BENAR atau SESAT? : Buku Pegangan Katekisasi GKI "Tuhan Ajarlah Aku"

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.


 I. Tentang Kitab Suci

A. Penulis plin-plan dalam ajarannya tentang Kitab Suci

Dalam bagian-bagian tertentu ia meninggikan Kitab Suci dan mengakuinya sebagai firman Allah, tetapi dalam bagian-bagian tertentu yang lain ia merendahkan Kitab Suci.
 

1. Bagian dimana ia meninggikan Kitab Suci:
 

a. Hal 28: "kita juga tidak setuju dengan paham liberalisme yang menolak Alkitab sebagai firman Allah".

b. Hal 131: "Oleh karena itu penulisan Alkitab merupakan hasil inspirasi dan pengilhaman Roh Kudus sendiri (bdk. 2Tim 3:16)".

c. Hal 211: "Sebagai jemaat Allah kita mengakui kewibawaan Alkitab sebagai Firman Allah yang menuntun kepada keselamatan dan menjadi dasar normatif bagi kehidupan serta tingkah laku kita".
 

2. Bagian dimana ia merendahkan Kitab Suci:
 

a. Hal 28: "infallibility = doktrin yang tidak menghargai Alkitab sebagai kitab-kitab yang bersifat teologis".

b. Hal 77: "Oleh karena itu firman Allah sejati tidak pernah hanya merupakan suatu kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci. Pendewa-dewaan kumpulan ayat-ayat dalam Kitab Suci sebenarnya sama saja dengan pemberhalaan. Iman kristen menyadari, bahwa firman Allah sejati menjelma menjadi Yesus Kristus yang adalah Anak Allah. Artinya firman Allah sejati tidak pernah menjelma menjadi sebuah 'buku yang turun dari sorga'".

Hal yang senada dengan ini ia katakan dalam hal 214: "Atas dasar pemikiran yang demikian, theologia Alkitab tidak pernah mendudukkan Alkitab sejajar dengan Firman Allah sendiri. Alkitab adalah alat yang dipakai oleh Allah untuk menyampaikan firmanNya. Sedangkan firman Allah yang sejati (realitas obyektif-ilahi) menjelma menjadi manusia yang kelihatan dan yang menyejarah. Sebab itu sikap penghargaan kita yang tinggi terhadap Alkitab sebagai alat dari firman Allah tidak boleh melebihi penghargaan kita kepada Yesus Kristus. Jadi Alkitab berada di bawah kuasa pribadi Yesus Kristus, tidak boleh sebaliknya!".
 
Selanjutnya dalam hal 215 penulis berkata: "Semua usaha penelitian ilmiah ini tidak menggoyahkan iman mereka, sebab iman mereka tertuju kepada Yesus Kristus bukan kepada Alkitab".

Ada beberapa hal yang perlu dibahas tentang pernyataan-pernyataan ini:
 

w Kalau Yesus ditinjau sebagai Allah yang merendahkan diri menjadi manusia, maka Yesus justru tunduk pada firman Tuhan!

Gal 4:4 - "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus AnakNya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat"

w Kalau Yesus ditinjau sebagai Allah, apakah Ia lebih tinggi dari firman Allah / Kitab Suci?

Dalam arti tertentu, memang ya! Karena Yesus adalah Allah sendiri, maka Ia harus kita sembah, sedangkan Kitab Suci tidak boleh disembah! Tetapi ditinjau dari sudut otoritas / kebenarannya, maka pertanyaan itu harus dijawab dengan 'tidak'! Yesus sebagai Allah sekalipun tidak lebih tinggi otoritas / kebenarannya dibandingkan Kitab Suci / firman Allah, karena Yesus tidak mungkin bisa mengatakan sesuatu yang bertentangan dengan Kitab Suci / firman Allah! Bdk. Mat 5:17-18!

w Kita tidak bisa meninggikan Yesus dan pada saat yang sama merendahkan Kitab Suci, karena Kitab Suci adalah firman Tuhan sendiri! Mungkinkah kita bisa menghormati seseorang tetapi merendahkan kata-katanya?

John Murray memberikan komentar tentang seorang teman sejawatnya yang bernama E.J. Young (yang memang sangat getol dalam mempertahankan otoritas Kitab Suci) sebagai berikut: "He knew nothing of an antithesis between devotion to the Lord and devotion to the Bible. He revered the Bible because he revered the Author" (= Ia tidak mengenal pertentangan antara kesetiaan / pembaktian diri terhadap Tuhan dan kesetiaan / pembaktian diri terhadap Alkitab. Ia menghormati Alkitab karena ia menghormati Pengarangnya).

w Kita harus percaya baik kepada Yesus Kristus / Allah, maupun kepada firmanNya/ Alkitab, karena hanya dari firmanNya / Alkitab itulah kita bisa mengenal / percaya kepada Yesus Kristus / Allah dengan benar. Perhatikan bahwa beberapa ayat Kitab Suci jelas menyuruh kita untuk percaya kepada firman Tuhan!

Dalam Maz 119:66b Daud berkata: "sebab aku percaya kepada perintah-perintahMu".

Dalam Mark 1:15 Yesus sendiri berkata: "Bertobatlah dan percayalah kepada Injil".

c. Hal 209: "Alkitab memang berfungsi sebagai Firman Allah, tetapi Firman Allah yang bersabda melalui perkataan-perkataan manusia"

Jelas ada perbedaan antara mengatakan bahwa 'Alkitab adalah Firman Allah' dan 'Alkitab berfungsi sebagai firman Allah'!

d. Penulis juga menyebutkan Kej 1 sebagai 'ungkapan religius umat Israel' (hal 26), 'usaha perumusan kredo dari umat Allah' (hal 29), 'formulasi kredo (perumusan pengakuan iman)' (hal 29), 'ungkapan religius' (hal 29), 'pengakuan iman' (hal 31), 'bahan bukti iman' (hal 31), 'pengakuan teologis (iman)' (hal 31)

Semua ini ia perjelas maksudnya dalam hal 31 dimana ia berkata: "Namun melalui kisah penciptaan itu, penulis kitab Kejadian mengajak kepada seluruh para pembaca (umat manusia) agar bersama-sama hidup dalam iman kepada Tuhan Allah saja, sebab Dialah Pencipta langit dan bumi"

Hal yang serupa ia katakan dalam hal 32: "Sehingga isi kesaksian Kitab Kejadian sebenarnya merupakan jawaban dan sikap penulis Kitab Kejadian yang mewakili orang-orang beriman terhadap latar belakang kehidupan budaya dan pandangan hidup pada jaman itu"

Pandangan penulis tentang Kej 1 ini juga berlaku dalam pandangannya tentang seluruh Alkitab, dan ini terlihat dari:

w hal 27-28: "Atau Alkitab sebagai kitab yang memuat kumpulan kesaksian iman orang-orang percaya kepada Tuhan Allah. Sehingga berita atau kesaksian Alkitab berisi ungkapan-ungkapan iman orang-orang percaya terhadap karya yang dilakukan Tuhan Allah"

w hal 28-29: "Sikap yang alkitabiah dalam menafsirkan kisah penciptaan langit dan bumi serta manusia adalah menempatkan Alkitab yang memiliki bidang disiplin yang khas dan unik itu sebagai kumpulan kitab yang berisi kesaksian iman. Melalui kesaksian iman orang-orang percaya ini, Tuhan Allah menyampaikan firman dan kehendakNya. Sebab itu sebagai firman Allah, Alkitab berfungsi untuk menyampaikan kesaksian tentang karya dan tindakan Allah yang dialami dalam sejarah oleh orang-orang percaya, yaitu sebagai karya yang menyelamatkan".

w hal 130: "Jadi fungsi Alkitab adalah menyampaikan kesaksian (pewartaan) iman dari orang-orang percaya pada jaman dan waktu yang lain dan masa yang akan datang".

w hal 131: "Jadi karena hakikat Alkitab berfungsi sebagai pewartaan iman ..."

w hal 208: "Bila demikian, kebenaran Alkitab merupakan kebenaran iman. Sebagai kebenaran iman, Alkitab memberi kesaksian iman orang-orang percaya dari dunia Perjanjian Lama dan Perjanjian baru tentang karya atau tindakan-tindakan Tuhan Allah yang menyelamatkan di dalam sejarah kehidupan manusia"

w hal 209: "Secara keseluruhan konteks Alkitab adalah kesaksian iman orang-orang percaya tentang karya penyelamatan Allah. ... Kita harus menghormati fungsi dan kedudukan Alkitab sebagai buku keagamaan yang berisi kesaksian iman manusia namun dipakai Allah untuk menyampaikan kehendakNya yang menyelamatkan".
 

Ada 3 hal yang perlu dipertanyakan tentang pandangan penulis yang mengatakan bahwa Kej 1 / Kitab Suci merupakan 'kesaksian iman':
 

w Bukankah semua ini menunjukkan bahwa Kej 1 maupun seluruh Alkitab dituliskan atas inisiatif manusia, dan datang dari manusia? Dengan demikian, Alkitab bukan firman Allah!

w Dari mana penulis kitab Kejadian itu bisa tahu bahwa Allah adalah Pencipta? Bagaimana ia tahu cara Allah mencipta alam semesta, sehingga ia lalu bisa memberikan kesaksian iman? Mungkinkah ia bisa tahu dengan sendirinya kalau Allah tidak memberikan firmanNya kepadanya?

w Dari mana penulis kitab Kejadian / Kitab Suci itu bisa beriman (sehingga lalu bisa memberi kesaksian iman) kalau mereka tidak lebih dulu menerima firman Tuhan? Kitab Suci sendiri mengatakan: "Jadi, iman timbul dari pendengaran, dan pendengaran oleh firman Kristus" (Roma 10:17)

B. Penulis menggunakan penafsiran yang salah / sesat

Ia menggunakan sistim penafsiran yang dikembangkan oleh tokoh Liberal dari Jerman yang bernama Rudolf Bultmann (sekalipun hal ini tidak dikatakan oleh penulis).

Rudolf Bultmann menafsirkan Kitab Suci dengan melakukan apa yang disebut demythologizing. Bultmann percaya bahwa Kitab Suci mengandung myth (= mitos / dongeng), dan untuk mengerti kitab suci ia berpendapat bahwa kita harus memisahkan mitos / dongeng (yang tidak benar) tsb dari kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci tsb. Pembuangan mitos untuk mendapatkan kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci inilah yang disebut dengan demythologizing itu. Kalau cara penafsiran ini digunakan terhadap bagian kitab suci yang merupakan perumpamaan, maka itu mungkin sekali bisa diterima, karena cerita yang digunakan dalam perumpamaan memang tidak sungguh-sungguh terjadi. Tetapi Bultmann menerapkan metode penafsirannya terhadap bagian-bagian yang bersifat sejarah dan yang betul-betul terjadi. Jadi kalau ia menafsirkan cerita kebangkitan Lazarus dalam Yoh 11, mungkin sekali ia akan berkata bahwa mujijat kebangkitan itu cuma mitos / dongeng yang tidak sungguh-sungguh terjadi. Kebenaran yang ingin diajarkan oleh Kitab Suci, mungkin cuma bahwa Yesus berkuasa atas kematian.

Ajaran Bultmann ini jelas merupakan ajaran sesat yang harus kita tolak, karena secara tak langsung ajaran ini menyatakan bahwa dalam firmanNya Allah mencampur kebenaran dengan dusta!

Tetapi penulis TAA ini justru menggunakan metode penafsiran Bultmann ini, dan hal itu terlihat dari:

1. Hal 29-31 (tentang penciptaan) dimana ia berkata:
 

w "Makna kisah penciptaan langit, bumi serta manusia adalah mengajak kita untuk memahami makna iman kepada Tuhan Allah. Oleh karena itu kisah Penciptaan dalam Kejadian 1:1-27 bukan dimaksudkan sekedar laporan informasi sejarah atau laporan Ilmu Pengetahuan" (hal 29)

w "Urut-urutan hari dalam kisah penciptaan dimaksudkan oleh penulis Kitab Kejadian tidak dalam arti laporan eksak ilmiah mengenai terjadinya segala sesuatu. Namun urut-urutan hari ditulis dimaksudkan sebagai pengakuan iman bahwa Allah mencipta dengan perencanaan (program kerja) yang baik" (hal 31)

w "Jadi gagasan inti yang harus kita mengerti adalah kisah penciptaan dalam Kitab Kejadian bukan laporan jurnalistik atau bukan informasi ilmiah tentang ilmu arkeologi" (hal 31)

Semua kata-katanya ini jelas menunjukkan bahwa penulis beranggapan bahwa kisah penciptaan dalam Kej 1 itu tidak sungguh-sungguh terjadi. Yang ia pentingkan hanyalah makna dari kisah itu. Dengan demikian jelas bahwa ia sudah melakukan demythologizing sesuai dengan ajaran Bultmann.

2. Hal 36 (tentang pembuatan / penciptaan Hawa) dimana ia berkata:

w "Kisah penciptaan manusia perempuan yang diambil dari tulang rusuk manusia laki-laki jelas bukan dimaksudkan sebagai informasi medis atau laporan ilmu biologi. Tetapi untuk mengungkapkan suatu makna iman. Makna iman yang dimaksud adalah bahwa manusia laki-laki dan manusia perempuan berada dalam keterjalinan hubungan lahir dan batin, jasmaniah dan rohaniah ...."

Ini lagi-lagi menunjukkan bahwa ia tak percaya kalau peristiwa itu betul-betul terjadi. Yang ia tekankan hanyalah maknanya.

3. Hal 51 (tentang hukuman dosa dalam Kej 3) dimana ia berkata:

w "Di Kejadian 3:14-17, hukuman Allah kepada manusia pria (Adam) dan manusia perempuan (Hawa) adalah sebagai berikut:

- perempuan harus menderita pada waktu hendak bersalin

- laki-laki harus bekerja keras mencari rezeki karena tanah menjadi terkutuk bagi manusia

- ular dikutuk sehingga harus merayap dengan perutnya

- terjadi permusuhan antara manusia dengan ular.

Empat hukuman Allah tersebut sebenarnya lebih bersifat 'etiologis', yaitu mau menyampaikan asal-mula beberapa persoalan. Yang dimaksudkan bukan asal-mula persoalan secara historis (bersifat sejarah), melainkan asal-mula beberapa persoalan yang bersifat religius (keagamaan). Sebab itu yang diutamakan dalam kisah etiologis adalah makna yang terkandung dalam kisah yang dipaparkan. Sehingga pesan yang bermakna itu dapat membawa manusia kepada pengenalan jati-dirinya di hadapan Allah".
 

4. Hal 114 (tentang kebangkitan Kristus) dimana ia berkata:

w "Peristiwa ini dapat diartikan secara historis, juga dapat dihayati sebagai peristiwa iman yang faktual"

Terus terang saya tidak mengerti apa yang dimaksud penulis dengan istilah 'peristiwa iman yang faktual'. Tetapi dalam kalimat itu 'peristiwa iman yang faktual' itu kelihatannya dikontraskan dengan 'arti secara historis' (benar-benar terjadi). Kalau ini benar, maka itu berarti bahwa ia beranggapan bahwa Kebangkitan Yesuspun bisa diartikan tidak bersifat historis!

5. Hal 307 menunjukkan bahwa Buku 'Theology of the New Testament, vol I' karangan Bultmann, masuk dalam daftar kepustakaan penulis.
 

C. Penulis mempunyai pengertian yang kacau tentang kata inspirasi / ilham.

Ini terlihat pada waktu ia berkata: "Sebab melalui pembacaan Alkitab, manusia sepanjang abad memperoleh inspirasi dan dorongan untuk melakukan sesuatu yang sangat penting" (hal 204). Padahal inspirasi / ilham hanya ada pada saat penulis-penulis Kitab Suci menuliskan Kitab Suci. Kalau jaman sekarang masih ada inspirasi / ilham, kita pasti akan mendapatkan Kitab Suci jilid 2!

D. Penulis beranggapan bahwa Kitab Suci bisa bertentangan dengan ilmu pengetahuan.

Ia berpendapat bahwa Kitab Suci dan ilmu pengetahuan mempunyai bidangnya sendiri-sendiri dan tidak boleh saling mencampuri. Ini terlihat dari:

w hal 26: "Jadi menurut pandangan fundamentalisme, Allah menciptakan langit dan bumi beserta manusia selama 6 x 24 jam. Dan kaum fundamentalis ini memakai Kitab Kejadian sebagai dasar penjelasan ilmiah tentang terjadinya langit dan bumi (alam semesta). Akibatnya terjadilah perbedaan antara pandangan kaum fundamentalis dengan hasil-hasil ilmu pengetahuan"

w hal 26: "Menurut Alkitab (sudut pandang kaum fundamentalis), bila dihitung dari Kitab Kejadian sampai Maleakhi umur bumi hanya sekitar 4000 tahun. Sedangkan menurut ilmu pengetahuan, umur bumi sudah mencapai ratusan juta tahun"

w hal 28: "Sikap yang tepat adalah memisahkan dan menghargai tiap-tiap bidang disiplin Alkitab dengan ilmu pengetahuan. Jadi bidang kebenaran Alkitab tidak boleh diberlakukan untuk menilai kebenaran ilmu pengetahuan; sebaliknya kebenaran-kebenaran ilmu pengetahuan tidak boleh dipakai sebagai tolok ukur untuk menilai kebenaran-kebenaran Alkitab"

w hal 212: "Kewibawaan Alkitab tidak berkurang nilainya apabila tidak cocok dengan hasil-hasil ilmu pengetahuan"
 

Ada beberapa hal yang perlu dipersoalkan tentang pernyataan-pernyataan ini:
 

1. Mengapa penulis begitu gampang mengatakan bahwa ilmu pengetahuan berpendapat bahwa umur bumi sudah ratusan juta tahun? Tidak tahukah penulis bahwa hasil ilmu pengetahuan tentang umur bumi begitu bervariasi dan tidak pasti, dan bahkan sering terbukti salah? Tidak tahukah penulis bahwa ada metode-metode ilmu pengetahuan yang menghasilkan umur bumi hanya di bawah 20.000 tahun atau bahkan di bawah 10.000 tahun? Perlu diingat oleh penulis bahwa para ahli ilmu pengetahuan pada umumnya adalah orang kafir (bahkan banyak yang anti kristen), sehingga kalau mereka mendapatkan hasil jutaan tahun, hasil itu disebarluaskan, tetapi kalau dari metode tertentu mereka mendapatkan hasil yang kira-kira sesuai dengan ajaran Alkitab, maka hasil itu mereka sembunyikan!

Apa yang penulis sebut dengan 'hasil-hasil ilmu pengetahuan' sebetulnya hanya merupakan teori / hipotesa yang bahkan sudah direkayasa!

Disamping itu ada satu hal lagi yang ingin saya kemukakan, yaitu bahwa pada saat Allah mencipta alam semesta dengan segala isinya, Allah menciptakan semua itu dalam keadaan 'sudah mempunyai umur tertentu (yang tidak kita ketahui)'.

Misalnya:
 

w Pada waktu Adam dibuat / diciptakan, ia tidak diciptakan sebagai seorang bayi yang baru lahir, tetapi sebagai manusia yang sudah dewasa. Andaikata pada hari ke 7 seorang ilmuwan memeriksa Adam, mungkin sekali ia akan mendapati bahwa Adam sudah berumur 30 atau 40 atau 50 tahun. Padahal sebetulnya Adam baru berumur 1 hari!

w Pada waktu pohon-pohonan diciptakan oleh Allah, maka pohon-pohonan itupun diciptakan bukan sebagai biji yang baru bertunas, tetapi sebagai pohon-pohon yang sudah besar, yang sudah mempunyai umur tertentu. Andaikata pada hari ke 7, seorang ilmuwan menebang sebuah pohon, dan memeriksa umurnya, mungkin sekali ia akan mendapati bahwa pohon itu sudah berumur 100 tahun, padahal pohon itu baru berumur 4 hari!

w Pada waktu bumi dengan lapisan batu-batuannya diciptakan oleh Allah, maka semua itupun sudah diciptakan dalam keadaan sudah punya umur tertentu. Mungkin 1000 tahun, mungkin 10.000 tahun, mungkin pula jutaan tahun! Jadi, kalau pada hari ke 7 seseorang meneliti bumi dan lapisan batu-batuan itu dengan metode pencari umur yang tepat, maka dia akan mendapatkan hasil ribuan, atau jutaan tahun, padahal semua itu baru berumur 7 hari!
 

Karena itu kalau para ilmuwan jaman sekarang bisa menemukan suatu metode penemu umur yang betul-betul dapat dipercaya, dan dengan metode itu mereka menemukan bahwa bumi ini sudah berusia 3 juta tahun, maka itu tidak menunjukkan bahwa ilmu pengetahuan bertentangan dengan Kitab Suci. Siapa tahu memang Allah mencipta bumi dalam keadaan sudah berumur mendekati 3 juta tahun? Ingat bahwa kita tidak tahu umur bumi pada saat diciptakan!

2. Mungkinkah Alkitab (yang ditafsirkan secara benar) dan ilmu pengetahuan (yang betul-betul benar, bukan yang bersifat hipotesa seperti teori Darwin / evolusi, umur bumi dsb) bisa bertentangan? Dua hal yang sama-sama benar tidak mungkin bisa bertentangan!

Dalam hal 212 penulis berkata "Sebagai contoh manusia Perjanjian Lama masih beranggapan bahwa matahari yang mengelilingi bumi, sebab dia terbit dari sebelah Timur dan terbenam di sebelah Barat (Mazmur 19:6-7). Padahal menurut Ilmu Pengetahuan bukan matahari yang mengelilingi bumi sebaliknya bumilah yang mengelilingi matahari".

Dalam hal ini harus saya akui bahwa hasil Ilmu Pengetahuan dalam hal ini (bahwa bumilah yang mengelilingi matahari) bukanlah sekedar suatu teori / hipotesa, tetapi adalah suatu fakta yang memang benar. Tetapi apakah itu menunjukkan bahwa Kitab Suci (khususnya Maz 19:6-7) itu salah? Saya berpendapat tidak! Mengapa demikian? Karena Alkitab tidak ditulis sebagai buku ilmiah, dan karenanya tidak ditulis menurut cara ilmiah. Banyak bagian Alkitab yang ditulis menurut pandangan mata manusia / sebagaimana kelihatannya oleh mata manusia. Karena dalam mata manusia kelihatannya mataharilah yang mengelilingi bumi, maka demikianlah ditulisnya.

Contoh lain: dalam Kej 1:14-16 Allah menciptakan benda-benda penerang (matahari, bulan dan bintang-bintang). Dikatakan dalam Kej 1:16 bahwa matahari dan bulan adalah benda penerang yang besar, dan ini secara implicit / tak langsung berarti bahwa bintang-bintang adalah benda-benda penerang yang kecil. Padahal kita tahu bahwa bintang-bintang itu lebih besar dari bulan bahkan lebih besar dari matahari! Tetapi Kitab Suci tetap menulis begitu, karena Kitab Suci menuliskan sebagaimana kelihatan oleh mata manusia (bintang kelihatan kecil, matahari dan bulan kelihatan besar). Hal ini tidak berarti bahwa Kitab Suci bertentangan dengan ilmu pengetahuan, juga tidak berarti bahwa Kitab Suci tidak inerrant!

3. Kalau ilmu pengetahuan itu benar, dan Alkitab bertentangan dengannya, bagaimana mungkin kewibawaan Alkitab bisa tidak berkurang? Itu kata-kata paling dungu yang pernah saya dengar! Coba pikirkan, jika di dalam hal-hal yang kelihatan (dan yang bisa dibuktikan secara ilmiah) Alkitab bisa salah, maka bukankah hanya orang dungu saja yang mau percaya pada hal-hal yang tidak kelihatan (dan tidak bisa dibuktikan secara ilmiah) yang diceritakan oleh Alkitab seperti iman, keselamatan, surga, neraka, dll.

Selain itu, bagaimana mungkin kita bisa mempercayai bahwa Allah yang bisa membawa kita ke dalam hidup yang kekal ternyata bisa salah di dalam hal-hal yang sederhana mengenai dunia jasmani ini? Allah yang semacam itukah yang dipercayai oleh penulis? Jadi, jika seseorang sudah menyatakan bahwa di dalam hal-hal yang bersifat jasmani ia tidak mempercayai Alkitab, maka jelas adalah suatu omong kosong yang besar jika ia mengatakan bahwa dirinya bisa beriman pada segala hal-hal rohani yang diceritakan Alkitab.
 

E. Alkitab dikatakan tidak pernah menyampaikan informasi tentang Allah dan kehendakNya terlepas dari kehidupan manusia

Dalam hal 209 penulis berkata: "Alkitab memang berfungsi sebagai Firman Allah, tetapi Firman Allah yang bersabda melalui perkataan-perkataan manusia. Ini berarti bahwa Alkitab tidak pernah menyampaikan suatu informasi tentang Allah dan kehendakNya terlepas dari kehidupan manusia"

Ini adalah suatu omong kosong belaka! Memang Allah sering berfirman melalui kata-kata dan kehidupan manusia, tetapi jelas bahwa Ia bisa dan pernah berfirman terlepas dari kehidupan manusia.

Contoh:
 

w saya percaya bahwa Kej 1 jelas menyatakan Allah terlepas dari kehidupan manusia, karena saat penciptaan itu belum ada manusia.

w Kata-kata Yesus yang mengatakan bahwa Ia akan datang keduakalinya juga merupakan firman Allah yang terlepas dari kehidupan manusia!
 
w Banyak bagian dari kitab Wahyu yang merupakan nubuat, dan ini juga merupakan firman Allah yang terlepas dari kehidupan manusia.
 

F. Penulis adalah orang yang suka mengkompromikan firman Tuhan.

Hal ini terlihat dari:
 

w hal 72: "... sifat Sepuluh Firman Allah tidaklah kaku. Maksudnya orang-orang Israel tidak pernah menganggap Sepuluh Firman Allah itu sekedar kumpulan undang-undang yang kaku ... Ini disebabkan baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru tidak mau menjadikan Sepuluh Firman Allah sebagai Undang-Undang Yuridis yang mutlak dan statis. Sehingga dalam menafsirkan Sepuluh Firman Allah, kita tetap perlu memperhatikan situasi yang berubah-ubah walaupun tanpa perlu mengurangi arti (makna) aslinya"

w hal 158: "Saat ini metode penafsiran Alkitab yang kontekstual diperjuangkan untuk menafsirkan Alkitab secara tepat dan dapat dipertanggung jawabkan"

w hal 21: "... sikap Yesus yang lebih mengutamakan keselamatan jiwa orang dari pada ketaatan pada hukum Hari Sabat, ... Yesus sangat menghormati hukum Taurat sebagai hukum Allah, namun Dia tidak mau menjadikan hukum-hukum Allah sebagai suatu belenggu".
 

Ini menunjukkan bahwa:

a. Penulis menganggap bahwa Yesus melanggar peraturan Sabat! Padahal dengan menyembuhkan orang pada hari Sabat, Yesus tidak melanggar peraturan Tuhan tentang hari Sabat, karena Tuhan tidak pernah melarang untuk menyembuhkan orang pada hari Sabat. Ahli-ahli Taurat jaman itulah yang melarang untuk menyembuhkan orang pada hari Sabat, dan Yesus melanggar peraturan mereka, bukan peraturan Tuhan!

b. Penulis adalah orang yang kompromistis / suka mengkompromikan firman Tuhan! (bdk. Mat 5:17-19!)

-AMIN-


e-mail us at [email protected]