Providence
of God
oleh : Pdt. Budi Asali MDiv.
V.
PROVIDENCE DAN KEBEBASAN / TANGGUNG JAWAB MANUSIA
A)
Tanggung jawab manusia.
Adanya Rencana / penetapan Allah dan Providence of God tidak
membuang tanggung jawab manusia! Yang saya maksud dengan ‘tanggung jawab
manusia’ adalah:
1) Manusia tetap bertanggung jawab atau mempunyai kewajiban untuk
melakukan hal yang terbaik sesuai dengan Firman Tuhan.
Charles Haddon Spurgeon: "Let the
providence of God do what it may, your business is to do what you can"
(= Biarlah providensia Allah melakukan apapun, urusanmu adalah melakukan apa
yang kamu bisa) - ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal
43.
Jadi,
sekalipun ada penetapan Allah tentang saat kematian, kita tetap perlu, dan
bahkan harus, berusaha menjaga nyawa kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang
penyakit / kesehatan, kita tetap perlu, dan bahkan harus, menjaga kesehatan
kita. Sekalipun ada penetapan Allah tentang dosa, kita tetap perlu, dan bahkan
harus, berusaha menguduskan diri, menjauhi dosa, dan melawan godaan setan.
2) Pada waktu manusia berbuat dosa, ia tetap bertanggung jawab
terhadap Allah akan dosanya itu, artinya ia tetap akan dihukum karena dosanya
itu. Memang dalam kasus orang yang sungguh-sungguh percaya kepada Kristus, semua
dosanya sudah dibayar oleh Kristus di atas kayu salib, sehingga ia tidak lagi
bisa dihukum (Ro 8:1), tetapi Allah tetap bisa menghajar / mendisiplin dia.
Karena itu jangan sembarangan berbuat dosa, apalagi dengan alasan bahwa dosa itu
sudah ditentukan oleh Allah!
B) Mengapa
manusia tetap mempunyai tanggung jawab?
1) Kita harus hidup sesuai dengan kehendak Allah yang dinyatakan
kepada kita (yaitu Firman Tuhan / Kitab Suci), bukan berdasarkan kehendak /
rencana Allah yang tersembunyi / yang tidak kita ketahui.
Ul 29:29 - "Hal-hal
yang tersembunyi ialah bagi TUHAN, Allah kita, tetapi hal-hal yang
dinyatakan ialah bagi kita dan bagi anak-anak kita sampai
selama-lamanya, supaya kita melakukan segala perkataan hukum Taurat
ini".
Perhatikan bahwa ayat ini berkata bahwa:
·
‘hal-hal yang tersembunyi’
itu ialah ‘bagi Tuhan’.
Jadi, Rencana Allah yang tidak kita ketahui itu bukan untuk kita,
dan karenanya itu bukan pedoman hidup kita.
·
‘hal-hal yang dinyatakan’
ialah ‘bagi kita’.
‘Hal-hal yang dinyatakan’ ini ialah hukum Taurat, atau Firman
Tuhan. Ini dikatakan ‘bagi kita’, dan karenanya inilah pedoman hidup kita.
Contoh:
a) Dalam persoalan keselamatan.
Tuhan sudah menentukan / memilih orang-orang tertentu untuk selamat
(Ef 1:4,5,11) dan orang-orang tertentu untuk binasa / masuk neraka (Yoh 17:22 Ro
9:22), tetapi kita tidak tahu siapa yang dipilih untuk selamat dan siapa yang
dipilih untuk binasa. Jadi itu adalah kehendak Allah yang tersembunyi dan tidak
boleh kita jadikan dasar / pedoman hidup kita, misalnya dengan berpikir /
bersikap seperti ini:
·
sekarang ini saya tidak perlu
percaya kepada Yesus. Kalau saya memang ditentukan selamat, nanti saya pasti
akan percaya dengan sendirinya.
·
mungkin orang itu bukan orang
pilihan, sehingga hanya membuang-buang waktu dan tenaga untuk menginjili dia.
Biarkan saja dia, kalau ternyata dia orang pilihan, toh nanti dia akan percaya
dengan sendirinya.
Sebaliknya, kita harus hidup berdasarkan Firman Tuhan (kehendak
Allah yang dinyatakan bagi kita), misalnya:
·
Kis 16:31 merupakan perintah
untuk percaya kepada Yesus. Jadi, apakah saya dipilih untuk selamat atau binasa,
itu tidak saya ketahui, dan karenanya bukan urusan saya dan bukan pedoman hidup
saya. Pedoman hidup saya adalah Firman Tuhan, dan Firman Tuhan dalam Kis 16:31
menyuruh saya percaya kepada Yesus.
·
Mat 28:19-20 merupakan
perintah untuk memberitakan Injil kepada semua orang. Jadi pada waktu saya
bertemu dengan seseorang, bukanlah urusan saya apakah orang itu dipilih untuk
selamat atau binasa. Itu tidak saya ketahui dan karenanya bukan pedoman hidup
saya. Urusan saya adalah melakukan perintah Firman Tuhan dalam Mat 28:19, yaitu
menjadikan semua bangsa murid Yesus.
b) Dalam persoalan kematian / kesehatan.
Saya terkena suatu penyakit. Dan saya lalu berpikir: ‘Mungkin
saya sudah ditetapkan untuk mati, jadi percuma saya berusaha untuk sembuh’.
Ini sikap yang salah! Memang Tuhan sudah menentukan saat kematian saya, dan juga
apakah saya akan sembuh atau tidak, dan kalau Tuhan menentukan saya sembuh maka
saat kesembuhannya juga sudah ditentukan, dan semua ketentuan Allah itu pasti
terjadi.
Tetapi persoalannya adalah: saya tidak tahu akan ketetapan Allah
itu! Itu merupakan ‘hal yang
tersembunyi’ bagi saya
dan karena itu maka hal itu bukan pedoman hidup saya. Pedoman hidup saya adalah
Kitab Suci, dan Kitab Suci menyuruh saya mengasihi diri saya sendiri (Mat 22:39
Ef 5:28-29). Karena itu saya harus berusaha untuk sembuh, selama saya tidak
mencari kesembuhan itu dengan jalan yang salah, misalnya dengan pergi ke dukun.
c) Dalam hal yang bersifat dosa.
Kalau ada orang yang berbuat jahat kepada saudara, dan saudara
digoda setan untuk membalasnya, maka saudara tidak boleh berpikir: ‘Barangkali
saya ditentukan untuk membalas’. Faktanya adalah: saudara tidak mengetahui
ketentuan Allah dalam persoalan itu, lalu mengapa menebak-nebak apa yang tidak
saudara ketahui? Dan kalau menebak, mengapa tidak menebak sebaliknya? Karena hal
itu tidak diketahui, maka itu bukan pedoman hidup saudara. Pedoman hidup saudara
adalah apa yang dinyatakan kepada saudara dalam Kitab Suci, yaitu "Kasihilah
musuhmu" (Mat 5:44).
Kalau saudara mencari pasangan hidup, dan lalu jatuh cinta kepada
seseorang yang belum percaya kepada Kristus, maka jangan berpikir: ‘Barangkali
saya ditentukan untuk kawin dengan orang kafir’. Pedoman hidup saudara adalah
Kitab Suci yang berkata: "Janganlah
kamu merupakan pasangan yang tidak seimbang dengan orang-orang yang tak
percaya" (2Kor
6:14a).
Kalau saudara sudah menikah dan lalu tergoda oleh seorang wanita
lain, jangan berpikir: ‘Mungkin saya ditentukan untuk berzinah’. Pedoman
saudara adalah Kitab Suci yang berkata: "Jangan
berzinah" (Kel
20:14).
2) Sekalipun Allah menentukan dan mengatur terjadinya dosa, sehingga
dosa itu pasti terjadi, tetapi pada saat dosa itu terjadi, manusia melakukan
dosa itu dengan kemauannya sendiri! Ini menunjukkan bahwa kebebasan manusia
tidak dibuang!
Calvin:
"we posited a distinction between
compulsion and necessity from which it appears that man, while he sins of
necessity, yet sins no less voluntarily" (= kami menempatkan suatu perbedaan di antara pemaksaan dan kepastian
dari mana terlihat bahwa manusia, sementara ia pasti berdosa, tetapi ia berdosa
dengan sukarela) - ‘Institutes
of the Christian Religion’, Book I, Chapter IV, No 1.
a) Dasar Kitab Suci:
·
Dalam Kel 7:3 Allah berkata
bahwa Ia akan mengeraskan hati Firaun, tetapi pada waktu ketetapan Allah itu
terlaksana, ternyata Firaun mengeraskan hatinya sendiri (Kel 7:13,22 8:15,19,32
9:7,34-35).
·
Dalam Ayub 1:21 Ayub berkata
bahwa ‘Tuhan yang mengambil’; tetapi dalam Ayub 1:15,17 orang-orang
Syeba dan Kasdim melakukan perampokan itu dengan kemauan mereka sendiri.
·
Yes 10:5-7 - Asyur adalah
alat Tuhan untuk menghukum Israel, tetapi Asyur melakukan sendiri dengan
motivasi yang lain.
b) Salah satu pertanyaan yang paling sering keluar dalam persoalan ini
adalah: Jika Allah sudah menentukan dan mengatur segala sesuatu, bagaimana
mungkin manusia masih bisa mempunyai kebebasan, dan bahkan harus bertanggung
jawab atas dosanya?
Jawab:
1.
Terus terang, tidak ada orang
yang bisa mengharmoniskan 2 hal yang kelihatannya bertentangan ini. Orang
Reformed hanya melihat bahwa 2 hal itu sama-sama diajarkan oleh Kitab Suci (bdk.
Ro 9:19-21), tetapi Kitab Suci tidak pernah mengharmoniskannya. Karena itu orang
Reformed juga juga mengajarkan kedua hal itu, tanpa mengharmoniskannya. Ini
merupakan wujud kesetiaan dan ketundukan kepada Kitab Suci, sekalipun Kitab Suci
itu melampaui akal kita!
Dalam hal yang lain, kita juga melihat hal yang sama. Misalnya:
kita percaya bahwa Allah itu maha kasih dan mahatahu. Tetapi kita juga percaya
bahwa Allah menciptakan neraka dan orang tertentu yang Ia tahu bakal masuk ke
neraka. Kalau memang Ia maha kasih dan maha tahu, mengapa Ia tidak hanya
menciptakan orang yang akan masuk ke surga? Saya yakin tidak ada orang yang bisa
mengharmoniskan 2 hal itu, termasuk orang Arminian, tetapi toh semua orang
kristen percaya dan mengajarkan ke 2 hal itu, karena Kitab Suci memang jelas
mengajarkan kedua hal itu. Lalu mengapa dalam hal doktrin Providence of God
ini kita tidak mau bersikap sama?
2.
Perhatikan beberapa kutipan
di bawah ini kerkenaan dengan hubungan penentuan Allah dan kebebasan / tanggung
jawab manusia.
Loraine Boettner: "But while the Bible
repeatedly teaches that this providential control is universal, powerful, wise,
and holy, it nowhere attempts to inform us how it is to be reconciled with
man’s free agency" (= Tetapi
sementara Alkitab berulangkali mengajar bahwa penguasaan providensia ini
bersifat universal, berkuasa, bijaksana, dan suci, Alkitab tidak pernah berusaha
untuk memberi informasi kepada kita tentang bagaimana hal itu bisa diperdamaikan
/ diharmoniskan dengan kebebasan manusia)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.
Loraine Boettner: "Perhaps the
relationship between divine sovereignty and human freedom can best be summed up
in these words: God so presents the outside inducements that man acts in
accordance with his own nature, yet does exactly what God has planned for him to
do" (= Mungkin hubungan antara
kedaulatan ilahi dan kebebasan manusia bisa disimpulkan dengan cara terbaik
dengan kata-kata ini: Allah memberikan dorongan / bujukan dari luar sedemikian
rupa sehingga manusia bertindak sesuai dengan dirinya, tetapi melakukan secara
tepat apa yang Allah telah rencanakan baginya untuk dilakukan)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 38.
Charles Haddon Spurgeon: "man, acting
according to the device of his own heart, is nevertheless overruled by that
sovereign and wise legislation ... How these two things are true I cannot tell.
... I am not sure that in heaven we shall be able to know where the free agency
of man and the sovereignty of God meet, but both are great truths. God has
predestinated everything yet man is responsible"
(= manusia, bertindak sesuka hatinya, bagaimanapun dikalahkan / dikuasai oleh
pemerintahan yang berdaulat dan bijaksana ... Bagaimana dua hal ini bisa benar
saya tidak bisa mengatakan. ... Saya tidak yakin bahwa di surga kita akan bisa
mengetahui dimana tindakan bebas manusia dan kedaulatan Allah bertemu, tetapi
keduanya adalah kebenaran yang besar. Allah telah mempredestinasikan segala
sesuatu tetapi manusia bertanggung jawab)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 7, hal 10.
Charles
Haddon Spurgeon: (tentang
tentara yang tidak mematahkan kaki Kristus tetapi menusukNya dengan tombak - Yoh
19:33-34).
"They
acted of their own free will, and yet at the same time they fulfilled the
eternal counsel of God. Shall we never be able to drive into men’s mind the
truth that predestination and free agency are both facts? Men sin as freely as
birds fly in the air, and they are altogether responsible for their sin; and yet
everything is ordained and foreseen of God. The foreordination of God in no
degree interferes with the responsibility of man. I have often been asked by
persons to reconcile the two truths. My only reply is - They need no
reconciliation, for they never fell out. Why should I try to reconcile two
friends? Prove to me that the two truths do not agree. In that request I have
set you a task as difficult as that which you propose to me. These two facts are
parallel lines; I cannot make them unite, but you cannot make them cross each
other" (= Mereka bertindak dengan
kehendak bebas mereka, tetapi pada saat yang sama mereka menggenapi rencana yang
kekal dari Allah. Apakah kita tidak akan pernah bisa menancapkan ke dalam
pikiran manusia kebenaran bahwa predestinasi dan kebebasan agen / manusia
dua-duanya merupakan fakta? Manusia berbuat dosa sebebas burung-burung yang
terbang di udara, dan mereka semuanya bertanggung jawab untuk dosa mereka;
tetapi segala sesuatu ditetapkan dan dilihat lebih dulu oleh Allah. Penetapan
lebih dulu dari Allah sama sekali tidak mengganggu tanggung jawab manusia. Saya
sering ditanya oleh orang-orang untuk mendamaikan dua kebenaran ini. Jawaban
saya hanyalah - Mereka tidak membutuhkan pendamaian, karena mereka tidak pernah
bertengkar. Mengapa saya harus mendamaikan 2 orang sahabat? Buktikan kepada saya
bahwa dua kebenaran itu tidak setuju / cocok. Dalam permintaan itu saya telah
memberimu suatu tugas yang sama sukarnya seperti yang kau kemukakan kepada saya.
Kedua fakta ini adalah garis-garis yang paralel; saya tidak bisa membuat mereka
bersatu, tetapi engkau tidak bisa membuat mereka bersilangan) - ‘A Treasury of Spurgeon on The Life and Work of Our Lord,
vol VI - The Passion and Death of Our Lord’, hal 670-671.
Arthur W. Pink: "Two things are
beyond dispute: God is sovereign, man is responsible. ... To emphasize the
sovereignty of God, without also maintaining the accountability of the creature,
tends to fatalism; to be so concerned in maintaining the responsibility of man,
as to lose sight of the sovereignty of God, is to exalt the creature and
dishonour the Creator" (= Dua hal
tidak perlu diperdebatkan: Allah itu berdaulat, manusia itu bertanggung jawab.
... Menekankan kedaulatan Allah, tanpa juga memelihara pertanggungan jawab dari
makhluk ciptaan, cenderung kepada fatalisme; terlalu memperhatikan pemeliharaan
tanggung jawab manusia, sehingga tidak mengindahkan kedaulatan Allah, sama
dengan meninggikan makhluk ciptaan dan merendahkan sang Pencipta)
- ‘The Sovereignty of God’, hal 9.
Arthur W. Pink
melanjutkan:
"We
are enjoined to take ‘no thought for the morrow’ (Matt 6:34), yet ‘if any
provide not for his own, and specially for those of his own house, he hath
denied the faith, and is worse than an infidel’ (1Tim 5:8). No sheep of
Christ’s flock can perish (John 10:28,29), yet the Christian is bidden to make
his ‘calling and election sure’ (2Peter 1:10). ... These things are not
contradictions, but complementaries: the one balances the other. Thus, the
Scriptures set forth both the sovereignty of God and the responsibility of
man" [= Kita dilarang untuk
‘menguatirkan hari esok’ (Mat 6:34), tetapi ‘jika ada seorang yang tidak
memeliharakan sanak saudaranya, apalagi seisi rumahnya, orang itu murtad dan
lebih buruk dari orang yang tidak beriman’ (1Tim 5:8). Tidak ada domba Kristus
yang bisa binasa (Yoh 10:28-29), tetapi orang kristen diperintahkan untuk
membuat ‘panggilan dan pilihannya teguh’ (2Pet 1:10). ... Hal-hal ini
tidaklah bertentangan tetapi saling melengkapi: yang satu menyeimbangkan yang
lain. Demikian Kitab Suci menyatakan kedaulatan Allah dan tanggung jawab
manusia] - ‘The
Sovereignty of God’, hal 11.
Charles Hodge: "God can
control the free acts of rational creatures without destroying either their
liberty or their responsibility" (= Allah
bisa mengontrol tindakan-tindakan bebas dari makhluk-makhluk rasionil tanpa
menghancurkan kebebasan ataupun tanggung jawab mereka)
- ‘Systematic Theology’, vol II, hal 332.
Saya berpendapat bahwa bagian yang harus diperhatikan dalam
kata-kata Charles Hodge ini adalah ‘God
can’ (= Allah bisa).
Kalau saya membuat sebuah film, maka saya akan menyusun naskah,
dimana setiap pemain sudah ditentukan harus bertindak apa atau berkata apa.
Tetapi sedikit atau banyak selalu ada kebebasan bagi para pemain. Kalau saya
tidak memberikan kebebasan sama sekali, maka para pemain itu akan menjadi robot,
yang tidak lagi mempunyai kebebasan apapun.
Tetapi Allah berbeda dengan saya atau dengan manusia lain. Allah
bisa menentukan dan mengontrol segala sesuatu sampai detail-detail
yang sekecil-kecilnya, tanpa menghancurkan kebebasan manusia! Bagaimana Ia bisa
melakukan hal itu, merupakan suatu mystery bagi kita, tetapi yang jelas Kitab
Suci menunjukkan bahwa Allah memang menentukan dan menguasai segala sesuatu,
tetapi manusia tetap mempunyai kebebasan.
3.
Jika
penentuan lebih dulu dari Allah itu bertentangan dengan kebebasan manusia, maka
perlu saudara ketahui bahwa pengetahuan lebih dulu dari Allah, yang jelas harus
dipercaya oleh semua orang kristen, juga bertentangan dengan kebebasan manusia.
Bukankah kalau Allah tahu bahwa hari ini saudara akan berbuat ini atau itu, maka
hal itu pasti terjadi? Lalu dimana kebebasan saudara?
Loraine Boettner: "The Arminian
objection against foreordination bears with equal force against the
foreknowledge of God. What God foreknows must, in the very nature of the
case, be as fixed and certain as what is foreordained; and if one is
inconsistent with the free agency of man, the other is also. Foreordination
renders the events certain, while foreknowledge presupposes that they are
certain" (= Keberatan Arminian
terhadap penentuan lebih dulu mengandung / menghasilkan kekuatan yang sama
terhadap pengetahuan lebih dulu dari Allah. Apa yang Allah ketahui lebih dulu
pastilah sama tertentunya dan pastinya seperti apa yang ditentukan lebih dulu;
dan jika yang satu tidak konsisten dengan kebebasan manusia, yang lain juga
demikian. Penentuan lebih dulu membuat peristiwa-peristiwa pasti / tertentu,
sedangkan pengetahuan lebih dulu mensyaratkan bahwa mereka itu pasti / tertentu)
- ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 42.
Karena itu, kalau ada orang Arminian yang menggunakan hal ini untuk
menyerang doktrin Reformed ini, maka serangannya ini, bisa menjadi boomerang
bagi doktrin mereka sendiri!
4.
Kebebasan manusia juga
ditentukan oleh Allah.
Pada waktu Allah menentukan terjadinya tindakan tertentu dari
seorang manusia, maka perlu saudara ingat bahwa Allah menentukan segala-galanya,
dan itu berarti bahwa Allah juga menentukan bahwa orang itu akan melakukan
tindakan itu secara bebas.
Saya ingin memberikan sebuah illustrasi sebagai berikut: misalnya
ada suatu pertandingan sepakbola yang disiarkan di TV, dan saya lalu merekam
pertandingan itu menggunakan video cassette. Proses perekaman ini saya
analogikan dengan penentuan Allah. Sekarang video itu saya putar dan saya
tunjukkan kepada banyak orang. Apa yang akan terlihat semuanya sudah tertentu,
yaitu persis seperti isi video itu. Tetapi semua orang yang menonton video itu
tidak melihat bahwa para pemain sepak bola itu kehilangan kebebasannya. Mereka
tetap bermain dan menendang bola dengan kemauannya sendiri. Mengapa? Karena
kebebasan mereka juga ikut ditentukan dalam video itu.
c) Tetap adanya kebebasan manusia ini menyebabkan manusia tetap
bertanggung jawab / dipersalahkan pada waktu ia berbuat dosa.
Mengomentari Luk
22:22 Spurgeon berkata:
"The
decree of God does not lessen the responsibility of man for his action. Even
though it is predetermined of God, the man does it of his own free will, and on
him falls the full guilt of it" (=
Ketetapan Allah tidak mengurangi tanggung jawab manusia untuk tindakannya.
Sekalipun hal itu sudah ditentukan lebih dulu oleh Allah, manusia melakukannya
dengan kehendak bebasnya sendiri, dan pada dialah jatuh kesalahan sepenuhnya)
- ‘Spurgeon’s Expository Encyclopedia’, vol 12, hal 18.
d) Tetap
adanya kebebasan dan tanggung jawab manusia ini, menyebabkan dalam theologia
Reformed manusia tetap berbeda dengan robot / wayang. Ini juga menyebabkan Calvinisme
/ Reformed berbeda dengan Fatalisme maupun dengan Hyper-Calvinisme, yang
karena percaya bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu, lalu hidup secara
apatis / acuh tak acuh dan secara tak bertanggung jawab! Hendaknya ini
diperhatikan oleh orang-orang yang menuduh / memfitnah ajaran saya tentang Providence
of God ini sebagai Hyper-Calvinisme!
Untuk bisa mengerti apa Hyper-Calvinisme itu, di sini saya
memberikan sebuah kutipan, yang menjelaskan Hyper-Calvinisme tersebut.
Edwin H. Palmer: "Hyper-Calvinism.
Diametrically opposite to the Arminian is the hyper-Calvinist. He looks at both
sets of facts - the sovereignty of God and the freedom of man - and, like the
Arminian, says he cannot reconcile the two apparently contradictory forces. Like
the Arminian, he solves the problem in a rationalistic way by denying one side
of the problem. Whereas the Arminian denies the sovereignty of God, the
hyper-Calvinist denies the responsibility of man. He sees the clear Biblical
statements concerning God’s foreordination and holds firmly to that. But being
logically unable to reconcile it with man’s responsibility, he denies the
latter. Thus the Arminian and the hyper-Calvinist, although poles apart, are
really very close together in their rationalism"
(= Hyper-Calvinisme. Bertentangan frontal dengan orang Arminian adalah orang
yang hyper-Calvinist. Ia melihat pada kedua fakta - kedaulatan Allah dan
kebebasan manusia - dan, seperti orang Arminian, ia mengatakan bahwa ia tidak
dapat mendamaikan kedua kekuatan yang tampaknya bertentangan itu. Seperti orang
Arminian, ia memecahkan problem itu dengan cara yang logis dengan menyangkal
satu sisi dari problem itu. Sementara orang Arminian menyangkal kedaulatan
Allah, maka penganut Hyper-Calvinisme meninggalkan fakta tanggung jawab
manusia. Ia melihat pernyataan yang jelas dari Alkitab mengenai penentuan
lebih dulu dari Allah dan memegang hal itu dengan teguh. Tetapi karena tidak
mampu mendamaikannya secara logis dengan tanggung jawab manusia, ia
menyangkal tanggung jawab manusia itu. Jadi orang Arminian dan orang
hyper-Calvinist, sekalipun merupakan kutub-kutub yang bertentangan, sebetulnya
sangat dekat dalam cara berpikirnya)
- ‘The Five Points of Calvinism’, hal 84.
Saya sendiri sekalipun menekankan penetapan Allah, tetapi
saya juga sangat menekankan tanggung jawab manusia (lihat pelajaran V). Karena
itu adalah omong kosong kalau ajaran saya adalah Hyper Calvinisme. Kalau saya
adalah seorang Hyper Calvinist, maka pastilah Calvin sendiri juga adalah seorang
Hyper Calvinist, demikian juga dengan para ahli theologia Reformed yang lain,
karena ajaran ini saya dapatkan dari mereka.
C) Problem Kej
45:8.
Ada satu ayat dalam Kitab Suci yang kalau disalah mengerti bisa
menimbulkan kesan bahwa karena Allah telah menentukan dan mengatur segala
sesuatu, maka manusia tidak bertanggung jawab. Ayat itu adalah Kej 45:8. Dalam
Kej 45:8 itu, waktu Yusuf menghibur saudara-saudaranya yang ketakutan, ia
berkata: "Jadi bukanlah kamu
yang menyuruh aku ke sini, tetapi Allah". Kata-kata
‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8 ini diucapkan Yusuf untuk menghibur
saudara-saudaranya, tetapi ini tetap adalah salah dan merupakan suatu dusta,
karena:
·
sekalipun memang Allahlah
yang menetapkan peristiwa penjualan Yusuf itu, sehingga Ia adalah The
First Cause (= Penyebab pertama)
dari peristiwa ini, tetapi saudara-saudara Yusuflah yang melaksanakan penjualan
itu, sehingga Yusuf seharusnya tidak boleh berkata ‘bukanlah kamu’.
·
Kata-kata ini menunjukkan
bahwa saudara-saudaranya tidak bertanggung jawab atas dosa yang mereka lakukan
itu.
Calvin: "For
the consolation of his brethren he seems to draw the veil of oblivion over their
fault" (= Untuk penghiburan terhadap
saudara-saudaranya kelihatannya ia menggunakan kerudung pengabaian terhadap
kesalahan mereka).
Tetapi belakangan, dalam Kej 50:20, Yusuf berkata dengan lebih
terus terang / jujur: "Memang kamu
telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah
mereka-rekakannya untuk kebaikan". Kata-kata ‘memang kamu’ dalam Kej 50:20 ini kontras /
bertentangan dengan kata-kata ‘bukanlah kamu’ dalam Kej 45:8, dan
menunjukkan bahwa saudara-saudaranya tetap bertanggung jawab atas apa yang telah
mereka lakukan.
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali