Kebaktian

Persekutuan ‘GOLGOTA’

(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)

 

Minggu, tgl 1 Juli 2007, pk 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(8: 7064-1331 / 6050-1331)

 

Yesus ditangisi

LUKAS 23:26-31

 

Pendahuluan.

 

Dalam kalangan Kristen ada suatu bahaya yang sangat banyak terjadi, yaitu dimana seseorang hanya beriman secara intelektuil saja. Dengan kata lain, ia mengerti tentang Injil, dan pikirannya mempercayainya, tetapi hati dan kehendak tidak mengikuti pikirannya tersebut.

Ilustrasi: Traktat berjudul: ‘Missing heaven by 18 inches’.

 

Tetapi hari ini saya membahas suatu bahaya lain, yang kontras / berkebalikan dengan yang tadi. Yaitu bahaya dimana seseorang perasaannya pro Yesus, tetapi pikirannya tidak terlalu mengerti tentang injil, dan sebetulnya ia bukan orang yang percaya kepada Yesus.

 

Luk 23:26-31 - “(26) Ketika mereka membawa Yesus, mereka menahan seorang yang bernama Simon dari Kirene, yang baru datang dari luar kota, lalu diletakkan salib itu di atas bahunya, supaya dipikulnya sambil mengikuti Yesus. (27) Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia. (28) Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu! (29) Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. (30) Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami! (31) Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?’”.

 

I) Perempuan-perempuan Yerusalem menangisi Yesus.

 

1)   Peristiwa ini terjadi pada saat Yesus digiring ke tempat penyaliban (ay 26).

Itu berarti bahwa Yesus sudah dicambuki, dan sudah penuh dengan darah.

 

2)   Perempuan-perempuan Yerusalem menangisi Yesus.

Ay 27: Sejumlah besar orang mengikuti Dia; di antaranya banyak perempuan yang menangisi dan meratapi Dia.

 

a)         Ini menunjukkan bahwa tidak semua orang Yahudi saat itu membenci Kristus.

Tidak semua orang Yahudi di Yerusalem berteriak ‘Salibkan Dia!’ atau menyetujui teriakan itu! Ada orang-orang Yahudi yang pro / mengasihi Yesus, atau setidaknya merasa kasihan kepada Yesus, sehingga menangisi Dia.

 

b)   Perempuan-perempuan ini bukan perempuan-perempuan yang ada dalam kelompok murid-murid Yesus.

William Hendriksen mengatakan (hal 1024) bahwa kita tidak boleh mengacaukan perempuan-perempuan ini dengan Maria Magdalena dan perempuan-perempuan yang lain yang betul-betul adalah murid-murid Yesus. Perempuan-perempuan di sini bukan murid-murid Yesus! Ini mungkin bisa disebut sebagai simpatisan Kristen! Atau mungkin lebih tepat simpatisan Yesus! Mereka tidak percaya / mengikut Yesus, tetapi bersimpati atas penderitaanNya.

 

c)         Pada umumnya, perempuan lebih banyak ‘main perasaan’ dari pada laki-laki.

A. T. Robertson: “‘In the Gospels there is no instance of a woman being hostile to Christ’ (Plummer). Luke’s Gospel is appropriately called the Gospel of Womanhood (Luke 1:39-56; 2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3; 10:38-42; 11:27; 13:11-16)” [= ‘Dalam kitab-kitab Injil tidak ada contoh dari seorang perempuan yang bermusuhan terhadap Kristus’ (Plummer). Injil Lukas secara tepat / benar disebut sebagai Injil dari ke-perempuan-an (Luk 1:39-56; 2:36-38; 7:11-15; 37-50; 8:1-3; 10:38-42; 11:27; 13:11-16)].

 

d)         Apa yang dilakukan perempuan-perempuan itu?

A. T. Robertson: “‘Bewailed.’ ekoptonto. Imperfect middle of koptoo, ‘to cut, smite,’ an old and common verb. Direct middle, they were smiting themselves on the breast” (= ‘Menangisi’ EKOPTONTO. Bentuk imperfect middle dari KOPTOO, ‘memotong, memukul’, suatu kata yang kuno dan umum. Bentuk direct middle, mereka memukul dada mereka sendiri).

A. T. Robertson: “‘Lamented.’ ethreenoun. Imperfect active of threeneoo, old verb from threomai, ‘to cry aloud, lament.’” (= ‘Meratapi’. ethreenoun. Bentuk imperfect active dari threeneoo, suatu kata kerja kuno dari threomai, ‘menangis dengan keras, meratap’).

 

e)         Bahayanya perasaan kasihan terhadap Yesus.

Ada bahayanya kalau orang percaya kepada Yesus hanya dengan otak / inteleknya saja. Tetapi dari bacaan ini ada bahaya sebaliknya, yaitu kalau kita ‘pro Yesus’ hanya karena perasaan kasihan saja.

 

Matthew Henry: “Many that were mourners, true mourners, who followed him, bewailing and lamenting him. These were not only his friends and well-wishers, but the common people, that were not his enemies, and were moved with compassion towards him, because they had heard the fame of him, and what an excellent useful man he was, and had reason to think he suffered unjustly. ... many bewail Christ that do not believe in him, and lament him that do not love him above all (= Banyak orang-orang yang berkabung, orang-orang yang berkabung dengan sungguh-sungguh, yang mengikutiNya, meratapi dan menangisi Dia. Orang-orang ini bukan hanya sahabat-sahabat dan orang-orang yang mengharapkan hal yang baik bagiNya, tetapi orang-orang biasa, yang bukanlah musuh-musuhNya, dan digerakkan oleh belas kasihan terhadapNya, karena mereka telah mendengar kemasyhuranNya, dan betapa Ia adalah seseorang yang sangat berguna, dan mempunyai alasan untuk berpikir bahwa Ia menderita secara tidak adil. ... banyak orang meratapi Kristus tetapi tidak percaya kepadaNya, dan menangisiNya tetapi tidak mengasihiNya di atas semua).

 

Adam Clarke: “the sufferings of Christ are not a subject of sorrow to any man; but, on the contrary, of eternal rejoicing to the whole of a lost world” (= Penderitaan-penderitaan Kristus bukanlah subyek dari kesedihan bagi siapapun; tetapi sebaliknya, subyek dari kesukacitaan bagi seluruh dunia yang hilang).

 

Adam Clarke: “Some have even prayed to participate in the sufferings of Christ. Relative to this point, there are many unwarrantable expressions used by religious people in their prayers and hymns. To give only one instance, how often do we hear these or similar words said or sung: ‘Give me to feel thy agonies! One drop of thy sad cup afford!’ Reader! one drop of this cup would bear down thy soul to endless ruin; and these agonies would annihilate the universe. He suffered alone; for of the people there was none with him; because his sufferings were to make an atonement for the sins of the world: and in the work of redemption he had no helper” (= Sebagian orang bahkan berdoa supaya bisa berpartisipasi dalam penderitaan-penderitaan Kristus. Berhubungan dengan hal ini, ada banyak ungkapan yang tak berdasar yang digunakan oleh orang-orang yang religius dalam doa-doa dan puji-pujian mereka. Untuk memberi satu contoh, betapa sering kita mendengar kata-kata ini atau kata-kata yang serupa dikatakan atau dinyanyikan: ‘Berilah aku untuk merasakan penderitaan-penderitaanMu! Berikan satu tetes dari cawanMu yang menyedihkan!’ Pembaca! satu tetes dari cawan ini akan menekan jiwamu kepada kehancuran tanpa akhir; dan penderitaan-penderitaan ini akan memusnahkan alam semesta. Ia menderita sendirian; karena dari orang-orang yang ada di sana tidak seorangpun bersamaNya; karena penderitaan-penderitaanNya adalah untuk membuat suatu penebusan untuk dosa-dosa dunia: dan dalam pekerjaan penebusan Ia tidak mempunyai penolong) - hal 495-496.

 

II) Yesus menegur perempuan-perempuan itu.

 

1)   Ay 28: Yesus berpaling kepada mereka dan berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!.

 

a)   Yesus berkata kepada puteri-puteri Yerusalem.

Mayoritas orang-orang Yahudi di Yerusalem bukanlah orang yang percaya kepada Yesus. Ini terlihat dari kata-kata Yesus dalam Mat 23:37-38 - “(37) ‘Yerusalem, Yerusalem, engkau yang membunuh nabi-nabi dan melempari dengan batu orang-orang yang diutus kepadamu! Berkali-kali Aku rindu mengumpulkan anak-anakmu, sama seperti induk ayam mengumpulkan anak-anaknya di bawah sayapnya, tetapi kamu tidak mau. (38) Lihatlah rumahmu ini akan ditinggalkan dan menjadi sunyi”.

 

b)   Yesus berkata: ‘Hai puteri-puteri Yerusalem, janganlah kamu menangisi Aku, melainkan tangisilah dirimu sendiri dan anak-anakmu!’.

Kata-kata ‘janganlah kamu menangisi Aku’ bukanlah suatu teguran seolah-olah hal itu adalah suatu dosa. Tujuan Yesus mengatakan ini adalah: mengalihkan perhatian mereka dari penderitaan yang sedang Ia alami kepada hukuman Allah yang akan menimpa orang-orang Yahudi itu. Ini yang lebih perlu untuk ditangisi!

Seringkali kita sedih untuk suatu obyek kesedihan yang salah. Misalnya kalau saudara mempunyai 2 anak, yang satu kaya tetapi tidak Kristen, yang lain melarat tetapi Kristen. Saudara sedih untuk yang mana?

 

c)   Yesus sendiri tidak pernah menangisi diriNya sendiri, tetapi Ia sudah menangisi Yerusalem, yaitu dalam Luk 19:41-44 - “(41) Dan ketika Yesus telah dekat dan melihat kota itu, Ia menangisinya, (42) kataNya: ‘Wahai, betapa baiknya jika pada hari ini juga engkau mengerti apa yang perlu untuk damai sejahteramu! Tetapi sekarang hal itu tersembunyi bagi matamu. (43) Sebab akan datang harinya, bahwa musuhmu akan mengelilingi engkau dengan kubu, lalu mengepung engkau dan menghimpit engkau dari segala jurusan, (44) dan mereka akan membinasakan engkau beserta dengan pendudukmu dan pada tembokmu mereka tidak akan membiarkan satu batupun tinggal terletak di atas batu yang lain, karena engkau tidak mengetahui saat, bilamana Allah melawat engkau.’”.

 

d)         Kontras antara nasib Yesus dan perempuan-perempuan ini.

William Hendriksen mengatakan (hal 1024) bahwa berkenaan dengan Yesus, sekalipun saat itu Ia sedang menderita, dan sebentar lagi akan mengalami penderitaan yang lebih hebat lagi secara fisik maupun batin, tetapi masa depan Yesus tetap terjamin. Tetapi perempuan-perempuan itu, kecuali mereka bertobat, mempunyai masa depan yang sangat suram. Dan demikian juga dengan anak-anak mereka! Yang menantikan mereka bukan hanya kehancuran Yerusalem, tetapi lebih dari itu, hukuman kekal dari Tuhan.

 

William Hendriksen: “for the impenitents the suffering will never end: Jerusalem’s fall will be only a foretaste of their everlasting damnation” (= bagi orang-orang yang tidak bertobat penderitaan tidak akan pernah berakhir: kejatuhan Yerusalem hanya akan menjadi suatu cicipan dari hukuman kekal mereka) - hal 1025.

 

e)   Kata-kata Yesus ini menunjukkan bahwa Ia tidak pernah mengasihani diriNya sendiri, tetapi selalu memikirkan kebaikan / pertobatan orang-orang lain, bahkan pada saat Ia sangat menderita.

 

William Hendriksen: “the entire address of Jesus to ‘the daughters of Jerusalem’ ... is an unfogettable manifestation of the Savior’s complete lack of self-pity and of his ardent desire, even now, that the impenitent may repent and be saved” (= seluruh amanat Yesus kepada perempuan-perempuan Yerusalem ... merupakan suatu perwujudan yang tidak terlupakan dari sama sekali tidak adanya rasa kasihan pada diri sendiri dari sang Juruselamat, dan dari keinginanNya yang berkobar-kobar, bahkan pada saat itu, supaya orang-orang yang belum bertobat bisa bertobat dan diselamatkan) - hal 1026.

 

Penerapan: apakah saudara juga mempunyai perasaan seperti itu, apalagi pada saat saudara menderita?

 

f)    Kata-kata Yesus itu juga menunjukkan bahwa Ia tidak membutuhkan belas kasihan kita. Yang Ia inginkan bukanlah supaya kita menangisi Dia, tetapi supaya kita percaya kepadaNya!

 

Pulpit Commentary: “He does not want our pity. This would be a wasted and mistaken sentiment” (= Ia tidak membutuhkan / menghendaki belas kasihan kita. Ini adalah suatu perasaan yang sia-sia dan salah).

 

Matthew Henry: “those were profitless tears that they shed for him” (= itu merupakan air mata yang tidak berguna yang mereka curahkan bagiNya).

 

Matthew Henry: “We must not be affected with the death of Christ as with the death of a common person whose calamity we pity, or of a common friend whom we are likely to part with. The death of Christ was a thing peculiar; it was his victory and triumph over his enemies; it was our deliverance, and the purchase of eternal life for us. And therefore let us weep, not for him, but for our own sins, and the sins of our children, that were the cause of his death; and weep for fear ... of the miseries we shall bring upon ourselves, if we slight his love, and reject his grace, as the Jewish nation did, which brought upon them the ruin here foretold” (= Kita tidak boleh dipengaruhi oleh kematian Kristus seperti oleh kematian dari orang biasa, yang kita kasihani karena bencana yang mereka alami, atau dari seorang teman biasa dengan siapa kita mungkin sekali akan berpisah. Kematian Kristus merupakan suatu hal yang khas; itu merupakan kemenanganNya atas musuh-musuhya; itu merupakan pembebasan kita, dan pembelian hidup kekal bagi kita. Dan karena itu, hendaklah kita menangis, bukan untuk Dia, tetapi untuk dosa-dosa kita sendiri, dan dosa-dosa dari anak-anak kita, yang merupakan penyebab dari kematianNya; dan menangis karena takut ... pada kesengsaraan-kesengsaraan yang kita bawa kepada diri kita sendiri, jika kita meremehkan kasihNya, dan menolak kasih karuniaNya, seperti yang dilakukan oleh bangsa Yahudi, yang membawa kepada diri mereka sendiri kehancuran yang Ia ramalkan di sini).

 

Lenski: “These women are representative. Hence we have this record of their weeping. The sufferings of Jesus still arouse the emotions of especially the softhearted. But all sentimentality regarding Jesus is useless even when it brings tears to the eyes. Let sinners weep for themselves, and for their sins, let them sob like Peter (22:62), their tears may then lead to something that is worth while” [= Perempuan-perempuan ini merupakan wakil. Karena itu kita mempunyai catatan tentang tangisan mereka ini. Penderitaan Yesus tetap membangkitkan emosi, khususnya dari orang-orang yang berhati lembut. Tetapi semua perasaan-perasaan yang sentimentil berkenaan dengan Yesus tidak berguna bahkan pada saat itu menyebabkan mereka menangis. Hendaklah orang-orang berdosa menangis bagi diri mereka sendiri, dan bagi dosa-dosa mereka, hendaklah mereka menangis seperti Petrus (22:62), maka air mata mereka bisa membimbing pada sesuatu yang lebih berharga] - hal 1127-1128.

 

David Gooding: “It was, it seems, a psychological reaction to the sight of ‘such a nice young man’ being so rudely taken out to such a hideously cruel death. It had nothing to do with moral conscience or repentance. In a month’s time they would have forgotten it. Christ wanted no such pity” (= Kelihatannya itu adalah reaksi psikhologis terhadap pemandangan tentang ‘seorang muda yang baik’ yang dengan begitu kasar dibawa keluar kepada suatu kematian yang kejam dan mengerikan. Itu tidak berhubungan dengan hati nurani moral atau pertobatan. Dalam waktu satu bulan mereka akan melupakannya. Kristus tidak menginginkan belas kasihan seperti itu) - hal 341.

 

Leon Morris (Tyndale): “Jesus greets them as ‘Daughters of Jerusalem,’ ... At this moment, as He goes out to execution, Jesus thinks not of Himself but of them. He wants their repentance, not their sympathy (= Yesus menyebut mereka sebagai ‘puteri-puteri Yerusalem’, ... Pada saat ini, pada saat Ia pergi keluar untuk dihukum mati, Yesus tidak berpikir tentang diriNya sendiri tetapi tentang mereka. Ia menginginkan pertobatan mereka, bukan simpati mereka) - hal 325.

 

Norval Geldenhuys (NICNT): “It is not sympathy but sincere faith in Him and genuine repentance that Jesus expects from us” (= Bukan simpati tetapi iman yang tulus / sungguh-sungguh kepadaNya dan pertobatan sejati yang Yesus harapkan dari kita) - hal 605.

 

g)         Bahaya dari air mata pada saat KKR.

Dalam suatu KKR seringkali ada banyak orang yang menangis. Jangan senang kalau melihat hal seperti itu, karena ini tidak menjamin apa-apa, dan perlu dipertanyakan: apakah mereka menangis karena mereka memang bertobat dan lalu beriman kepada Kristus, atau hanya sekedar tergerak perasaannya, tetapi tidak bertobat / percaya dengan sungguh-sungguh?

 

Spurgeon: “‘I have seen something wonderful, this morning,’ said one who had listened to a faithful and earnest preacher, ‘I have seen a whole congregation in tears.’ ‘Alas!’ said the preacher, ‘there is something more wonderful still, for the most of them will go their way to forget that they ever shed a tear.’ Ah, my hearers, shall it be always so - always so? Then, O ye impenitent, there shall come to your eyes a tear which shall drip for ever, a scalding drop which no mercy shall ever wipe away; a thirst that shall never be abated; a worm that shall never die, and a fire that never shall be quenched. By the love you bear your souls, I pray you escape from the wrath to come!” (= ‘Aku telah melihat sesuatu yang luar biasa, pagi ini,’ kata seseorang yang telah mendengar pada seorang pengkhotbah yang setia dan sungguh-sungguh, ‘Aku telah melihat seluruh jemaat mencucurkan air mata’. ‘Aduh’ kata sang pengkhotbah, ‘ada sesuatu yang lebih luar biasa lagi, karena kebanyakan dari mereka akan pergi untuk melupakan bahwa mereka pernah mencucurkan air mata’. Oh, para pendengarku, akankah itu selalu demikian - selalu demikian? Maka, O kamu yang tidak bertobat, akan datang pada matamu air mata yang akan menetes selama-lamanya, suatu tetes yang panas yang tidak akan pernah dihapus oleh belas kasihan; suatu rasa haus yang tidak akan pernah diredakan / berkurang; ulat yang tidak akan pernah mati, dan api yang tidak akan pernah dipadamkan. Demi kasihmu kepada jiwamu, aku memohon supaya kamu meloloskan diri dari murka yang akan datang!) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 655.

 

Spurgeon: “May you accept him to-day as your deliverer, and so be saved; for if not, the most virtuous regrets concerning his death, however much they may indicate your enlightenment, will not manifest your true conversion” (= Hendaklah kamu menerima Dia hari ini sebagai Pembebas / Penyelamatmu, dan dengan demikian diselamatkan; karena jika tidak, penyesalan / kesedihan yang paling baik mengenai kematianNya, betapapun banyaknya itu menunjukkan pencerahanmu, tidak akan menunjukkan pertobatanmu yang sejati) - ‘A Treasury of Spurgeon on the Life and Work of our Lord’, vol VI, hal 656-657.

 

2)   Ay 29-30: “(29) Sebab lihat, akan tiba masanya orang berkata: Berbahagialah perempuan mandul dan yang rahimnya tidak pernah melahirkan, dan yang susunya tidak pernah menyusui. (30) Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!.

 

a)   Ini menunjukkan bahwa Yesus sudah melihat lebih dulu apa yang akan terjadi pada bangsa Yahudi. Ini menunjukkan kemahatahuan Yesus, dan dengan demikian ini menunjukkan keilahian Yesus!

 

b)         Dahsyatnya kehancuran Yerusalem pada tahun 70 M.

Ceritanya adalah sebagai berikut:

1.   Pada tahun 66 M. terjadi suatu pemberontakan Yahudi terhadap Romawi yang saat itu sedang menguasai mereka.

2.   Pada tahun 68 M., Vespasian, yang ditugaskan oleh kaisar Nero untuk menangani pemberontakan ini, sudah mengisolasi Yerusalem, dan siap mengepung Yerusalem.

3.   Tetapi karena adanya suatu keributan / kekacauan dalam kekaisaran Romawi, kaisar Nero lalu bunuh diri.

4.   Tahun 69 M., Vespasian lalu menjadi kaisar Romawi dan ia menugaskan anaknya, yaitu Titus, untuk menangani pembe­rontakan Yahudi itu.

5.   Tetapi karena Yerusalem adalah kota yang terletak di gunung dan dipertahankan oleh orang‑orang yang fanatik, maka kota itu sukar dikalahkan.

6.   Akhirnya Titus memutuskan untuk mengepung Yerusalem (bdk. Luk 21:20 - ‘dikepung’!) supaya mereka kelaparan.

7.   Setelah dikepung selama 5‑6 bulan, akhirnya pada tahun 70 M. Yerusalem jatuh.

 

Pada waktu perang mulai di tahun 66 M. orang‑orang Yahudi Kristen mentaati perintah Tuhan Yesus dalam Luk 21:21 / Mat 24:16-18, dan mereka lari meninggalkan Yerusalem ke tempat yang bernama Perean Pella. Karena itu, pada saat Yerusalem dihancurkan, tidak ada orang kristen yang mati di sana!

Sebaliknya, orang‑orang Yahudi yang kafir, mengabaikan perintah Yesus ini dan mereka justru lari ke dalam kota Yerusalem! Ini menyebabkan pada saat Titus mengepung Yerusalem, maka di dalam kota Yerusalem terjadi kelaparan yang luar biasa hebatnya, sehingga banyak orang yang mati kelaparan, dan bahkan dilaporkan adanya ibu yang memanggang dan memakan bayinya sendiri! (bdk. Ul 28:53).

Josephus mengatakan bahwa saat itu ada 1,1 juta orang Yahudi yang mati di Yerusalem! Orang di dalam kota Yerusalem bisa begitu banyak karena Titus melakukan pengepungan pada masa Paskah / Passover, dimana semua orang Yahudi dari segala penjuru datang ke Yerusalem. Sebagian mati karena kelaparan; sebagian yang lain mati karena pedang; dan banyak juga (dalam jumlah ratusan orang) yang mati disalib setelah terle­bih dulu disesah, persis seperti apa yang dialami oleh Yesus! (Bdk. Mat 27:25 - “Dan seluruh rakyat itu menjawab: ‘Biarlah darahNya ditanggungkan atas kami dan atas anak-anak kami!’”).

Josephus juga mengatakan bahwa ada 97.000 orang Yahudi ditawan. Yang tinggi / gagah disimpan oleh Titus seba­gai bukti kemenangan; sisanya dibagi‑bagi ke propinsi‑propinsi Romawi untuk diadu dengan binatang buas, dikirim ke Mesir untuk bekerja, dijual sebagai budak, dsb. Semua ini menggenapi kata‑kata Yesus dalam Luk 21:24 - “dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.’”.

 

c)         Ini menunjukkan hebatnya hukuman Allah sehingga:

 

1.   Sekalipun sebetulnya anak adalah berkat Tuhan, tetapi pada saat itu orang akan menyesal bahwa dirinya mempunyai anak. Kata ‘berbahagialah’ sebetulnya terjemahannya adalah ‘blessed’ (= diberkatilah). Jadi, pada saat itu mereka akan menganggap perempuan yang tidak mempunyai anak sebagai ‘diberkati’ oleh Tuhan. Sebaliknya mereka menyesal bahwa mereka mempunyai anak. Yesus bahkan menggunakan kata ‘celakalah’ bagi ibu-ibu yang pada saat itu mempunyai anak. Mengapa? Karena pada saat itu anak mereka akan mengalami penderitaan yang hebat dan bahkan kematian!

Bdk. Luk 21:20-24 - “(20) ‘Apabila kamu melihat Yerusalem dikepung oleh tentara-tentara, ketahuilah, bahwa keruntuhannya sudah dekat. (21) Pada waktu itu orang-orang yang berada di Yudea harus melarikan diri ke pegunungan, dan orang-orang yang berada di dalam kota harus mengungsi, dan orang-orang yang berada di pedusunan jangan masuk lagi ke dalam kota, (22) sebab itulah masa pembalasan di mana akan genap semua yang ada tertulis. (23) Celakalah ibu-ibu yang sedang hamil atau yang menyusukan bayi pada masa itu! Sebab akan datang kesesakan yang dahsyat atas seluruh negeri dan murka atas bangsa ini, (24) dan mereka akan tewas oleh mata pedang dan dibawa sebagai tawanan ke segala bangsa, dan Yerusalem akan diinjak-injak oleh bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, sampai genaplah zaman bangsa-bangsa itu.’”.

 

Perasaan bahwa perempuan-perempuan yang tidak punya anak diberkati oleh Tuhan lebih-lebih merupakan sesuatu yang aneh di sana pada jaman itu, karena dalam keadaan normal ‘tidak mempunyai anak’ dianggap sebagai suatu tragedi, dan menurut Barclay (hal 283) merupakan suatu alasan yang sah bagi seorang suami untuk menceraikan istrinya.

 

2.   Pada saat itu mereka lebih suka kalau gunung dan bukit runtuh menimpa mereka.

Ay 30: “Maka orang akan mulai berkata kepada gunung-gunung: Runtuhlah menimpa kami! dan kepada bukit-bukit: Timbunilah kami!”. Bandingkan ini dengan:

·         Hos 10:8 - “Bukit-bukit pengorbanan Awen, yakni dosa Israel, akan dimusnahkan. Semak duri dan rumput duri akan tumbuh di atas mezbah-mezbahnya. Dan mereka akan berkata kepada gunung-gunung: ‘Timbunilah kami!’ dan kepada bukit-bukit: ‘Runtuhlah menimpa kami!’.

·         Wah 6:15-17 - “(15) Dan raja-raja di bumi dan pembesar-pembesar serta perwira-perwira, dan orang-orang kaya serta orang-orang berkuasa, dan semua budak serta orang merdeka bersembunyi ke dalam gua-gua dan celah-celah batu karang di gunung. (16) Dan mereka berkata kepada gunung-gunung dan kepada batu-batu karang itu: ‘Runtuhlah menimpa kami dan sembunyikanlah kami terhadap Dia, yang duduk di atas takhta dan terhadap murka Anak Domba itu.’ (17) Sebab sudah tiba hari besar murka mereka dan siapakah yang dapat bertahan?”.

 

William Hendriksen mengatakan bahwa kata-kata dalam Hos 10:8 berkenaan dengan hukuman Allah terhadap Samaria pada waktu mereka dihancurkan oleh Asyur. Lalu yang ada dalam Lukas ini berkenaan dengan hukuman Tuhan terhadap Yerusalem pada waktu mereka dihancurkan oleh Romawi. Sedangkan yang ada dalam kitab Wahyu berkenaan dengan hukuman Tuhan pada akhir jaman / kedatangan Yesus yang kedua-kalinya. Yang paling hebat jelas adalah yang terakhir.

 

Baik Albert Barnes maupun Matthew Henry menganggap bahwa orang-orang itu minta supaya gunung-gunung dan bukit-bukit runtuh menimpa mereka untuk melindungi mereka dari murka Allah yang luar biasa hebatnya pada saat itu.

 

Matthew Henry: “They that would not flee to Christ for refuge, and put themselves under his protection, will in vain call to hills and mountains to shelter them from his wrath” (= Mereka yang tidak mau lari kepada Kristus untuk perlindungan, dan meletakkan diri mereka sendiri di bawah perlindunganNya, akan dengan sia-sia memanggil bukit-bukit dan gunung-gunung untuk melindungi mereka dari murkaNya).

 

d)         Dari semua ini terlihat bahwa:

 

1.   Orang jahat yang sekarang kelihatan menang, tidak akan bertahan lama. Lambat atau cepat, hukuman Tuhan akan menimpa mereka.

Calvin: “the wicked gain nothing by a little delay; ... he will rise with a drawn sword against those whose sins he appeared for a time not to observe” (= orang-orang jahat tidak akan mendapatkan apa-apa oleh sedikit penundaan; ... Ia akan bangkit dengan pedang yang terhunus terhadap mereka yang dosa-dosanya kelihatannya tidak Ia perhatikan untuk sementara waktu) - hal 293,295.

 

2.   Allah sangat murka dengan perlakuan orang-orang Yahudi terhadap Yesus. Tetapi Ia tetap membiarkan hal itu; mengapa? Jelas bahwa karena tanpa hal itu tidak ada keselamatan bagi umat manusia. Jadi, jelas bahwa penderitaan dan kematian Kristus terjadi sebagai penebusan bagi dosa umat manusia!

Calvin: “since God revenge it with such severity, he would never permitted his Son to endure it, unless he had intended that it should be an expiation for the sins of the world” (= karena Allah membalas dengan kekerasan seperti itu, Ia tidak akan pernah mengijinkan AnakNya untuk mengalami semua itu, kecuali Ia memaksudkan bahwa itu harus menjadi suatu penebusan bagi dosa-dosa dunia) - hal 293.

 

3)   Ay 31: Sebab jikalau orang berbuat demikian dengan kayu hidup, apakah yang akan terjadi dengan kayu kering?’.

Kayu kering di sini menggambarkan orang Yahudi yang bejad, sedangkan kayu hidup menggambarkan Yesus yang suci. Manusia lebih cenderung untuk membakar kayu kering dari pada kayu hidup. Jadi arti kata-kata Yesus ini adalah: kalau Yesus yang tidak berdosa saja diperlakukan seperti itu oleh orang Ro­mawi, apalagi orang-orang Yahudi yang bejad itu. Pasti akan diperlakukan dengan lebih kejam! Hal ini digenapi pada tahun 70 Masehi pada saat orang Romawi menghancurkan Yerusalem dan Bait Allah.

 

Matthew Henry: “they may be applied more generally to all the revelations of God’s wrath against sin and sinners: ... If God did this to the Son of his love, when he found sin but imputed to him, what shall he do to the generation of his wrath, when he finds sin reigning in them? ... The consideration of the bitter sufferings of our Lord Jesus should engage us to stand in awe of the justice of God, and to tremble before him. The best saints, compared with Christ, are dry tree; if he suffer, why may not they expect so suffer? And what then shall the damnation of sinners be?” (= kata-kata ini bisa diterapkan secara lebih umum bagi semua penyataan murka Allah terhadap dosa dan orang-orang berdosa: ... Jika Allah melakukan hal ini kepada AnakNya yang dikasihiNya, pada waktu Ia hanya menemukan dosa yang diperhitungkan kepadaNya, apa yang akan Ia lakukan kepada angkatan yang dimurkaiNya, pada waktu ia menemukan dosa bertakhta di dalam mereka? ... Pertimbangan / perenungan tentang penderitaan yang pahit dari Tuhan kita Yesus seharusnya mengajak / menarik kita untuk berdiri dengan takut dan hormat terhadap keadilan dari Allah, dan gemetar di hadapanNya. Orang-orang kudus yang terbaik, dibandingkan dengan Kristus, adalah kayu kering; jika Ia menderita, mengapa mereka tidak mengharapkan untuk menderita? Dan lalu, bagaimana bakalnya hukuman dari orang-orang berdosa?).

 

Kesimpulan / penutup.

 

Jangan hanya kasihan / menangisi Kristus yang menderita. Ia tidak membutuhkan / menginginkan belas kasihan / tangisan saudara. Ia menginginkan iman dan pertobatan saudara. Bertobatlah dan percayalah kepada Dia, atau bencana dan hukuman kekal yang menimpa orang-orang Yahudi pada jaman itu akan menimpa saudara. Kiranya Tuhan memberkati saudara semua.

 

-AMIN-


Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali