(Rungkut Megah
Raya, blok D no 16)
Minggu, tgl 6 Maret 2011, pk 17.00
Pdt.
Budi Asali, M. Div.
(HP: 7064-1331 / 6050-1331)
http://golgothaministry.org
Kel 20:13 - “Jangan membunuh”.
c) Euthanasia
(= pembunuhan karena ‘belas kasihan’), baik secara aktif maupun pasif.
Biasanya
ini dilakukan terhadap orang yang sudah sakit berat, sangat menderita
(kesakitan), dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter
(aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif). Kadang-kadang ini
dilakukan atas permintaan si penderita itu sendiri. Ini semua dilarang, karena
tetap merupakan suatu pembunuhan! Tuhan pasti tetap mempunyai rencana dengan
membiarkan orang itu hidup, dan karena itu kita tidak berhak mengambil nyawa
orang itu.
Yang
memusingkan adalah kalau keluarga dari si sakit itu sudah tidak mempunyai uang
untuk membiayai penyambungan nyawa dari si sakit!
d)
Bunuh diri.
Keil
& Delitzsch (tentang Kel 20:13): “the
prohibition includes not only the killing of a fellow-man, but the destruction
of one’s own life, or suicide” (= larangan ini mencakup bukan hanya
pembunuhan sesama manusia, tetapi juga penghancuran nyawa diri sendiri, atau
bunuh diri).
Contoh:
mbah Marijan tak mau mengungsi pada waktu G. Merapi meletus. Anehnya ia justru
begitu disanjung! Dalam faktanya, apa yang ia lakukan adalah bunuh diri, dan itu
adalah dosa!
Alasan-alasan
untuk melarang tindakan bunuh diri:
1.
Diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya diri kita dan nyawa kita
adalah milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri, dengan
alasan bahwa nyawa kita adalah milik kita sendiri dan karena itu boleh kita
perlakukan semau kita.
2.
Mat 22:39 memerintahkan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita
sendiri. Dan membunuh diri jelas tidak mengasihi diri sendiri.
3.
Dalam Kis 16:27-28 Paulus melarang kepala penjara itu membunuh diri.
Kis 16:27-28
- “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat
pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri, karena
ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28) Tetapi
Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu, sebab
kami semuanya masih ada di sini!’”.
4.
Kita harus memuliakan Tuhan, baik dengan hidup kita maupun dengan
kematian kita.
1Kor 10:31
- “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau
melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah”.
Fil 1:20
- “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku dalam segala
hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala, demikianpun sekarang, Kristus
dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik oleh hidupku, maupun oleh matiku”.
Sedangkan
kematian dengan bunuh diri jelas tidak memuliakan Tuhan.
e)
Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri / orang lain, seperti:
1.
Orang-orang tertentu senang membahayakan nyawanya sendiri, seperti
menjadi matador, menjadi pembalap, meloncati deretan mobil dengan menggunakan
motor / mobil, mendekati binatang-binatang buas seperti singa, buaya atau ikan
hiu, dan sebagainya. Ini semua merupakan hal yang salah!
2.
Ngebut.
3.
Mengendarai kendaraan dalam keadaan mabuk.
4.
Mengendarai kendaraan secara ceroboh, dengan tidak mempedulikan rambu
lalu lintas atau lampu lalu lintas, atau sambil guyonan / bergurau, atau sambil
menggunakan hand phone, dan sebagainya.
5.
Pembangun gedung bertingkat, jembatan, jalan layang dsb, yang korupsi
sedemikian rupa sehingga menyebabkan apa yang ia bangun tak sekuat yang
seharusnya dan akhirnya roboh dan membunuh banyak orang.
The
Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13:
“Builders of roads, bridges, and
houses, if they regard this Commandment at all, will seek not only good wages,
but mainly to do good work, that men’s lives may be safe” (=
Pembangun-pembangun jalanan, jembatan-jembatan, dan rumah-rumah, jika mereka
menghormati hukum ini, akan mencari bukan hanya upah mereka, tetapi terutama
melakukan pekerjaan yang baik, sehingga nyawa orang-orang akan aman).
6.
Pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan yang membuang limbah beracun
secara sembarangan.
7.
Tidak menjaga anak kecil, sehingga berlarian di jalan, dan membahayakan
diri anak itu.
8.
Membuang kulit pisang sembarangan, membiarkan lantai kamar mandi licin
karena berlumut.
9.
Kecerobohan dalam diri orang-orang yang berkecimpung dalam dunia
penerbangan.
10.
Kecerobohan-kecerobohan lain yang membahayakan nyawa orang lain.
Keil
& Delitzsch (tentang Kel 20:13): “‘Thou
shalt not kill,’ not only is the accomplished fact of murder condemned,
whether it proceed from open violence or stratagem (Ex 21:12,14,18), but every
act that endangers human life, whether it arise from carelessness (Deut 22:8) or
wantonness (Lev 19:14), or from hatred, anger, and revenge (Lev 19:17-18)”
[= ‘Jangan membunuh’ bukan hanya merupakan fakta yang terjadi dari
pembunuhan yang dikecam, apakah itu keluar dari kekerasan yang terbuka atau tipu
muslihat (Kel 21:12,14,18), tetapi juga setiap tindakan yang membahayakan
nyawa / kehidupan manusia, apakah itu muncul dari kecerobohan (Ul 22:8) atau
keberandalan (Im 19:14), atau dari kebencian, kemarahan, dan balas dendam
(Im 19:17-18)].
Kel
21:12,14 - “(12) ‘Siapa yang memukul
seseorang, sehingga mati, pastilah ia dihukum mati. ... (14) Tetapi apabila
seseorang berlaku angkara terhadap sesamanya, hingga ia membunuhnya dengan tipu
daya, maka engkau harus mengambil orang itu dari mezbahKu, supaya ia mati
dibunuh”.
Im 19:14,17-18
- “(14) Janganlah kaukutuki orang tuli dan di depan orang buta
janganlah kautaruh batu sandungan, tetapi engkau harus takut akan Allahmu;
Akulah TUHAN. ... (17) Janganlah engkau membenci saudaramu di dalam hatimu,
tetapi engkau harus berterus terang menegor orang sesamamu dan janganlah engkau
mendatangkan dosa kepada dirimu karena dia. (18) Janganlah engkau menuntut
balas, dan janganlah menaruh dendam terhadap orang-orang sebangsamu,
melainkan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri; Akulah TUHAN”.
Ul 22:8
- “Apabila engkau mendirikan rumah yang
baru, maka haruslah engkau memagari sotoh rumahmu, supaya jangan
kaudatangkan hutang darah kepada rumahmu itu, apabila ada seorang jatuh dari
atasnya”.
The
Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13:
“criminal carelessness and
selfish indifference to human life ought to be regarded as tantamount to murder
(see Ex 21:28,29)” [= Kecerobohan kriminil dan sikap acuh tak acuh yang
egois terhadap nyawa / kehidupan manusia harus dianggap sebagai sama seperti
pembunuhan (lihat Kel 21:28,29)].
Kel 21:28-32
- “(28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau perempuan,
sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu dan dagingnya
tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman. (29) Tetapi
jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya telah
diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk mati
seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati dengan
batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. (30) Jika dibebankan
kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang dibebankan
kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya. (31) Kalau ditanduknya seorang anak
laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan menurut peraturan
itu juga. (32) Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak laki-laki atau
perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal perak kepada tuan
budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu”.
Catatan:
bagi kita yang tinggal di kota besar ‘lembu’ tidak terlalu relevan, tetapi
ini bisa dikontextualisasikan dengan ‘anjing’ (yang galak), dan buaya,
singa, harimau dsb (bagi orang-orang tertentu yang senang memelihara binatang
buas).
Dari
text ini jelas bahwa Tuhan jauh lebih mementingkan nyawa manusia dari pada
nyawa binatang! Ini perlu dicamkan oleh para pecinta binatang yang kebanyakan
mempunyai sikap yang sangat extrim sehingga tetap melindungi binatang yang
sedang mau membunuh seorang manusia. Juga propaganda-propaganda yang
menyatakan bahwa hiu tidak berbahaya, dsb, menurut saya merupakan propaganda
yang kurang ajar!
f)
Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan,
seperti:
1.
Sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.
2.
Tidak mau berpantang demi kesehatannya.
Misalnya:
punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin, punya diabetes
tetapi terus makan yang manis-manis, punya kolesterol tinggi tetapi terus makan
makanan berkolesterol tinggi, dsb.
3.
Merokok. Termasuk orang yang menjadi perokok pasif; karena itu jangan
bekerja di tempat yang dipenuhi asap rokok!
4.
Menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dan sebagainya.
5.
Menggunakan minuman keras secara berlebihan.
6.
Tidak mau berolah raga secara teratur.
The
Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Kel 20:13:
“His own life he is forbidden to
take. He is commanded to care for it. Man does not own himself, has no
title in his own life as before God, has no right to destroy it, but should
take good care of it, for it belongs to God. ... God requires us further to
have that high regard for our lives which shall lead us to guard and maintain
them in the best possible condition. We are to become familiar with the laws of health, and obedient to them”
(= Ia dilarang mengambil nyawanya sendiri. Ia diperintahkan untuk
memeliharanya. Manusia tidak memiliki dirinya sendiri, tidak mempunyai hak
atas nyawanya sendiri di hadapan Allah, tidak mempunyai hak untuk
menghancurkannya, tetapi harus memeliharanya dengan baik, karena itu
milik Allah. ... Allah selanjutnya mengharuskan kita untuk mempunyai penghargaan
yang tinggi untuk nyawa kita, yang akan membimbing kita untuk menjaga dan
memeliharanya dalam kondisi terbaik yang
memungkinkan. Kita harus akrab
dengan hukum-hukum kesehatan, dan mentaati mereka).
g)
Abortus / pengguguran kandungan.
Di
USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari
penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!
Bagaimanapun
kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena
itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.
Dalam
memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari si bayi,
sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar
nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi
digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Si pemerkosa memang pantas
dihukum mati, tetapi apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang
orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu
diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka
konsekwensinya adalah: anak dan orang dewasa yang cacat juga boleh dibunuh!
Dalam
Buletin ‘Disciples’, terbitan
Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12, ada suatu artikel yang menarik
yang berhubungan dengan abortus, yang saya kutip di bawah ini:
“Seandainya
anda setuju aborsi .....
1.
Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka
mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung
anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat
kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk
aborsi?
2.
Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak,
pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu
mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3.
Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit
hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah
anda menganjurkan aborsi?
4.
Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari
bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda
menganjurkan aborsi?”.
Di
bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara
terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:
1.
Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru
saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.
2.
Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja
membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.
3.
Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja
membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.
4.
Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh
Yesus, Juruselamat kita.
Kasus
yang paling memusingkan dalam hal abortus ini adalah kalau dokter mengatakan
bahwa bayi itu harus diabortus, atau ibunya akan mati. Tetapi dalam kasus inipun
saya condong untuk tidak melakukan abortus. Mengapa? Karena abortus berarti
membunuh secara aktif, sedangkan kalau dibiarkan saja, sehingga ibunya yang
mati, itu hanya merupakan ‘pembunuhan pasif’.
h)
Penggunaan alat KB tertentu.
Ada
orang-orang Kristen yang beranggapan bahwa seadanya alat KB dilarang, kecuali
pencegahan dengan penanggalan. Menurut saya ini merupakan pandangan extrim, dan
bodoh, dan tak punya dasar Alkitab.
Saya
berpendapat bahwa hanya penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive
/ menggugurkan (menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu),
seperti spiral, yang dilarang, karena termasuk dalam pembunuhan. Alat KB lain
yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, seperti kondom, tidak
dilarang. Demikian juga dengan pil KB, yang cara kerjanya membuat sel telur
tidak bisa matang sehingga tidak bisa dibuahi. Ini boleh digunakan, karena tidak
termasuk pembunuhan.
i)
Proses pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya
saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya
menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya
dalam proses pembuatan bayi tabung, karena mahalnya biaya pembuatan bayi tabung
itu, maka tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa bayi, dan nanti hanya
dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang
lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.
j)
Pembunuhan non fisik.
Ahli-ahli
Taurat dan orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai larangan terhadap
pembunuhan secara fisik / lahiriah saja, tetapi Yesus dan Perjanjian Baru
menerapkannya pada hal-hal lain, yaitu:
1.
Kebencian.
1Yoh
3:15a - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang pembunuh
manusia”.
Apakah
semua kebencian salah? Tidak.
Bdk.
Maz 139:21-22 - “(21) Masakan aku tidak membenci orang-orang yang membenci Engkau, ya
TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang bangkit melawan Engkau?
(22) Aku sama sekali membenci mereka, mereka menjadi musuhku”.
John
Stott: “The truth is that evil
men should be the object simultaneously of our ‘love’ and ‘hatred’, ...
To ‘love’ them is ardently to desire that they will repent and believe, and
so be saved. To ‘hate’ them is to desire with equal ardour that, if they
stubbornly refuse to repent and believe, they will incur God’s judgment. ...
So there is such thing as perfect hatred, just as there is such a thing as
righteous anger. But it is a hatred for God’s enemies, not our own enemies”
(= Kebenarannya adalah bahwa orang-orang jahat harus secara berbarengan menjadi
obyek dari ‘kasih’ dan ‘kebencian’ kita, ... ‘Mengasihi’ mereka
berarti dengan sungguh-sungguh / bersemangat menginginkan supaya mereka bertobat
dan percaya, dan dengan demikian diselamatkan. ‘Membenci’ mereka berarti
menginginkan dengan keinginan / semangat yang sama supaya, jika mereka dengan
tegar tengkuk menolak untuk bertobat dan percaya, mereka akan mendapatikan
penghakiman Allah. ... Jadi ada kebencian yang sempurna sama seperti ada
kemarahan yang benar. Tetapi itu adalah kebencian terhadap musuh-musuh Allah,
bukan musuh-musuh kita sendiri) - ‘The
Message of the Sermon on the Mount’, hal 117.
Catatan:
orang yang tidak percaya, belum diperdamaikan dengan Allah, dan karena itu, ia
juga adalah musuh Allah (Mat 12:30). Tetapi saya kira bukan itu yang dimaksudkan
oleh Stott. Yang ia maksudkan adalah orang-orang yang betul-betul memusuhi
Allah. Orang itu bisa adalah orang sesat, orang beragama lain yang anti Kristen,
atau Atheist, Komunis dan sebagainya.
2. Mat 5:21-26 - “(21) Kamu
telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh;
siapa yang membunuh harus dihukum. (22) Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap
orang yang marah terhadap saudaranya harus dihukum; siapa yang berkata
kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke Mahkamah Agama dan siapa
yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala-nyala.
(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan
engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau,
(24) tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai
dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.
(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan
dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim
dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke
dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar
dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”.
Ada
4 hal yang dibicarakan oleh text ini, yang bukan merupakan pembunuhan fisik,
tetapi semuanya dihubungkan dengan hukum ke 6 ini:
a.
Kemarahan tertentu (ay 22a).
(1)
Tidak semua kemarahan adalah dosa.
Ay 22a
(KJV): ‘But I say unto you,
That whosoever is angry with his brother without a cause shall be in
danger of the judgment’
(= Tetapi Aku berkata kepadamu: Bahwa siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa
alasan akan ada dalam bahaya penghakiman).
Kata-kata
‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts
tertentu.
Stott
mengatakan (hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu
mungkin sekali tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang
benar tentang apa yang Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua kemarahan
merupakan dosa. Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau tidaknya,
kata-kata ‘without a cause’ itu dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci
jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai dosa. Ini terlihat dari:
(a)
Ef 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu menjadi marah, janganlah
kamu berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu’,
jelas menunjukkan bahwa ‘marah’ tidak selalu identik dengan ‘dosa’, dan
bahwa kita bisa marah tetapi tidak berdosa.
(b)
Yesus berulangkali marah (Mark 3:5
Yoh 2:13-17), tetapi Kitab Suci tetap mengatakan bahwa Yesus tidak
berdosa (Ibr 4:15).
Mark 3:5
- “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia
memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu:
‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya
itu”.
Yoh
2:13-17 - cerita dimana Yesus mengobrak-abrik Bait Suci.
(c)
Kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu dipuji (Wah 2:2),
dan sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus terhadap rasul-rasul palsu justru
dikecam (2Kor 11:4).
Wah 2:2
- “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun ketekunanmu. Aku
tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang jahat, bahwa
engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi yang sebenarnya
tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka pendusta”.
2Kor 11:4
- “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan Yesus
yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada kamu roh
yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari pada yang
telah kamu terima”.
Kemarahan
yang benar biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih, dan ditujukan
terhadap dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.
Contoh:
·
orang tua yang marah kepada anak yang nakal.
·
orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau karena adanya
korupsi dalam gereja.
·
kita marah karena adanya terorisme.
·
kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan / orang yang tidak
bersalah dihukum oleh pengadilan.
Perlu
dicamkan bahwa sekalipun kemarahan seperti ini merupakan kemarahan yang benar,
tetapi kalau perwujudannya kelewat batas maka itu juga menjadi salah /
dosa. Misalnya kalau kemarahan terhadap anak diwujudkan dengan memaki anak
atau memukul sehingga mencederai anak tersebut. Atau, saking marahnya kepada
seorang pengajar sesat, kita lalu memukuli pengajar sesat itu. Ini jelas juga
merupakan perwujudan yang salah / kelewat batas dari kemarahan yang benar!
(2)
Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang merupakan dosa, dan mungkin
sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut sebagai ‘holy anger’
(= kemarahan yang suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan oleh
Yesus dengan hukum ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan
pembunuhan dalam hati / pikiran.
(3)
Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus diartikan
bukan sebagai ‘saudara seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau
‘siapapun yang mempunyai hubungan dengan kita’.
b.
Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina (ay 22b,c).
(1)
Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).
RSV:
‘whoever insults his brother’ (= siapapun menghina saudaranya).
KJV/NIV/NASB
tidak menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan (mengganti
huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.
D. Martyn
Lloyd-Jones: “‘Raca’
means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti ‘orang yang tidak
berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 224.
John Stott
mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan kata Aram
yang berarti ‘empty’ (= kosong).
Tasker (Tyndale)
mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan MORE (yang
digunakan dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab Suci
Indonesia diterjemahkan ‘jahil’).
Barclay: “Raca is an almost untranslatable word,
because it describes a tone of voice more than anything else. Its whole accent
is the accent of contempt. To call a man Raca was to call him a brainless idiot,
a silly fool, an empty-headed blunderer. It is the word of one who despises
another with an arrogant contempt” (= Raca hampir tidak bisa
diterjemahkan, karena kata itu lebih menggambarkan nada suara dari pada apapun
yang lain. Seluruh penekanannya merupakan penekanan penghinaan / kejijikan.
Menyebut seseorang sebagai Raca berarti menyebutnya sebagai seorang idiot yang
tidak mempunyai otak, seorang tolol, seorang pembuat kesalahan yang kepalanya
kosong) - hal 139.
Bdk. Amsal 14:21a
- “Siapa menghina sesamanya berbuat dosa”.
(2)
Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).
(a)
Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan yang salah.
KJV/RSV/NIV/NASB:
‘fool’ (= bodoh / tolol).
Kata
Yunani yang dipakai adalah MORE (dari mana diturunkan kata bahasa Inggris ‘moron’
/ ‘dungu’).
Tetapi
Adam Clarke mengatakan (hal 71) bahwa mungkin itu berasal dari kata bahasa
Ibrani MARAH, yang berarti ‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin
bisa diartikan sebagai ‘sesat’. Tetapi Clarke mengatakan bahwa ini hanya
bersalah, kalau si penuduh / pemaki itu tidak bisa membuktikan tuduhan /
makiannya tersebut.
Barclay
mengatakan (hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan ‘bodoh’ /
‘tolol’, tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka artinya
adalah bahwa orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap orang
tersebut sebagai orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian merusak reputasi
orang tersebut.
(b)
Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol, tidak selalu merupakan dosa.
Dalam
Mat 23:17 Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang
bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci
yang menguduskan emas itu?”.
Kata
Yunani yang digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan dalam
Mat 5:22, hanya saja dalam Mat 23:17 ini digunakan bentuk jamak.
Bandingkan
juga dengan Yes 19:13
Yer 4:22 Yer 5:21
Hos 7:11 Luk 11:40 24:25
Ro 1:22 1Kor 15:36 2Kor 11:19
Gal 3:1 1Pet 2:15
dimana Yesus / rasul-rasul / nabi-nabi juga mengatakan seseorang sebagai ‘bodoh’.
Tetapi dalam semua ayat-ayat ini, kata bahasa Yunaninya berbeda dengan yang
digunakan dalam Mat 5:22 dan Mat 23:17.
Dari
semua ini harus disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan
‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau
emosi yang tidak terkendali.
c.
Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam hati saudara kita
terhadap kita.
Mat 5:23-24
- “(23) Sebab itu, jika engkau
mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu
yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah
persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu,
lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”.
(1)
Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?
William
Hendriksen beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin
merupakan sesuatu yang remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah sedikitnya
orang yang bisa berbakti kepada Allah. Jadi, ia beranggapan bahwa ‘ganjelan’
itu haruslah sesuatu yang cukup penting
/ besar. Tetapi saya berpendapat bahwa kata-kata ini sukar dipraktekkan, karena
besar atau kecil merupakan sesuatu yang relatif.
Selanjutnya
Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan terhadap kita itu harus
benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau apakah sekalipun ia
tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap wajib melakukan ay
23-24 ini?
Pulpit
Commentary:
“It is noteworthy that our Lord in this verse does not define on whose
side the cause of the quarrel lies” (= Perlu diperhatikan bahwa Tuhan kita
dalam ayat ini tidak mendefinisikan pada sisi siapa penyebab pertengkaran ini
terletak) - hal 162.
Hendriksen
mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang mempunyai ganjelan itu
harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23) bahwa orang itu harus
mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang benar).
Tetapi
Hendriksen sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah, tetapi
kalau ia mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap kita,
maka kita tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta maaf,
tetapi menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya Pulpit
Commentary mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.
Satu
hal lain yang ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif untuk
membereskan suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi kalau
‘ganjelan’ itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di
sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada
Tuhan, dan bereskan! Bahkan mungkin sekali untuk membereskan hal itu, saudara
harus datang kepada orang tersebut, membicarakannya, dan membereskannya!
(2)
Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan perdamaian secara benar, tetapi
orang tersebut tidak mau berdamai?
Pulpit Commentary: “The Christian can never excuse himself by
saying, ‘My brother will not be reconciled to me.’ He must be; and the
Christian must not rest until he is. The burden of right relations rests on
him” (= Orang kristen tidak pernah bisa beralasan dengan berkata:
‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan dengan aku’. Ia harus; dan orang kristen
itu tidak boleh berhenti sampai ia mau. Beban dari hubungan yang benar ada pada
orang kristen itu) - hal 225.
Saya berpendapat
bahwa kata-kata ini salah, tolol dan tidak masuk akal. Clarke mengatakan (hal
72) bahwa kalau kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi orang itu tidak mau,
maka itu tidak akan menghalangi ibadah kita kepada Allah.
Bdk. Ro 12:18 -
“Sedapat-dapatnya,
kalau hal itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua
orang!”.
NIV: ‘If it is possible, as far as it depends on you, live
at peace with everyone’ (= Jika
memungkinkan, sejauh itu tergantung kepadamu, hiduplah dalam damai
dengan setiap orang).
Calvin (tentang Mat
5:23): “so long as a
difference with our neighbour is kept up by our fault, we have no access
to God” (= selama suatu perbedaan dengan sesama kita dipelihara /
dipertahankan oleh kesalahan kita, kita tidak mempunyai akses kepada
Allah).
Calvin (tentang Ro 12:18): “We
are not to seek to be in such esteem as to refuse to undergo the hatred of any
for Christ, whenever it may be necessary. And indeed we see that there are some
who, though they render themselves amicable to all by the sweetness of their
manners and peaceableness of their minds, are yet hated even by their nearest
connections on account of the gospel. The second caution is, - that
courteousness should not degenerate into compliance, so as to lead us to flatter
the vices of men for the sake of preserving peace. Since then it cannot always
be, that we can have peace with all men, he has annexed two particulars by way
of exception, ‘If
it be possible,’ and, ‘as
far as you can.’” (= Kita tidak boleh mengusahakan untuk berada
dalam penilaian seperti itu sehingga menolak untuk mengalami kebencian dari
siapapun demi Kristus, kapanpun itu diperlukan. Dan memang kita melihat bahwa
ada beberapa orang yang, sekalipun mereka membuat diri mereka sendiri ramah /
baik kepada semua orang oleh manisnya cara-cara / sikap mereka dan kecintaan
damai dari pikiran mereka, tetapi dibenci bahkan oleh koneksi-koneksi mereka
karena injil. Hal kedua yang harus diwaspadai adalah, - bahwa kesopanan tidak
boleh memburuk menjadi kecenderungan untuk mengalah, sehingga membimbing kita
untuk menjilat kejahatan-kejahatan dari orang-orang demi memelihara perdamaian.
Jadi, karena kita tidak selalu bisa mempunyai damai dengan semua orang, ia telah
menggabungkan dua keterangan sebagai perkecualian, ‘Jika memungkinkan’, dan
‘sejauh kamu bisa’.).
(3)
Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6?
D. Martyn
Lloyd-Jones: “the commandment
not to kill really means we should take positive steps to put ourselves right
with our brother” (= perintah untuk tidak membunuh berarti bahwa kita
harus mengambil langkah-langkah yang positif untuk meluruskan / memperbaiki
hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies in the Sermon on the
Mount’, hal 227.
d.
Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).
Mat 5:25-26 - “(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau
bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan menyerahkan
engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada pembantunya dan
engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya
engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai
lunas”.
(1) Kata-kata ‘sebelum
engkau membayar hutangmu sampai lunas’ pada akhir ay 26 menunjukkan bahwa persoalan
yang akan dibawa ke pengadilan itu adalah persoalan hutang yang belum / tidak
dibayar.
(2) Sebetulnya berhutang saja sudah
merupakan sesuatu yang memalukan, apalagi kalau berhutang dan tidak membayar
hutangnya. Kitab Suci menggambarkan orang yang berhutang dan tidak membayar
kembali sebagai orang fasik.
Ul 28:1,2,12 - “(1)
‘Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN, Allahmu, dan melakukan dengan
setia segala perintahNya yang kusampaikan kepadamu pada hari ini, maka TUHAN,
Allahmu, akan mengangkat engkau di atas segala bangsa di bumi. (2) Segala berkat
ini akan datang kepadamu dan menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara
TUHAN, Allahmu: ... (12) TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaanNya yang
melimpah, yakni langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan
memberkati segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak
bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman”.
Ro 13:8a - “Janganlah
kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi hendaklah kamu saling
mengasihi”.
Catatan: banyak penafsir mengatakan bahwa ayat ini tidak
bicara tentang hutang uang, tetapi tetap ada yang menganggap ini juga
berhubungan dengan uang.
Maz 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.
(3) Hutang yang tidak dibayar jelas
akan merupakan suatu ganjelan dalam diri orang yang memberi hutang, dan karena
itu orang kristen harus secepatnya membereskan hutangnya.
(4)
Kontras dan persamaan.
Ada kontras antara
ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan ‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23), dan
yang kedua berurusan dengan ‘lawanmu’ (ay 25).
Tetapi juga ada
persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan dalam
diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan yang lain
adalah bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan dengan
secepatnya (jangan ditunda-tunda).
Barclay: “When personal relations go wrong, in nine
cases out of ten immediate action will mend them; but if that immediate action
is not taken, they will continue to deteriorate, and the bitterness will spread
in an ever-widening circle” (= Pada waktu hubungan pribadi rusak, dalam 9
dari 10 kasus, tindakan langsung / segera akan memperbaikinya; tetapi jika
tindakan langsung / segera itu tidak dilakukan, hubungan itu akan terus
memburuk, dan kepahitan akan menyebar makin lama makin luas) - hal 145.
k)
Fitnah.
Sekalipun fitnah itu
sendiri bukan pembunuhan, tetapi fitnah sering menyebabkan matinya seseorang,
dan dalam kasus seperti itu, menjadi pembunuhan / pelanggaran terhadap hukum
keenam ini.
Contoh:
1.
Fitnah terhadap Nabot (1Raja 21:1-16).
2.
Fitnah terhadap Stefanus (Kis 6:13-14).
3.
Fitnah terhadap Yesus (Mat 26:59-61
Mark 14:57-59).
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali