(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)
Minggu, tanggal 24 Agustus 2008, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(Telpon: 7064-1331 / 6050-1331)
Bil 22:5-7 - “ (5) Raja ini
mengirim utusan kepada Bileam bin Beor, ke Petor yang di tepi sungai Efrat, ke
negeri teman-teman sebangsanya, untuk memanggil dia, dengan pesan:
‘Ketahuilah, ada suatu bangsa keluar dari Mesir; sungguh, sampai tertutup
permukaan bumi olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku. (6) Karena itu,
datanglah dan kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat dari padaku;
mungkin aku sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri ini, sebab aku
tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia
kena kutuk.’ (7) Lalu berangkatlah para tua-tua Moab dan para tua-tua Midian
dengan membawa di tangannya upah penenung; setelah mereka sampai kepada
Bileam, disampaikanlah kepadanya pesan Balak”.
Ay
5: “Raja
ini mengirim utusan kepada Bileam bin Beor, ke Petor yang di tepi sungai Efrat,
ke negeri teman-teman sebangsanya, untuk memanggil dia, dengan pesan:
‘Ketahuilah, ada suatu bangsa keluar dari Mesir; sungguh, sampai tertutup
permukaan bumi olehnya, dan mereka sedang berkemah di depanku”.
1)
Tempat tinggal Bileam.
Ay
5: “...
ke Petor yang di tepi sungai Efrat, ke negeri teman-teman sebangsanya”.
KJV:
‘to Pethor, which is by the river of the land of the children of his
people’ (= ke Petor, yang dekat sungai dari negeri dari anak-anak
bangsanya).
RSV:
‘at Pethor, which is near the River, in the land of Amaw’ (= di
Petor, yang dekat Sungai, di negeri dari Amaw).
NIV:
‘at
Pethor, near the River, in his native land’ (= di Petor, dekat Sungai, di negeri asalnya).
NASB:
‘at
Pethor, which is near the River, in the land of the sons of his people’
(= di Petor, yang dekat Sungai, di negeri dari anak-anak dari bangsanya).
Jadi,
kata ‘Efrat’ sebetulnya tidak ada, dan Adam Clarke memberikan pandangan dari
Dr. Kennicott yang mengatakan bahwa tempat tinggal Bileam bisa di dekat sungai
apa saja. Tetapi lalu sungai apa? Apakah dekat S. Nil di Mesir, atau S. Yordan
di Kanaan, atau S. Efrat di Mesopotamia yang termasuk wilayah bangsa Amon? Dr.
Kennicott menganggap yang terakhirlah yang benar, dan ada 12 manuscripts Ibrani
yang bukan menuliskan AMOW (= his people / bangsanya), tetapi AMOWN (=
bangsa Amon) sesuai dengan apa yang ada dalam manuscripts Samaria, Syria dan
Latin (Vulgate). Dengan demikian Ul 23:3-4 menjadi masuk akal.
Ul 23:3-4
- “(3) Seorang Amon atau seorang Moab janganlah masuk jemaah TUHAN,
bahkan keturunannya yang kesepuluhpun tidak boleh masuk jemaah TUHAN sampai
selama-lamanya, (4) karena mereka
tidak menyongsong kamu dengan roti dan air pada waktu perjalananmu keluar dari
Mesir, dan karena mereka
mengupah Bileam bin Beor dari Petor di Aram-Mesopotamia melawan engkau,
supaya dikutukinya engkau”.
Mengapa
Amon diikut-ikutkan? Kalau sekedar dilihat dari cerita tentang Bileam dalam Bil 22-25,
bangsa Amon sama sekali tidak ikut campur dalam usaha pengutukan terhadap
Israel. Tetapi dalam Ul 23:3-4 bangsa Amon ikut dihukum / dikutuk oleh
Tuhan, karena Bileam bertempat-tinggal di antara mereka.
Albert
Barnes mempunyai pandangan berbeda. Ia menganggap bangsa Amon ikut dihukum
karena mereka dan Moab dianggap sebagai satu kesatuan. Saya sendiri tak setuju
dengan Barnes, dan lebih setuju dengan pandangan Clarke / Dr. Kennicott.
2)
Arti nama Bileam.
Pulpit
Commentary: “Balaam
the son of Beer.
<u*l=B!
(Bileam:
our common form is from the Septuagint and New Testament, Balaa/m) is derived either from ul^B*,
to destroy or devour, and
<u*,
the people; or simply from
ul^B*,
with the terminal syllable
<A*,
‘the destroyer.’ The former derivation receives some support from Rev
2:14,15, where ‘Nicolaitans’ are thought by many to be only a Greek form of
‘Balaamites’
(Niko/lao$,
from
nika/w and
lao/$).
Beor (rWuB=)
has a similar signification, from
ru*B*,
to
burn, or consume. Both names have probable reference to the supposed effect of
their maledictions, for successful cursing was an hereditary profession in many
lands, as it still is in some”
[= Bileam anak Beor. <u*l=B! (Bileam:
bentuk umum yang digunakan dalam bahasa Inggris adalah dari Septuaginta dan
Perjanjian Baru,
Balaa/m)
diturunkan atau dari ul^B*,
menghancurkan atau menelan, dan
<u*,
bangsa; atau sekedar dari ul^B*, dengan suku kata akhir
<A*,
‘sang penghancur’. Penurunan yang pertama mendapatkan dukungan dari Wah
2:14,15, dimana ‘Nikolaus’ dianggap oleh banyak orang hanya sebagai bentuk
Yunani dari ‘pengikut Bileam’ (Niko/lao$, dari nika/w
dan
lao/$).
Beor (rWuB=)
mempunyai arti yang mirip, dari ru*B*,
membakar, atau menghanguskan. Kedua nama mempunyai kemungkinan hubungan dengan
akibat / hasil dari pengutukan mereka, karena pengutukan yang sukses merupakan
pekerjaan turun-temurun, seperti yang masih ada sekarang di beberapa tempat].
Catatan: NIKAO = ‘saya mengalahkan’; LAOS = bangsa.
Wah 2:14-15
- “(14) Tetapi Aku mempunyai beberapa keberatan terhadap engkau: di
antaramu ada beberapa orang yang menganut ajaran Bileam, yang memberi
nasihat kepada Balak untuk menyesatkan orang Israel, supaya mereka makan
persembahan berhala dan berbuat zinah. (15) Demikian juga ada padamu orang-orang
yang berpegang kepada ajaran pengikut Nikolaus”.
Catatan: menurut saya, kalau dilihat pengalimatan dari Wah 2:14-15
ini kelihatannya ‘penganut ajaran Bileam’ ini dibedakan dari ‘penganut
ajaran Nikolaus’.
3) Siapakah Bileam itu?
Ada
pro dan kontra yang besar tentang diri Bileam ini, tetapi saya menganggap Bileam
sebagai seorang kafir, tetapi bukan orang kafir biasa. Mengapa? Karena jelas
bahwa ia mengenal Allah dengan benar, dan bahkan menyebutnya dengan nama
‘Yahweh’ (Misalnya dalam ay 8). Dan juga ia bisa bernubuat,
berkomunikasi dengan Allah, mentaati Allah, dan kelihatannya melayani Allah yang
benar. Tetapi pada saat yang sama, ia adalah semacam tukang sihir / penenung (ay 7),
yang boleh dipastikan menggunakan kuasa setan, dan bukannya kuasa Allah. Juga,
ia adalah orang yang tamak / cinta uang, dan itu mengalahkan semua pengetahuan /
pengenalannya yang benar tentang Allah, rasa takutnya kepada Allah, dsb. Dan itu
juga pada akhirnya mencelakakan dan membunuh dia!
Pulpit
Commentary:
“Balaam
had a true knowledge of the most high God. He was not in any sense a heathen as
far as his intellectual perception of Divine things went. And it was not merely
Elohim, the God of nature and creation, whom he knew and revered, but distinctly
Jehovah, the God of Israel and of grace. Speculatively he knew as much of God as
Abraham or Job” (= Bileam mempunyai
pengetahuan yang benar tentang Allah yang Maha Tinggi. Ia sama sekali bukan
orang kafir sejauh pengertian intelektualnya tentang hal-hal Ilahi dipersoalkan.
Dan bukan semata-mata ELOHIM, Allah dari alam dan ciptaan, yang ia kenal dan
hormati / takuti, tetapi dengan jelas Yehovah, Allah dari Israel dan dari kasih
karunia. Diduga, ia mengetahui / mengenal Allah sama banyaknya dengan Abraham
dan Ayub).
The
Bible Illustrator (OT):
“Balaam
belonged to that still numerous class who theoretically know God, and who
actually do fear Him, but whose love and fear of God are not the governing
principles of their minds. They are convinced, but not converted. They would
serve God, but they must serve mammon also; and in the strife between the two
contending influences their lives are made bitter, and their death is perilous”
(= Bileam termasuk dalam kelompok orang banyak itu yang secara teoretis mengenal
Allah, dan yang sungguh-sungguh takut kepadaNya, tetapi yang kasih dan rasa
takut terhadap Allah bukanlah prinsip-prinsip yang memerintah pikiran mereka.
Mereka diyakinkan, tetapi tidak dipertobatkan. Mereka mau menyembah / melayani
Allah, tetapi mereka harus menyembah / melayani Mammon juga; dan dalam
pergumulan di antara dua pengaruh yang bertentangan ini, kehidupan mereka dibuat
menjadi pahit, dan kematian mereka membahayakan).
Teacher’s
Commentary: “There
is no reason to doubt that Balaam had some spiritual powers. ... But it is more
likely that the roots of Balaam’s spiritual power were in the demonic than the
divine. Throughout the Bible Balaam is spoken of in a negative way, and held up
as a negative example. His ways and his motives are condemned in the New
Testament, and his death is recounted in chapter 31 as a divine judgment”
(= Tak ada alasan untuk meragukan bahwa Bileam mempunyai kuasa-kuasa rohani. ...
Tetapi adalah lebih memungkinkan bahwa akar dari kuasa-kuasa rohani Bileam
adalah setan dan bukan Allah. Dalam sepanjang Alkitab Bileam dibicarakan dengan
cara negatif, dan ditegakkan sebagai suatu teladan buruk. Cara-cara dan
motivasinya dikecam dalam Perjanjian Baru, dan kematiannya dalam pasal 31
diperhitungkan sebagai suatu penghukuman ilahi).
Pulpit
Commentary:
“Balaam’s
name mentioned in the New Testament only three times, and each time it is
covered with reproach (2 Peter 2:15; Jude 11; Rev 2:14). His root sin was
the ancient, inveterate vice of human nature, selfishness. ... His
selfishness was shown in - (1) Ambition. ... (2) Covetousness” [= Nama Bileam disebutkan dalam
Perjanjian Baru hanya 3 x, dan setiap kali itu ditutupi dengan celaan (2Pet
2:15; Yudas 11; Wah 2:14). Akar dosanya adalah kejahatan yang kuno, dan
berurat-berakar dari sifat manusia, keegoisan. ... Keegoisannya ditunjukkan
dalam (1) Ambisi. ... (2) Ketamakan].
Barnes’
Notes: “Balaam the son of Beor
was from the first a worshipper in some sort of the true God; and had learned
some elements of pure and true religion in his home in the far East, the cradle
of the ancestors of Israel. But though prophesying, doubtless even before the
ambassadors of Balak came to him, in the name of the true God, yet prophecy
was still to him as before a mere business, not a religion. The summons of
Balak proved to be a crisis in his career: and he failed under the trial”
(= Bileam anak Beor dari semula adalah semacam seorang penyembah dari Allah yang
benar; dan telah mempelajari beberapa elemen dari agama yang murni dan benar di
rumahnya di Timur Jauh, tempat lahir dari nenek moyang Israel. Tetapi sekalipun
bernubuat dalam nama dari Allah yang benar, tak diragukan bahkan sebelum
utusan-utusan Balak datang kepadanya, tetapi baginya tetap seperti sebelumnya
nubuat hanyalah semata-mata bisnis, bukan agama. Pemanggilan dari Balak
terbukti merupakan suatu krisis dalam karirnya: dan ia gagal dalam ujian itu).
The
Bible Illustrator (OT):
“He
knows the true God. ... He is a wise man, and a prophet of God. God
really speaks to him, and really inspires him. And bear in mind, too, that
Balaam’s inspiration did not merely open his mouth to say wonderful words
which he did not understand, but opened his heart to say righteous and wise
things which he did understand. What, then, was wrong in Balaam? This, that he
was double-minded. He wished to serve God. True. But he wished to serve himself
by serving God, as too many do in all times”
(= Ia mengenal Allah yang benar. ... Ia adalah orang yang bijaksana, dan seorang
nabi Allah. Allah sungguh-sungguh berbicara kepadanya, dan sungguh-sungguh
mengilhaminya. Dan camkanlah juga bahwa pengilhaman Bileam tidak semata-mata
membuka mulutnya untuk mengatakan hal-hal bijaksana yang tidak ia mengerti,
tetapi membuka hatinya untuk mengatakan hal-hal benar dan bijaksana yang ia
mengerti. Lalu apa yang salah dalam diri Bileam? Ini, bahwa ia mempunyai
pikiran yang bercabang. Ia ingin melayani Allah. Benar. Tetapi ia ingin melayani
dirinya sendiri dengan cara melayani Allah, seperti yang juga banyak dilakukan
dalam semua jaman).
Catatan: memang 2Pet 2:15-16
menyebutnya sebagai ‘nabi’, tetapi secara negatif, sehingga bisa diartikan
sebagai ‘nabi palsu’.
2Pet 2:15-16
- “(15) Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar, maka
tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang suka menerima
upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat. (16) Tetapi Bileam beroleh peringatan
keras untuk kejahatannya, sebab keledai beban yang bisu berbicara dengan suara
manusia dan mencegah kebebalan nabi itu”.
The
Bible Illustrator (OT):
“That
was what was wrong with him - self-seeking; ... But what may we learn from
this ugly story? Recollect what I said at first, that we should find Balaam
too like many people nowadays; perhaps too like ourselves. Too like indeed.
For never were men more tempted to sin as Balaam did than in these days, when
religion is all the fashion, and pays a man, and helps him on in life; ...
Thereby comes a terrible temptation to many men. I do not mean to hypocrites,
but to really well-meaning men. They like religion. They wish to be good; they
have the feeling of devotion. They pray, they read their Bibles, they are
attentive to services and to sermons, and are more or less pious people. But
soon - too soon - they find that their piety is profitable. Their business
increases. Their credit increases. They gain power over their fellow men. What
a fine thing it is, they think, to be pious! Then creeps in the love of the
world; the love of money, or power, or admiration; and they begin to value
religion because it helps them to get on in the world”
(= Itulah yang salah dengan dia – pencarian diri sendiri; ... Tetapi apa
yang bisa kita pelajari dari cerita yang buruk ini? Ingatlah apa yang saya
katakan pada awalnya, bahwa kita mendapati bahwa Bileam mirip dengan banyak
orang pada jaman sekarang; mungkin juga mirip dengan diri kita sendiri. Bahkan
terlalu mirip. Karena tidak pernah manusia dicobai pada dosa seperti Bileam
lebih dari pada jaman ini, dimana agama merupakan mode, dan membayar /
menguntungkan seseorang, dan menolongnya untuk melanjutkan kehidupan. ...
Dengan itu datanglah pencobaan yang dahsyat kepada banyak orang. Saya tidak
memaksudkan orang-orang munafik, tetapi orang-orang yang sungguh-sungguh
bermaksud baik. Mereka menyukai agama. Mereka ingin menjadi baik; mereka
mempunyai perasaan pembaktian. Mereka berdoa, mereka membaca Alkitab mereka,
mereka sangat memperhatikan kebaktian-kebaktian dan khotbah-khotbah, dan
mereka kurang lebih merupakan orang-orang saleh. Tetapi dengan cepat - terlalu
cepat – mereka mendapati bahwa kesalehan mereka merupakan sesuatu yang
menguntungkan. Bisnis mereka meningkat. Kehormatan mereka meningkat. Mereka
mendapatkan kekuasaan atas sesama mereka. Dan mereka berpikir, Alangkah
indahnya hal ini, menjadi saleh! Lalu merangkaklah masuk kasih kepada dunia
ini; cinta uang, atau kuasa, atau penghargaan; dan mereka mulai menghargai
agama karena agama itu menolong mereka untuk maju / berhasil dalam dunia ini).
The
Bible Illustrator (OT): “How
came it that Balaam acted so inconsistently with his knowledge and convictions,
and succeeded for the time, as we may say, in juggling with his conscience? The
answer is not hard to find. He loved money. His heart was set on gold. He had
allowed the passion of covetousness to become the ruling principle of his
nature. ... What a terrible passion is this of covetousness! ... No one of us,
whether rich or poor, whether minister or layman, has a right to say that there
is no fear of him in this matter; for if the love of money takes possession of
the heart, it will blind the eyes, and harden the conscience, and become a root
of evil, so that we shall ‘fall into temptation and a snare, and into many
foolish and hurtful lusts that war against the soul.’ But what is true of
covetousness is true also of every evil principle, so that we may generalise the
lesson here, and say that if the heart be fixed on any object as its God, other
than the God and Father of our Lord Jesus Christ, we may expect in the end,
whatever may be our knowledge, and whatever our scruples in other respects, that
we shall act against our convictions, and make shipwreck not only of the faith,
but also of ourselves, ‘without possibility of salvage.’” [= Bagaimana
Bileam bisa bertindak begitu tidak konsisten dengan pengetahuan dan
keyakinannya, dan berhasil untuk sementara waktu dalam bermain sulap dengan hati
nuraninya? Jawabannya tidak sukar untuk didapatkan. Ia cinta uang. Hatinya
diarahkan pada emas. Ia telah mengijinkan nafsu ketamakan untuk menjadi prinsip
yang memerintah dirinya. ... Alangkah mengerikannya nafsu ketamakan ini! ... Tak
seorangpun dari kita, apakah kaya atau miskin, apakah seorang pendeta atau orang
awam, mempunyai hak untuk berkata bahwa tidak ada rasa takut dalam dirinya dalam
persoalan ini; karena jika cinta uang menguasai hati, itu akan membutakan mata,
dan mengeraskan hati nurani, dan menjadi akar dari kejahatan, sehingga kita akan
‘terjatuh ke dalam pencobaan, ke dalam jerat dan ke dalam berbagai-bagai nafsu
yang hampa dan yang mencelakakan, yang menenggelamkan manusia ke dalam
keruntuhan dan kebinasaan’ (1Tim 6:9). Tetapi apa yang benar tentang ketamakan, juga benar tentang setiap
prinsip jahat, sehingga kita bisa menjadikan pelajaran ini bersifat umum, dan
berkata bahwa jika hati dipancangkan pada obyek apapun sebagai allahnya, selain
dari Allah dan Bapa dari Tuhan Yesus Kristus, kita bisa mengharapkan pada
akhirnya, tak peduli bagaimana pengetahuan kita, dan tak peduli bagaimana
kecermatan kita dalam hal-hal lain, bahwa kita akan bertindak menentang
keyakinan kita, dan mengandaskan, bukan hanya iman kita, tetapi juga diri kita
sendiri, ‘tanpa kemungkinan untuk diselamatkan’].
Dari
hal-hal tentang Bileam ini bisa ditarik beberapa kesimpulan sebagai penerapan.
a)
Hanya sekedar pengetahuan intelektual dan karunia pelayanan, sehebat
apapun kedua hal itu, tak ada artinya sama sekali, kalau tak disertai dengan
iman yang sungguh-sungguh.
b)
Sekalipun pada satu sisi, jelas merupakan sesuatu yang salah kalau kita
langsung mempercayai seseorang sebagai orang kristen sejati / hamba Tuhan yang
sejati, begitu kita melihat pengetahuan dan karunia yang hebat, tetapi juga
salah kalau pada saat kita melihat seseorang yang mempunyai pengetahuan dan
karunia yang hebat mempunyai cacat cela sedikit saja, kita langsung mencapnya
‘sebagai Bileam’.
c)
Cinta uang / ketamakan merupakan sesuatu yang membahayakan dan harus
diwaspadai oleh semua orang! Dan pada jaman sekarang kita melihat bahwa
mayoritas orang kristen, hamba Tuhan, gereja, Lembaga Kristen, Penerbit buku,
bahkan mungkin sekolah theologia, secara sadar atau tidak, menjadikan uang
sebagai pusat kehidupan / pelayanan mereka.
4)
Pemanggilan Bileam merupakan hal baik yang salah arah.
Calvin
menganggap bahwa Balak mempunyai suatu sikap yang baik, yaitu mencari
pertolongan dari Allah, tetapi ia mencarinya dengan cara yang salah, yaitu
dengan mendatangi satu nabi upahan / mata duitan.
Calvin: “This passage
shews us, like many others, that the errors wherein Satan entangles unbelievers
are derived from good principles. The modesty of king Balak appears to be worthy
of praise, in that, conscious of his own weakness, and placing no confidence in
human aid, he sets about imploring the help of God. ... but, when he seeks for
God amiss by circuitous ways, he departs far from Him. And this is a common
error with all hypocrites and unbelievers, that, whilst they aspire after God,
they wander into indirect paths of their own. Balak desires Divine deliverance
from his danger; but the means are of his own device, when he would purchase
incantations from a mercenary prophet”
(= Text ini menunjukkan kepada kita, seperti text-text yang lain, bahwa
kesalahan-kesalahan dalam mana Setan membelit orang-orang yang tidak percaya
didapatkan dari prinsip-prinsip yang baik. kerendahan hati dari raja Balak
kelihatannya layak dipuji, dalam hal dimana ia sadar akan kelemahannya, dan
tidak menempatkan keyakinan pada pertolongan manusia, dan ia mulai mencari
pertolongan dari Allah. ... tetapi, pada saat ia mencari Allah secara keliru
dengan cara memutar, ia menyimpang jauh dari padaNya. Dan ini adalah suatu
kesalahan yang umum dengan semua orang munafik dan orang tidak percaya, bahwa
sementara mereka menginginkan / mencari Allah, mereka mengembara ke dalam
jalan-jalan tak langsung dari diri mereka sendiri. Balak menginginkan pembebasan
/ pertolongan Ilahi dari bahayanya; tetapi caranya merupakan akalnya sendiri,
pada waktu ia mau membeli mantera dari seorang nabi yang berjiwa dagang).
Calvin: “We gather,
therefore, from his anxiety to obtain peace and pardon from God, that there was
some seed of religion implanted in his mind. The reverence which he pays to the
Prophet is also a sign of his piety. But that he desires to win over God by his
own vain inventions is a proof of foolish superstition; and that he seeks to lay
Him under obligation to himself, of impious pride”
(= Karena itu, kami menyimpulkan, dari keinginannya untuk mendapatkan damai dan
pengampunan dari Allah, bahwa ada sedikit benih agama tertanam dalam pikirannya.
Penghormatan yang ia berikan kepada sang nabi juga merupakan suatu tanda dari
kesalehannya. Tetapi bahwa ia ingin memenangkan Allah oleh penemuannya sendiri
yang sia-sia, merupakan suatu bukti dari suatu takhyul yang tolol; dan bahwa ia
berusaha untuk meletakkan Doa di bawah kewajiban terhadap dirinya sendiri
merupakan bukti dari suatu kesombongan yang jahat).
Catatan: saya berpendapat bahwa penafsiran Calvin belum tentu benar dalam kasus
raja Balak, tetapi dalam banyak kasus ini memang sering benar.
5)
Apa yang Balak inginkan untuk dilakukan Bileam baginya.
Ay 6:
“Karena
itu, datanglah dan kutuk bangsa itu bagiku, sebab mereka lebih kuat dari padaku;
mungkin aku sanggup mengalahkannya dan menghalaunya dari negeri ini, sebab aku
tahu: siapa yang kauberkati, dia beroleh berkat, dan siapa yang kaukutuk, dia
kena kutuk.’”.
a)
Balak ingin Bileam mengutuk Israel baginya.
Teacher’s
Commentary:
“Balak
called on Balaam to curse Israel for him. The word translated ‘curse’ here
is QABAB, which suggests the idea of binding, to reduce ability, or to render
powerless. Peoples in the ancient world considered curses magic tools to be used
to gain power over enemies. Balak was attempting to mount a supernatural attack
on this people against whom natural resources seemed inadequate”
(= Balak memanggil Bileam untuk mengutuk Israel baginya. Kata yang diterjemahkan
‘mengutuk’ di sini adalah QABAB, yang menunjukkan suatu gagasan tentang
mengikat, menurunkan kemampuan, atau membuat tak berdaya. Orang-orang dalam
dunia kuno menganggap kutukan sebagai alat magic untuk mendapatkan kuasa atas
musuh-musuh mereka. Balak sedang berusaha untuk naik pada suatu serangan
supranatural / gaib terhadap bangsa ini, terhadap siapa sumber-sumber alamiah
kelihatannya tidak mencukupi).
Calvin
mengomentari bagian ini dengan mengatakan bahwa setan selalu menyerang
gereja dengan segala macam cara untuk menghancurkannya. Tetapi pada saat
yang sama cerita ini juga menunjukkan bagaimana Tuhan selalu menjaga
milikNya / anak-anakNya dan menggunakan serangan-serangan dari musuh-musuh
gereja itu untuk kebaikan anak-anakNya itu.
Tetapi
saya ingin menambahkan bahwa antara serangan setan dan pertolongan Tuhan itu
bisa ada suatu masa yang cukup panjang, dan itu yang membuat kita menderita!
b)
Apakah orang kristen perlu takut terhadap kutuk?
Matthew
Henry: “Curses pronounced by
God’s prophets in the name of the Lord have wonderful effects, as Noah’s
(Gen. 9:25), and Elisha’s, 2 Kin. 2:24. But the curse causeless shall not come
(Prov. 26:2), no more than Goliath’s, when he cursed David by his gods, 1 Sam.
17:43” [= Kutuk yang diucapkan oleh nabi-nabi Allah dalam nama Tuhan
mempunyai akibat / hasil yang luar biasa, seperti kutuk dari Nuh (Kej 9:25), dan
kutuk dari Elisa, 2Raja 2:24. Tetapi kutuk tanpa alasan tidak akan datang / kena
(Amsal 26:2), seperti kutuk dari Goliat, pada waktu ia mengutuk Daud demi nama
dewa-dewanya, 1 Sam 17:43].
Kej 9:25
- “berkatalah ia (Nuh):
‘Terkutuklah Kanaan, hendaklah ia menjadi hamba yang paling hina bagi
saudara-saudaranya.’”.
2Raja 2:24
- “Lalu berpalinglah ia (Elisa)
ke belakang, dan ketika ia melihat mereka, dikutuknyalah mereka demi nama TUHAN.
Maka keluarlah dua ekor beruang dari hutan, lalu mencabik-cabik dari mereka
empat puluh dua orang anak”.
1Sam 17:43
- “Orang Filistin itu berkata kepada Daud: ‘Anjingkah aku, maka engkau
mendatangi aku dengan tongkat?’ Lalu demi para allahnya orang Filistin itu (Goliat) mengutuki Daud”.
Amsal 26:2
- “Seperti burung pipit mengirap dan burung layang-layang terbang,
demikianlah kutuk tanpa alasan tidak akan kena”.
Bdk.
Maz 109:28 - “Biar mereka mengutuk, Engkau akan memberkati; biarlah
lawan-lawanku mendapat malu, tetapi hambaMu ini kiranya bersukacita”.
Penerapan:
·
kalau kita adalah orang percaya,
maka kita tak perlu takut pada kutuk dari siapapun. Pada saat kita belum
percaya, kita memang adalah orang-orang terkutuk, tetapi Kristus sudah memikul
kutuk kita di kayu salib, sehingga kalau kita adalah orang-orang percaya, maka
kita adalah orang-orang yang diberkati. Dan kalau di hadapan Allah kita memang
adalah orang-orang yang diberkati, kita tak usah takut terhadap kutuk dari
siapapun.
·
ada orang tua kafir yang mengutuk
anaknya pada saat anaknya menjadi orang kristen, atau aktif dalam gereja,
pelayanan dsb. Kalau saudara adalah anak yang dikutuk seperti itu, saudara tak
perlu takut. Ingat Amsal 26:2 dan ayat-ayat lain yang baru kita bahas di atas.
6)
Utusan Balak untuk memanggil Bileam.
Ay 7:
“Lalu
berangkatlah para tua-tua Moab dan para tua-tua Midian dengan membawa di
tangannya upah penenung; setelah mereka sampai kepada Bileam, disampaikanlah
kepadanya pesan Balak”.
a)
‘para tua-tua Moab dan para
tua-tua Midian’.
Keil
& Delitzsch: “According to v. 7, the elders of Midian went to Balaam with
the elders of Moab; and there is no doubt that the Midiantish elders advised
Balak to send for Balaam ... to come and curse the Israelites. Another
circumstance also points to an intimate connection between Balaam and the
Midianites, namely, the fact that, after he had been obliged to bless the
Israelites in spite of the inclination of his own natural heart, he went to the
Midianites and advised them to make the Israelites harmless, by seducing them to
idolatry (Num 31:16)” [= Menurut ay 7, tua-tua Midian pergi kepada
Bileam bersama dengan tua-tua Moab; dan tidak diragukan bahwa tua-tua Midian
menasehati Balak untuk memanggil Bileam ... untuk datang dan mengutuk
orang-orang Israel. Keadaan yang lain juga menunjukkan suatu hubungan dekat
antara Bileam dengan orang-orang Midian, yaitu fakta bahwa setelah ia diwajibkan
untuk memberkati orang-orang Israel tak peduli apa kecenderungan hatinya
sendiri, ia pergi kepada orang-orang Midian dan menasehati mereka untuk membuat
orang-orang Israel tak berbahaya, dengan membujuk / merayu mereka pada
penyembahan berhala (Bil 31:16)].
Bil 31:16
- “Bukankah perempuan-perempuan ini, atas nasihat Bileam, menjadi sebabnya
orang Israel berubah setia terhadap TUHAN dalam hal Peor, sehingga tulah turun
ke antara umat TUHAN”.
b)
‘dengan membawa upah penenung’.
1.
Perbedaan konsep orang kafir dan bangsa Israel tentang Allah.
Wycliffe
Bible Commentary: “‘The
rewards of divination in their hand.’ The story shows a marked distinction
between the heathen concept that the prophet was a manipulator of the gods and
the Hebrew idea that God was a sovereign Determiner of all that came to pass,
‘who blesses whom he will bless and curses whom he will curse’ (v. 6)”
[= ‘Upah penenung di tangan mereka’. Cerita ini menunjukkan suatu perbedaan
yang penting antara konsep kafir bahwa seorang nabi adalah seorang manipulator
dari dewa-dewa, dan gagasan orang Ibrani bahwa Allah adalah Penentu yang
berdaulat dari semua yang akan terjadi, ‘yang memberkati siapa yang akan Ia
berkati dan mengutuk siapa yang akan Ia kutuk’ (ay 6)].
Penerapan:
saya kutair bahwa dari dua pandangan yang dibicarakan oleh Wycliffe ini, yang
populer pada jaman sekarang dalam kebanyakan gereja / orang kristen adalah
pandangan kafir. Kebanyakan orang kristen menganggap ‘hamba Tuhan’ bisa
memanipulasi Allah sesuai kemauannya sendiri. Ini misalnya terlihat dari
pandangan banyak orang yang mengatakan: ‘Kalau
mau kaya, pergilah ke gereja X’.
2.
Nabi upahan / nabi dengan jiwa dagang.
Ay 7
mengatakan bahwa utusan Balak menghadap Bileam sambil membawa upah penenung. Ini
mungkin karena kebiasaan jaman itu kalau menghadap nabi / orang penting selalu
mempersembahkan sesuatu (bdk. 1Sam 9:7-8
1Sam 16:20), tetapi mungkin juga karena seperti yang Calvin katakan
bahwa: “there have been in all ages
hireling prophets who made a sale of their revelations” (= selalu ada
nabi-nabi upahan yang menjual wahyu-wahyu mereka) - hal 184.
Bdk.
2Pet 2:15 - “Oleh karena mereka telah meninggalkan jalan yang benar,
maka tersesatlah mereka, lalu mengikuti jalan Bileam, anak Beor, yang
suka menerima upah untuk perbuatan-perbuatan yang jahat”.
Bdk.
Yeh 13:19 - “Kamu melanggar
kekudusanKu di tengah-tengah umatKu hanya demi beberapa genggam jelai dan
beberapa potong roti, dengan membunuh orang-orang yang tidak patut mati, dan
membiarkan hidup orang-orang yang tidak patut hidup, dalam hal kamu berbohong
kepada umatKu yang sedia mendengar bohong”.
Penerapan:
alangkah banyaknya ‘nabi’ seperti ini pada jaman sekarang! Kalau saudara
adalah seorang hamba Tuhan, renungkanlah apakah saudara termasuk ‘nabi’
seperti ini. Kalau ya, bertobatlah!
3. Bujukan setan yang dimodifikasi.
The
Bible Illustrator (OT):
“‘All
things will I give Thee, if Thou wilt fall down and worship me’: so spake the
prince of this world to Jesus; and at every turn he modifies his voice, but
still to say the same thing, in the softest tone, to all Christ’s followers -
nay, even to every one of His redeemed”
[= ‘Semua itu akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku’ (Mat
4:9): demikianlah kata dari penguasa
dunia ini kepada Yesus; dan pada setiap belokan ia memodifikasi suaranya, tetapi
tetap mengatakan hal yang sama, dalam nada yang paling lembut, kepada semua
pengikut Kristus, bahkan kepada setiap orang yang Ia tebus].
Penerapan:
setan selalu siap untuk membayar / ‘memberkati’ saudara, asal saudara tunduk
kepadanya. Tetapi ingat kata-kata Yesus dalam Mat 16:26 - “Apa gunanya
seorang memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan nyawanya? Dan apakah yang
dapat diberikannya sebagai ganti nyawanya?”. Karena itu, marilah kita
mentaati Tuhan, dan menolak setiap bujukan Tuhan, tak peduli kita harus
menderita dan miskin dalam dunia ini!
-AMIN-
-bersambung-
e-mail us at [email protected]