Pemahaman Alkitab

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Jl. Dinoyo 19b, lantai 3)

Jumat, tanggal 31 Juli 2009, pk 19.00

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

 

Mazmur 1:1-6 (1)

 

Maz 1:1-6 - “(1) Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh, (2) tetapi yang kesukaannya ialah Taurat TUHAN, dan yang merenungkan Taurat itu siang dan malam. (3) Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air, yang menghasilkan buahnya pada musimnya, dan yang tidak layu daunnya; apa saja yang diperbuatnya berhasil. (4) Bukan demikian orang fasik: mereka seperti sekam yang ditiupkan angin. (5) Sebab itu orang fasik tidak akan tahan dalam penghakiman, begitu pula orang berdosa dalam perkumpulan orang benar; (6) sebab TUHAN mengenal jalan orang benar, tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan”.

 

Ay 1: Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik, yang tidak berdiri di jalan orang berdosa, dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh,.

 

1)            Berbahagialah orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik.

 

a)      ‘Berbahagialah orang’.

KJV: ‘Blessed is the man’ (= Diberkatilah orang).

Tetapi Jamieson, Fausset & Brown mengatakan bahwa terjemahan yang lebih benar adalah ‘berbahagialah’, bukan ‘diberkatilah’.

Baik Jamieson, Fausset & Brown maupun Spurgeon mengatakan bahwa kata ini ada dalam bentuk jamak, yang menunjukkan bahwa berkat / kebahagiaan dari orang yang dibenarkan oleh Allah itu beraneka ragam / bermacam-macam.

 

Catatan: ‘Berkat’ yang dimaksudkan oleh Spurgeon di sini berbeda dengan ‘berkat’ dalam arti yang banyak digunakan pada jaman sekarang, karena pada jaman sekarang ‘berkat’ selalu diartikan secara sekuler / jasmani, seperti kekayaan, kesehatan, kesuksesan dan sebagainya. Spurgeon sendiri pada akhir dari hidupnya mengalami penyakit tertentu.

Dalam bagian akhir dari ‘preface’ dari buku tafsirannya tentang kitab Mazmur (‘The Treasury of David’), Spurgeon berkata sebagai berikut: “It may be added, that although the comments were the work of my health, the rest of the volume is the product of my sickness. When protracted illness and weakness laid me aside from daily preaching, I resorted to my pen as an available means of doing good. I would have preached had I been able, but as my Master denied me the privilege of thus serving him, I gladly availed myself of the other method of bearing testimony of his name. O that he may give me fruit in this field also, and his shall be all the praise” (= Bisa ditambahkan, bahwa sekalipun komentar-komentar ini merupakan pekerjaan dari kesehatanku, sisa dari volume ini adalah hasil dari kesakitanku. Pada waktu penyakit dan kelemahan yang berlarut-larut mengesampingkan aku dari khotbah sehari-hari, aku pergi pada penaku sebagai suatu cara / jalan yang tersedia untuk melakukan hal-hal yang baik. Aku akan sudah berkhotbah seandainya aku mampu, tetapi karena Tuan / Guruku menolak aku dari hak untuk melayaniNya demikian, aku dengan gembira menyediakan diriku sendiri pada semua cara untuk memberikan kesaksian tentang namaNya. O kiranya Ia memberiku buah dalam bidang ini juga, dan bagiNyalah semua pujian).

 

b)   yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’.

Orang fasik sering memberi nasehat. Contoh: istri Ayub dalam Ayub 2:9 - “Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’”.

 

Spurgeon mengutip Martin Luther: “he calls it their ‘counsel,’ because it is their prudence, and the way that seems to them to be without error. For this is the destruction of the ungodly - their being prudent in their own eyes and in their own esteem, and clothing their errors in the garb of prudence and of the right way. ... he admonishes us to guard with all diligence against the appearance of what is right, that the devil transformed into an angel of light do not seduce us by his craftiness. And he contrasts the counsel of the wicked with the law of the Lord, that we may learn to beware of wolves in sheep’s clothing, who are always ready to give counsel to all, to teach all, and to offer assistance unto all, when they are of all men the least qualified to do so” (= ia menyebutnya ‘nasihat’ mereka, karena itu merupakan kebijaksanaan mereka, dan jalan yang bagi mereka terlihat sebagai tanpa kesalahan. Karena ini merupakan kehancuran dari orang-orang jahat - mereka bijaksana dalam pandangan dan penilaian mereka sendiri, dan mereka memakaiani kesalahan mereka dengan pakaian dari kebijaksanaan dan dari jalan yang benar. ... ia menasihati kita untuk berjaga-jaga dengan semua kerajinan terhadap penampilan dari apa yang benar, supaya Iblis yang berubah menjadi seorang malaikat terang tidak membujuk kita dengan kepandaiannya. Dan ia mengkontraskan nasihat dari orang jahat dengan hukum Taurat dari Tuhan, supaya kita bisa belajar untuk berhati-hati terhadap serigala-serigala dalam pakaian domba, yang selalu siap untuk memberi nasihat kepada semua orang, untuk mengajar semua orang, dan untuk menawarkan bantuan kepada semua orang, pada waktu dari semua orang mereka adalah orang-orang yang paling tidak memenuhi syarat untuk melakukan hal itu) - hal 5.

 

Bandingkan dengan:

·         Amsal 12:15 - Jalan orang bodoh lurus dalam anggapannya sendiri, tetapi siapa mendengarkan nasihat, ia bijak”.

·         Amsal 26:12 - “Jika engkau melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal lebih banyak dari pada bagi orang itu”.

 

2)         yang tidak berdiri di jalan orang berdosa.

Matthew Henry: “He avoids (as much as may be) being where they are. That he may not imitate them, he will not associate with them, nor choose them for his companions” (= Ia menghindari, sedapat mungkin, untuk berada dimana mereka berada, ia tidak mau berhubungan / bergaul  dengan mereka, ataupun memilih mereka sebagai teman-temannya).

 

3)         dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh.

KJV: ‘nor sitteth in the seat of the scornful’ (= atau tidak duduk di tempat duduk pencemooh).

 

Spurgeon mengutip Martin Luther: “With respect to the term ‘seat,’ to sit in the seat, is to teach, to act the instructor and teacher; as in Matt. 23:2, ‘The scribes sit in Moses’ chair.’ They sit in the seat of pestilence, who fill the church with the opinions of philosophers, with the traditions of men, and with the counsels of their own brain, and oppress miserable consciences, setting aside, all the while, the word of God, by which alone the soul is fed, lives, and is preserved” (= Berkenaan dengan istilah ‘tempat duduk’, duduk di tempat duduk, adalah mengajar, bertindak sebagai instruktur dan guru; seperti dalam Mat 23:2, ‘Ahli-ahli Taurat telah menduduki kursi Musa’. Mereka duduk di tempat duduk dari wabah / sampar, yang mengisi gereja dengan pandangan-pandangan dari ahli-ahli filsafat, dengan tradisi-tradisi dari manusia, dan dengan nasihat-nasihat dari otak mereka sendiri, dan menekan hati nurani yang menyedihkan, dan sementara itu terus menerus menyingkirkan firman Allah, dengan mana jiwa diberi makan, hidup dan dipelihara) - hal 5.

Bdk. Mat 23:2 - “‘Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi telah menduduki kursi Musa”.

Catatan: kalau dilihat kontextnya, saya menganggap tafsiran Luther tentang ‘seat’ / ‘tempat duduk’ ini salah. Yang lebih benar adalah pandangan yang akan saya berikan di bawah. Tetapi saya tetap memberikan kata-kata Luther ini, karena bagaimanapun, kata-kata yang ia berikan ini bagus dan memang sering terjadi.

 

4)   Pada waktu memperhatikan seluruh ay 1, kebanyakan penafsir beranggapan bahwa ada beberapa tingkatan dalam ay 1 itu.

 

a)   orang fasik ... orang berdosa ... pencemooh.

KJV/RSV: ‘the ungodly ... sinners ... the scornful’ (= orang fasik ... orang berdosa ... pencemooh).

NIV: the wicked ... sinners ... mockers (= orang jahat ... orang berdosa ... pengejek).

NASB: the wicked ... sinners ... scoffers (= orang jahat ... orang berdosa ... pengejek).

 

Matthew Henry menganggap bahwa kata ‘ungodly’ / ‘orang fasik’ menunjuk kepada orang yang membuang rasa takut kepada Allah dan hidup dalam pengabaian kewajibannya terhadap Dia. Tetapi orang seperti ini tidak berhenti di sini. Pada waktu pelayanan agama disingkirkan mereka menjadi ‘sinners’ / ‘orang berdosa’, yaitu orang-orang yang memberontak secara terbuka terhadap Allah, dan melayani dosa dan setan. Kalau tadi orang ini tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan (dosa pasif), maka sekarang ia melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan (dosa aktif). Akhirnya orang itu menjadi ‘scorner’ / ‘pencemooh’, yaitu orang yang secara terbuka menyangkal apapun yang keramat / kudus, menghina / mengejek agama, dan membuat dosa sebagai lelucon.

 

b)      berjalan ... berdiri ... duduk.

 

Adam Clarke: “The second climax is found in the words: 1. Walk; 2. Stand; 3. Sit: which mark three different degrees of evil in the conduct of those persons” (= Klimax yang kedua ditemukan dalam kata-kata 1. Berjalan; 2. Berdiri; 3. Duduk: yang menandai tiga tingkatan kejahatan yang berbeda dalam tingkah laku dari orang-orang itu).

 

c)      nasihat ... jalan ... kumpulan.

Kata ‘kumpulan’ seharusnya adalah ‘seat’ (= tempat duduk).

KJV/RSV/NIV: ‘counsel ... way ... seat’ (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).

NASB: counsel ... path ... seat (= nasihat ... jalan ... tempat duduk).

 

John Stott: “These expressions have been carefully composed in a triple set of parallels: ‘walk, stand, sit,’ ‘counsel, way, seat,’ and ‘wicked, sinners, mockers.’ Moreover, a downward progression is implied” (= Ungkapan-ungkapan ini telah disusun dengan hati-hati / teliti dalam tiga set paralel: ‘berjalan, berdiri, duduk’, ‘nasihat, jalan, tempat duduk’, dan ‘orang jahat, orang berdosa, pengejek’. Lagi pula, ditunjukkan secara implicit suatu kemajuan yang menurun / ke arah bawah) - hal 7.

 

Kebanyakan penafsir menafsirkan seperti yang dikatakan John Stott di atas, yaitu ada tiga set ungkapan yang paralel. Tetapi Calvin hanya menerima dua yang terakhir saja.

 

Calvin: In the first place, he forbids us to ‘walk in their counsel;’ in the second place, to ‘stand in their way;’ and, lastly, to ‘sit in their seat.’ The sum of the whole is, that the servants of God must endeavor utterly to abhor the life of ungodly men. But as it is the policy of Satan to insinuate his deceits, in a very crafty way, the prophet, in order that none may be insensibly deceived, shows how by little and little men are ordinarily induced to turn aside from the right path. They do not, at the first step, advance so far as a proud contempt of God but having once begun to give ear to evil counsel, Satan leads them, step by step, farther astray, till they rush headlong into open transgression. The prophet, therefore, begins with counsel, by which term I understand the wickedness which does not as yet show itself openly. Then he speaks of the way, which is to be understood of the customary mode or manner of living. And he places at the top of the climax the seat, by which metaphorical expression he designates the obduracy produced by the habit of a sinful life. In the same way, also, ought the three phrases, to walk, to stand, and to sit, to be understood. When a person willingly walks after the gratification of his corrupt lusts, the practice of sinning so infatuates him, that, forgetful of himself, he grows hardened in wickedness; and this the prophet terms standing in the way of sinners. Then at length follows a desperate obstinacy, which he expresses by the figure of sitting. Whether there is the same gradation in the Hebrew words reshaim, chataim, and letsim, that is to say, a gradual increase of evil, I leave to the judgment of others. To me it does not appear that there is, unless perhaps in the last word. For those are called ‘scorners’ who, having thrown off all fear of God, commit sin without restraint, in the hope of escaping unpunished, and without compunction or fear sport at the judgment of God, as if they would never be called to render up an account to him. The Hebrew word chataim, as it signifies the openly wicked, is very properly joined with the term ‘way,’ which signifies a professed and habitual manner of living. And if, in the time of the Psalmist, it was necessary for the devout worshippers of God to withdraw themselves from the company of the ungodly, in order to frame their life aright, how much more in the present day, when the world has become so much more corrupt, ought we carefully to avoid all dangerous society that we may be kept unstained by its impurities [= Di tempat pertama, ia melarang kita untuk ‘berjalan dalam nasihat mereka’; di tempat kedua, untuk ‘berdiri dalam jalan mereka’; dan yang terakhir, untuk ‘duduk di tempat duduk mereka’. Kesimpulan dari seluruhnya adalah bahwa pelayan-pelayan Allah harus berusaha untuk membenci sama sekali kehidupan dari orang-orang fasik. Tetapi karena merupakan politik / kebijaksanaan Iblis untuk memasukkan tipuan-tipuannya dengan pelan-pelan, dengan cara yang ahli / cerdik / licik, sang nabi, supaya tak seorangpun ditipu tanpa merasakannya, menunjukkan bagaimana dengan cara sedikit demi sedikit orang biasanya dibujuk untuk menyimpang dari jalan yang benar. Pada langkah pertama mereka tidak maju sejauh kejijikan terhadap Allah tetapi setelah sekali mulai mendengarkan nasihat yang jahat, Iblis membimbing mereka, langkah demi langkah, tersesat lebih jauh, sampai mereka berlari langsung / tanpa pikir panjang ke dalam pelanggaran terbuka. Karena itu, sang nabi mulai dengan ‘nasihat’, istilah mana yang saya mengerti sebagai kejahatan yang belum menunjukkan dirinya sendiri secara terbuka. Lalu ia berbicara tentang ‘jalan’, yang harus dimengerti tentang cara hidup yang biasa. Dan ia menempatkan pada puncak dari klimax ‘tempat duduk’, ungkapan bersifat kiasan dengan mana ia menunjuk kekeras-kepalaan yang dihasilkan oleh kebiasaan dari kehidupan yang berdosa. Dengan cara yang sama, ketiga ungkapan ‘berjalan’, ‘berdiri’, dan ‘duduk’ juga harus dimengerti. Pada saat seseorang dengan sukarela ‘berjalan’ menuruti pemuasan dari nafsu jahatnya, praktek berdosa itu begitu membuatnya menjadi bodoh / gila, sehingga dengan melupakan dirinya sendiri, ia bertumbuh sehingga makin dikeraskan dalam kejahatan; dan ini diistilahkan sang nabi sebagai ‘berdiri’ dalam jalan orang berdosa. Lalu akhirnya mengikuti suatu kekeras-kepalaan yang sangat menyedihkan, yang ia nyatakan dengan gambaran ‘duduk’. Apakah disana ada gradasi / tingkat-tingkat yang sama dalam kata-kata Ibrani reshaim (= orang fasik), chataim (= orang berdosa), and letsim (= pencemooh), yaitu suatu peningkatan perlahan-lahan dari kejahatan, saya tinggalkan pada penilaian dari orang-orang lain. Bagi saya tidak terlihat bahwa ada hal seperti itu, kecuali mungkin dalam kata yang terakhir. Karena mereka disebut ‘pencemooh’ yang setelah membuang semua rasa takut kepada Allah, melakukan dosa tanpa kekangan, dalam pengharapan untuk lolos tanpa dihukum, dan tanpa penyesalan atau rasa takut, mengolok-olok penghakiman Allah, seakan-akan mereka tidak akan pernah dipanggil untuk memberikan pertanggung-jawaban terhadap Dia. Kata Ibrani CHATAIM, karena kata itu menunjuk pada orang yang jahat secara terbuka, dengan sangat tepat dihubungkan dengan istilah ‘jalan’, yang menunjuk pada suatu cara hidup yang dinyatakan dan merupakan kebiasaan. Dan jika, pada jaman dari sang Pemazmur, adalah perlu bagi penyembah-penyembah yang saleh dari Allah  untuk menarik diri mereka sendiri dari kumpulan orang fasik, supaya bisa membentuk kehidupan mereka dengan benar, betapa lebihnya pada jaman sekarang, pada waktu dunia telah menjadi begitu lebih jahat, kita harus dengan hati-hati menghindari semua perkumpulan yang berbahaya sehingga kita bisa dijaga tak ternoda oleh kotoran / kenajisannya].

 

5)         Bergaul dengan orang fasik / jahat atau tidak?

Dalam kata-kata Calvin di atas kita sudah melihat bahwa ia mengatakan bahwa sebagai orang-orang percaya kita harus menarik diri dari kumpulan orang fasik / jahat, supaya kita tidak ketularan dosa-dosa mereka. Calvin juga menambahkan lagi kata-kata yang serupa.

 

Calvin: it is necessary to remember that the world is fraught with deadly corruption, and that the first step to living well is to renounce the company of the ungodly, otherwise it is sure to infect us with its own pollution (= perlu diingat bahwa dunia penuh dengan kejahatan yang mematikan, dan bahwa langkah pertama untuk hidup dengan baik adalah meninggalkan perkumpulan orang fasik, kalau tidak itu pasti akan menulari kita dengan polusinya).

 

Adam Clarke juga memberikan kata-kata yang kurang lebih sama.

 

Adam Clarke: “The great lesson to be learned from the whole is, sin is progressive; one evil propensity or act leads to another. He who acts by bad counsel may soon do evil deeds; and he who abandons himself to evil doings may end his life in total apostasy from God” (= Pelajaran besar yang harus dipelajari dari seluruhnya adalah bahwa dosa merupakan sesuatu yang bersifat progresif; satu kecenderungan atau tindakan jahat membimbing pada yang lain. Ia yang bertindak oleh nasihat yang buruk akan segera melakukan tindakan-tindakan jahat; dan ia yang menyerahkan dirinya pada tindakan-tindakan jahat bisa mengakhiri hidupnya dalam kemurtadan total dari Allah).

 

Adam Clarke: “As the blessedness of the man is great who avoids the ways and the workers of iniquity, so his wretchedness is great who acts on the contrary: to him we must reverse the words of David: ‘Cursed is the man who walketh in the counsel of the ungodly; who standeth in the way of sinners; and who sitteth in the seat of the scornful.’” (= Sebagaimana besarnya keberkatan orang yang menghindari jalan dan pelaku-pelaku kejahatan, demikian juga besarnya keburukan orang yang bertindak sebaliknya: baginya kita harus membalik kata-kata Daud: ‘Terkutuklah orang yang berjalan dalam nasihat orang fasik; yang berdiri di jalan orang berdosa; dan yang duduk di tempat duduk pencemooh’).

 

Bandingkan dengan:

·         Maz 119:115 - “Menjauhlah dari padaku, hai penjahat-penjahat; aku hendak memegang perintah-perintah Allahku”.

·         1Kor 15:33 - “Janganlah kamu sesat: Pergaulan yang buruk merusakkan kebiasaan yang baik”.

·         Maz 26:4-5 - “(4) Aku tidak duduk dengan penipu, dan dengan orang munafik aku tidak bergaul; (5) aku benci kepada perkumpulan orang yang berbuat jahat, dan dengan orang fasik aku tidak duduk”.

 

Tetapi memisahkan diri dengan orang fasik / jahat, juga tidak boleh dilakukan secara mutlak. Kalau disatu sisi ada orang-orang yang extrim kiri dengan bergaul tanpa batas dengan orang-orang fasik / jahat, sehingga ketularan kejahatan orang-orang dengan siapa ia bergaul, maka disisi lain ada extrim kanan dimana orang Kristen sama sekali tidak mau bergaul dengan orang-orang fasik / jahat.

 

The Biblical Illustrator (Old Testament): “‘He walketh not in the counsel of the ungodly.’ We must needs be in the world - not dreamers among the shadows, but men among men. The world has need of us. The workshop and the office demand us. The secular cares of this world are, of necessity, upon us. But the secret of true happiness is moral nonconformity. Being in the world, we should not be of it. While our associations must needs be in some measure with the ungodly, their counsels, their ways, their seats are not for us” (= ‘orang yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik’. Kita harus ada dalam dunia - bukan pemimpi-pemimpi di antara bayang-bayang, tetapi orang di antara orang. Dunia membutuhkan kita. Bengkel / ruang kerja dan jabatan / tugas memerlukan kita. Perhatian sekuler dari dunia ini harus ada pada kita. Tetapi rahasia dari kebahagiaan yang sejati adalah tidak menyesuaikan diri dalam hal moral. Sekalipun kita berada dalam dunia ini, tetapi kita tidak boleh menjadi bagian darinya. Sementara dalam ukuran tertentu kita harus bergaul dengan orang fasik / jahat, tetapi nasihat mereka, jalan mereka, dan tempat duduk mereka bukanlah untuk kita).

 

Bahwa kata-kata di atas ini benar terlihat dari banyak ayat Kitab Suci seperti:

·         Mat 5:13-16 - “(13) ‘Kamu adalah garam dunia. Jika garam itu menjadi tawar, dengan apakah ia diasinkan? Tidak ada lagi gunanya selain dibuang dan diinjak orang. (14) Kamu adalah terang dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. (15) Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. (16) Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di sorga.’”.

·         Mat 10:16 - “‘Lihat, Aku mengutus kamu seperti domba ke tengah-tengah serigala, sebab itu hendaklah kamu cerdik seperti ular dan tulus seperti merpati”.

·         Yoh 17:15-19 - “(15) Aku tidak meminta, supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari pada yang jahat. (16) Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia. (17) Kuduskanlah mereka dalam kebenaran; firmanMu adalah kebenaran. (18) Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia; (19) dan Aku menguduskan diriKu bagi mereka, supaya merekapun dikuduskan dalam kebenaran.

·         1Kor 5:9-13 - “(9) Dalam suratku telah kutuliskan kepadamu, supaya kamu jangan bergaul dengan orang-orang cabul. (10) Yang aku maksudkan bukanlah dengan semua orang cabul pada umumnya dari dunia ini atau dengan semua orang kikir dan penipu atau dengan semua penyembah berhala, karena jika demikian kamu harus meninggalkan dunia ini. (11) Tetapi yang kutuliskan kepada kamu ialah, supaya kamu jangan bergaul dengan orang, yang sekalipun menyebut dirinya saudara, adalah orang cabul, kikir, penyembah berhala, pemfitnah, pemabuk atau penipu; dengan orang yang demikian janganlah kamu sekali-kali makan bersama-sama. (12) Sebab dengan wewenang apakah aku menghakimi mereka, yang berada di luar jemaat? Bukankah kamu hanya menghakimi mereka yang berada di dalam jemaat? (13) Mereka yang berada di luar jemaat akan dihakimi Allah. Usirlah orang yang melakukan kejahatan dari tengah-tengah kamu”.

·         Ef 5:6-11 - “(6) Janganlah kamu disesatkan orang dengan kata-kata yang hampa, karena hal-hal yang demikian mendatangkan murka Allah atas orang-orang durhaka. (7) Sebab itu janganlah kamu berkawan dengan mereka. (8) Memang dahulu kamu adalah kegelapan, tetapi sekarang kamu adalah terang di dalam Tuhan. Sebab itu hiduplah sebagai anak-anak terang, (9) karena terang hanya berbuahkan kebaikan dan keadilan dan kebenaran, (10) dan ujilah apa yang berkenan kepada Tuhan. (11) Janganlah turut mengambil bagian dalam perbuatan-perbuatan kegelapan yang tidak berbuahkan apa-apa, tetapi sebaliknya telanjangilah perbuatan-perbuatan itu”.

 

Jadi, sekalipun ada orang-orang Kristen yang karena kelemahannya, sebaiknya tidak bergaul dengan orang fasik tertentu (yang akan menarik dan menjatuhkannya ke dalam dosa), tetapi secara umum orang Kristen boleh bergaul dengan orang jahat yang adalah orang dunia, selama ia tidak ketularan kejahatan mereka, dan sebaliknya ia bisa menggarami / menerangi mereka!

 

 

-bersambung-

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali