Pemahaman Alkitab

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Puncak Marina, Tower 2, Lantai 2)

Jumat, tanggal 22 Oktober 2010, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]  

Base URL: http://www.golgothaministry.org

Pria sejati / maximal (4)

B)  Ajaran tanpa dasar Alkitab, penggunaan ayat-ayat yang salah / tidak cocok, penafsiran yang salah / kacau.

1)      “Keharmonisan hubungan otoritas (papa dan mama) akan menciptakan suasana rukun atau atmosfer kemesraan bagi anak-anak. Dan Tuhan akan memerintahkan berkat mengalir atasnya (Mzm 133:1-3)” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 22).

 

Tanggapan saya: lagi-lagi ini merupakan penggunaan ayat yang out of context.

Maz 133:1-3 - “(1) Nyanyian ziarah Daud. Sungguh, alangkah baiknya dan indahnya, apabila saudara-saudara diam bersama dengan rukun! (2) Seperti minyak yang baik di atas kepala meleleh ke janggut, yang meleleh ke janggut Harun dan ke leher jubahnya. (3) Seperti embun gunung Hermon yang turun ke atas gunung-gunung Sion. Sebab ke sanalah TUHAN memerintahkan berkat, kehidupan untuk selama-lamanya”.

Kata ‘saudara-saudara’ dalam text di atas ini jelas menunjuk kepada ‘saudara-saudara seiman’, bukan kepada ‘keluarga’, tetapi penulis buku ini menerapkannya kepada keluarga.

Jamieson, Fausset & Brown: “The children of Israel, being all children of God, not only by creation, but also by national adoption, were all ‘brethren.’ The great festivals were designed to be occasions for realizing this brotherhood and communion of saints” (= Anak-anak Israel, yang adalah anak-anak Allah, bukan hanya oleh penciptaan, tetapi juga oleh pengadopsian nasional, adalah ‘saudara-saudara’. Pesta-pesta / perayaan-perayaan besar dirancang untuk menjadi peristiwa-peristiwa untuk merealisasikan persaudaraan ini dan persekutuan orang-orang kudus).

 

2)      “Tuhan menginginkan pria memiliki konsistensi, ketegasan dan kekuatan. Sedangkan wanita adalah utusan atau dutanya Tuhan bagi pria (Kej 2:22); Tuhan adalah bos atau penguasanya dan wanita mengemban tugas melaksanakan visi dan misi Tuannya” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 30).

 

Tanggapan saya: Ini ajaran gila! Kalau demikian, wanita ada di atas pria! Dan ayat yang digunakan sangat tidak cocok!

Kej 2:22 - “Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangunNyalah seorang perempuan, lalu dibawaNya kepada manusia itu.

Dari mana dari ayat seperti ini bisa terlihat kalau perempuan itu utusan / duta Tuhan bagi pria, ataupun bahwa wanita mengemban tugas melaksanakan visi dan misi Tuannya?

 

3)      “Kata ‘bapak’ dalam bahasa Aram ditulis dengan kata ‘Abba’, yang artinya ‘Source’ (sumber). Kalau sumbernya baik (Excellent), yang terjadi adalah dibawahnya (anak-anaknya) akan baik pula. Tetapi kalau sumbernya teracuni, maka yang terjadi dibawahnya (orang-orang yang dia pimpin: keluarga, masyarakat, bangsa), akan teracuni pula. Ada pepatah yang berkata: ‘Katakan siapa ayahmu (pemimpinmu) maka saya akan tahu siapa dirimu!’ Jadi anak-anak ataupun rakyat adalah cermin yang sesungguhnya dari ayah mereka atau pemimpin mereka. Dalam peristiwa Hollocaust (Nazi Jerman), karena pemimpin yang salah (pria yang jahat) yang bernama Hitler, akibatnya jutaan orang Yahudi mati dengan sia-sia di tangan para prajurit Nazi yang telah dipengaruhi oleh pemimpin mereka. Dalam bukunya yang berjudul ‘Warisan Abadi’ (terbitan Metanoia), penulis Steven J. Lawson menceritakan tentang satu pria yang bernama Jonathan Edward (pengobar kebangunan rohani di AS). Pria yang hidup dengan takut akan Tuhan ini mempunyai 1.200 keturunan dibawahnya yang menjadi orang-orang yang luar biasa. Diantara keturunannya, banyak yang menjadi misionaris-misionaris yang dipakai Tuhan luarbiasa, dokter-dokter spesialis, penulis-penulis buku yang bermutu, bahkan salah satu dari keturunan Jonathan Edward ini telah menjadi wakil presiden AS. Pria yang besar secara karakter, integritas, dan spiritnya, akan melahirkan gereja yang kuat, gereja yang kuat akan melahirkan kota dan bangsa yang kuat. Para pria, ditanganmulah terletak kekuatan dan kebesaran atas keluarga, gereja, dan bangsa.” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 34).

 

Tanggapan saya:

 

a)   Saya tak pernah tahu bahwa kata ‘Abba’ bisa berarti ‘sumber’, dan dari Bible Works 7 maupun Vine’s Expository Dictionary of New Testament Words, hal itu sama sekali tidak terlihat. Arti kata itu adalah ‘bapa’.

Dalam Alkitab, kata ini muncul 3 x, dan semuanya menunjukkan bahwa artinya adalah ‘bapa’, yaitu:

·        Mark 14:36 - “KataNya: ‘Ya Abba, ya Bapa, tidak ada yang mustahil bagiMu, ambillah cawan ini dari padaKu, tetapi janganlah apa yang Aku kehendaki, melainkan apa yang Engkau kehendaki.’”.

·        Ro 8:15 - “Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.

·        Gal 4:6 - “Dan karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru: ‘ya Abba, ya Bapa!’”.

 

b)   Ajaran ini tidak menggunakan dasar Alkitab sama sekali! Sekarang mari kita perhatikan beberapa hal ini:

1. Kalau bicara tentang sumber teratas / ‘bapa’ teratas kita, maka itu adalah Adam (Kej 1).

Kis 17:26 - Dari satu orang saja Ia telah menjadikan semua bangsa dan umat manusia untuk mendiami seluruh muka bumi dan Ia telah menentukan musim-musim bagi mereka dan batas-batas kediaman mereka,”.

Dan bukan hanya bahwa sumber / bapa teratas ini rusak karena kejatuhannya ke dalam dosa, tetapi semua orang sumber / bapa teratasnya adalah dia (Adam). Lalu mengapa orang-orang jaman sekarang ini bisa berbeda-beda, ada yang beriman maupun kafir, ada yang pandai maupun bodoh, ada yang sukses maupun gagal, ada yang kaya maupun miskin dsb?

2. Banyak contoh sebaliknya. Abraham adalah ‘pria yang agung / hebat’, bukan? Bagaimana dengan keturunannya, khususnya yang dari Ismael ataupun dari Esau? Daud adalah pria yang hebat bukan? Bagaimana dengan Absalom, Adonia, dan Amnon? Yesus adalah ‘pria yang terhebat’, bukan? Juga, bagaimana dengan Yudas Iskariot? Pemimpinnya adalah Yesus yang maha suci, tetapi bagaimana kehidupan Yudas Iskariot?

 

c)   Saya ingin membahas contoh yang ia berikan tentang Jonathan Edward. Ia, sebagai seorang ahli theologia Reformed, adalah orang yang hebat dalam hal rohani, bukan? Kalau dari keturunannya ada misionaris-misionaris, maka ini cocok dengan jalan pemikiran dari penulis ini. Tetapi kalau dikatakan bahwa dari keturunannya ada dokter-dokter spesialis, penulis-penulis buku-buku yang bermutu (ini buku rohani atau sekuler?), dan wakil presiden, maka contoh-contoh ini adalah ‘hebat secara sekuler’, dan karena itu sama sekali tidak cocok dengan Jonathan Edward yang hebat secara rohani!

Jadi, kelihatannya penulis di atas mencampur-adukkan kesuksesan rohani dan sekuler / duniawi. Menganut Theologia Kemakmuran?

 

d)   Sekarang kita soroti kata-kata “Pria yang besar secara karakter, integritas, dan spiritnya, akan melahirkan gereja yang kuat, gereja yang kuat akan melahirkan kota dan bangsa yang kuat”.

Saya beranggapan bahwa dalam negara dimana Kristen merupakan agama minoritas, ini sangat tidak pasti. Sekalipun ada pendeta yang hebat, membentuk gereja yang hebat, tetapi pengaruhnya atas kota, bangsa dan negara akan sangat kecil!

 

e)   Sekarang kita soroti kalimat terakhir yaitu: “Para pria, ditanganmulah terletak kekuatan dan kebesaran atas keluarga, gereja, dan bangsa”.

Kata-kata ini tidak Alkitabiah! Tidak ada apapun yang tergantung kita, dan tidak ada apapun yang ada di tangan kita. Semua tergantung Tuhan dan penetapanNya, dan karena itu semua terletak di tangan Tuhan. Coba bandingkan dengan ayat-ayat ini:

·         Ef 1:4-5 - “(4) Sebab di dalam Dia Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapanNya. (5) Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anakNya, sesuai dengan kerelaan kehendakNya”.

·         Maz 75:7-8 - “(7) Sebab bukan dari timur atau dari barat dan bukan dari padang gurun datangnya peninggian itu, (8) tetapi Allah adalah Hakim: direndahkanNya yang satu dan ditinggikanNya yang lain.

·         Amsal 16:9 - “Hati manusia memikir-mikirkan jalannya, tetapi TUHANlah yang menentukan arah langkahnya.

·         Yer 10:23 - “Aku tahu, ya TUHAN, bahwa manusia tidak berkuasa untuk menentukan jalannya, dan orang yang berjalan tidak berkuasa untuk menetapkan langkahnya”.

·         Amsal 19:21 - “Banyaklah rancangan di hati manusia, tetapi keputusan TUHANlah yang terlaksana.

·         Pkh 7:14 - “Pada hari mujur bergembiralah, tetapi pada hari malang ingatlah, bahwa hari malang inipun dijadikan Allah seperti juga hari mujur, supaya manusia tidak dapat menemukan sesuatu mengenai masa depannya”.

·         Yes 45:6b-7 - “(6b) Akulah TUHAN dan tidak ada yang lain, (7) yang menjadikan terang dan menciptakan gelap, yang menjadikan nasib mujur dan menciptakan nasib malang; Akulah TUHAN yang membuat semuanya ini”.

·         Mat 10:29-30 - “(29) Bukankah burung pipit dijual dua ekor seduit? Namun seekorpun dari padanya tidak akan jatuh ke bumi di luar kehendak BapaMu. (30) Dan kamu, rambut kepalamupun terhitung semuanya”.

·         Yak 4:13-16 - “(13) Jadi sekarang, hai kamu yang berkata: ‘Hari ini atau besok kami berangkat ke kota anu, dan di sana kami akan tinggal setahun dan berdagang serta mendapat untung’, (14) sedang kamu tidak tahu apa yang akan terjadi besok. Apakah arti hidupmu? Hidupmu itu sama seperti uap yang sebentar saja kelihatan lalu lenyap. (15) Sebenarnya kamu harus berkata: ‘Jika Tuhan menghendakinya, kami akan hidup dan berbuat ini dan itu.’ (16) Tetapi sekarang kamu memegahkan diri dalam congkakmu, dan semua kemegahan yang demikian adalah salah”.

 

4)      “Pria yang sudah ditebus oleh darah Yesus adalah pria yang hidup dalam terang. Dan ciri dari terang adalah hidup secara terang-terangan / keterbukaan. Pengakuan adalah kunci pemulihan. Jangan takut mengaku kalau memang salah. Akui dan minta maaf” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 8).

“Kunci utama sebuah komunikasi yang berhasil adalah keterbukaan, sebaliknya ketertutupan adalah hal yang menghancurkan komunikasi. Para pria, terbukalah di hadapan Tuhan, keluarga, dan di hadapan orang lain” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 36).

 

Tanggapan saya: penulis ini mengatakan bahwa ‘ciri dari terang adalah hidup secara terang-terangan / keterbukaan’. Mana dasar Alkitabnya?

Kalau dalam Alkitab, orang yang adalah anak terang, diharuskan hidup dalam terang (hidup saleh), dalam arti tidak ikut dalam perbuatan kegelapan / dosa, sebaliknya menelanjangi perbuatan-perbuatan itu (menyatakan dosa). Ini berbeda dengan hidup secara terang-terangan / keterbukaan.

Ef 5:8-13 - “(8) Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, (9) karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, (10) dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. (11) Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu. (12) Sebab menyebutkan sajapun apa yang dibuat oleh mereka di tempat-tempat yang tersembunyi telah memalukan. (13) Tetapi segala sesuatu yang sudah ditelanjangi oleh terang itu menjadi nampak, sebab semua yang nampak adalah terang”.

Mat 5:14-16 - “(14) Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (15) Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. (16) Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.

 

Memang dalam hal-hal tertentu orang Kristen harus cukup mempunyai keterbukaan. Tetapi pertanyaannya adalah: seterbuka apa? Jujur tidak berarti harus membuka semua rahasia kita!

 

Contoh:

 

a)   1Sam 16:1-5 - “(1) Berfirmanlah TUHAN kepada Samuel: ‘Berapa lama lagi engkau berdukacita karena Saul? Bukankah ia telah Kutolak sebagai raja atas Israel? Isilah tabung tandukmu dengan minyak dan pergilah. Aku mengutus engkau kepada Isai, orang Betlehem itu, sebab di antara anak-anaknya telah Kupilih seorang raja bagiKu.’ (2) Tetapi Samuel berkata: ‘Bagaimana mungkin aku pergi? Jika Saul mendengarnya, ia akan membunuh aku.’ Firman TUHAN: ‘Bawalah seekor lembu muda dan katakan: Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. (3) Kemudian undanglah Isai ke upacara pengorbanan itu, lalu Aku akan memberitahukan kepadamu apa yang harus kauperbuat. Urapilah bagiKu orang yang akan Kusebut kepadamu.’ (4) Samuel berbuat seperti yang difirmankan TUHAN dan tibalah ia di kota Betlehem. Para tua-tua di kota itu datang mendapatkannya dengan gemetar dan berkata: ‘Adakah kedatanganmu ini membawa selamat?’ (5) Jawabnya: ‘Ya, benar! Aku datang untuk mempersembahkan korban kepada TUHAN. Kuduskanlah dirimu, dan datanglah dengan daku ke upacara pengorbanan ini.’ Kemudian ia menguduskan Isai dan anak-anaknya yang laki-laki dan mengundang mereka ke upacara pengorbanan itu”.

Tuhan sendiri tidak menyuruh Samuel bersikap terbuka! Tetapi perlu dicamkan bahwa memberitakan setengah kebenaran seperti ini hanya boleh dilakukan terhadap orang-orang jahat yang memang tidak berhak mendapatkan / mengetahui kebenaran.

 

b)   Yesus dari semula tahu kalau Yudas Iskariot akan mengkhianati Dia, tetapi Ia tidak pernah ‘terbuka’ dalam hal itu!

Yoh 6:64 - “Tetapi di antaramu ada yang tidak percaya.’ Sebab Yesus tahu dari semula, siapa yang tidak percaya dan siapa yang akan menyerahkan Dia”.

Tetapi Ia tak pernah terbuka dalam hal itu, sehingga sampai pengkhianatan itu terjadi, tak seorang muridpun tahu akan hal itu.

 

Catatan: saya sering mendengar bahwa dalam camp-camp yang mereka adakan, para pria diajarkan untuk mengakui perzinahan mereka kepada istri mereka, dan bahkan harus mengakuinya di depan umum. Dalam camp pria maximal yang saya ikuti hal itu tidak pernah dinyatakan secara explicit. Memang disuruh terbuka, tetapi tidak pernah dikatakan bahwa harus mengakui perzinahan kepada istri / umum. Mungkin ada perbedaan antara camp yang saya ikuti dan camp-camp yang lain.

Saya sendiri tidak pernah setuju kalau pria harus mengakui perzinahan seperti itu. Kalau ia berzinah dan istri / umum tidak mengetahui hal itu, ia cukup mengaku dosa kepada Tuhan, dan bertobat dari perzinahannya. Mengakui kepada istri, menurut saya, hanya akan menyebabkan istri sangat sakit hati. Dan perlu diingat bahwa dalam kasus seperti itu, istri boleh menceraikan suaminya dan lalu kawin lagi. Jadi, pengakuan seperti itu membuka jalan bagi perceraian!

Mat 19:9 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Barangsiapa menceraikan isterinya, kecuali karena zinah, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah.’”.

Mat 5:32 - “Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan isterinya kecuali karena zinah, ia menjadikan isterinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah”.

 

5)      “Bila Tuhan memulihkan seorang pria bagi keluarganya, Dia juga menyelamatkan seluruh keluarganya. Bila keluarga terselamatkan, berarti bangsa juga telah terselamatkan” (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 77).

 

Tanggapan saya:

Ini ajaran sesat dan tolol, dan mana dasar Alkitabnya? Mungkinkah Kis 16:31 yang ada dalam pikirannya?

Kis 16:31 - “Jawab mereka: ‘Percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan engkau akan selamat, engkau dan seisi rumahmu.’”.

Ayat ini sama sekali tidak cocok, karena arti ayatnya bukan demikian. Alkitab tidak pernah mengajar bahwa keselamatan bisa ‘borongan’ seperti itu! Kita tidak bisa ‘nunut’ iman dari orang tua kita! Baik iman maupun keselamatan merupakan persoalan individuil / pribadi.

Contoh: Abraham selamat, mengapa Hagar dan Ismael tidak? Ishak selamat, mengapa Esau tidak? Daud selamat, mengapa Absalom tidak?

Jadi, ayat itu harus diartikan sebagai berikut: percayalah kepada Tuhan Yesus Kristus dan kamu akan selamat. Untuk keluargamu, mereka juga harus percaya kepada Tuhan Yesus Kristus dan mereka akan selamat.

Kalau dikatakan bahwa berdasarkan ayat ini, satu orang selamat maka keluarganya akan selamat, itu sudah salah. Lebih-lebih kalau dikatakan seluruh bangsa selamat! Ini betul-betul merupakan kegilaan!

 

6)      “Alkitab berkata bahwa Yesus belajar taat untuk mencapai kesempurnaanNya sebagai manusia (‘Hikmat Bagi Pria’, hal 82).

Kata-kata ini muncul berkenaan dengan Ibr 5:8-9 - “(8) Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya, (9) dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya”.

 

Tanggapan saya:

Apakah Yesus dikatakan belajar taat untuk mencapai kesempurnaanNya sebagai manusia? Ayatnya sendiri tidak mengatakan hal itu, lalu dari mana si penulis menyimpulkan hal itu?

Kontext dari ayat ini (Ibr 5) adalah Yesus sebagai Imam Besar.

Ibr 5:1-10 - “(1) Sebab setiap imam besar, yang dipilih dari antara manusia, ditetapkan bagi manusia dalam hubungan mereka dengan Allah, supaya ia mempersembahkan persembahan dan korban karena dosa. (2) Ia harus dapat mengerti orang-orang yang jahil dan orang-orang yang sesat, karena ia sendiri penuh dengan kelemahan, (3) yang mengharuskannya untuk mempersembahkan korban karena dosa, bukan saja bagi umat, tetapi juga bagi dirinya sendiri. (4) Dan tidak seorangpun yang mengambil kehormatan itu bagi dirinya sendiri, tetapi dipanggil untuk itu oleh Allah, seperti yang telah terjadi dengan Harun. (5) Demikian pula Kristus tidak memuliakan diriNya sendiri dengan menjadi Imam Besar, tetapi dimuliakan oleh Dia yang berfirman kepadaNya: ‘AnakKu Engkau! Engkau telah Kuperanakkan pada hari ini’, (6) sebagaimana firmanNya dalam suatu nas lain: ‘Engkau adalah Imam untuk selama-lamanya, menurut peraturan Melkisedek.’ (7) Dalam hidupNya sebagai manusia, Ia telah mempersembahkan doa dan permohonan dengan ratap tangis dan keluhan kepada Dia, yang sanggup menyelamatkanNya dari maut, dan karena kesalehanNya Ia telah didengarkan. (8) Dan sekalipun Ia adalah Anak, Ia telah belajar menjadi taat dari apa yang telah dideritaNya, (9) dan sesudah Ia mencapai kesempurnaanNya, Ia menjadi pokok keselamatan yang abadi bagi semua orang yang taat kepadaNya, (10) dan Ia dipanggil menjadi Imam Besar oleh Allah, menurut peraturan Melkisedek.

Jadi, yang dimaksudkan dengan kata ‘kesempurnaan’ dalam Ibr 5:9 adalah kesempurnaanNya sebagai Imam Besar. Dengan Ia rela menderita dan mati untuk menebus dosa kita, maka Ia menjadi Imam Besar yang sempurna bagi kita! Sebaliknya, tanpa korban diriNya sendiri itu, Yesus tidak bisa menjadi Imam Besar bagi kita!

 

Adam Clarke: “he was made perfect as a high priest by offering himself a sacrifice for sin, Heb 8:3” (= Ia dibuat sempurna sebagai seorang Imam Besar dengan mempersembahkan diriNya sebagai suatu korban untuk dosa, Ibr 8:3).

Ibr 8:3 - “Sebab setiap Imam Besar ditetapkan untuk mempersembahkan korban dan persembahan dan karena itu Yesus perlu mempunyai sesuatu untuk dipersembahkan”.

 

7)      “Pada masa pemerintahan para hakim, umat Israel pernah dipimpin oleh Gideon yang kemudian mati dan meninggalkan 70 orang anak. Salah satunya bernama Yotam (Hakim-hakim 9:7-15). Para pemuka warga saat itu menobatkan Abimelekh, saudara tiri Yotam, menjadi raja dan mendorong Abimelekh untuk membunuh semua saudaranya demi mempertahankan takhtanya. Tetapi, Yotam berhasil lolos. Setelah mendengar kabar tentang kematian saudara-saudaranya itu, Yotam pergi ke Gunung Gerizim dan berdiri di atasnya, lalu menegur tindakan warga kota Sikhem dengan cara menyampaikan perumpamaan tentang semak duri. Dalam perumpamaan itu dikisahkan bahwa pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur semuanya menolak untuk menjadi raja karena pohon-pohon tersebut sudah cukup puas dengan keadaan mereka. Pohon-pohon itu kemudian meminta semak duri menjadi raja mereka. Semak duri mengabulkan permintaan mereka dan dengan angkuhnya mengajukan suatu tuntutan yang jauh melampaui nilai dirinya yang sebenarnya. Ia menuntut agar pohon-pohon lain itu merendahkan diri dan datang membungkuk di bawah naungannya. Jika pohon-pohon itu tidak bersedia, maka akan keluar api dari semak duri itu dan membakar habis semua pohon itu. Yotam memakai perumpamaan di atas untuk menyampaikan nubuat atas Abimelekh dan para pendukungnya. Abimelekh yang saat itu telah dinobatkan menjadi raja dinubuatkan bahwa akhirnya ia justru akan menjadi musuh warga kota Sikhem karena ia beserta para pendukungnya tidak memiliki kualitas yang diperlukan untuk menjadi pemimpin yang baik. Perumpamaan tersebut menggambarkan tentang orang berkualitas tinggi yang sebenarnya pantas menjadi pemimpin ternyata tidak bersedia untuk memimpin dan mengabdi kepada masyarakat karena mereka sudah puas dengan dirinya dan ingin mempertahankan kekayaan serta kedudukan mereka. Sekarang ini pun kita banyak menjumpai orang-orang dengan kemampuan yang hebat yang tidak bersedia mengabdi kepada masyarakat. Akhirnya, kursi kepemimpinan yang kosong itu diduduki oleh orang-orang ambisius yang sebenarnya tidak memiliki kualitas apa pun, dan dengan sombongnya mereka mengajukan berbagai tuntutan kepada masyarakat yang sebenarnya harus diabdi dan dilayaninya (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 14-15).

 

Tanggapan saya:

Hak 9:1-20 - “(1) Adapun Abimelekh bin Yerubaal pergi ke Sikhem kepada saudara-saudara ibunya dan berkata kepada mereka dan kepada seluruh kaum dari pihak keluarga ibunya: (2) ‘Tolong katakan kepada seluruh warga kota Sikhem: Manakah yang lebih baik bagimu: tujuh puluh orang memerintah kamu, yaitu semua anak Yerubaal, atau satu orang? Dan ingat juga, bahwa aku darah dagingmu.’ (3) Lalu saudara-saudara ibunya mengatakan hal ihwalnya kepada seluruh warga kota Sikhem, maka condonglah hati orang-orang itu untuk mengikuti Abimelekh, sebab kata mereka: ‘Memang ia saudara kita.’ (4) Sesudah itu mereka memberikan kepadanya tujuh puluh uang perak dari kuil Baal-Berit, lalu Abimelekh memberi perak itu sebagai upah kepada petualang-petualang dan orang-orang nekat supaya mengikuti dia. (5) Ia pergi ke rumah ayahnya di Ofra, lalu membunuh saudara-saudaranya, anak-anak Yerubaal, tujuh puluh orang, di atas satu batu. Tetapi Yotam, anak bungsu Yerubaal tinggal hidup, karena ia menyembunyikan diri. (6) Kemudian berkumpullah seluruh warga kota Sikhem dan seluruh Bet-Milo; mereka pergi menobatkan Abimelekh menjadi raja dekat pohon tarbantin di tugu peringatan yang di Sikhem. (7) Setelah hal itu dikabarkan kepada Yotam, pergilah ia ke gunung Gerizim dan berdiri di atasnya, lalu berserulah ia dengan suara nyaring kepada mereka: ‘Dengarkanlah aku, kamu warga kota Sikhem, maka Allah akan mendengarkan kamu juga. (8) Sekali peristiwa pohon-pohon pergi mengurapi yang akan menjadi raja atas mereka. Kata mereka kepada pohon zaitun: Jadilah raja atas kami! (9) Tetapi jawab pohon zaitun itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan minyakku yang dipakai untuk menghormati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (10) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon ara: Marilah, jadilah raja atas kami! (11) Tetapi jawab pohon ara itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan manisanku dan buah-buahku yang baik, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (12) Lalu kata pohon-pohon itu kepada pohon anggur: Marilah, jadilah raja atas kami! (13) Tetapi jawab pohon anggur itu kepada mereka: Masakan aku meninggalkan air buah anggurku, yang menyukakan hati Allah dan manusia, dan pergi melayang di atas pohon-pohon? (14) Lalu kata segala pohon itu kepada semak duri: Marilah, jadilah raja atas kami! (15) Jawab semak duri itu kepada pohon-pohon itu: Jika kamu sungguh-sungguh mau mengurapi aku menjadi raja atas kamu, datanglah berlindung di bawah naunganku; tetapi jika tidak, biarlah api keluar dari semak duri dan memakan habis pohon-pohon aras yang di gunung Libanon. (16) Maka sekarang, jika kamu berlaku setia dan tulus ikhlas dengan membuat Abimelekh menjadi raja, dan jika kamu berbuat yang baik kepada Yerubaal dan kepada keturunannya dan jika kamu membalaskan kepadanya seimbang dengan jasanya - (17) bukankah ayahku telah berperang membela kamu dan menyabung nyawanya, dan telah melepaskan kamu dari tangan orang Midian, (18) padahal kamu sekarang memberontak terhadap keturunan ayahku dan membunuh anak-anaknya, tujuh puluh orang banyaknya, di atas satu batu, serta membuat Abimelekh anak seorang budaknya perempuan menjadi raja atas warga kota Sikhem, karena ia saudaramu - (19) jadi jika kamu pada hari ini berlaku setia dan tulus ikhlas kepada Yerubaal dan keturunannya, maka silakanlah kamu bersukacita atas Abimelekh dan silakanlah ia bersukacita atas kamu. (20) Tetapi jika tidak demikian, maka biarlah api keluar dari pada Abimelekh dan memakan habis warga kota Sikhem dan juga Bet-Milo, dan biarlah api keluar dari pada warga kota Sikhem dan juga dari Bet-Milo dan memakan habis Abimelekh.’”.

 

a)   Perhatikan bahwa penceritaannya saja sudah memberikan fakta-fakta yang salah. Kesalahannya adalah:

1. Penulis di atas mengatakan bahwa pengangkatan Abimelekh menjadi raja mendorongnya untuk membunuh saudara-saudaranya. Ini salah, karena Abimelekh sudah mempunyai rencana lebih dulu untuk membasmi saudara-saudaranya (ay 2). Lalu ay 3 menunjukkan warga Sikhem condong kepada dia. Lalu ay 5 Abimelekh membunuh saudara-saudaranya, dan baru dalam ay 6 ia dinobatkan menjadi raja.

2. Kata-kata “Jika pohon-pohon itu tidak bersedia, maka akan keluar api dari semak duri itu dan membakar habis semua pohon itu”, kelihatannya menunjukkan bahwa api itu akan membakar pohon-pohon yang tidak mau dijadikan raja itu (zaitun, ara, anggur), padahal kalau dilihat dari text Alkitabnya, yang terbakar adalah pohon-pohon aras di gunung Lebanon (ay 15).

 

b)      Penafsirannya.

Pada bagian yang saya beri garis bawah ganda, terlihat bahwa Edwin Louis Cole menyalahkan pohon zaitun, ara, anggur, karena mereka tidak mau dijadikan raja. Benarkah penafsirannya? Bandingkan dengan kata-kata Albert Barnes di bawah ini.

Barnes’ Notes (tentang Hak 9:14): “The application is obvious. The noble Gideon and his worthy sons had declined the proffered kingdom. The vile, base-born Abimelech had accepted it, and his act would turn out to the mutual ruin of himself and his subjects” (= Penerapannya jelas. Gideon yang mulia dan anak-anaknya yang layak / berharga telah menolak kerajaan yang diajukan. Abimelekh yang keji / hina, dilahirkan dengan hina, telah menerimanya, dan tindakannya akan menghasilkan kehancuran bersama dari dirinya sendiri dan para bawahannya).

Matthew Henry: “when the trees were disposed to choose a king the government was offered to those valuable trees the olive, the fig-tree, and the vine, but they refused it, choosing rather to serve than rule, to do good than bear sway. ... He hereby applauds the generous modesty of Gideon, and the other judges who were before him, and perhaps of the sons of Gideon, who had declined accepting the state and power of kings when they might have had them, and likewise shows that it is in general the temper of all wise and good men to decline preferment and to choose rather to be useful than to be great” (= pada waktu pohon-pohon mengatur untuk memilih seorang raja, pemerintahan ditawarkan kepada pohon-pohon yang berhrga itu, pohon zaitun, pohon ara, dan pohon anggur, tetapi mereka menolaknya, dan sebaliknya lebih memilih untuk melayani dari pada memerintah, melakukan yang baik dari pada mengemban kekuasaan. ... Dengan ini ia menghargai kesederhanaan / kerendahan hati yang banyak sekali dari Gideon, dan hakim-hakim yang lain sebelum dia, dan mungkin anak-anak Gideon, yang telah menolak untuk menerima negara dan kekuasaan dari raja-raja pada waktu mereka bisa mendapatkannya, dan juga menunjukkan bahwa itu secara umum merupakan sifat / watak dari semua orang-orang yang bijaksana dan baik untuk menolak kedudukan yang lebih tinggi dan sebaliknya lebih memilih untuk menjadi berguna dari pada untuk menjadi besar).

 

Saya setuju dengan kedua penafsir di atas, dan saya berpendapat bahwa mereka tidak mau karena mereka tahu bahwa mereka mempunyai tugas / kegunaan lain yang lebih mulia. Dan penolakan ini justru merupakan tindakan yang benar.

Ada orang yang mengatakan: “If God calls you to be a preacher, do not stoop down to be a king!” (= Jika Allah memanggilmu untuk menjadi seorang pengkhotbah, janganlah merendahkan diri untuk menjadi seorang raja).

Bandingkan dengan pendeta-pendeta yang mau meninggalkan kependetaan mereka karena menjadi caleg!

 

8)      “Ketika kami pulang malam itu, saya masih ingat bahwa saya sempat meninju setir mobil dengan perasaan kecewa dan duka. Nancy bertanya mengapa saya berbuat demikian dan saya utarakan penyebabnya, ‘Mereka semua berbicara tentang rumah baru, kapal layar, dan olahraga yang dinikmati anak-anaknya - namun tidak seorang anak pun yang mengenal Yesus sebagai Juruselamat. Mereka mengganti keselamatan dengan kebudayaan.’ Penggantian semacam ini bukanlah hal yang baru. Pada masa raja-raja Israel, anak Salomo, Raja Rehabeam, melakukan suatu kompromi yang akhirnya melemahkan bangsanya sendiri sehingga musuh-musuh berhasil menyerang Bait Allah dan menjarah semua perisai emas yang disimpan di sana. Rehabeam kemudian mengganti perisai emas itu dengan perisai tembaga (2Tawarikh 12:9-10).  Ada suatu pelajaran yang dapat kita tarik dari sini. Hal itu melambangkan penggantian keilahian dengan kemanusiawian, iman dengan perbuatan, hal-hal yang terbaik dari yang cukup baik, kebenaran dengan kehormatan (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 32).

 

Tanggapan saya:

Ini pengalegorian yang tidak pada tempatnya! Cerita sejarah tidak boleh diartikan secara alegoris / lambang! Dan kalau perisai emas melambangkan keilahian, pada waktu perisai emas itu dijarah oleh para musuh, itu melambangkan apa? Keilahian dijarah? Iman dijarah? Hal-hal yang terbaik dijarah? Kebenaran dijarah?

 

9)      “Dengan mengangkat tongkatnya, Musa memuliakan Allah dan menggenapi pekerjaanNya di muka bumi ini. Tetapi ketika ia melemparkannya, tongkat itu pun berubah menjadi ular. Demikian pula roh yang terdapat dalam diri manusia. Apabila roh tersebut berada dalam genggaman kuasa Roh Kudus dan otoritas firman Tuhan, ia akan mendatangkan kemuliaan bagi Allah. Namun, apabila kita tidak dikuasai oleh Roh Kudus, maka pikiran, hati, dan kehendak kita pun akan ‘lepas kendali’, tidak terkuasai dan kita pun kembali pada tabiat lama yang keinginannya selalu bertentangan dengan keinginan Allah” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 71-72).

 

Tanggapan saya:

Ini lagi-lagi merupakan pengalegorian yang tidak pada tempatnya! Cerita sejarah tidak boleh diartikan secara alegoris / lambang! Kelihatannya ia melambangkan tongkat Musa sebagai roh manusia, dan tangan Musa sebagai genggaman kuasa Roh Kudus dan otoritas firman Tuhan. Dengan hak / otoritas apa / siapa Edwin Louis Cole melambangkan seperti itu? Menurut saya, inilah contoh dari penafsiran yang ‘lepas kendali’!

 

10)      “Pada saat ‘Yobel’, utang-utang dihapuskan, tanah dipulihkan, dan orang-orang berkesempatan untuk memulai sesuatu dari awal kembali (Imamat 25:8-55). Pengampunan semacam itu adalah lambang kematian dan kebangkitan” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 82).

 

Tanggapan saya:

Tahun Yobel merupakan lambang kematian dan kebangkitan? Ini lagi-lagi merupakan suatu pengalegorian yang tidak pada tempatnya!

 

11)      “Selain ada kematian, ada pula ‘roh kematian’. Roh kematian itu mirip dengan gejala penyakit. Orang yang baru mengalami gejala suatu penyakit belum tentu benar-benar menderita penyakit tersebut, karena sering kali gejala-gejala tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya sakit, padahal sesungguhnya ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut ditolak, disangkal, dan ditengking, maka gejala-gejala itu tidak akan mendatangkan pengaruh apa pun. ‘Roh kematian’ sering kali hanya berusaha menekan agar manusia tunduk dan menyerah kepada kematian, namun kalau roh itu diusir dalam nama Yesus, kematian itu pun tidak akan dapat menelan mangsanya (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 82-83).

“Allah tidak membiarkan Elia mati, tetapi membantunya untuk bangkit kembali. Allah membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia, lalu memulihkan keadaan Elia sehingga ...” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 83-84).

 

Tanggapan saya:

 

a)      Ini betul-betul merupakan ‘ajaran baru’! ‘Roh kematian’?

b)   Ia mengatakan ‘roh kematian itu mirip dengan gejala penyakit’. Mirip berarti tidak sama. tetapi dalam pembahasan selanjutnya, ia menyamakan kedua hal itu.

c)   Ia mengatakan Orang yang baru mengalami gejala suatu penyakit belum tentu benar-benar menderita penyakit tersebut, karena sering kali gejala-gejala tersebut hanya mendorong orang merasa bahwa dirinya sakit, padahal sesungguhnya ia tidak sakit. Kalau gejala-gejala tersebut ditolak, disangkal, dan ditengking, maka gejala-gejala itu tidak akan mendatangkan pengaruh apa pun’.

Saya pikir orang ini IQnya rendah sehingga kata-katanya saling bertentangan satu sama lain. Kalau gejala itu bukan penyakit, dan orang yang mengalami gejala itu sebetulnya tidak sakit, lalu untuk apa gejala itu ditolak, disangkal, ditengking dan sebagainya? Kalau memang tidak sakit, biarkan saja!

d)   Alkitab bagian mana yang mengajar kita untuk ‘menengking penyakit’? Memang kalau setan merasuk seseorang dan menimbulkan penyakit, yang seperti itu bisa ditengking setannya. Kalau setan itu keluar, penyakitnya sembuh. Tetapi penyakit biasa, yang tidak ditimbulkan oleh setan yang merasuk, tidak bisa ditengking! Tak ada ayat Alkitab manapun yang mengajar kita menengking penyakit.

e)   Di Alkitab sebelah mana ada ajaran tentang menengking roh kematian? Dan ia mengajar untuk menengking roh kematian itu dalam nama Yesus. Itu berarti ia menganggap roh kematian itu adalah setan atau dari setan. Apakah setan bisa membunuh siapapun tanpa ijin Tuhan? Dan kalau Tuhan ijinkan ia membunuh, bisakah hal itu ditengking untuk menggagalkan hal itu? Betul-betul suatu kegilaan!

f)    Kalau semua orang menengking roh kematian, sehingga semua orang tidak mati-mati, apakah semua orang akan hidup kekal di dunia ini? Lalu bagaimana dengan Ro 6:23 yang mengatakan ‘upah dosa ialah maut’?

g)   Dalam kasus Elia, mengapa tanpa penengkingan roh kematian, Elia tetap tidak jadi mati? Juga perlu dicamkan bahwa Elia tidak sakit, ia hanya ingin mati karena merasa pelayanannya gagal (1Raja 19:1-4). Lalu untuk apa Allah membuat roh kematian menyingkir dari diri Elia?

 

12)      “Meskipun Paulus sudah terlepas dari belenggu dosa, namun bayangan masa lalunya masih terus mengikutinya. Pada masa ia sedang gencar-gencarnya menganiaya orang Kristen, ia telah memerintahkan agar mereka dipenjarakan, dibunuh, atau dilempari batu. Setelah menjadi orang percaya, ia melakukan ibadah bersama-sama dengan kaum ibu yang menjadi janda karena kebencian Paulus dahulu terhadap orang Kristen, dan dengan bapak-bapak yang anaknya mati akibat penganiayaan yang dilakukannya. Rasa bersalah dari masa lalunya itu merupakan beban yang terlalu berat untuk ditanggungnya. Ia membandingkan dirinya dengan orang-orang yang dihakimi karena bersalah melakukan pembunuhan yang direncanakan. Pada waktu itu hukuman yang dijatuhkan bagi orang-orang yang terbukti secara sengaja merencanakan dan melakukan pembunuhan terasa tidak lazim bagi kita, namun benar-benar sepadan dengan kejahatan yang telah diperbuat, yaitu mayat korban pembunuhan akan diikatkan dengan rantai pada tubuh orang yang telah membunuhnya, sehingga ke mana pun pembunuh itu pergi, ia terpaksa menyeret-nyeret mayat itu. Dengan sendirinya pembunuh itu akan dikucilkan oleh masyarakat, sehingga akan sulit baginya untuk tetap bertahan hidup. ... Begitulah Paulus menggambarkan keadaan dirinya, di mana ia merasa seolah-olah dosa, rasa bersalah, dan aib dari masa lalunya itu diikatkan dengan rantai pada dirinya. Semuanya itu menjadi suatu beban yang terlalu berat untuk ditanggung, dan kalau tidak dilepaskan, beban itu akhirnya akan membunuhnya. Tetapi, kemudian ia mendapatkan kebebasan dari semua belenggu masa lalunya itu. Adapun kebebasan itu ia peroleh dari sumber yang juga telah memberitakan kabar keselamatan bagi dirinya. Ia ingin seluruh dunia mengetahui hal ini, maka ia menulis, ‘Syukurlah kepada Allah oleh Yesus Kristus, Tuhan kita.’ Ia sudah bebas!” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 84-85).

 

Tanggapan saya:

 

a)   Seluruh kontext sama sekali tidak berbicara tentang bayangan kesalahan masa lalu Paulus, tetapi dosa-dosa yang saat itu tetap ia perbuat. Perhatikan sendiri seluruh kontext di bawah ini, adakah sedikit saja yang berhubungan dengan dosa-dosa pada masa lalu dari Paulus?

 

Ro 7:13-26 - “(13) Jika demikian, adakah yang baik itu menjadi kematian bagiku? Sekali-kali tidak! Tetapi supaya nyata, bahwa ia adalah dosa, maka dosa mempergunakan yang baik untuk mendatangkan kematian bagiku, supaya oleh perintah itu dosa lebih nyata lagi keadaannya sebagai dosa. (14) Sebab kita tahu, bahwa hukum Taurat adalah rohani, tetapi aku bersifat daging, terjual di bawah kuasa dosa. (15) Sebab apa yang aku perbuat, aku tidak tahu. Karena bukan apa yang aku kehendaki yang aku perbuat, tetapi apa yang aku benci, itulah yang aku perbuat. (16) Jadi jika aku perbuat apa yang tidak aku kehendaki, aku menyetujui, bahwa hukum Taurat itu baik. (17) Kalau demikian bukan aku lagi yang memperbuatnya, tetapi dosa yang ada di dalam aku. (18) Sebab aku tahu, bahwa di dalam aku, yaitu di dalam aku sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik. Sebab kehendak memang ada di dalam aku, tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat, melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat. (20) Jadi jika aku berbuat apa yang tidak aku kehendaki, maka bukan lagi aku yang memperbuatnya, tetapi dosa yang diam di dalam aku. (21) Demikianlah aku dapati hukum ini: jika aku menghendaki berbuat apa yang baik, yang jahat itu ada padaku. (22) Sebab di dalam batinku aku suka akan hukum Allah, (23) tetapi di dalam anggota-anggota tubuhku aku melihat hukum lain yang berjuang melawan hukum akal budiku dan membuat aku menjadi tawanan hukum dosa yang ada di dalam anggota-anggota tubuhku. (24) Aku, manusia celaka! Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini? (25) Syukur kepada Allah! oleh Yesus Kristus, Tuhan kita. (26) Jadi dengan akal budiku aku melayani hukum Allah, tetapi dengan tubuh insaniku aku melayani hukum dosa”.

 

b)   Saya pernah membaca tentang hukuman seperti yang diceritakan oleh Edwin Louis Cole, dimana orang dijatuhi hukuman dengan suatu mayat yang diikatkan pada tubuhnya. Tetapi mayat itu bukan orang yang dibunuh oleh orang yang dijatuhi hukuman itu! Disamping, apakah Paulus memang memaksudkan hukuman seperti itu, merupakan sesuatu yang sedikitnya perlu disangsikan, dan menurut saya pasti salah! Bandingkan dengan kata-kata dari beberapa penafsir di bawah ini tentang hal itu.

 

Calvin (tentang Ro 7:24): “By the ‘body of death’ he means the whole mass of sin, or those ingredients of which the whole man is composed; except that in him there remained only relics, by the captive bonds of which he was held” (= Dengan ‘tubuh maut’ ia memaksudkan seluruh massa dosa, atau bahan-bahan / unsur-unsur yang membentuk seluruh manusia; kecuali bahwa dalam dia tersisa hanya peninggalan-peninggalan, oleh ikatan tahanan yang menahan dia).

 

Barnes’ Notes (tentang Ro 7:24): It indicates, ... An earnest wish to be delivered from it. Some have supposed that he refers to a custom practiced by ancient tyrants, of binding a dead body to a captive as a punishment, and compelling him to drag the cumbersome and offensive burden with him wherever he went. I do not see any evidence that the apostle had this in view. But such a fact may be used as a striking and perhaps not improper illustration of the meaning of the apostle here. No strength of words could express deeper feeling; none more feelingly indicate the necessity of the grace of God to accomplish that to which the unaided human powers are incompetent” (= Itu menunjukkan, ... Suatu keinginan yang sungguh-sungguh untuk dibebaskan darinya. Sebagian orang menganggap bahwa ia menunjuk pada suatu kebiasaan yang dipraktekkan oleh tiran-tiran kuno, dengan mengikatkan mayat pada seorang tahanan / tawanan sebagai suatu hukuman, dan memaksanya untuk menyeret beban yang berat / tidak mengenakkan dan menjijikkan bersamanya kemanapun ia pergi. Saya tidak melihat bukti apapun bahwa sang rasul mempunyai hal ini dalam pandangannya. Tetapi fakta seperti itu bisa digunakan sebagai ilustrasi yang menyolok dan mungkin benar tentang arti dari sang rasul di sini. Tidak ada kekuatan kata-kata yang bisa menyatakan perasaan yang lebih dalam; tidak ada yang dengan lebih berperasaan menunjukkan keperluan / kebutuhan terhadap kasih karunia Allah untuk mencapai hal itu yang tidak mampu dilakukan oleh kekuatan manusia tanpa bantuan).

 

William Hendriksen: “With that in mind he yearns to be rescued from ‘this body of death,’ that is, from the body in its present condition, subject to the ravages of sin and death. He knows that as long as he lives in this present ‘body of humiliation’ (Phil. 3:21) the terrible struggle will be continued. But once the life in that body ceases, the state of sinless glory will commence; first for the soul, then also for the body” [= Dengan itu dalam pikirannya ia merindukan untuk ditolong dari ‘tubuh maut ini’, artinya, dari tubuh dalam kondisi sekarang ini, yang tunduk pada kerusakan dari dosa dan kematian. Ia tahu bahwa selama ia hidup dalam ‘tubuh kehinaan’ sekarang ini (Fil 3:21) pergumulan yang dahsyat / mengerikan akan berlanjut. Tetapi sekali kehidupan dalam tubuh itu berakhir, keadaan dari kemuliaan tanpa dosa akan mulai; pertama-tama untuk jiwa, lalu juga untuk tubuh] - ‘Romans’, hal 237-238.

 

13)      “Ketika Allah menciptakan manusia menurut gambar dan keserupaan moralnya, Dia memperlengkapi kita dengan lima kemampuan yang memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan kehidupan Kristus. Dengan demikian Allah telah mencurahkan sebagian keunggulan sorga ke bumi ini. Kelima kemampuan itu adalah:

(1)      Kemampuan untuk mengetahui kebenaran

(2)      Kemampuan untuk mengenali keutamaan moral

(3)      Kekuatan untuk melakukan kehendak kita

(4)      Daya cipta melalui perkataan kita

(5)      Hak dan kemampuan untuk berkembang biak” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 94).

 

Tanggapan saya:

a)      Ajaran ini tak ada dasar Alkitabnya sama sekali!

b)   Keserupaan moral? Sekalipun memang tak ada keseragaman pandangan dalam hal-hal apa saja yang termasuk dalam gambar dan rupa Allah dalam diri kita, tetapi jelas bahwa gambar dan rupa Allah dalam diri manusia bukan hanya keserupaan moral. Keserupaan moral mungkin memang ada, seperti kesucian / kebenaran yang ada dalam diri manusia ketika pertama diciptakan. Tetapi juga ada hal-hal lain, seperti manusia adalah makhluk berakal, makhluk rohani, dan bersifat kekal. Dan hal-hal ini jelas buka keserupaan moral dengan Allah!

c)   Apa maksudnya dengan kata-kata ‘daya cipta melalui perkataan kita’? Lagi-lagi ‘ajaran baru’.

d)   Ia mengatakan lima kemampuan ini ‘memungkinkan kita menjalani kehidupan yang serupa dengan kehidupan Kristus’. Padahal hal kelima adalah ‘Hak dan kemampuan untuk berkembang biak’. Apa urusannya hal kelima itu dengan keserupaan dengan kehidupan Kristus, yang notabene tak pernah menikah, apalagi berkembang biak?

e)   Ia juga mengatakan bahwa ‘Dengan demikian Allah telah mencurahkan sebagian keunggulan sorga ke bumi ini’.

Kalau ini dihubungkan dengan hal kelima lagi, maka akan menjadi lelucon, karena akan berarti bahwa hak dan kemampuan untuk berkembang biak merupakan keunggulan sorga! Makhluk yang mana di sorga yang berkembang biak??

 

14)      “Yesus berkata, ‘Dimana hartamu berada, di situ juga hatimu berada’ (Lukas 12:34). Setelah menyadari bahwa orang yang harus membayar untuk mendapatkan sesuatu akan menjadi jauh lebih berminat pada hal yang dibayarnya daripada sekadar menjadi penonton, maka kami pun menarik biaya pendaftaran untuk kegiatan yang kami laksanakan. Hasilnya memang terlihat nyata karena kini kaum pria yang mengikuti acara kami itu dapat bertahan mengikuti seluruh kegiatan hingga selesai dan mereka tetap hadir sekalipun cuaca sangat buruk. Uang pendaftaran itu bagi mereka menjadi suatu harta yang mereka tanamkan dalam kegiatan-kegiatan kami, sehingga hati mereka pun berada dalam pertemuan itu. Prinsip itu sekaligus juga mengajarkan bahwa Anda tidak mungkin membangun sebuah jemaat apabila anggota-anggotanya tidak mau membayar persepuluhan atau menanamkan uang mereka dalam pekerjaan Allah tersebut. Karena mereka tidak menanamkan harta mereka di situ, hati mereka pun tidak berada di tempat itu” (‘Menjadi Pria Sejati’, hal 107).

 

Tanggapan saya:

a)   Kata-kata Yesus dalam Luk 12:34 hanya mengkontraskan harta yang terletak di surga atau di dunia. Lihat kontextnya!

Luk 12:33-34 - “(33) Juallah segala milikmu dan berikanlah sedekah! Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat. (34) Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada.’”.

b)   Kata-kata ‘Prinsip itu sekaligus juga mengajarkan bahwa Anda tidak mungkin membangun sebuah jemaat apabila anggota-anggotanya tidak mau membayar persepuluhan atau menanamkan uang mereka dalam pekerjaan Allah tersebut. Karena mereka tidak menanamkan harta mereka di situ, hati mereka pun tidak berada di tempat itu’ merupakan ajaran baru tentang alasan memberi persembahan persepuluhan! Dari Alkitab bagian mana ini diambil?

c)   Kalau yang dikatakan oleh Edwin Louis Cole di atas itu memang benar, mengapa hanya menekankan uang pendaftaran dan persembahan persepuluhan? Mengapa tidak sekalian mengharuskan orang yang mau menjadi anggota suatu gereja / dibaptis membayar uang pangkal? Bukankah lebih-lebih lagi hatinya akan ada di gereja itu untuk selama-lamanya?

d)   Bagaimana ajaran Edwin Louis Cole ini bisa diharmoniskan dengan ayat-ayat di bawah ini?

·        2Raja 5:16-17 - “(16) Tetapi Elisa menjawab: ‘Demi TUHAN yang hidup, yang di hadapanNya aku menjadi pelayan, sesungguhnya aku tidak akan menerima apa-apa.’ Dan walaupun Naaman mendesaknya supaya menerima sesuatu, ia tetap menolak. (17) Akhirnya berkatalah Naaman: ‘Jikalau demikian, biarlah diberikan kepada hambamu ini tanah sebanyak muatan sepasang bagal, sebab hambamu ini tidak lagi akan mempersembahkan korban bakaran atau korban sembelihan kepada allah lain kecuali kepada TUHAN”.

·        Mat 10:8 - “Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati; tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan. Kamu telah memperolehnya dengan cuma-cuma, karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.

·        Kis 8:18-21 - “(18) Ketika Simon melihat, bahwa pemberian Roh Kudus terjadi oleh karena rasul-rasul itu menumpangkan tangannya, ia menawarkan uang kepada mereka, (19) serta berkata: ‘Berikanlah juga kepadaku kuasa itu, supaya jika aku menumpangkan tanganku di atas seseorang, ia boleh menerima Roh Kudus.’ (20) Tetapi Petrus berkata kepadanya: ‘Binasalah kiranya uangmu itu bersama dengan engkau, karena engkau menyangka, bahwa engkau dapat membeli karunia Allah dengan uang. (21) Tidak ada bagian atau hakmu dalam perkara ini, sebab hatimu tidak lurus di hadapan Allah”.

·        1Kor 9:12,15,18 - “(12) Kalau orang lain mempunyai hak untuk mengharapkan hal itu dari pada kamu, bukankah kami mempunyai hak yang lebih besar? Tetapi kami tidak mempergunakan hak itu. Sebaliknya, kami menanggung segala sesuatu, supaya jangan kami mengadakan rintangan bagi pemberitaan Injil Kristus. ... (15) Tetapi aku tidak pernah mempergunakan satupun dari hak-hak itu. Aku tidak menulis semuanya ini, supaya akupun diperlakukan juga demikian. Sebab aku lebih suka mati dari pada...! Sungguh, kemegahanku tidak dapat ditiadakan siapapun juga! ... (18) Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.

·        2Kor 11:7 - “Apakah aku berbuat salah, jika aku merendahkan diri untuk meninggikan kamu, karena aku memberitakan Injil Allah kepada kamu dengan cuma-cuma?”.

e)   Tuhan memberikan keselamatan secara cuma-cuma kepada kita (Yes 55:1  Ro 3:24). Kalau begitu, Tuhan tidak bijaksana, karena kita pasti tidak akan menghargai keselamatan itu! Hati kita pasti tidak akan ada di sana. Seharusnya Tuhan menyuruh kita membayar, tetapi seandainya Ia melakukan hal ini, semua kita akan masuk neraka karena tidak seorangpun dari kita mempunyai apapun untuk membayar / membeli keselamatan! Atau mungkin seharusnya Tuhan merestui penjualan surat pengampunan dosa pada jaman Martin Luther. Dan bersamaan dengan itu, Tuhan harus menyatakan Martin Luther, yang mempercayai pembenaran hanya oleh iman, sebagai orang sesat / bidat!

f)    Sebetulnya saya tidak menentang adanya uang pendaftaran dalam acara seperti itu, karena memang ada biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk acara tersebut. Tetapi kata-kata Edwin Louis Cole bahwa ‘Uang pendaftaran itu bagi mereka menjadi suatu harta yang mereka tanamkan dalam kegiatan-kegiatan kami, sehingga hati mereka pun berada dalam pertemuan itu’ merupakan alasan yang omong kosong! Menurut saya, alasan sebenarnya adalah, karena orang-orang itu sudah membayar, maka mereka merasa rugi kalau tidak datang!

 

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali