Eksposisi Injil Matius

oleh: Pdt. Budi Asali MDiv.


Matius 5:33-37

1)   Lagi-lagi di sini Tuhan Yesus tidak menentang hukum Taurat, tetapi menentang penafsiran (dan praktek) dari orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat tentang hukum Taurat

Ay 33: “Kamu telah mendengar pula yang difirmankan kepada nenek moyang kita: Jangan bersumpah palsu, melainkan peganglah sumpahmu di depan Tuhan”.

Dalam hukum Taurat / Perjanjian Lama tidak ada ayat yang bunyinya persis seperti itu. Tetapi ada beberapa ayat yang kalau digabungkan berbunyi seperti itu. Ayat-ayat itu adalah:

·        Im 19:12 - “Janganlah kamu bersumpah dusta demi namaKu, supaya engkau jangan melanggar kekudusan nama Allahmu; Akulah TUHAN”.

·        Bil 30:2 - “Apabila seorang laki-laki bernazar atau bersumpah kepada TUHAN, sehingga ia mengikat dirinya kepada suatu janji, maka janganlah ia melanggar perkataannya itu; haruslah ia berbuat tepat seperti yang diucapkannya”.

·        Ul 23:21 - “‘Apabila engkau bernazar kepada TUHAN, Allahmu, janganlah engkau menunda-nunda memenuhinya, sebab tentulah TUHAN, Allahmu, akan menuntutnya dari padamu, sehingga hal itu menjadi dosa bagimu”.

·        Pkh 5:3-4 - “Kalau engkau bernazar kepada Allah, janganlah menunda-nunda menepatinya, karena Ia tidak senang kepada orang-orang bodoh. Tepatilah nazarmu. Lebih baik engkau tidak bernazar dari pada bernazar tetapi tidak menepatinya”.

Sekalipun demikian, yang dibicarakan / dibetulkan di sini oleh Yesus bukanlah hukum Tauratnya sendiri, tetapi penafsiran / ajaran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum Taurat. Lagi-lagi terjemahan salah dari Kitab Suci Indonesia yang menggunakan istilah ‘difirmankan’ seolah-olah menunjukkan bahwa Yesus menentang Perjanjian Lama. Tetapi dalam terjemahan yang benar tidak terlihat hal itu.

KJV: ‘Again, ye have heard that it hath been said by them of old time, Thou shalt not forswear thyself, but shalt perform unto the Lord thine oaths’ (= Lagi, engkau telah mendengar bahwa telah dikatakan oleh mereka dari jaman dulu, Engkau tidak boleh bersumpah palsu, tetapi engkau harus melakukan bagi Tuhan sumpahmu).

NIV: “Again, you have heard that it was said to the people long ago, ‘Do not break your oath, but keep the oaths you have made to the Lord.’” (= Lagi, engkau telah mendengar bahwa dikatakan kepada orang-orang jaman dulu, ‘Jangan melanggar sumpahmu, tetapi peganglah sumpah yang telah engkau buat terhadap Tuhan’).

2)   Kalau dalam ay 21-26 Yesus meluruskan penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum ke 6 (Jangan membunuh), dan dalam ay 27-32 Yesus meluruskan penafsiran ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi tentang hukum ke 7 (Jangan berzinah), maka dalam ay 33-37 ini Ia membicarakan sumpah yang berhubungan dengan hukum ke 3 (Jangan menyebut nama Tuhan Allahmu dengan sembarangan / sia-sia).

Calvin: “God condemned in the law not only acts of perjury, but lightness in swearing, which lessens the reverence for his name. The man who perjures himself is not the only person who takes the name of God in vain, (Ex. 20:7.) He does so, who idly and contemptuously pronounces the name of God on trivial occasions, or in ordinary conversation” [= Allah menyalahkan / mengecam dalam hukum Taurat bukan hanya tindakan sumpah palsu, tetapi peremehan sumpah, yang mengurangi hormat / takut kepada namaNya. Orang yang bersumpah palsu bukan hanya satu-satunya orang yang menggunakan nama Allah dengan sia-sia, (Kel 20:7). Ia juga melakukannya, jika ia mengucapkan nama Allah secara tak berarti dan menghina pada peristiwa-peristiwa yang remeh, atau dalam percakapan sehari-hari] - hal 293.

Penerapan:

Jangan terbiasa mengucapkan kata-kata seruan seperti ‘Ya Allah’, ‘Masya-allah’, atau seperti yang dilakukan oleh orang-orang Barat, yaitu ‘My God’, ‘Jesus Christ’, dan sebagainya. Ini termasuk pelanggaran hukum ketiga, karena menyebut nama Allah secara sembarangan / sia-sia! Juga jangan menggunakannya sekedar untuk lelucon atau percakapan yang tidak berguna! Ini merupakan dosa yang sekalipun sudah sering dibicarakan, tetapi tetap sering diremehkan dan dilanggar oleh banyak orang-orang kristen yang bahkan termasuk aktivist gereja! Ingat bahwa sikap saudara terhadap nama Allah merupakan sikap saudara terhadap Allah sendiri!

3)   Ajaran dan praktek dari ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi pada saat itu berkenaan dengan sumpah.

Calvin: “The Jews had circuitous or indirect ways of swearing; and when they swore by heaven, or by earth, or by the altar, (Mat. 23:18,) they reckoned it to be next to nothing” [= orang-orang Yahudi mempunyai jalan memutar atau tidak langsung dalam bersumpah; dan pada waktu mereka bersumpah demi surga, atau demi bumi, atau demi mezbah, (Mat 23:18), mereka menganggapnya sebagai hampir tidak berarti apa-apa] - hal 294.

Pulpit Commentary: “The Jews, it seems, thought lightly of oaths which did not contain the sacred Name of God; they used such oaths constantly and heedlessly” (= Kelihatannya orang-orang Yahudi menganggap ringan sumpah yang tidak mencakup nama yang kudus dari Allah; mereka menggunakan sumpah-sumpah seperti itu secara terus menerus dan dengan sembrono / sembarangan) - hal 177.

Bdk. Mat 23:16-22 - “(16) Celakalah kamu, hai pemimpin-pemimpin buta, yang berkata: Bersumpah demi Bait Suci, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi emas Bait Suci, sumpah itu mengikat. (17) Hai kamu orang-orang bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci yang menguduskan emas itu? (18) Bersumpah demi mezbah, sumpah itu tidak sah; tetapi bersumpah demi persembahan yang ada di atasnya, sumpah itu mengikat. (19) Hai kamu orang-orang buta, apakah yang lebih penting, persembahan atau mezbah yang menguduskan persembahan itu? (20) Karena itu barangsiapa bersumpah demi mezbah, ia bersumpah demi mezbah dan juga demi segala sesuatu yang terletak di atasnya. (21) Dan barangsiapa bersumpah demi Bait Suci, ia bersumpah demi Bait Suci dan juga demi Dia, yang diam di situ. (22) Dan barangsiapa bersumpah demi sorga, ia bersumpah demi takhta Allah dan juga demi Dia, yang bersemayam di atasnya”.

Kata-kata ‘itu tidak sah’ terjemahannya kurang tepat.

KJV/RSV: ‘it is nothing’ (= itu bukan apa-apa).

NIV: ‘it means nothing’ (= itu tidak berarti apa-apa).

NASB: ‘that is nothing’ (= itu bukan apa-apa).

Penerapan:

Jaman ini, orang juga sering mencari jalan memutar untuk menghindari penggunaan nama Allah dalam sumpah. Misalnya berkata ‘sumpah mati’. Bahkan kadang-kadang orang berusaha untuk menghindari penggunaan kata ‘sumpah’. Misalnya: dengan mengatakan ‘sumprit’, atau mengubahnya menjadi ‘saya berjanji’, atau dengan sekedar mengangkat tangan kanannya, dsb. Sebetulnya semua ini sama saja, dan tetap adalah dosa, kalau hal ini dilakukan dengan sembarangan!

4)   Ajaran Yesus berkenaan dengan sumpah.

a)   Yesus tidak melarang sumpah secara mutlak!

Sepintas lalu, ay 34a yang berbunyi: “Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah”, melarang sumpah secara mutlak. Dan Barclay (hal 161) mengatakan bahwa ada 2 golongan yaitu Essenes (suatu sekte Yahudi) dan Quakers yang secara mutlak tidak mau bersumpah. Dan jelas bahwa jaman sekarangpun ada banyak orang kristen yang beranggapan bahwa sumpah dilarang secara mutlak. Tetapi saya berpendapat bahwa sebetulnya sumpah tidak dilarang secara mutlak.

Calvin: “Many have been led by the phrase, ‘not at all,’ to adopt the false notion, that every kind of swearing is condemned by Christ” (= Banyak orang telah dibimbing oleh ungkapan ‘janganlah sekali-kali’ untuk mengambil maksud yang salah, bahwa setiap jenis sumpah dikecam oleh Kristus) - hal 294.

Calvin berpendapat bahwa kata-kata Yesus dalam ay 34a ini tidak boleh dipisahkan dari kata-kata selanjutnya, yang menunjukkan sumpah yang bagaimana yang Ia maksud, yaitu sumpah demi langit, demi bumi, demi Yerusalem, demi kepalamu (ay 34-36), yang oleh orang-orang Yahudi dianggap remeh / tak berarti. Jadi, yang dilarang adalah sumpah sembarangan.

Pulpit Commentary: “How, then, can we explain this absolute prohibition here? In that our Lord is not here thinking at all formal and solemn oaths, but of oaths as the outcome of impatience and exaggeration” (= Lalu bagaimana kita bisa menjelaskan larangan mutlak di sini? Dengan mengatakan bahwa di sini Tuhan kita tidak berpikir tentang semua sumpah yang formal / resmi dan khidmat, tetapi tentang sumpah-sumpah sebagai akibat / hasil dari ketidak-sabaran dan tindakan melebih-lebihkan) - hal 165.

Pulpit Commentary: “our Lord’s prohibition applies only to rash, idle oaths, such as were common among the Jews” (= Larangan Tuhan kita hanya berlaku untuk sumpah yang sembarangan dan kosong, seperti yang banyak terdapat di antara orang-orang Yahudi) - hal 177.

Adam Clarke: “Be not much in oaths, although one should swear concerning things that are true; for in much swearing it is impossible not to profane” (= Jangan banyak bersumpah, sekalipun dalam hal yang benar; karena dalam banyak bersumpah adalah tidak mungkin untuk tidak meremehkan hal-hal yang keramat) - hal 75.

Calvin: “His statement amounts to this, that there are other ways of ‘taking the name of God in vain,’ besides perjury; and, therefore, that, we ought to refrain from allowing ourselves the liberty of unnecessary swearing: for, when there are just reasons to demand it, the law not only permits, but expressly commands us to swear” (= Arti pernyataanNya menjadi begini: bahwa ada cara-cara lain untuk ‘menyebut nama Allah dengan sembarangan / sia-sia’ disamping sumpah palsu; dan karena itu, kita harus menahan diri kita sendiri dari kebebasan bersumpah secara tidak perlu: karena, pada waktu di sana ada alasan-alasan yang benar yang menuntut sumpah, hukum Taurat bukan hanya mengijinkan, tetapi secara jelas memerintahkan kita untuk bersumpah) - hal 295.

Alasan-alasan yang menunjukkan bahwa sumpah tidak mungkin dilarang secara mutlak:

1.   Perjanjian Lama mengijinkan, bahkan mengharuskan sumpah, dalam hal-hal tertentu.

Ul 6:13 - “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah”.

Kel 22:7-8 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya uang atau barang, dan itu dicuri dari rumah orang itu, maka jika pencuri itu terdapat, ia harus membayar ganti kerugian dua kali lipat. Jika pencuri itu tidak terdapat, maka tuan rumah harus pergi menghadap Allah untuk bersumpah, bahwa ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya”.

Kel 22:10-11 - “Apabila seseorang menitipkan kepada temannya seekor keledai atau lembu atau seekor domba atau binatang apapun dan binatang itu mati, atau patah kakinya atau dihalau orang dengan kekerasan, dengan tidak ada orang yang melihatnya, maka sumpah di hadapan TUHAN harus menentukan di antara kedua orang itu, apakah ia tidak mengulurkan tangannya mengambil harta kepunyaan temannya, dan pemilik harus menerima sumpah itu, dan yang lain itu tidak usah membayar ganti kerugian”.

Bil 5:11-28 - “TUHAN berfirman kepada Musa: ‘Berbicaralah kepada orang Israel dan katakanlah kepada mereka: Apabila isteri seseorang berbuat serong dan tidak setia terhadap suaminya, dan laki-laki lain tidur dan bersetubuh dengan perempuan itu, dengan tidak diketahui suaminya, karena tinggal rahasia bahwa perempuan itu mencemarkan dirinya, tidak ada saksi terhadap dia, dia tidak kedapatan, dan apabila kemudian roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap isterinya, dan perempuan itu memang telah mencemarkan dirinya, atau apabila roh cemburu menguasai suami itu, sehingga ia menjadi cemburu terhadap isterinya, walaupun perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, maka haruslah orang itu membawa isterinya kepada imam. Dan orang itu harus membawa persembahan karena perempuan itu sebanyak sepersepuluh efa tepung jelai, yang ke atasnya tidak dituangkannya minyak dan yang tidak dibubuhinya kemenyan, karena korban itu ialah korban sajian cemburuan, suatu korban peringatan yang mengingatkan kepada kedurjanaan. Maka haruslah imam menyuruh perempuan itu mendekat dan menghadapkannya kepada TUHAN. Lalu imam harus membawa air kudus dalam suatu tempayan tanah, kemudian harus memungut debu yang ada di lantai Kemah Suci dan membubuhnya ke dalam air itu. Apabila imam sudah menghadapkan perempuan itu kepada TUHAN, haruslah ia menguraikan rambut perempuan itu, lalu meletakkan korban peringatan, yakni korban sajian cemburuan, ke atas telapak tangan perempuan itu, sedang di tangan imam haruslah ada air pahit yang mendatangkan kutuk. Maka haruslah imam menyumpah perempuan itu dengan berkata kepadanya: Jika tidak benar ada laki-laki yang tidur dengan engkau, dan jika tidak engkau berbuat serong kepada kecemaran, padahal engkau di bawah kuasa suamimu, maka luputlah engkau dari air pahit yang mendatangkan kutuk ini; tetapi jika engkau, padahal engkau di bawah kuasa suamimu, berbuat serong dan mencemarkan dirimu, oleh karena orang lain dari suamimu sendiri bersetubuh dengan engkau - dalam hal ini haruslah imam menyumpah perempuan itu dengan sumpah kutuk, dan haruslah imam berkata kepada perempuan itu - maka TUHAN kiranya membuat engkau menjadi sumpah kutuk di tengah-tengah bangsamu dengan mengempiskan pahamu dan mengembungkan perutmu, sebab air yang mendatangkan kutuk ini akan masuk ke dalam tubuhmu untuk mengembungkan perutmu dan mengempiskan pahamu. Dan haruslah perempuan itu berkata: Amin, amin. Lalu imam harus menuliskan kutuk itu pada sehelai kertas dan menghapusnya dengan air pahit itu, dan ia harus memberi perempuan itu minum air pahit yang mendatangkan kutuk itu, dan air itu akan masuk ke dalam badannya dan menyebabkan sakit yang pedih. Maka haruslah imam mengambil korban sajian cemburuan dari tangan perempuan itu lalu mengunjukkannya ke hadapan TUHAN, dan membawanya ke mezbah. Sesudah itu haruslah imam mengambil segenggam dari korban sajian itu sebagai bagian ingat-ingatannya dan membakarnya di atas mezbah, kemudian memberi perempuan itu minum air itu. Setelah terjadi demikian, apabila perempuan itu memang mencemarkan dirinya dan berubah setia terhadap suaminya, air yang mendatangkan sumpah serapah itu akan masuk ke badannya dan menyebabkan sakit yang pedih, sehingga perutnya mengembung dan pahanya mengempis, dan perempuan itu akan menjadi sumpah kutuk di antara bangsanya. Tetapi apabila perempuan itu tidak mencemarkan dirinya, melainkan ia suci, maka ia akan bebas dan akan dapat beranak.’”.

1Raja 8:31-32 - “Jika seseorang telah berdosa kepada temannya, lalu diwajibkan mengangkat sumpah dengan mengutuk dirinya, dan dia datang bersumpah ke depan mezbahMu di dalam rumah ini, maka Engkaupun kiranya mendengarkannya di sorga dan bertindak serta mengadili hamba-hambaMu, yakni menyatakan bersalah orang yang bersalah dengan menanggungkan perbuatannya kepada orang itu sendiri, tetapi menyatakan benar orang yang benar dengan memberi pembalasan kepadanya yang sesuai dengan kebenarannya”.

Dan Yesus tidak mungkin bertentangan dengan Perjanjian Lama (bdk. Mat 5:17-19).

2.   Ibr 6:13-17 - “Sebab ketika Allah memberikan janjiNya kepada Abraham, Ia bersumpah demi diriNya sendiri, karena tidak ada orang yang lebih tinggi dari padaNya, kataNya: ‘Sesungguhnya Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan akan membuat engkau sangat banyak.’ Abraham menanti dengan sabar dan dengan demikian ia memperoleh apa yang dijanjikan kepadanya. Sebab manusia bersumpah demi orang yang lebih tinggi, dan sumpah itu menjadi suatu pengokohan baginya, yang mengakhiri segala bantahan. Karena itu, untuk lebih meyakinkan mereka yang berhak menerima janji itu akan kepastian putusanNya, Allah telah mengikat diriNya dengan sumpah”.

3.   Pada waktu Yesus diadili oleh Sanhedrin, dan Ia disuruh berbicara di bawah sumpah, Ia bukannya menegur mereka yang menyuruhNya bersumpah, tetapi sebaliknya Ia mau menjawab, padahal tadinya Ia tidak mau berbicara.

Mat 26:63-64 - Tetapi Yesus tetap diam. Lalu kata Imam Besar itu kepadaNya: ‘Demi Allah yang hidup, katakanlah kepada kami, apakah Engkau Mesias, Anak Allah, atau tidak.’ Jawab Yesus: ‘Engkau telah mengatakannya. Akan tetapi, Aku berkata kepadamu, mulai sekarang kamu akan melihat Anak Manusia duduk di sebelah kanan Yang Mahakuasa dan datang di atas awan-awan di langit.’”.

4.   Dalam Wah 10:5-6 malaikat bersumpah.

Wah 10:5-6 - “Dan malaikat yang kulihat berdiri di atas laut dan di atas bumi, mengangkat tangan kanannya ke langit, dan ia bersumpah demi Dia yang hidup sampai selama-lamanya, yang telah menciptakan langit dan segala isinya, dan bumi dan segala isinya, dan laut dan segala isinya, katanya: ‘Tidak akan ada penundaan lagi!”.

5.   Paulus sering bersumpah.

Ro 1:9 - “Karena Allah, yang kulayani dengan segenap hatiku dalam pemberitaan Injil AnakNya, adalah saksiku, bahwa dalam doaku aku selalu mengingat kamu”.

Ro 9:1 - “Aku mengatakan kebenaran dalam Kristus, aku tidak berdusta. Suara hatiku turut bersaksi dalam Roh Kudus”.

1Kor 15:31 - “Saudara-saudara, tiap-tiap hari aku berhadapan dengan maut. Demi kebanggaanku akan kamu dalam Kristus Yesus, Tuhan kita, aku katakan, bahwa hal ini benar”.

2Kor 1:23 - “Tetapi aku memanggil Allah sebagai saksiku - Ia mengenal aku -, bahwa sebabnya aku tidak datang ke Korintus ialah untuk menyayangkan kamu”.

Gal 1:20 - “Di hadapan Allah kutegaskan: apa yang kutuliskan kepadamu ini benar, aku tidak berdusta”.

Fil 1:8 - “Sebab Allah adalah saksiku betapa aku dengan kasih mesra Kristus Yesus merindukan kamu sekalian”.

Betul-betul tidak terbayangkan bahwa Paulus, yang adalah rasul yang begitu saleh, bisa berulang kali bersumpah kalau sumpah memang dilarang secara mutlak.

Semua ini menunjukkan bahwa sumpah tidak dilarang secara mutlak. Dalam pengadilan, atau dalam hal-hal yang penting lainnya, kita boleh bersumpah. Yang dilarang adalah bersum­pah secara sembarangan, untuk hal-hal yang tidak penting, sekalipun hal yang dikatakan itu merupakan kebenaran. Hal ini ditekankan lagi secara lebih khusus dalam ay 37.

Ay 37: “Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat”.

Bdk. Yak 5:12 - “Tetapi yang terutama, saudara-saudara, janganlah kamu bersumpah demi sorga maupun demi bumi atau demi sesuatu yang lain. Jika ya, hendaklah kamu katakan ya, jika tidak hendaklah kamu katakan tidak, supaya kamu jangan kena hukuman”.

Calvin menganggap bahwa dalam ay 37 ini Kristus memberikan obat, yaitu dengan menyuruh orang untuk berkata jujur / tidak berdusta. Saya tidak setuju dengan penafsiran Calvin di sini, karena kontext, dan kalimat terakhir dari ay 37 menunjukkan bahwa yang ditentang di sini adalah sumpah secara sembarangan. Jadi kata-kata ‘Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak’, bukan ditujukan untuk menekankan kejujuran, tetapi untuk melarang sumpah sembarangan. Jadi kalau ‘ya’, katakanlah ‘ya’, bukan ‘sumpah ya’.

Pulpit Commentary: “here the question is not of truthfulness, but of fervency in asseveration” (= di sini persoalannya bukanlah kebenaran, tetapi semangat dalam penegasan) - hal 165.

Penerapan:

Apakah saudara sering bersumpah pada waktu saudara ingin kata-kata saudara dipercaya oleh orang lain, sekalipun itu bukan menyangkut sesuatu yang penting?

Beberapa komentar tentang orang yang gampang untuk bersumpah:

·        Pulpit Commentary: “It betrays a consciousness, too, on the swearer’s part that he is not to be believed in his bare word” [= Juga, itu menyingkapkan suatu kesadaran pada pihak si penyumpah bahwa ia tidak dipercaya dalam kata-katanya semata-mata (tanpa sumpah)] - hal 205.

·        William Hendriksen: “It is characteristic of certain individuals who are aware that their reputation for veracity is not exactly outstanding that the more they lie the more they will also assert that what they are saying is ‘gospel truth.’ They are in the habit of interlacing their conversations with oaths” (= Merupakan ciri dari individu-individu tertentu yang sadar bahwa reputasi mereka untuk kejujuran tidak terlalu menonjol, dimana makin mereka berdusta makin mereka menegaskan bahwa apa yang mereka katakan adalah ‘kebenaran injil’. Mereka terbiasa untuk menjalin percakapan mereka dengan sumpah) - hal 308.

·        Adam Clarke: “A common swearer is constantly perjuring himself: such a person should never be trusted” (= Seseorang yang biasa bersumpah secara terus menerus bersumpah palsu: orang seperti itu tidak pernah boleh dipercaya) - hal 75.

b)   Sumpah demi hal-hal lain selain Allah, tetap merupakan sumpah, yang harus dianggap mengikat, dan tidak boleh diremehkan / dianggap tidak ada.

Ay 34-36: “(34) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah sekali-kali bersumpah, baik demi langit, karena langit adalah takhta Allah, (35) maupun demi bumi, karena bumi adalah tumpuan kakiNya, ataupun demi Yerusalem, karena Yerusalem adalah kota Raja Besar; (36) janganlah juga engkau bersumpah demi kepalamu, karena engkau tidak berkuasa memutihkan atau menghitamkan sehelai rambutpun”.

1.   Ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh bersumpah demi langit, bumi dan sebagainya.

Yesus mengucapkan kata-kata ini karena orang-orang Yahudi pada saat itu memandang remeh sumpah demi langit, bumi dsb (pokoknya sumpah yang tidak mencakup nama Allah).

Calvin: “It is a mistake to explain these words as meaning, that such forms of swearing are condemned by God only. The reasons which he brings forward tend rather to the opposite view, that we swear by the name of God even when we name the heaven, and the earth: because there is no part of the world on which God has not engraved the marks of his glory” (= Adalah salah untuk menjelaskan bahwa kata-kata ini artinya adalah bahwa hanya bentuk-bentuk sumpah seperti itu yang dikecam oleh Allah. Alasan yang Ia kemukakan justru cenderung untuk berarti sebaliknya, yaitu bahwa kita bersumpah demi nama Allah bahkan pada saat kita menyebut langit / surga, dan bumi: karena tidak ada bagian dalam alam semesta dimana Allah tidak mengukirkan tanda-tanda / ciri-ciri kemuliaanNya) - hal 295.

Calvin: “Heaven is called in Scripture (Isa. 66:1) the throne of God: not that he dwells in heaven alone, but to teach men to raise their minds upwards, whenever they think of him, and not to form any low or earthly conceptions of him. Again, the earth is called his footstool, (v. 35) to inform us, that he fills all things, and that no extent of space can contain him. The holiness of Jerusalem (v. 35) depended on his promise. It was the holy city, (Isa. 52:1:) because God had selected it to be the seat and residence of his empire. When men swear by their head, (v. 36,) they bring forward their life, which is a remarkable gift of God, as a pledge of their sincerity” [= Langit / surga disebut dalam Kitab Suci (Yes 66:1) sebagai takhta Allah: bukan bahwa Ia tinggal di dalam surga saja, tetapi untuk mengajar manusia untuk mengangkat pikiran mereka ke atas, kapanpun mereka berpikir tentang Dia, dan tidak membentuk konsep yang rendah atau duniawi tentang Dia. Juga, bumi disebut tumpuan kakiNya (ay 35) untuk memberi tahu kita, bahwa Ia memenuhi segala sesuatu, dan bahwa tidak ada tempat yang bisa menampung Dia. Kekudusan Yerusalem (ay 35) tergantung pada janjiNya. Itu adalah kota kudus (Yes 52:1), karena Allah telah memilihnya untuk menjadi kedudukan dan tempat tinggal dari kekaisaranNya. Pada waktu orang bersumpah demi kepala mereka (ay 36), mereka mengajukan hidup / nyawa mereka, yang merupakan karunia yang hebat / luar biasa dari Allah, sebagai jaminan dari ketulusan / kejujuran mereka] - hal 296.

Yes 66:1 - “Beginilah firman TUHAN: Langit adalah takhtaKu dan bumi adalah tumpuan kakiKu; rumah apakah yang akan kamu dirikan bagiKu, dan tempat apakah yang akan menjadi perhentianKu?”.

Bdk. 1Raja 8:27 - “Tetapi benarkah Allah hendak diam di atas bumi? Sesungguhnya langit, bahkan langit yang mengatasi segala langitpun tidak dapat memuat Engkau, terlebih lagi rumah yang kudirikan ini”.

Tetapi, kalau kita memang boleh bersumpah demi sesuatu yang bukan Allah (langit, bumi dsb), lalu bagaimana dengan Ul 6:13 yang berbunyi: “Engkau harus takut akan TUHAN, Allahmu; kepada Dia haruslah engkau beribadah dan demi namaNya haruslah engkau bersumpah. Bukankah ayat ini kelihatannya menunjukkan bahwa kita hanya boleh bersumpah demi nama Allah / Tuhan?

Calvin mengatakan bahwa Ul 6:13 tidak boleh diartikan seakan-akan kita hanya boleh bersumpah demi nama Tuhan. Pada waktu Ul 6:13 itu mengatakan bahwa kita harus bersumpah harus demi nama Tuhan, maksudnya kita tidak boleh bersumpah demi nama dewa / berhala / allah lain!

Memang, dalam Ul 6:13 itu, ‘nama Tuhan’ bukannya dikontraskan dengan ‘segala sesuatu yang lain’, tetapi dengan ‘dewa / berhala / allah lain’. Jadi yang dilarang oleh ayat itu hanyalah bersumpah demi dewa / berhala / allah lain, bukannya demi hal-hal lain seperti langit, bumi, dan sebagainya. Pandangan ini didukung oleh Ul 4:26, yang menunjukkan bahwa Musa bersumpah demi langit dan bumi!

Ul 4:26 - maka aku memanggil langit dan bumi menjadi saksi terhadap kamu pada hari ini, bahwa pastilah kamu habis binasa dengan segera dari negeri ke mana kamu menyeberangi sungai Yordan untuk mendudukinya; tidak akan lanjut umurmu di sana, tetapi pastilah kamu punah”.

Tetapi Calvin (hal 296) menentang cara bersumpah dari orang-orang Katolik, yang bersumpah demi malaikat, atau orang-orang suci yang sudah mati, karena menurut dia ini merupakan pendewaan terhadap malaikat / orang-orang suci tersebut.

2.   Sumpah demi langit, bumi, kepala dsb, tetap merupakan sumpah yang mengikat, dan tidak boleh diremehkan / dianggap tidak ada.

Jadi berbeda dengan praktek dari orang-orang Yahudi pada saat itu, yang menganggap ada sumpah yang mengikat dan ada yang tidak berarti apa-apa (Mat 23:16-22), maka Yesus mengatakan bahwa semua sumpah mengikat, bahkan pada saat nama Allah tidak digunakan.

Pulpit Commentary: “Neither by heaven, etc. Our Lord further defines what he means by an oath. It does not mean only expression in which God’s Name is mentioned, but any expression appealing to any object at all, whether this be supraterrestrial, terrestrial, national, or personal. Although God’s Name is omitted in such cases, from a feeling of reverence, its omission does not prevent the asseveration being an oath” [= ‘Baik demi langit / surga, dsb’. Tuhan kita menjelaskan lebih lanjut apa yang Ia maksudkan dengan suatu sumpah. Itu tidak hanya berarti ungkapan-ungkapan dalam mana Nama Allah disebutkan, tetapi seadanya pernyataan yang menyebut seadanya obyek (sebagai saksi), apakah yang di atas bumi, yang berkenaan dengan bumi, nasional, atau pribadi. Sekalipun Nama Allah dihapuskan dalam kasus-kasus itu, karena rasa takut, penghapusan tersebut tidak menghalangi pernyataan yang ditekankan itu sebagai suatu sumpah] - hal 165.

Pulpit Commentary: “The principle underlying all this is that men should see God in everything. That the creature cannot be separate from the Creator. Therefore that calling any creature to witness is virtually calling God” (= Prinsip yang melandasi semua ini adalah bahwa manusia harus melihat Allah dalam segala sesuatu. Bahwa ciptaan tidak bisa dipisahkan dari sang Pencipta. Karena itu pemanggilan seadanya ciptaan sebagai saksi sebetulnya merupakan pemanggilan terhadap Allah) - hal 218.

5)   Bagaimana mengobati penyakit ‘suka bersumpah’?

a)   Sadari bahwa itu merupakan dosa.

Kalau saudara tidak menganggap ‘sumpah gampangan’ itu sebagai dosa, tentu saudara tidak akan berusaha membuang hal itu dari hidup saudara. Jadi, kesadaran dosa ini mutlak penting!

b)   Berusahalah membuang dosa itu, sekalipun sudah menjadi kebiasaan (Yak 5:12).

Thomas Manton: “Thy custom will not excuse thee; if it be thy custom to sin, it is God’s custom to destroy sinners” (= Kebiasaanmu tidak akan memaafkan kamu; kalau itu merupa­kan kebiasaanmu untuk berdosa, maka adalah kebiasaan Allah untuk menghancurkan orang-orang berdosa).

c)   Berbicaralah jujur senantiasa.

Banyak orang sering berdusta sehingga tidak bisa dipercaya dan supaya ia bisa dipercaya, ia lalu bersumpah. Tetapi kalau kita selalu jujur kepada siapapun, kita akan dipercaya sekalipun tidak bersumpah. Dengan demikian, sumpah itu tak akan dibutuhkan lagi untuk meyakinkan orang.

Memang kalau selama ini saudara sudah dikenal sebagai orang yang sering berdusta, dan mulai saat ini saudara mengambil keputusan untuk berbicara jujur, maka tentu saja orang-orang di sekitar saudara tidak akan cepat-cepat percaya. Tetapi bertekunlah dalam kejujuran itu, maka lambat laun orang-orang itu akan mempercayai saudara.

Barclay: “Isocrates, the great Greek teacher and orator, said, ‘A man must lead a life which will gain more confidence in him than ever an oath can do.’ Clement of Alexandria insisted that Christians must lead such a life and demonstrate such a character that no one will ever dream of asking an oath from them” (= Isocrates, guru dan orator Yunani yang terkenal, berkata: ‘Seseorang harus hidup sehingga mendapatkan keyakinan dalam dirinya lebih dari pada yang bisa didapatkan oleh sumpah’. Clement of Alexandria bersikeras bahwa orang-orang Kristen harus hidup sedemikian rupa dan mendemonstrasikan suatu karakter sedemikian rupa sehingga tidak seorangpun akan pernah bermimpi untuk menyuruh mereka bersumpah) - hal 160.

d)   Jangan peduli kalau saudara tidak dipercaya, sekalipun saudara mengatakan kebenaran. Tidak perlu menyakinkan orang itu dengan jalan bersumpah. Kalau orang itu tidak mau per­caya, biarkanlah ia tidak percaya!

Kesimpulan:

Adam Clarke: “The best way is to have as little to do as possible with oaths. An oath will not bind a knave nor a liar; and an honest man needs none, for his character and conduct swear for him” (= Cara yang terbaik adalah bersumpah sesedikit mungkin. Suatu sumpah tidak akan mengikat seorang bangsat / yang tidak jujur ataupun seorang pendusta; dan seseorang yang jujur tidak membutuhkannya, karena karakter dan tingkah lakunya bersumpah untuknya) - hal 74.


-AMIN-


Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali