Kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)

Minggu, tgl 5 September 2010, pk 17.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(HP: 7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

http://golgothaministry.org

HUKUM 2 (2)

 

Jangan membuat dan menyembah patung berhala

 

(Kel 20:4-6)

 

Kel 20:4-6 - “(4) Jangan membuat bagimu patung yang menyerupai apapun yang ada di langit di atas, atau yang ada di bumi di bawah, atau yang ada di dalam air di bawah bumi. (5) Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya, sebab Aku, TUHAN, Allahmu, adalah Allah yang cemburu, yang membalaskan kesalahan bapa kepada anak-anaknya, kepada keturunan yang ketiga dan keempat dari orang-orang yang membenci Aku, (6) tetapi Aku menunjukkan kasih setia kepada beribu-ribu orang, yaitu mereka yang mengasihi Aku dan yang berpegang pada perintah-perintahKu”.

 

4)         Katolik dan hukum kedua.

 

a)      Perubahan hukum ke 2 dalam Gereja Roma Katolik.

Merupakan suatu fakta bahwa Gereja Roma Katolik dipenuhi dengan patung yang disembah. Bagaimana mereka bisa melakukan hal itu dengan adanya hukum kedua ini? Jawabannya adalah: dalam Katolik 10 hukum Tuhannya berbeda.

 

Matthew Henry: “The use of images in the church of Rome, at this day, is so plainly contrary to the letter of this command, and so impossible to be reconciled to it, that in all their catechisms and books of devotion, which they put into the hands of the people, they leave out this commandment, joining the reason of it to the first; and so the third commandment they call the second, the fourth the third, &c.; only, to make up the number ten, they divide the tenth into two. Thus have they committed two great evils, in which they persist, and from which they hate to be reformed; they take away from God’s word, and add to his worship” (= Penggunaan patung-patung dalam gereja Roma, pada jaman ini, adalah dengan begitu jelas bertentangan dengan huruf dari hukum ini, dan begitu tidak mungkin / mustahil untuk diperdamaikan / diharmoniskan dengannya, sehingga dalam semua katekisasi dan buku-buku pembaktian / ibadah mereka, yang mereka letakkan di tangan dari umat / orang-orang, mereka menghapuskan hukum ini, menggabungkan artinya dengan hukum yang pertama; dan dengan demikian hukum ketiga mereka sebut kedua, keempat mereka sebut ketiga, dst.; hanya, untuk membuat / mengejar bilangan sepuluh, mereka membagi hukum kesepuluh menjadi dua. Dengan demikian mereka telah melakukan dua kejahatan besar, dalam mana mereka berkeras, dan dari mana mereka tidak senang untuk direformasi; mereka mengambil / membuang dari firman Allah, dan menambah pada ibadah / penyembahanNya).

 

Adam Clarke: “To countenance its image worship, the Roman Catholic church has left the whole of this second commandment out of the decalogue, and thus lost one whole commandment out of the ten; but to keep up the number they have divided the tenth into two commandments. This is totally contrary to the faith of God’s elect and to the acknowledgment of that truth which is according to godliness. ... This corruption of the word of God by the Roman Catholic Church stamps it, as a false and heretical church, with the deepest brand of ever-enduring infamy!” (= Untuk merestui / mendukung penyembahan berhalanya, gereja Roma Katolik telah membuang seluruh hukum kedua dari 10 hukum Tuhan, dan dengan demikian kehilangan / menghilangkan satu hukum penuh dari sepuluh; tetapi untuk menjaga / mengejar bilangan 10 itu mereka telah membagi hukum ke 10 menjadi dua hukum. Ini bertentangan secara total dengan iman / ajaran dari orang-orang pilihan dan dengan pengakuan terhadap kebenaran itu yang sesuai dengan kesalehan. ... Perusakan firman Allah ini oleh Gereja Roma Katolik mencapnya sebagai gereja yang palsu / sesat dan bersifat bidat, yang merupakan cap / merk yang paling dalam dari keburukan yang bertahan selama-lamanya!).

 

10 Hukum Tuhan versi Katolik (ini saya ambil dari ‘Catechism of the Catholic Church’ tahun 1992):

1.   I am the LORD your God: you shall not have strange Gods before me (= Akulah TUHAN Allahmu: jangan mempunyai Allah-allah asing di hadapanKu).

2.   You shall not take the name of the LORD your God in vain (= Jangan menggunakan nama TUHAN Allahmu dengan sia-sia).

3.      Remember to keep holy the LORD’S Day (= Ingatlah untuk menguduskan Hari TUHAN).

4.            Honor your father and your mother (= Hormatilah bapa dan ibumu).

5.            You shall not kill (= Jangan membunuh).

6.            You shall not commit adultery (= Jangan berzinah).

7.            You shall not steal (= Jangan mencuri).

8.   You shall not bear false witness against your neighbor (= Jangan bersaksi dusta tentang sesamamu).

9.            You shall not covet your neighbor’s wife (= Jangan menginginkan istri sesamamu).

10.  You shall not covet your neighbor’s goods (= Jangan menginginkan barang-barang / harta benda sesamamu).

 

Jadi, mereka menghapuskan hukum ke 2 lalu menjadikan hukum ke 3 sebagai hukum ke 2, hukum ke 4 sebagai hukum ke 3 dst. Lalu mereka memecah hukum ke 10 menjadi 2, yaitu hukum ke 9 dan ke 10, untuk tetap mendapatkan bilangan 10.

 

Penghapusan hukum ke 2 ini jelas merupakan suatu tindakan menginjak-injak Kitab Suci, dan menunjukkan betapa tidak Alkitabiahnya gereja Katolik! Disamping itu, merupakan sesuatu yang tidak masuk akal dan tidak Alkitabiah untuk membagi hukum ke 10 menjadi 2, karena:

a.      Kalau ‘jangan mengingini istri sesamamu’ disebutkan sebagai hukum ke 9 seperti dalam versi Katolik, itu mungkin masih bisa disesuaikan dengan Ul 5, dimana kata-kata ‘istri sesamamu’ menduduki tempat pertama, dan lalu disusul dengan ‘rumah, ladang, hamba, lembu, keledai sesamamu’.

Ul 5:21 - “Jangan mengingini isteri sesamamu, dan jangan menghasratkan rumahnya, atau ladangnya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya, atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu”.

Tetapi bagaimana hal itu bisa disesuaikan dengan Kel 20:17, dimana kata-kata ‘rumah sesamamu’ menduduki tempat pertama, dan sesudah itu baru ‘istrinya’?

Kel 20:17 - “Jangan mengingini rumah sesamamu; jangan mengingini isterinya, atau hambanya laki-laki, atau hambanya perempuan, atau lembunya atau keledainya, atau apapun yang dipunyai sesamamu.’”.

b.      Pada waktu Paulus mengutip hukum ke 10 ini, ia memperlakukannya sebagai satu kesatuan.

Calvin (tentang Kel 20:12): “the prohibition of God to covet either our neighbour’s wife or his house, is foolishly separated into two parts, whereas it is quite clear that only one thing is treated of, as we gather from the words of Paul, who quotes them as a single Commandment. (Rom. 7:7.) ... the fact itself explains how one error has grown out of another; for, when they had improperly hidden the Second Commandment under the First, and consequently did not find the right number, they were forced to divide into two parts what was one and indivisible” [= larangan Allah untuk mengingini istri sesama kita atau rumahnya, secara bodoh dipisahkan menjadi 2 bagian, padahal adalah cukup jelas bahwa hanya satu hal yang dibicarakan, seperti yang bisa kita dapatkan dari kata-kata Paulus, yang mengutip mereka sebagai satu Hukum (Ro 7:7). ... fakta itu sendiri menjelaskan bagaimana satu kesalahan telah tumbuh dari kesalahan yang lain; karena, pada waktu mereka secara tidak benar telah menyembunyikan Hukum kedua di bawah Hukum pertama, dan karena itu tidak bisa mendapatkan bilangan yang benar (tak bisa mendapatkan bilangan 10), mereka terpaksa membagi menjadi 2 bagian apa yang seharusnya adalah satu dan tidak bisa dibagi-bagi] - hal 6.

Bdk. Ro 7:7 - “Jika demikian, apakah yang hendak kita katakan? Apakah hukum Taurat itu dosa? Sekali-kali tidak! Sebaliknya, justru oleh hukum Taurat aku telah mengenal dosa. Karena aku juga tidak tahu apa itu keinginan, kalau hukum Taurat tidak mengatakan: ‘Jangan mengingini!’.

 

Apa yang mengejutkan adalah: susunan / urut-urutan 10 hukum versi Katolik itu didapatkan dari Agustinus, dan juga diikuti oleh Luther / gereja Lutheran.

 

Keil & Delitzsch: “The second view was brought forward by Augustine, and no one is known to have supported it previous to him. In his Quaest. 71 on Ex., when treating of the question how the commandments are to be divided ... He then proceeds still further to show that the commandment against images is only a fuller explanation of that against other gods, but that the commandment not to covet is divided into two commandments by the repetition of the words, ‘Thou shalt not covet,’ ... In this division Augustine generally reckons the commandment against coveting the neighbour’s wife as the ninth, according to the text of Deuteronomy; although in several instances he places it after the coveting of the house, according to the text of Exodus. Through the great respect that was felt for Augustine, this division became the usual one in the Western Church; and it was adopted even by Luther and the Lutheran Church (= Pandangan kedua diajukan oleh Agustinus, dan tak diketahui adanya seorangpun yang mendukung pandangan ini sebelum dia. Dalam buku / tulisannya Quaest. 71 tentang Ex. / Kel., pada waktu membahas pertanyaan bagaimana hukum-hukum harus dibagi ... Ia lalu melanjutkan lebih jauh lagi untuk menunjukkan bahwa hukum terhadap patung-patung hanyalah penjelasan yang lebih lengkap dari hukum terhadap allah-allah lain, tetapi bahwa hukum untuk tidak mengingini dibagi menjadi dua hukum oleh pengulangan ‘Janganlah engkau menginginkan’, ... Dalam pembagian ini Agustinus secara umum menganggap hukum terhadap menginginkan istri sesama sebagai yang kesembilan, sesuai dengan text dari Ulangan; sekalipun dalam beberapa hal ia menempatkannya setelah menginginkan rumah, sesuai dengan text dari Keluaran. Melalui rasa hormat yang besar yang dirasakan terhadap Agustinus, pembagian ini menjadi sesuatu yang biasa di Gereja Barat; dan itu diadopsi bahkan oleh Luther dan Gereja Lutheran).

Catatan: bagian yang saya garis-bawahi menunjukkan bahwa kita harus hati-hati terhadap rasa hormat / kagum terhadap seorang hamba Tuhan, tak peduli siapapun dia adanya. Semua hamba Tuhan ada di bawah Firman Tuhan!

 

Keil & Delitzsch: “It must be decided from the text of the Bible alone. Now in both substance and form this speaks against the Augustinian, Catholic, and Lutheran view, and in favour of the Philonian, or Oriental and Reformed. In substance; for whereas no essential difference can be pointed out in the two clauses which prohibit coveting, so that even Luther has made but one commandment of them in his smaller catechism, there was a very essential difference between the commandment against other gods and that against making an image of God, so far as the Israelites were concerned, as we may see not only from the account of the golden calf at Sinai, but also from the image worship of Gideon (Judg 8:27), Micah (Judg 17), and Jeroboam (1 Kings 12:28ff.)” [= Itu harus ditentukan dari text Alkitab saja. Baik dalam isinya maupun bentuknya ini berbicara menentang pandangan Agustinus, Katolik, dan Lutheran, dan berpihak pada Philonian, atau Timur dan Reformed. Dalam isinya; karena sementara tidak ada perbedaan yang hakiki bisa ditunjukkan dalam kedua anak kalimat yang melarang untuk menginginkan, sehingga bahkan Luther telah membuat mereka menjadi hanya satu hukum dalam katekisasi kecilnya, ada perbedaan yang sangat hakiki antara hukum menentang allah-allah lain dan perintah / hukum menentang pembuatan patung dari Allah, sejauh berkenaan dengan bangsa Israel, seperti bisa kita lihat bukan hanya dari cerita tentang anak lembu emas di Sinai, tetapi juga dari penyembahan patung dari Gideon (Hak 8:27), Mikha (Hak 17), dan Yerobeam (1Raja 12:28-dst)].

 

Mungkin Keil & Delitzsch memberikan ayat-ayat referensi di atas untuk menunjukkan bahwa sekalipun orang-orang itu menyembah Allah, dan tidak menyembah allah lain, tetapi karena penyembahan itu dilakukan melalui patung, mereka tetap berdosa. Ini secara jelas membedakan hukum pertama dan hukum kedua.

 

Wycliffe Bible Commentary: “There are different ways of dividing the Commandments. The Lutheran and Roman Catholic churches follow Augustine in making verses 2-6 the first commandment, and then dividing verse 17, on covetousness, into two. Modern Judaism makes verse 2 the first commandment and verses 3-6 the second. The earliest division, which can be traced back at least as far as Josephus, in the first century A.D., takes Exo 20:3 as the first command and 20:4-6 as the second. This division was supported unanimously by the early church, and is held today by the Eastern Orthodox and most Protestant churches” (= Ada cara-cara yang berbeda tentang pembagian dari Hukum-hukum ini. Orang-orang Lutheran dan Roma Katolik mengikuti Agustinus dengan membuat ay 2-6 hukum pertama, dan lalu membagi ay 17, tentang keinginan / menginginkan, menjadi dua hukum. Yudaisme modern membuat ay 2 sebagai hukum pertama dan ay 3-6 hukum kedua. Pembagian yang paling awal, yang bisa ditelusuri jejaknya sejauh Yosephus, pada abad pertama Masehi, menganggap Kel 20:3 sebagai hukum pertama dan 20:4-6 sebagai hukum kedua. Pembagian ini didukung dengan suara bulat oleh gereja awal, dan dipegang / dipercayai sekarang oleh Gereja Orthodox Timur dan kebanyakan gereja-gereja Protestan).

Catatan: bagaimana Yudaisme bisa menganggap ay 2 sebagai hukum pertama, padahal ay 2 berbunyi: “‘Akulah TUHAN, Allahmu, yang membawa engkau keluar dari tanah Mesir, dari tempat perbudakan”? Ini suatu pernyataan, bukan hukum / perintah / larangan!

 

b)      Penyembahan atau penghormatan?

Calvin mengatakan bahwa Gereja Roma Katolik berusaha menghindari hukum kedua ini dengan membedakan istilah LATRIA dan DULIA. Mereka mengatakan bahwa LATRIA merupakan penyembahan terhadap Allah, sedangkan DULIA hanya merupakan penghormatan, yang mereka tujukan kepada malaikat, orang-orang suci, dan patung (Catatan: untuk Maria mereka menggunakan istilah lain lagi, yaitu Hyper Dulia, yang tetap mereka anggap sebagai penghormatan, bukan penyembahan).

Mereka menganggap bahwa yang dilarang oleh hukum kedua hanyalah LATRIA, bukan DULIA. Tetapi Calvin mengatakan bahwa ini suatu penghindaran yang sia-sia, karena kalau dilihat dari Kel 20:5a, Musa melarang segala bentuk dan upacara penyembahan, dengan menggunakan istilah ‘menyembah’, lalu menggunakan istilah kedua, yaitu kata Ibrani AVAD, yang arti sebenarnya adalah ‘to serve’ (= melayani / beribadah). Calvin menganggap bahwa istilah kedua ini mencakup penghormatan.

Bdk. Kel 20:5a - “Jangan sujud menyembah kepadanya atau beribadah kepadanya”.

KJV: ‘Thou shalt not bow down thyself to them, nor serve them’ (= Jangan membungkuk / menyembah mereka, ataupun melayani mereka / beribadah kepada mereka).

 

Hal-hal lain yang perlu diperhatikan adalah:

1.      Biarpun mereka membedakan istilahnya, tetapi apa yang mereka lakukan dalam melakukan penyembahan dan penghormatan, adalah persis sama. Bukankah lucu kalau istilahnya dibedakan, tetapi tindakannya persis sama?

2.      Mengapa mereka menghapus hukum kedua dari 10 hukum mereka, kalau mereka memang tidak salah dalam hal ini?

 

5)   Hal-hal lain tentang patung berhala.

 

a)   Dalam Alkitab ‘menyembah berhala’ dianggap melakukan perzinahan / persundalan rohani. Ini jelas juga berlaku untuk ‘mempunyai / menyembah allah lain’.

 

Yer 3:6-9 - “(6) TUHAN berfirman kepadaku dalam zaman raja Yosia: ‘Sudahkah engkau melihat apa yang dilakukan Israel, perempuan murtad itu, bagaimana dia naik ke atas setiap bukit yang menjulang dan pergi ke bawah setiap pohon yang rimbun untuk bersundal di sana? (7) PikirKu: Sesudah melakukan semuanya ini, ia akan kembali kepadaKu, tetapi ia tidak kembali. Hal itu telah dilihat oleh Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia. (8) Dilihatnya, bahwa oleh karena zinahnya Aku telah menceraikan Israel, perempuan murtad itu, dan memberikan kepadanya surat cerai; namun Yehuda, saudaranya perempuan yang tidak setia itu tidak takut, melainkan ia juga pun pergi bersundal. (9) Dengan sundalnya yang sembrono itu maka ia mencemarkan negeri dan berzinah dengan menyembah batu dan kayu.

 

Ul 31:16 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Ketahuilah, engkau akan mendapat perhentian bersama-sama dengan nenek moyangmu dan bangsa ini akan bangkit dan berzinah dengan mengikuti allah asing yang ada di negeri, ke mana mereka akan masuk; mereka akan meninggalkan Aku dan mengingkari perjanjianKu yang Kuikat dengan mereka”.

 

Kita yang percaya memang sudah dipertunangkan dengan Kristus, dan karena itu, kalau kita menyembah berhala / mempunyai allah lain maka kita dianggap berzinah secara rohani. Ini bukan melanggar hukum ke 7 tetapi hukum ke 1 dan 2.

 

b)   Ada dosa-dosa lain yang biasanya / seringkali menyertai penyembahan berhala.

Dosa-dosa lain yang sering menyertai penyembahan berhala pada jaman Kitab Suci adalah: penggunaan kuasa gelap / persekutuan dengan roh jahat / setan, pelacuran / perzinahan, pengorbanan manusia.

 

The Bible Exposition Commentary: Old Testament: “The idol worship of the pagan nations was not only illogical and unbiblical, but it was intensely immoral (temple prostitutes and fertility rites), inhuman (sacrificing children), and demonic (1 Cor 10:10-22). No wonder the Lord commanded Israel to destroy the temples, altars, and idols of the pagans when they invaded the land of Canaan (Deut 7:1-11)” [= Penyembahan berhala dari bangsa-bangsa kafir bukan hanya tidak logis dan tidak Alkitabiah, tetapi itu sangat tidak bermoral (pelacuran kuil dan upacara kesuburan), tak manusiawi (pengorbanan anak-anak), dan bersifat setan (1Kor 10:10-22). Tak heran Tuhan memerintahkan bangsa Israel untuk menghancurkan kuil-kuil, mezbah-mezbah, dan berhala-berhala dari orang-orang kafir pada waktu mereka menyerbu tanah Kanaan (Ul 7:1-11)].

 

1.      Ayat-ayat yang menunjukkan hubungan penyembahan berhala dan pengorbanan anak, dan bahkan dengan sihir dan banyak hal yang berhubungan dengan kuasa gelap.

2Taw 33:6 - “Bahkan, ia mempersembahkan anak-anaknya sebagai korban dalam api di Lebak Ben-Hinom; ia melakukan ramal, telaah dan sihir, dan menghubungi para pemanggil arwah dan para pemanggil roh peramal. Ia melakukan banyak yang jahat di mata TUHAN, sehingga ia menimbulkan sakit hatiNya”.

Yeh 20:31 - “Dalam membawa persembahan-persembahanmu, yaitu mempersembahkan anak-anakmu sebagai korban dalam api, kamu menajiskan dirimu dengan segala berhala-berhalamu sampai hari ini, apakah Aku masih mau kamu minta petunjuk dari padaKu, hai kaum Israel? Demi Aku yang hidup, demikianlah firman Tuhan ALLAH, Aku tidak mau lagi kamu minta petunjuk dari padaKu”.

 

2.      Ayat yang menunjukkan hubungan penyembahan berhala dengan perzinahan / pelacuran.

Ul 23:17-18 - “(17) ‘Di antara anak-anak perempuan Israel janganlah ada pelacur bakti, dan di antara anak-anak lelaki Israel janganlah ada semburit bakti. (18) Janganlah kaubawa upah sundal atau uang semburit ke dalam rumah TUHAN, Allahmu, untuk menepati salah satu nazar, sebab keduanya itu adalah kekejian bagi TUHAN, Allahmu.’”.

KJV: “There shall be no whore of the daughters of Israel, nor a sodomite of the sons of Israel” (= Jangan ada pelacur dari anak-anak perempuan Israel, ataupun seorang penyodomi dari anak-anak lelaki Israel).

RSV: “‘There shall be no cult prostitute of the daughters of Israel, neither shall there be a cult prostitute of the sons of Israel” (= Jangan ada pelacur penyembahan agama dari anak-anak perempuan Israel, juga jangan ada pelacur penyembahan agama dari anak-anak lelaki Israel).

NIV: “No Israelite man or woman is to become a shrine prostitute” (= Jangan ada laki-laki atau perempuan Israel yang menjadi pelacur kuil).

NASB: “‘None of the daughters of Israel shall be a cult prostitute, nor shall any of the sons of Israel be a cult prostitute” (= Jangan seorangpun dari anak-anak perempuan Israel menjadi pelacur penyembahan agama, atau dari anak-anak lelaki Israel yang menjadi pelacur penyembahan agama).

Catatan: kata ‘cult’ dalam RSV/NASB berarti ‘suatu sistim penyembahan atau upacara agamawi’ (Webster’s New World Dictionary).

 

Barnes’ Notes: “Prostitution was a common part of religious observances among idolatrous nations, especially in the worship of Ashtoreth or Astarte” (= Pelacuran merupakan bagian umum dari ibadah agamawi di antara bangsa-bangsa penyembah berhala, khususnya dalam penyembahan Asytoret atau Astarte).

 

Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa ‘pelacur bakti’ adalah perempuan-perempuan yang dibaktikan pada pelayanan / penyembahan dari Astarte / Asytarot (Venus) dan keuntungan dari pelacuran itu dimasukkan ke dalam kas dari kuil. Sedangkan ‘semburit bakti’ adalah pelacur laki-laki, yang dibaktikan kepada dewi yang sama. Mereka diberi pakaian perempuan, dan membujuk orang-orang untuk melakukan tindakan homosex.

 

Jamieson, Fausset & Brown: “‘There shall be no whore of the daughters of Israel,’ [q­deeshaah] - a female devoted to the service of Astarte or Ashtaroth (Venus), and the profits of whose prostitution were applied to the treasury of her temples. Nor a sodomite, [qaadeesh] - a male prostitute, consecrated to the worship of the same goddess. These wretched creatures, dressed in female habiliments, frequented the streets of cities, or wandered into country villages as mendicants, exhibiting small shrines of Astarte, and enticing the populace to unnatural crime. Both of these were attaches to the temple of the Syrian goddess” (= ).

 

3.      Ayat-ayat / text yang menunjukkan hubungan penyembahan berhala dengan persekutuan dengan roh jahat / setan.

1Kor 10:14-22 - “(14) Karena itu, saudara-saudaraku yang kekasih, jauhilah penyembahan berhala! (15) Aku berbicara kepadamu sebagai orang-orang yang bijaksana. Pertimbangkanlah sendiri apa yang aku katakan! (16) Bukankah cawan pengucapan syukur, yang atasnya kita ucapkan syukur, adalah persekutuan dengan darah Kristus? Bukankah roti yang kita pecah-pecahkan adalah persekutuan dengan tubuh Kristus? (17) Karena roti adalah satu, maka kita, sekalipun banyak, adalah satu tubuh, karena kita semua mendapat bagian dalam roti yang satu itu. (18) Perhatikanlah bangsa Israel menurut daging: bukankah mereka yang makan apa yang dipersembahkan mendapat bagian dalam pelayanan mezbah? (19) Apakah yang kumaksudkan dengan perkataan itu? Bahwa persembahan berhala adalah sesuatu? Atau bahwa berhala adalah sesuatu? (20) Bukan! Apa yang kumaksudkan ialah, bahwa persembahan mereka adalah persembahan kepada roh-roh jahat, bukan kepada Allah. Dan aku tidak mau, bahwa kamu bersekutu dengan roh-roh jahat. (21) Kamu tidak dapat minum dari cawan Tuhan dan juga dari cawan roh-roh jahat. Kamu tidak dapat mendapat bagian dalam perjamuan Tuhan dan juga dalam perjamuan roh-roh jahat. (22) Atau maukah kita membangkitkan cemburu Tuhan? Apakah kita lebih kuat dari pada Dia?”.

 

c)   Apakah patung berhala ada roh jahatnya?

Hab 2:19 - “Celakalah orang yang berkata kepada sepotong kayu: ‘Terjagalah!’ dan kepada sebuah batu bisu: ‘Bangunlah!’ Masakan dia itu mengajar? Memang ia bersalutkan emas dan perak, tetapi roh tidak ada sama sekali di dalamnya.

Kelihatannya ayat ini menunjukkan bahwa patung berhala tidak ada setannya / roh jahatnya, tetapi sebetulnya bukan itu maksudnya. Pada waktu dikatakan bahwa dalam patung berhala itu tidak ada roh, maksudnya adalah bahwa patung berhala itu mati. Kata ‘roh’ dalam Hab 2:19 itu diterjemahkan dari kata bahasa Ibrani RUAKH, tetapi KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV menterjemahkannya ‘breath’ (= nafas).

Bandingkan dengan Yak 2:26 - “Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati”.

Jadi, maksud dari ayat ini hanyalah bahwa patung berhala itu mati, dan karena itu merupakan suatu ketololan untuk menyembah kepada sesuatu yang mati. Berhala yang mati juga dikontraskan dengan Allah yang hidup.

Bdk. Yer 10:8-16 - “(8) Berhala itu semuanya bodoh dan dungu; petunjuk dewa itu sia-sia, karena ia hanya kayu belaka. - (9) Perak kepingan dibawa dari Tarsis, dan emas dari Ufas; berhala itu buatan tukang dan buatan tangan pandai emas. Pakaiannya dari kain ungu tua dan kain ungu muda, semuanya buatan orang-orang ahli. - (10) Tetapi TUHAN adalah Allah yang benar, Dialah Allah yang hidup dan Raja yang kekal. Bumi goncang karena murkaNya, dan bangsa-bangsa tidak tahan akan geramNya. (11) Beginilah harus kamu katakan kepada mereka: ‘Para allah yang tidak menjadikan langit dan bumi akan lenyap dari bumi dan dari kolong langit ini.’ (12) Tuhanlah yang menjadikan bumi dengan kekuatanNya, yang menegakkan dunia dengan kebijaksanaanNya, dan yang membentangkan langit dengan akal budiNya. (13) Apabila Ia memperdengarkan suaraNya, menderulah bunyi air di langit, Ia menaikkan kabut awan dari ujung bumi, Ia membuat kilat serta dengan hujan, dan mengeluarkan angin dari perbendaharaanNya. (14) Setiap manusia ternyata bodoh, tidak berpengetahuan, dan setiap pandai emas menjadi malu karena patung buatannya. Sebab patung tuangannya itu adalah tipu, tidak ada nyawa di dalamnya, (15) semuanya adalah kesia-siaan, pekerjaan yang menjadi buah ejekan, dan yang akan binasa pada waktu dihukum. (16) Tidaklah begitu Dia yang menjadi bagian Yakub, sebab Dialah yang membentuk segala-galanya, dan Israel adalah suku milikNya; namaNya ialah TUHAN semesta alam!”.

Catatan: kata ‘nyawa’ dalam Yer 10:14 juga berasal dari kata bahasa Ibrani RUAKH, dan KJV/RSV/NIV/NASB/ASV/NKJV juga menterjemahkan ‘breath’ (= nafas).

Bdk. 1Tes 1:9 - “Sebab mereka sendiri berceritera tentang kami, bagaimana kami kamu sambut dan bagaimana kamu berbalik dari berhala-berhala kepada Allah untuk melayani Allah yang hidup dan yang benar”.

 

Jadi, saya berpendapat bahwa Hab 2:19 itu bukan dasar untuk mengatakan bahwa patung berhala tidak ada roh jahatnya. Saya berpendapat adalah memungkinkan bahwa setan memasuki suatu patung berhala, karena ia senang disembah (bdk. Mat 4:10). Juga jelas bahwa adalah mungkin bahwa ialah yang mengabulkan doa-doa yang dinaikkan kepada / melalui patung itu.

 

d)      Kebodohan dari penyembahan berhala.

Penyembahan terhadap patung berhala bukan hanya merupakan dosa, tetapi juga merupakan suatu kebodohan. Mengapa? Karena orang itu membuat patung, lalu menyembah patung buatan tangannya sendiri! Disamping itu, patung berhala itu merupakan benda mati, yang tidak bisa berbuat apa-apa. Bagaimana mungkin seseorang berdoa dan memohon kepadanya?

 

Barnes’ Notes (tentang Maz 115:8): “People who do this show that they are destitute of all the proper attributes of reason, since such gods cannot help them. It is most strange, as it appears to us, that the worshippers of idols did not themselves see this; but this is in reality no more strange than that sinners do not see the folly of their course of sin; that people do not see the folly of worshipping no God” (= Orang-orang yang melakukan hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak mempunyai sifat-sifat yang benar dari akal, karena allah-allah / dewa-dewa seperti itu tidak bisa menolong mereka. Adalah paling / sangat aneh, seperti kelihatannya bagi kita, bahwa penyembah-penyembah dari berhala-berhala itu sendiri tidak melihat hal ini; tetapi ini dalam realitanya tidak lebih aneh dari pada bahwa orang-orang berdosa tidak melihat kebodohan dari jalan mereka yang berdosa; bahwa orang-orang tidak melihat kebodohan dari penyembahan terhadap yang bukan Allah).

 

Ada beberapa ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala, seperti:

1.      Ul 4:28 - “Maka di sana kamu akan beribadah kepada allah, buatan tangan manusia, dari kayu dan batu, yang tidak dapat melihat, tidak dapat mendengar, tidak dapat makan dan tidak dapat mencium”.

2.      Maz 115:4-8 - “(4) Berhala-berhala mereka adalah perak dan emas, buatan tangan manusia, (5) mempunyai mulut, tetapi tidak dapat berkata-kata, mempunyai mata, tetapi tidak dapat melihat, (6) mempunyai telinga, tetapi tidak dapat mendengar, mempunyai hidung, tetapi tidak dapat mencium, (7) mempunyai tangan, tetapi tidak dapat meraba-raba, mempunyai kaki, tetapi tidak dapat berjalan, dan tidak dapat memberi suara dengan kerongkongannya. (8) Seperti itulah jadinya orang-orang yang membuatnya, dan semua orang yang percaya kepadanya”.

3.      Yes 2:8 - “Negerinya penuh berhala-berhala; mereka sujud menyembah kepada buatan tangannya sendiri dan kepada yang dikerjakan oleh tangannya”.

4.      Yer 10:5 - “Berhala itu sama seperti orang-orangan di kebun mentimun, tidak dapat berbicara; orang harus mengangkatnya, sebab tidak dapat melangkah. Janganlah takut kepadanya, sebab berhala itu tidak dapat berbuat jahat, dan berbuat baikpun tidak dapat.’”.

5.      Hakim 6:25-32 - “(25) Pada malam itu juga TUHAN berfirman kepadanya: ‘Ambillah seekor lembu jantan kepunyaan ayahmu, yakni lembu jantan yang kedua, berumur tujuh tahun, runtuhkanlah mezbah Baal kepunyaan ayahmu dan tebanglah tiang berhala yang di dekatnya. (26) Kemudian dirikanlah mezbah bagi TUHAN, Allahmu, di atas kubu pertahanan ini dengan disusun baik, lalu ambillah lembu jantan yang kedua dan persembahkanlah korban bakaran dengan kayu tiang berhala yang akan kautebang itu.’ (27) Kemudian Gideon membawa sepuluh orang hambanya dan diperbuatnyalah seperti yang difirmankan TUHAN kepadanya. Tetapi karena ia takut kepada kaum keluarganya dan kepada orang-orang kota itu untuk melakukan hal itu pada waktu siang, maka dilakukannyalah pada waktu malam. (28) Ketika orang-orang kota itu bangun pagi-pagi, tampaklah telah dirobohkan mezbah Baal itu, telah ditebang tiang berhala yang di dekatnya dan telah dikorbankan lembu jantan yang kedua di atas mezbah yang didirikan itu. (29) Berkatalah mereka seorang kepada yang lain: ‘Siapakah yang melakukan hal itu?’ Setelah diperiksa dan ditanya-tanya, maka kata orang: ‘Gideon bin Yoas, dialah yang melakukan hal itu.’ (30) Sesudah itu berkatalah orang-orang kota itu kepada Yoas: ‘Bawalah anakmu itu ke luar; dia harus mati, karena ia telah merobohkan mezbah Baal dan karena ia telah menebang tiang berhala yang di dekatnya.’ (31) Tetapi jawab Yoas kepada semua orang yang mengerumuninya itu: ‘Kamu mau berjuang membela Baal? Atau kamu mau menolong dia? Siapa yang berjuang membela Baal akan dihukum mati sebelum pagi. Jika Baal itu allah, biarlah ia berjuang membela dirinya sendiri, setelah mezbahnya dirobohkan orang.’ (32) Dan pada hari itu diberikan oranglah nama Yerubaal kepada Gideon, karena kata orang: ‘Biarlah Baal berjuang dengan dia, setelah dirobohkannya mezbahnya itu.’”.

Kenyataannya, Baal tidak (bisa) mengapa-apakan Gideon!

6.      Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:9-20 yang berbunyi sebagai berikut: “(9) Orang-orang yang membentuk patung, semuanya adalah kesia-siaan, dan barang-barang kesayangan mereka itu tidaklah memberi faedah. Penyembah-penyembah patung itu tidaklah melihat dan tidaklah mengetahui apa-apa; oleh karena itu mereka akan mendapat malu. (10) Siapakah yang membentuk allah dan menuang patung yang tidak memberi faedah? (11) Sesungguhnya, semua pengikutnya akan mendapat malu, dan tukang-tukangnya adalah manusia belaka. Biarlah mereka semua berkumpul dan bangkit berdiri! Mereka akan gentar dan mendapat malu bersama-sama. (12) Tukang besi membuatnya dalam bara api dan menempanya dengan palu, ia mengerjakannya dengan segala tenaga yang ada di tangannya. Bahkan ia menahan lapar sehingga habislah tenaganya, dan ia tidak minum air sehingga ia letih lesu. (13) Tukang kayu merentangkan tali pengukur dan membuat bagan sebuah patung dengan kapur merah; ia mengerjakannya dengan pahat dan menggarisinya dengan jangka, lalu ia memberi bentuk seorang laki-laki kepadanya, seperti seorang manusia yang tampan, dan selanjutnya ditempatkan dalam kuil. (14) Mungkin ia menebang pohon-pohon aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. (15) Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. (16) Setengahnya dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggang itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ (17) Dan sisa kayu itu dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ (18) Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. (19) Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’ (20) Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.

 

Adam Clarke (tentang Yes 44:12): “The sacred writers are generally large and eloquent upon the subject of idolatry; they treat it with great severity, and set forth the absurdity of it in the strongest light. But this passage of Isaiah, Isa 44:12-20, far exceeds anything that ever was written upon the subject, in force of argument, energy of expression, and elegance of composition” (= Penulis-penulis kudus biasanya berbicara panjang lebar dan fasih tentang pokok penyembahan berhala; mereka menanganinya dengan kekerasan yang besar, dan menunjukkan sifat menggelikannya dalam terang yang paling kuat. Tetapi text dari Yesaya ini, Yes 44:12-20, jauh melebihi apapun yang pernah ditulis tentang pokok ini, dalam kekuatan argumentasi, tenaga pengungkapan, dan keanggunan penyusunan).

 

Jamieson, Fausset & Brown (tentang Yes 44:10): “‘Who hath formed a god?’ - sarcastic question: ‘How debased the man must be who forms a god!’ It is a contradiction in terms. A made god, worshipped by its maker! (1 Cor 8:4.)” [= ‘Siapa yang telah membentuk suatu allah?’ - pertanyaan sarkastik: ‘Betapa rendahnya derajat orang yang membentuk suatu allah!’ Itu merupakan istilah yang kontradiksi. Suatu allah yang dibuat, disembah oleh pembuatnya! (1Kor 8:4).].

 

D. L. Moody: “A man must be greater than anything he is able to make or manufacture. What folly then to think of worshipping such things!” (= Seseorang pasti lebih besar dari apapun yang mampu ia buat atau hasilkan. Jadi alangkah tololnya untuk berpikir tentang penyembahan terhadap hal-hal seperti itu!) - ‘D. L. Moody On The Ten Commandments’, hal 33.

 

Bdk. Yer 16:20 - “Dapatkah manusia membuat allah bagi dirinya sendiri? Yang demikian bukan allah!’”.

-bersambung-

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali