Pemahaman
Alkitab
(Jl. Dinoyo
19b, lantai 3)
Jumat, tanggal
31 Juli 2009, pk 19.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
(7064-1331
/ 6050-1331)
Maz 1:1-6 - “(1) Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut
nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak
duduk dalam kumpulan pencemooh, (2) tetapi yang kesukaannya ialah Taurat
TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. (3) Ia seperti pohon,
yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan
yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. (4) Bukan
demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. (5) Sebab itu
orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa
dalam perkumpulan orang benar; (6) sebab TUHAN mengenal jalan orang benar,
tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.
Ay 1: “Berbahagialah
orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di
jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,”.
1)
“Berbahagialah
orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik”.
a)
‘Berbahagialah orang’.
KJV:
‘Blessed is the man’ (= Diberkatilah orang).
Tetapi
Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa terjemahan yang lebih benar
adalah ‘berbahagialah’, bukan ‘diberkatilah’.
Baik
Jamieson, Fausset & Brown maupun Spurgeon mengatakan bahwa kata ini ada
dalam bentuk jamak, yang menunjukkan bahwa berkat / kebahagiaan dari orang yang
dibenarkan oleh Allah itu beraneka ragam / bermacam-macam.
Catatan:
‘Berkat’ yang dimaksudkan oleh Spurgeon di sini berbeda dengan ‘berkat’
dalam arti yang banyak digunakan pada jaman sekarang, karena pada jaman sekarang
‘berkat’ selalu diartikan secara sekuler / jasmani, seperti kekayaan,
kesehatan, kesuksesan dan sebagainya. Spurgeon sendiri pada akhir dari hidupnya
mengalami penyakit tertentu.
Dalam
bagian akhir dari ‘preface’ dari buku tafsirannya tentang kitab Mazmur
(‘The Treasury of David’), Spurgeon berkata sebagai berikut: “It may
be added, that although the comments were the work of my health, the rest of the
volume is the product of my sickness. When protracted illness and weakness laid
me aside from daily preaching, I resorted to my pen as an available means of
doing good. I would have preached had I been able, but as my Master denied me
the privilege of thus serving him, I gladly availed myself of the other method
of bearing testimony of his name. O that he may give me fruit in this field
also, and his shall be all the praise” (= Bisa ditambahkan, bahwa
sekalipun komentar-komentar ini merupakan pekerjaan dari kesehatanku, sisa dari
volume ini adalah hasil dari kesakitanku. Pada waktu penyakit dan kelemahan yang
berlarut-larut mengesampingkan aku dari khotbah sehari-hari, aku pergi pada
penaku sebagai suatu cara / jalan yang tersedia untuk melakukan hal-hal yang
baik. Aku akan sudah berkhotbah seandainya aku mampu, tetapi karena Tuan /
Guruku menolak aku dari hak untuk melayaniNya demikian, aku dengan gembira
menyediakan diriku sendiri pada semua cara untuk memberikan kesaksian tentang
namaNya. O kiranya Ia memberiku buah dalam bidang ini juga, dan bagiNyalah semua
pujian).
b)
‘yang
tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’.
Orang
fasik sering memberi nasehat. Contoh: istri Ayub dalam Ayub 2:9 - “Maka
berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu?
Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.
Spurgeon
mengutip Martin Luther: “he calls it their ‘counsel,’ because it is their prudence, and
the way that seems to them to be without error. For this is the destruction of
the ungodly - their being prudent in their own eyes and in their own esteem, and
clothing their errors in the garb of prudence and of the right way. ... he
admonishes us to guard with all diligence against the appearance of what is
right, that the devil transformed into an angel of light do not seduce us by his
craftiness. And he contrasts the counsel of the wicked with the law of the
Lord, that we may learn to beware of wolves in sheep’s clothing, who are
always ready to give counsel to all, to teach all, and to offer assistance unto
all, when they are of all men the least qualified to do so” (= ia
menyebutnya ‘nasihat’ mereka, karena itu merupakan kebijaksanaan mereka, dan
jalan yang bagi mereka terlihat sebagai tanpa kesalahan. Karena ini merupakan
kehancuran dari orang-orang jahat - mereka bijaksana dalam pandangan dan
penilaian mereka sendiri, dan mereka memakaiani kesalahan mereka dengan pakaian
dari kebijaksanaan dan dari jalan yang benar. ... ia menasihati kita untuk
berjaga-jaga dengan semua kerajinan terhadap penampilan dari apa yang benar,
supaya Iblis yang berubah menjadi seorang malaikat terang tidak membujuk kita
dengan kepandaiannya. Dan ia mengkontraskan nasihat dari orang jahat dengan
hukum Taurat dari Tuhan, supaya kita bisa belajar untuk berhati-hati terhadap
serigala-serigala dalam pakaian domba, yang selalu siap untuk memberi nasihat
kepada semua orang, untuk mengajar semua orang, dan untuk menawarkan bantuan
kepada semua orang, pada waktu dari semua orang mereka adalah orang-orang yang
paling tidak memenuhi syarat untuk melakukan hal itu) - hal 5.
Bandingkan
dengan:
·
Amsal 12:15 - “Jalan
orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan
nasihat, ia bijak”.
·
Amsal 26:12 - “Jika engkau
melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal
lebih banyak dari pada bagi orang itu”.
2)
“yang
tidak berdiri di jalan orang berdosa”.
Matthew
Henry: “He avoids (as much as
may be) being where they are. That he may not imitate them, he will not
associate with them, nor choose them for his companions” (= Ia
menghindari, sedapat mungkin, untuk berada dimana mereka berada, ia tidak mau
berhubungan / bergaul dengan
mereka, ataupun memilih mereka sebagai teman-temannya).
3)
“dan
yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh”.
KJV:
‘nor sitteth in the seat of the scornful’ (= atau tidak duduk
di tempat duduk pencemooh).
Spurgeon
mengutip Martin Luther: “With respect to the term ‘seat,’ to sit in the seat, is to teach,
to act the instructor and teacher; as in Matt. 23:2, ‘The scribes sit in
Moses’ chair.’ They sit in the seat of pestilence, who fill the church with
the opinions of philosophers, with the traditions of men, and with the counsels
of their own brain, and oppress miserable consciences, setting aside, all the
while, the word of God, by which alone the soul is fed, lives, and is
preserved” (= Berkenaan dengan istilah ‘tempat duduk’, duduk di tempat
duduk, adalah mengajar, bertindak sebagai instruktur dan guru; seperti dalam Mat
23:2, ‘Ahli-ahli Taurat telah menduduki kursi Musa’. Mereka duduk di tempat
duduk dari wabah / sampar, yang mengisi gereja dengan pandangan-pandangan dari
ahli-ahli filsafat, dengan tradisi-tradisi dari manusia, dan dengan
nasihat-nasihat dari otak mereka sendiri, dan menekan hati nurani yang
menyedihkan, dan sementara itu terus menerus menyingkirkan firman Allah, dengan
mana jiwa diberi makan, hidup dan dipelihara) - hal 5.
Bdk.
Mat 23:2 - “‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki
kursi Musa”.
Catatan:
kalau dilihat kontextnya, saya menganggap tafsiran Luther tentang ‘seat’
/ ‘tempat duduk’ ini salah. Yang lebih benar adalah pandangan yang akan saya
berikan di bawah. Tetapi saya tetap memberikan kata-kata Luther ini, karena
bagaimanapun, kata-kata yang ia berikan ini bagus dan memang sering terjadi.
4)
Pada waktu memperhatikan seluruh ay 1, kebanyakan penafsir beranggapan
bahwa ada beberapa tingkatan dalam ay 1 itu.
a)
“orang
fasik ... orang berdosa ... pencemooh”.
KJV/RSV:
‘the ungodly ... sinners ... the scornful’ (= orang fasik ... orang
berdosa ... pencemooh).
NIV:
‘the
wicked ... sinners ... mockers’ (= orang jahat ... orang berdosa ...
pengejek).
NASB:
‘the
wicked ... sinners ... scoffers’ (= orang jahat ... orang berdosa ...
pengejek).
Matthew
Henry menganggap bahwa kata ‘ungodly’
/ ‘orang fasik’ menunjuk kepada orang yang membuang rasa takut kepada Allah
dan hidup dalam pengabaian kewajibannya terhadap Dia. Tetapi orang seperti ini
tidak berhenti di sini. Pada waktu pelayanan agama disingkirkan mereka menjadi ‘sinners’ / ‘orang berdosa’, yaitu orang-orang yang
memberontak secara terbuka terhadap Allah, dan melayani dosa dan setan. Kalau
tadi orang ini tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan (dosa pasif), maka
sekarang ia melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan (dosa aktif). Akhirnya
orang itu menjadi ‘scorner’ /
‘pencemooh’, yaitu orang yang secara terbuka menyangkal apapun yang keramat
/ kudus, menghina / mengejek agama, dan membuat dosa sebagai lelucon.
b)
“berjalan
... berdiri ... duduk”.
Adam
Clarke: “The
second climax is found in the words: 1. Walk; 2. Stand; 3. Sit: which mark three
different degrees of evil in the conduct of those persons” (= Klimax yang
kedua ditemukan dalam kata-kata 1. Berjalan; 2. Berdiri; 3. Duduk: yang menandai
tiga tingkatan kejahatan yang berbeda dalam tingkah laku dari orang-orang itu).
c)
“nasihat
... jalan ... kumpulan”.
Kata
‘kumpulan’ seharusnya adalah ‘seat’
(= tempat duduk).
KJV/RSV/NIV:
‘counsel ... way ... seat’ (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).
NASB:
‘counsel
... path ... seat’ (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).
John
Stott: “These expressions have
been carefully composed in a triple set of parallels: ‘walk, stand, sit,’
‘counsel, way, seat,’ and ‘wicked, sinners, mockers.’ Moreover, a
downward progression is implied” (= Ungkapan-ungkapan ini telah disusun
dengan hati-hati / teliti dalam tiga set paralel: ‘berjalan, berdiri,
duduk’, ‘nasihat, jalan, tempat duduk’, dan ‘orang jahat, orang berdosa,
pengejek’. Lagi pula, ditunjukkan secara implicit suatu kemajuan yang menurun
/ ke arah bawah) - hal 7.
Kebanyakan
penafsir menafsirkan seperti yang dikatakan John Stott di atas, yaitu ada tiga
set ungkapan yang paralel. Tetapi Calvin hanya menerima dua yang terakhir saja.
Calvin: “In
the first place, he forbids us to ‘walk
in their counsel;’ in the second
place, to ‘stand in their way;’
and, lastly, to ‘sit in their seat.’
The sum of the whole is, that the servants of God must endeavor utterly to
abhor the life of ungodly men. But as it is the policy of Satan to insinuate his
deceits, in a very crafty way, the prophet, in order that none may be insensibly
deceived, shows how by little and little men are ordinarily induced to turn
aside from the right path. They do not, at the first step, advance so far as
a proud contempt of God but having once begun to give ear to evil counsel, Satan
leads them, step by step, farther astray, till they rush headlong into open
transgression. The prophet, therefore, begins with counsel, by which term
I understand the wickedness which does not as yet show itself openly. Then he
speaks of the way, which is to be understood of the customary mode or manner
of living. And he places at the top of the climax the seat, by which
metaphorical expression he designates the obduracy produced by the habit of a
sinful life. In the same way, also, ought the three phrases, to walk, to stand,
and to sit, to be understood. When a person willingly walks after the
gratification of his corrupt lusts, the practice of sinning so infatuates him,
that, forgetful of himself, he grows hardened in wickedness; and this the
prophet terms standing in the way of sinners. Then at length follows a
desperate obstinacy, which he expresses by the figure of sitting. Whether
there is the same gradation in the Hebrew words reshaim,
chataim,
and letsim, that is to
say, a gradual increase of evil, I leave to the judgment of others. To me it
does not appear that there is, unless perhaps in the last word. For those are
called ‘scorners’ who, having thrown off all fear of God, commit sin without
restraint, in the hope of escaping unpunished, and without compunction or fear
sport at the judgment of God, as if they would never be called to render up an
account to him. The Hebrew word chataim,
as it signifies the openly wicked, is very properly joined with the term
‘way,’ which signifies a professed and habitual manner of living. And if,
in the time of the Psalmist, it was necessary for the devout worshippers of God
to withdraw themselves from the company of the ungodly, in order to frame their
life aright, how much more in the present day, when the world has become so much
more corrupt, ought we carefully to avoid all dangerous society that we may be
kept unstained by its impurities”
[= Di tempat pertama, ia melarang kita untuk
‘berjalan dalam nasihat mereka’; di tempat kedua, untuk ‘berdiri dalam
jalan mereka’; dan yang terakhir, untuk ‘duduk di tempat duduk mereka’. Kesimpulan
dari seluruhnya adalah bahwa pelayan-pelayan Allah harus berusaha untuk membenci
sama sekali kehidupan dari orang-orang fasik. Tetapi karena merupakan politik /
kebijaksanaan Iblis untuk memasukkan tipuan-tipuannya dengan pelan-pelan, dengan
cara yang ahli / cerdik / licik, sang nabi, supaya tak seorangpun ditipu tanpa
merasakannya, menunjukkan bagaimana dengan cara sedikit demi sedikit orang
biasanya dibujuk untuk menyimpang dari jalan yang benar. Pada langkah
pertama mereka tidak maju sejauh kejijikan terhadap Allah tetapi setelah sekali
mulai mendengarkan nasihat yang jahat, Iblis membimbing mereka, langkah demi
langkah, tersesat lebih jauh, sampai mereka berlari langsung / tanpa pikir
panjang ke dalam pelanggaran terbuka. Karena itu, sang nabi mulai dengan
‘nasihat’, istilah mana yang saya mengerti sebagai kejahatan yang belum
menunjukkan dirinya sendiri secara terbuka. Lalu ia berbicara tentang
‘jalan’, yang harus dimengerti tentang cara hidup yang biasa. Dan ia
menempatkan pada puncak dari klimax ‘tempat duduk’, ungkapan bersifat
kiasan dengan mana ia menunjuk kekeras-kepalaan yang dihasilkan oleh kebiasaan
dari kehidupan yang berdosa. Dengan cara yang sama, ketiga ungkapan
‘berjalan’, ‘berdiri’, dan ‘duduk’ juga harus dimengerti. Pada saat
seseorang dengan sukarela ‘berjalan’ menuruti pemuasan dari nafsu jahatnya,
praktek berdosa itu begitu membuatnya menjadi bodoh / gila, sehingga dengan
melupakan dirinya sendiri, ia bertumbuh sehingga makin dikeraskan dalam
kejahatan; dan ini diistilahkan sang nabi sebagai ‘berdiri’ dalam jalan
orang berdosa. Lalu akhirnya mengikuti suatu kekeras-kepalaan yang sangat
menyedihkan, yang ia nyatakan dengan gambaran ‘duduk’. Apakah disana ada
gradasi / tingkat-tingkat yang sama dalam kata-kata Ibrani reshaim (=
orang fasik), chataim
(= orang berdosa), and letsim
(= pencemooh), yaitu
suatu peningkatan perlahan-lahan dari kejahatan, saya tinggalkan pada penilaian
dari orang-orang lain. Bagi saya tidak terlihat bahwa ada hal seperti itu,
kecuali mungkin dalam kata yang terakhir. Karena mereka disebut ‘pencemooh’
yang setelah membuang semua rasa takut kepada Allah, melakukan dosa tanpa
kekangan, dalam pengharapan untuk lolos tanpa dihukum, dan tanpa penyesalan atau
rasa takut, mengolok-olok penghakiman Allah, seakan-akan mereka tidak akan
pernah dipanggil untuk memberikan pertanggung-jawaban terhadap Dia. Kata Ibrani
CHATAIM, karena kata itu menunjuk pada orang yang jahat secara terbuka, dengan
sangat tepat dihubungkan dengan istilah ‘jalan’, yang menunjuk pada suatu
cara hidup yang dinyatakan dan merupakan kebiasaan. Dan jika, pada jaman dari sang
Pemazmur, adalah perlu bagi penyembah-penyembah yang saleh dari Allah
untuk menarik diri mereka sendiri dari kumpulan orang fasik, supaya bisa
membentuk kehidupan mereka dengan benar, betapa lebihnya pada jaman sekarang,
pada waktu dunia telah menjadi begitu lebih jahat, kita harus dengan hati-hati
menghindari semua perkumpulan yang berbahaya sehingga kita bisa dijaga tak
ternoda oleh kotoran / kenajisannya].
5)
Bergaul dengan orang fasik / jahat atau tidak?
Dalam
kata-kata Calvin di atas kita sudah melihat bahwa ia mengatakan bahwa sebagai
orang-orang percaya kita harus menarik diri dari kumpulan orang fasik / jahat,
supaya kita tidak ketularan dosa-dosa mereka. Calvin juga menambahkan lagi
kata-kata yang serupa.
Calvin: “it is necessary to remember that the world is
fraught with deadly corruption, and that the first step to living well is to
renounce the company of the ungodly, otherwise it is sure to infect us with its
own pollution” (= perlu
diingat bahwa dunia penuh dengan kejahatan yang mematikan, dan bahwa langkah
pertama untuk hidup dengan baik adalah meninggalkan perkumpulan orang fasik,
kalau tidak itu pasti akan menulari kita dengan polusinya).
Adam
Clarke juga memberikan kata-kata yang kurang lebih sama.
Adam
Clarke: “The
great lesson to be learned from the whole is, sin is progressive; one evil
propensity or act leads to another. He who acts by bad counsel may soon do evil
deeds; and he who abandons himself to evil doings may end his life in total
apostasy from God” (= Pelajaran besar yang harus dipelajari dari
seluruhnya adalah bahwa dosa merupakan sesuatu yang bersifat progresif; satu
kecenderungan atau tindakan jahat membimbing pada yang lain. Ia yang bertindak
oleh nasihat yang buruk akan segera melakukan tindakan-tindakan jahat; dan ia
yang menyerahkan dirinya pada tindakan-tindakan jahat bisa mengakhiri hidupnya
dalam kemurtadan total dari Allah).
Adam
Clarke: “As
the blessedness of the man is great who avoids the ways and the workers of
iniquity, so his wretchedness is great who acts on the contrary: to him we must
reverse the words of David: ‘Cursed is the man who walketh in the counsel of
the ungodly; who standeth in the way of sinners; and who sitteth in the seat of
the scornful.’” (= Sebagaimana besarnya keberkatan orang yang
menghindari jalan dan pelaku-pelaku kejahatan, demikian juga besarnya keburukan
orang yang bertindak sebaliknya: baginya kita harus membalik kata-kata Daud:
‘Terkutuklah orang yang berjalan dalam nasihat orang fasik; yang berdiri di
jalan orang berdosa; dan yang duduk di tempat duduk pencemooh’).
Bandingkan
dengan:
·
Maz 119:115 - “Menjauhlah
dari padaku, hai penjahat-penjahat; aku hendak memegang perintah-perintah
Allahku”.
·
1Kor 15:33 - “Janganlah
kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik”.
·
Maz 26:4-5 - “(4) Aku tidak
duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku tidak bergaul; (5) aku benci
kepada perkumpulan orang yang berbuat jahat, dan dengan orang fasik aku tidak
duduk”.
Tetapi memisahkan diri dengan orang fasik / jahat, juga tidak boleh
dilakukan secara mutlak. Kalau disatu sisi ada orang-orang yang extrim kiri
dengan bergaul tanpa batas dengan orang-orang fasik / jahat, sehingga ketularan
kejahatan orang-orang dengan siapa ia bergaul, maka disisi lain ada extrim kanan
dimana orang Kristen sama sekali tidak mau bergaul dengan orang-orang fasik /
jahat.
The
Biblical Illustrator (Old Testament): “‘He
walketh not in the counsel of the ungodly.’ We must needs be in the world -
not dreamers among the shadows, but men among men. The world has need of us. The
workshop and the office demand us. The secular cares of this world are, of
necessity, upon us. But the secret of true happiness is moral nonconformity.
Being in the world, we should not be of it. While our associations must needs be
in some measure with the ungodly, their counsels, their ways, their seats are
not for us” (= ‘orang yang tidak
berjalan menurut nasihat orang fasik’. Kita harus ada dalam dunia -
bukan pemimpi-pemimpi di antara bayang-bayang, tetapi orang di antara orang.
Dunia membutuhkan kita. Bengkel / ruang kerja dan jabatan / tugas memerlukan
kita. Perhatian sekuler dari dunia ini harus ada pada kita. Tetapi rahasia dari
kebahagiaan yang sejati adalah tidak menyesuaikan diri dalam hal moral.
Sekalipun kita berada dalam dunia ini, tetapi kita tidak boleh menjadi bagian
darinya. Sementara dalam ukuran tertentu kita harus bergaul dengan orang fasik /
jahat, tetapi nasihat mereka, jalan mereka, dan tempat duduk mereka bukanlah
untuk kita).
Bahwa
kata-kata di atas ini benar terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:
·
Mat 5:13-16 - “(13) ‘Kamu
adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan?
Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (14) Kamu adalah terang
dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (15)
Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang,
melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.
(16) Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka
melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.
·
Mat 10:16 - “‘Lihat,
Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah
kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.
·
Yoh 17:15-19 - “(15) Aku
tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau
melindungi mereka dari pada yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama
seperti Aku bukan dari dunia. (17) Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu
adalah kebenaran. (18) Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia,
demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; (19) dan Aku
menguduskan diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran”.
·
1Kor 5:9-13 - “(9) Dalam
suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang
cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya
dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua
penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini.
(11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul
dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul,
kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang
demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan
wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu
hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di
luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari
tengah-tengah kamu”.
·
Ef 5:6-11 - “(6) Janganlah
kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian
mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. (7) Sebab itu janganlah kamu
berkawan dengan mereka. (8) Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang
kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang,
(9) karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, (10) dan
ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. (11) Janganlah turut mengambil bagian
dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi
sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu”.
Jadi,
sekalipun ada orang-orang Kristen yang karena kelemahannya, sebaiknya tidak
bergaul dengan orang fasik tertentu (yang akan menarik dan menjatuhkannya ke
dalam dosa), tetapi secara umum orang Kristen boleh bergaul dengan orang jahat
yang adalah orang dunia, selama ia tidak ketularan kejahatan mereka, dan
sebaliknya ia bisa menggarami / menerangi mereka!
-bersambung-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali