, dalam terjemahan NIV / Literal: ‘through faith in his blood’ (= melalui iman dalam / kepada darahNya).
Jelas bahwa sekalipun jalan keselamatan adalah Yesus, tetapi itu hanya bisa diperoleh kalau kita beriman kepada darahNya, artinya percaya tentang penebusan yang Ia lakukan bagi kita.
c) Kata ‘oleh’ salah terjemahan dan membuat kalimatnya jadi aneh.
Perhatikan kata-kata ini: “di mana hanya sedikit, yaitu delapan orang, yang diselamatkan oleh air bah itu”.
Dalam bahasa Yunani digunakan kata Yunani DIA, yang arti seharusnya adalah ‘through’ (= melalui).
KJV: ‘by’ (= oleh). Ini sama salahnya dengan Kitab Suci Indonesia.
RSV/NIV/NASB: ‘through’ (= melalui).
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali