Kebaktian

G. K. R. I. ‘GOLGOTA’

(Rungkut Megah Raya, blok D no 16)

 

Minggu, tgl 12 Agustus 2018, pk 8.00 & 17.00

 

Pdt. Budi Asali, M. Div.

 

link ke channel video di youtube:

https://www.youtube.com/watch?v=zLHEcIozXlc

 

kesiapan untuk menjadi murid

 

Lukas 9:57-62(3)

 

Luk 9:57-62 - “(57) Ketika Yesus dan murid-muridNya melanjutkan perjalanan mereka, berkatalah seorang di tengah jalan kepada Yesus: ‘Aku akan mengikut Engkau, ke mana saja Engkau pergi.’ (58) Yesus berkata kepadanya: ‘Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalaNya.’ (59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’ (61) Dan seorang lain lagi berkata: ‘Aku akan mengikut Engkau, Tuhan, tetapi izinkanlah aku pamitan dahulu dengan keluargaku.’ (62) Tetapi Yesus berkata: ‘Setiap orang yang siap untuk membajak tetapi menoleh ke belakang, tidak layak untuk Kerajaan Allah.’”.

 

B)  Orang kedua (ay 59-60).

Ay 59-60: “(59) Lalu Ia berkata kepada seorang lain: ‘Ikutlah Aku!’ Tetapi orang itu berkata: ‘Izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku.’ (60) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati; tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah Kerajaan Allah di mana-mana.’”.

 

Mat 8:21-22 - “(21) Seorang lain, yaitu salah seorang muridNya, berkata kepadaNya: ‘Tuhan, izinkanlah aku pergi dahulu menguburkan ayahku.’ (22) Tetapi Yesus berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku dan biarlah orang-orang mati menguburkan orang-orang mati mereka.’”.

 

1)         Lukas vs Matius.

Dalam Injil Lukas, kasus kedua ini didahului oleh panggilan Yesus, ‘Ikutlah Aku’. Sedangkan dalam Matius orang kedua itu, yang sudah disebut sebagai ‘salah seorang muridNya’, yang berinisiatif untuk ikut Yesus, dan baru pada jawabanNya ada panggilan ‘Ikutlah Aku’.

I. Howard Marshall menganggap Matius yang benar, dan Lukas menggeser panggilan Yesus ‘Ikutlah Aku’ itu ke depan, sehingga permulaan pembicaraan itu tak terlihat terlalu mendadak. Kalau ini benar, maka mungkin murid itu tadinya sudah ikut Yesus dalam arti seperti banyak orang ikut Yesus, dan sekarang dipanggil untuk ikut dalam arti seperti 12 orang yang ikut Yesus terus menerus.

 

2)   Adam Clarke mengatakan bahwa Clemens menganggap bahwa orang ini adalah Filipus!!

Yoh 1:43 - Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: ‘Ikutlah Aku!’.

 

Adam Clarke (tentang Yoh 1:43): Clemens Alexandrinus mentions it as a thing universally acknowledged that it was this apostle who, when commanded by our Lord to follow him, said, Let me first go and bury my father, Matt 8:21-22.[= Clemens Alexandrinus menyebutnya sebagai sesuatu yang diakui secara universal bahwa itu adalah rasul ini yang, pada waktu diperintahkan oleh Tuhan kita untuk mengikut Dia, berkata, ‘Ijinkanlah aku pergi dahulu menguburkan bapaku’, Mat 8:21-22.].

 

Adam Clarke (tentang Mat 8:21): ‘Another of his disciples.’ This does not mean any of the twelve, but one of those who were constant hearers of our Lord’s preaching; the name of disciple being common to all those who professed to believe in him, John 6:66.[= ‘Seorang muridNya yang lain’. Ini tidak berarti yang manapun dari 12 murid, tetapi satu dari mereka yang merupakan pendengar konstan dari khotbah Tuhan kita; sebutan ‘murid’ merupakan sebutan umum bagi semua orang yang mengaku percaya kepada Dia, Yoh 6:66.].

 

Yoh 6:66 - Mulai dari waktu itu banyak murid-muridNya mengundurkan diri dan tidak lagi mengikut Dia..

 

3)   Orang ini minta ijin untuk menguburkan bapanya lebih dulu; ada beberapa penafsiran tentang kematian bapa dari orang ini.

 

a)   Bapanya memang sudah mati.

Sebetulnya pandangan yang manapun yang dipilih, tak akan terlalu mengubah arti dari bagian ini. Tetapi kalau dipilih pandangan ini, ajaran itu akan terlihat lebih keras dan lebih ditekankan lagi.

 

Pulpit Commentary: “The second case is an invitation to the individual by Jesus himself. It is a case of bereavement, and Jesus seizes on it to secure a disciple. He knew that the best thing this broken-heart could do would be to become a herald of his kingdom. The bereaved one naturally enough asks leave to go and bury his father, but Jesus assures him that there are sufficient dead hearts at home to pay due respect to his father’s remains, and the formalities of the funeral may only change his promptitude into delay and neglect; and so he urges him to become a preacher at once.” [= Kasus kedua adalah suatu undangan kepada seorang individu oleh Yesus sendiri. Itu adalah suatu kasus dari kehilangan orang yang dicintai, dan Yesus menggunakannya untuk meneguhkan / melindungi seorang murid. Ia tahu bahwa hal yang terbaik yang hati yang hancur ini bisa lakukan adalah dengan menjadi seorang pemberita dari kerajaanNya. Orang yang kehilangan orang yang dicintai itu secara cukup wajar meminta ijin untuk pergi dan menguburkan bapanya, tetapi Yesus meyakinkan dia bahwa di sana ada cukup ‘hati-hati yang mati’ (dead hearts) di rumah untuk melakukan penghormatan yang seharusnya terhadap mayat bapanya, dan formalitas dari penguburan hanya bisa mengubah kesegeraannya menjadi penundaan dan pengabaian; sehingga Ia mendesaknya untuk menjadi seorang pengkhotbah / pemberita dengan segera.] - hal 270.

 

Bandingkan dengan kasus Elia yang pada waktu ada dalam keadaan depresi dan ingin mati, justru disuruh pelayanan oleh Tuhan!

1Raja 19:15-16 - “(15) Firman TUHAN kepadanya: ‘Pergilah, kembalilah ke jalanmu, melalui padang gurun ke Damsyik, dan setelah engkau sampai, engkau harus mengurapi Hazael menjadi raja atas Aram. (16) Juga Yehu, cucu Nimsi, haruslah kauurapi menjadi raja atas Israel, dan Elisa bin Safat, dari Abel-Mehola, harus kauurapi menjadi nabi menggantikan engkau..

 

Pulpit Commentary: “In this case the Master was the Summoner. Something he read in this man’s heart, or words he had heard him speak, moved the Redeemer’s great love, so he gave him a special call. This was a very different character from the last. Whereas that seeker for work from Jesus was impulsive, and even thoughtless in his enthusiasm, one who would begin to act without counting the cost, this one was over cautious, cold and calculating to an ungenerous excess; yet there was evidently sterling stuff in the character, for Jesus argues and remonstrates with him; there was, too, much gold mingled with the earth of that man’s disposition, for the Lord lightly to let it go. It is thus that the Spirit pleads still with the selfishness which disfigures many a noble and devoted servant of high God. He seems to say, ‘My call is too imperative to yield to any home duties, however orderly and respectable.’ During the official days of mourning (in the case of a funeral, these were seven) the impression now made by his summoning words would have worn off. It is noticeable that the home duties, which Jesus suggested should give place to other red more imperative claims, were in connection with the dead. It was not the living father who was to be left to hirelings, only the inanimate corpse. It was rather a society call than a home or family duty which was to give place to work for the Master. St. Chrysostom makes some quaint, but strikingly practical, remarks here. ‘He might need, if he went to the funeral, to proceed, after the burial, to make inquiry about the will, and then about the distribution of the inheritance, and all the other things that followed there upon; and thus waves after waves of things coming in upon him in succession might bear him very far away from the harbour of truth. For this cause, doubtless, the Saviour draws him, and fastens him to himself.’” [= Dalam kasus ini Sang Tuan adalah yang memanggil. Sesuatu Ia baca dalam hati orang ini, atau kata-kata yang telah Ia dengar orang itu katakan, menggerakkan kasih yang besar dari sang Penebus, sehingga Ia memberinya suatu panggilan khusus. Ini merupakan seorang karakter yang berbeda dari yang sebelumnya. Kalau pencari pekerjaan / pelayanan dari Yesus itu adalah seorang yang impulsif (menuruti dorongan hati yang tiba-tiba), dan bahkan tak berpikir dalam keantusiasannya, maka orang yang ini terlalu hati-hati, dingin dan menghitung sampai pada suatu keseganan yang berlebihan; tetapi di sana jelas ada urusan uang dalam karakter ini, karena Yesus berargumentasi dan keberatan dengan dia / menegur dia; juga di sana ada terlalu banyak emas bercampur dengan dunia dari kecenderungan orang ini, karena Tuhan dengan lembut menahannya. Demikianlah Roh tetap meminta berkenaan dengan keegoisan yang merusak banyak pelayan yang mulia dan berbakti dari Allah yang maha tinggi. Ia kelihatannya berkata, ‘PanggilanKu terlalu mendesak untuk menyerah pada kewajiban rumah tangga apapun, betapapun sesuainya dengan sistim dan betapapun terhormatnya’. Dalam sepanjang hari-hari resmi dari perkabungan (dalam kasus penguburan, hari-hari itu adalah tujuh hari) kesan yang sekarang ada oleh kata-kata panggilanNya akan sudah berkurang perlahan-lahan. Patut diperhatikan bahwa kewajiban-kewajiban rumah tangga, yang Yesus usulkan harus menyerahkan tempat pada tuntutan-tuntutan lain yang lebih mendesak, adalah kewajiban yang berhubungan dengan orang mati. Bukan bapa yang masih hidup yang harus ditinggal bersama dengan orang-orang upahan, tetapi hanya mayat yang tak mempunyai kehidupan. Itu lebih merupakan suatu panggilan sosial dari pada suatu kewajiban rumah tangga atau keluarga yang harus memberikan tempatnya pada pekerjaan untuk sang Tuan. Santo Chrysostom membuat suatu pernyataan / komentar yang kuno, tetapi praktis dan hidup, di sini. ‘Ia bisa wajib, jika ia pergi ke penguburan, untuk melanjutkan, setelah penguburan, untuk membuat penyelidikan tentang surat wasiat, dan lalu tentang pembagian dari warisan, dan semua hal-hal lain yang mengikuti setelahnya; dan demikianlah gelombang demi gelombang dari hal-hal itu datang kepadanya berturut-turut, bisa menyeret dia sangat jauh dari pelabuhan kebenaran. Karena alasan ini, tak diragukan, sang Juruselamat menariknya, dan meneguhkannya pada diriNya sendiri’.] - hal 246.

 

 

Leon Morris (Tyndale): The second man was called by Jesus. In response he asked leave first to bury his father. Some hold that, had the father been a corpse at home, the man would probably not have been with Jesus at all; he would have been occupied with duties connected with the funeral. On this view his request was to stay at home until his father died. This might have meant an indefinite delay and the affairs of the kingdom cannot be put off. But the words have an even greater urgency if the father was dead. The Jews counted proper burial as most important; to leave the father unburied ‘was something scandalous to a Jew’ (Marshall). The duty of burial took precedence over the study of the law, the temple service, the killing of the Passover sacrifice, the observance of circumcision and the reading of the Megillah (Megillah 3b). But the demands of the kingdom are more urgent still. Jesus could not wait until the man got through all that burial meant. So he says, ‘Leave the dead to bury their own dead.’ Jesus has called the man. He is to ‘proclaim the kingdom of God.’ Let those without spiritual insight perform the duties they can do so well; burial is very much in keeping for the spiritually dead. But the man who has seen the vision must not deny or delay his heavenly calling.[= Orang kedua dipanggil oleh Yesus. Sebagai tanggapan ia meminta ijin untuk lebih dulu menguburkan bapanya. Sebagian orang berpandangan bahwa seandainya bapanya telah mati di rumah, orang itu mungkin tidak akan berada bersama Yesus sama sekali; ia akan telah disibukkan dengan kewajiban-kewajiban berhubungan dengan penguburan. Pada pandangan ini permintaannya adalah untuk tinggal di rumah sampai bapanya mati. Ini bisa berarti suatu penundaan tak terbatas dan urusan-urusan dari kerajaan tidak bisa ditunda. Tetapi kata-kata itu mempunyai sifat mendesak yang bahkan lebih besar jika bapanya memang sudah mati. Orang-orang Yahudi memperhitungkan penguburan yang benar sebagai paling / sangat penting; meninggalkan bapa tidak terkubur ‘merupakan sesuatu yang bersifat skandal bagi seorang Yahudi’ (Marshall). Kewajiban penguburan harus diprioritaskan / didahulukan di atas pembelajaran hukum Taurat, pelayanan Bait Allah, pembunuhan korban Paskah, ketaatan tentang penyunatan dan pembacaan dari Megillah (Megillah 3b). Tetapi tuntutan dari kerajaan tetap lebih mendesak. Yesus tidak bisa menunggu sampai orang itu melalui semua yang diartikan sebagai penguburan. Jadi Ia berkata, ‘Biarkan orang mati menguburkan orang mati mereka sendiri’. Yesus telah memanggil orang itu. Ia harus ‘memberitakan kerajaan Allah’. Biarlah mereka yang tak mempunyai pengertian rohani melaksanakan kewajiban-kewajiban yang bisa mereka lakukan dengan begitu baik; penguburan sangat cocok untuk orang yang mati secara rohani. Tetapi orang yang telah melihat penglihatan tidak boleh menolak atau menunda panggilan surgawinya.].

Catatan: ‘megillah’ berarti ‘scroll’ [= gulungan], dan biasanya digunakan berkenaan dengan kitab Ester yang dibacakan pada hari raya Purim.

 

Lenski: “He has just received word of his father’s death. The Jews generally buried without delay; if there was time enough, on the same day, at least on the next. So the delay was not to be a long one. ... He is asking something that seems perfectly proper to him. Permission ‘first’ to bury his father in no way means that he asks for permission to take care of his father until the latter dies. If the father were still living, the man would not now be asking to go to him until he as a son could bury him after his death, and that delay would have been indefinite indeed.” [= Ia baru menerima berita tentang kematian bapanya. Orang-orang Yahudi biasanya menguburkan tanpa penundaan; jika di sana ada waktu yang cukup, maka penguburan dilakukan pada hari yang sama, setidaknya pada hari berikutnya. Jadi penundaan itu bukanlah suatu penundaan yang lama. ... Ia sedang meminta sesuatu yang kelihatannya tepat secara sempurna bagi dia. Ijin ‘pertama-tama’ menguburkan bapanya sama sekali tidak berarti bahwa ia meminta ijin untuk memelihara bapanya sampai bapanya mati. Seandainya bapanya tetap masih hidup, orang itu tidak akan meminta sekarang untuk pergi kepadanya sampai ia sebagai seorang anak bisa menguburkan dia setelah kematiannya, dan penundaan seperti itu memang akan tak terbatas.].

 

Lenski: “The sentimentality connected with dead relatives is still so strong today that this word of Jesus’ sounds harsh to our ears. What Jesus says is that the man is to let the spiritually dead bury their own physically dead. When one who is spiritually dead, though he be a close relative, comes to his end, the matter of putting his body into the grave is something that need not exercise us greatly. The idea is not that the disciples are forbidden to attend funerals of this kind. But they are really only secular affairs, which people whose lives are wholly devoted to such affairs can attend to without us when supreme spiritual affairs claim our attention; compare Matt. 12:48.” [= Perasaan sentimentil yang berkenaan dengan keluarga yang mati tetap begitu kuat saat ini sehingga kata-kata Yesus ini kedengarannya keras bagi telinga kita. Apa yang Yesus katakan adalah bahwa orang itu harus membiarkan orang mati secara rohani menguburkan orang mati secara fisik mereka. Pada waktu seseorang adalah mati secara rohani, sekalipun ia adalah seorang keluarga dekat, sampai pada akhirnya / mati, persoalan memasukkan mayatnya ke dalam kuburan merupakan sesuatu yang tidak perlu sangat menguatirkan kita. Gagasannya bukanlah bahwa murid-murid dilarang untuk menghadiri / mengurusi penguburan-penguburan dari jenis ini. Tetapi mereka sesungguhnya hanyalah urusan-urusan sekuler, yang bisa dihadiri / diurusi oleh orang-orang yang hidupnya dibaktikan sepenuhnya pada urusan-urusan seperti itu, tanpa kita pada waktu urusan-urusan rohani yang tertinggi / terbesar menuntut perhatian kita; bandingkan dengan Mat 12:48.].

 

Mat 12:46-50 - “(46) Ketika Yesus masih berbicara dengan orang banyak itu, ibuNya dan saudara-saudaraNya berdiri di luar dan berusaha menemui Dia. (47) Maka seorang berkata kepadaNya: ‘Lihatlah, ibuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan berusaha menemui Engkau.’ (48) Tetapi jawab Yesus kepada orang yang menyampaikan berita itu kepadaNya: ‘Siapa ibuKu? Dan siapa saudara-saudaraKu?’ (49) Lalu kataNya, sambil menunjuk ke arah murid-muridNya: ‘Ini ibuKu dan saudara-saudaraKu! (50) Sebab siapapun yang melakukan kehendak BapaKu di sorga, dialah saudaraKu laki-laki, dialah saudaraKu perempuan, dialah ibuKu.’.

 

Sebetulnya bahkan urusan-urusan dalam gerejapun ada banyak yang kurang penting sehingga tidak seharusnya ditangani oleh pendeta. Bandingkan dengan pendeta-pendeta yang kesibukannya dipenuhi dengan bezoek, rapat, dsb, sehingga tidak ada waktu untuk belajar / mengajar.

 

Bdk. Kis 6:1-4 - “(1) Pada masa itu, ketika jumlah murid makin bertambah, timbullah sungut-sungut di antara orang-orang Yahudi yang berbahasa Yunani terhadap orang-orang Ibrani, karena pembagian kepada janda-janda mereka diabaikan dalam pelayanan sehari-hari. (2) Berhubung dengan itu kedua belas rasul itu memanggil semua murid berkumpul dan berkata: ‘Kami tidak merasa puas, karena kami melalaikan Firman Allah untuk melayani meja. (3) Karena itu, saudara-saudara, pilihlah tujuh orang dari antaramu, yang terkenal baik, dan yang penuh Roh dan hikmat, supaya kami mengangkat mereka untuk tugas itu, (4) dan supaya kami sendiri dapat memusatkan pikiran dalam doa dan pelayanan Firman.’.

 

Lenski: Christless associations make one of their great objects ‘to bury their own dead’ and might thus fittingly take this word of Jesus as their motto. Our great concern is with the heavenly life and with him who bestows it. When the opportunity to work for the interest of this higher life has passed, our spiritual obligation ends. The soul of this man’s father had gone beyond his son’s reach; let him attend to his own soul by following Jesus. Moreover, he has another great obligation, one by which Jesus would honor him especially: ‘But thou go away and proclaim abroad (διά in the verb) the kingdom of God.’ A double spiritual obligation beckons this man, one regarding his own soul and one regarding the souls of others whom he can reach by following the call that Jesus would soon extend to him, to go out with other disciples to proclaim the kingdom.” [= Persekutuan / hubungan tanpa Kristus membuat salah satu obyek mereka yang besar ‘menguburkan orang mati mereka sendiri’ dan dengan demikian bisa secara cocok mengambil kata-kata Yesus ini sebagai motto mereka. Perhatian / kepedulian kita yang besar adalah dengan kehidupan surgawi dan dengan Dia yang memberikannya. Pada waktu kesempatan untuk bekerja untuk kepentingan dari kehidupan yang lebih tinggi ini berakhir, kewajiban rohani kita berakhir. Jiwa dari bapa orang ini telah pergi melampaui jangkauan dari anaknya; biarlah dia mengurusi jiwanya sendiri dengan mengikuti Yesus. Lebih lagi, ia mempunyai kewajiban besar yang lain, satu kewajiban dengan mana Yesus menghormati dia secara khusus: ‘Tetapi engkau, pergilah dan beritakanlah secara luas (kata Yunani DIA dalam kata kerja) kerajaan Allah’. Suatu kewajiban rohani ganda memanggil orang ini, yang satu berkenaan dengan jiwanya sendiri dan yang lain berkenaan dengan jiwa-jiwa dari orang-orang lain yang bisa ia jangkau dengan mengikuti panggilan yang Yesus segera perluas kepada dia, untuk keluar bersama murid-murid yang lain untuk memberitakan kerajaan.].

Catatan: kata Yunani yang diterjemahkan ‘beritakanlah dimana-mana’ adalah διάγγελλε (diangelle). Jadi memang kata kerja itu mengandung kata Yunani DIA.

 

Lenski: “The harshness thus fades except for the sentimentality of the worldly-minded who are great on odorous flowers and meaningless words for the dead while they blink at the harsh reality of death itself and of that which is worse, spiritual death and eternal damnation. The manly, bracing words of Jesus are better. The best balm for this son was to follow Jesus and to prepare for the work that Jesus had in store for him. Did he stay with Jesus? Would you have stayed if you had been in his shoes?” [= Dengan demikian kekerasan itu pudar / hilang kecuali untuk perasaan sentimentil dari orang yang berpikiran duniawi yang menonjol / sangat ahli tentang bunga-bunga yang berbau khusus dan kata-kata tak berarti untuk orang mati, sedangkan mereka mengabaikan realita yang keras dari kematian itu sendiri dan yang lebih buruk dari itu, kematian rohani dan penghukuman kekal. Kata-kata yang berani dan menguatkan dari Yesus adalah lebih baik. Balsem yang terbaik untuk anak laki-laki ini adalah mengikuti Yesus dan untuk mempersiapkan bagi pekerjaan yang Yesus simpan bagi dia. Apakah ia tinggal bersama Yesus? Apakah engkau akan tinggal seandainya engkau berada di tempatnya?].

 

 

J. C. Ryle: The second of our Lord’s sayings is addressed to one whom He invited to follow Him. The answer He received was a very remarkable one. ‘Lord,’ said the man, ‘suffer me first to go and bury my father.’ - The thing he requested was in itself harmless. But the time at which the request was made was unseasonable. Affairs of far greater importance than even a father’s funeral demanded the man’s immediate attention. There would always be plenty of people ready and fit to take charge of a funeral. But there was at that moment a pressing want of laborers to do Christ’s work in the world. And hence the man’s request drew from our Lord the solemn reply, - ‘Let the dead bury their dead, but go thou and preach the kingdom of God.’[= Kata-kata Yesus yang kedua ditujukan kepada seseorang yang Ia undang untuk mengikuti Dia. Jawaban yang Ia terima merupakan suatu jawaban yang layak diperhatikan. ‘Tuhan’, kata orang itu, ‘ijinkanlah aku pergi dahulu untuk menguburkan bapaku’. - Hal yang ia minta dalam dirinya sendiri merupakan sesuatu yang tidak berbahaya / tidak salah. Tetapi saat pada mana permintaan itu dibuat adalah tidak tepat. Urusan-urusan yang jauh lebih penting bahkan dari penguburan seorang bapa menuntut perhatian langsung / segera dari orang ini. Di sana selalu ada banyak orang yang siap dan cocok untuk bertanggung-jawab tentang sebuah penguburan. Tetapi di sana pada saat itu ada suatu kebutuhan yang mendesak dari pekerja-pekerja untuk melakukan pekerjaan Kristus di dunia. Dan karena itu permintaan orang itu menarik dari Tuhan kita jawaban yang keramat / kudus, - ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka, tetapi pergilah engkau dan beritakanlah kerajaan Allah’.] - Libronix.

 

J. C. Ryle: Let us learn, from this saying, to beware of allowing family and social duties to interfere with our duty to Christ. Funerals, and marriages, and visits of courtesy, and the like, unquestionably are not in themselves sinful. But when they are allowed to absorb a believer’s time, and keep him back from any plain religious duty, they become a snare to his soul. That the children of the world, and the unconverted, should allow them to occupy all their time and thoughts is not wonderful. They know nothing higher, and better, and more important. ‘Let the dead bury their dead.’ - But the heirs of glory, and children of the King of kings, should be men of a different stamp. They should declare plainly, by their conduct, that the world to come is the great reality which fills their thoughts. They should not be ashamed to let men see that they have no time either to rejoice or to sorrow like others who have no hope. (1 Thess. 4:13.) Their Master’s work waits for them, and their Master’s work must have the chief place in their hearts. [= Hendaklah kita belajar, dari kata-kata ini, untuk hati-hati dalam mengijinkan kewajiban-kewajiban keluarga dan sosial mencampuri kewajiban kita kepada Kristus. Penguburan-penguburan, dan pernikahan-pernikahan, dan kunjungan-kunjungan kesopanan, dan sebagainya, dalam diri mereka sendiri jelas bukanlah dosa. Tetapi pada waktu mereka diijinkan untuk mengambil / menghabiskan waktu dari seorang percaya, dan menahan dia dari kewajiban agamawi yang jelas apapun, mereka menjadi suatu jerat bagi jiwanya. Bahwa anak-anak dari dunia, dan orang-orang yang belum bertobat, mengijinkan mereka untuk memenuhi seluruh waktu dan pikiran mereka, bukanlah sesuatu yang mengherankan. Mereka tidak mengetahui apapun yang lebih tinggi, dan lebih baik, dan lebih penting. ‘Biarlah orang mati menguburkan orang mati mereka’. - Tetapi pewaris-pewaris dari kemuliaan, dan anak-anak dari Raja atas segala raja, haruslah merupakan orang-orang dari suatu kwalitas / ciri-ciri yang berbeda (bdk. Ro 12:2). Mereka harus menyatakan secara jelas, oleh tingkah laku mereka, bahwa dunia yang akan datang merupakan suatu realita yang besar yang memenuhi pikiran mereka. Mereka tidak boleh malu untuk membiarkan orang-orang melihat bahwa mereka tidak mempunyai waktu atau untuk bersukacita atau bersedih seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan. (1Tes 4:13). Pekerjaan dari Tuan mereka menunggu mereka, dan pekerjaan dari Tuan mereka harus mendapat tempat terutama dalam hati mereka.] - Libronix.

Ro 12:2 - Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah: apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna..

1Tes 4:13 - Selanjutnya kami tidak mau, saudara-saudara, bahwa kamu tidak mengetahui tentang mereka yang meninggal, supaya kamu jangan berdukacita seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan..

 

J. C. Ryle: ‘First to go and bury my father.’ There is probably more implied in this expression than at first sight appears. It means something more than merely attending the funeral of a deceased parent. Theophylact and Pellican think that it means, ‘to take care of a father until he is dead,’ and that it implies a wish to attend upon an aged father during all the infirmities of his latter days, until he was released by death. Heinsius thinks that there is a reference to the many tedious and superstitious practices of the Jews in connection with deaths and funerals, such as a seven days’ lamentation before the burial of a father, and a year’s special mourning after his funeral. There is some probability in both these opinions. [= ‘Pertama-tama pergi dan menguburkan bapaku’. Di sana mungkin tersirat lebih banyak dalam ungkapan ini dari pada yang terlihat pada pandangan pertama. Itu berarti sesuatu yang lebih dari semata-mata menghadiri penguburan dari orang tua yang mati. Theophylact dan Pellican berpikir bahwa itu berarti ‘memelihara seorang bapa sampai ia mati’, dan itu secara implicit menunjukkan suatu keinginan untuk mengurusi seorang bapa yang sudah tua dalam semua kelemahan-kelemahan dari hari-hari akhirnya, sampai ia dibebaskan oleh kematian. Heinisius berpikir bahwa di sana ada suatu referensi pada banyak praktek-praktek yang berjalan secara lambat dan bersifat tahyul dari orang-orang Yahudi berhubungan dengan kematian dan penguburan, seperti suatu ratapan selama 7 hari sebelum penguburan seorang bapa, dan suatu perkabungan selama 1 tahun setelah penguburannya. Di sana ada kemungkinan dalam kedua pandangan ini.] - Libronix.

Catatan: tentang ratapan selama 7 hari sebelum penguburan itu, saya kira tidak benar. Banyak penafsir yang mengatakan bahwa tradisi Yahudi adalah mengubur orang mati pada hari itu juga. Atau paling lambat pada hari berikutnya. Ini akan saya bahas belakangan.

 

William Hendriksen (tentang Luk 9:59): “While the first aspirant offered to follow Jesus, this man is asked by Jesus to follow. He evidently belonged to that large group of people that had been impressed by the words and works of Jesus. ... In the wider sense of the term he was therefore a disciple of Jesus. His desire is to become a disciple in the more narrow sense, a steady follower, one who belongs to the inner circle. However, he does not seem to be quite ready to take this step immediately. ... His father has just died. So this aspirant asks Jesus to allow him first to go home and bury his father. According to custom, burial generally took place very soon after death (John 11:1, 14, 17; Acts 5:5, 6, 10). In Israel giving an honorable burial to the dead was considered a duty and a kindness (Mic. 6:8) that ranked higher than any other service requiring attention. Filial piety obliged a son to attend to this bestowal of the final act of devotion. Cf. Gen. 25:9; 35:29; 49:28–50:3; 50:13, 14, 26; Josh. 24:29, 30; etc. According to the rabbis, providing a decent burial for one’s dear one took precedence over almost everything else, including attending religious services, studying the law, etc. It is not surprising therefore that Jesus was asked by this man for permission to first bury his father. On the surface the request for delay seemed to be reasonable.” [= Sementara calon yang pertama menawarkan untuk mengikut Yesus, orang ini diminta oleh Yesus untuk mengikut. Ia jelas termasuk dalam kelompok besar orang-orang itu yang telah dibuat berkesan oleh kata-kata dan pekerjaan-pekerjaan Yesus. ... Karena itu, dalam arti yang lebih luas dari istilah itu, ia adalah seorang murid Yesus. Keinginannya adalah untuk menjadi seorang murid dalam arti yang lebih sempit, seorang pengikut tetap, seseorang yang termasuk dalam lingkaran dalam. Tetapi ia tidak kelihatan sebagai cukup siap untuk mengambil langkah pertama dengan segera. ... Bapanya baru saja mati. Jadi calon ini meminta Yesus untuk mengijinkan dia untuk pulang ke rumah dulu dan menguburkan bapanya. Menurut tradisi / kebiasaan, penguburan biasanya terjadi sangat cepat setelah kematian (Yoh 11:1,14,17; Kis 5:5,6,10). Di Israel memberikan suatu penguburan yang terhormat kepada orang mati dianggap sebagai suatu kewajiban dan suatu kebaikan (Mikha 6:8) yang lebih tinggi tingkatnya dari pada pelayanan lain apapun yang membutuhkan perhatian. Kesalehan yang berhubungan dengan orang tua mewajibkan seorang anak untuk menghadiri pemberian tindakan pembaktian akhir ini. Bdk. Kej 25:9; 35:29; 49:28-50:3; 50:13,14,26; Yos 24:29,30; dsb. Menurut rabi-rabi, menyediakan suatu penguburan yang cukup baik untuk orang yang dikasihi harus diprioritaskan atas hampir segala sesuatu, termasuk menghadiri kebaktian agamawi, belajar hukum Taurat, dsb. Karena itu tidak mengherankan bahwa Yesus diminta oleh orang ini untuk mengijinkan untuk lebih dulu menguburkan bapanya. Di permukaan, permintaan untuk penundaan itu kelihatannya cukup masuk akal.].

 

Mikha 6:8 - “‘Hai manusia, telah diberitahukan kepadamu apa yang baik. Dan apakah yang dituntut TUHAN dari padamu: selain berlaku adil, mencintai kesetiaan, dan hidup dengan rendah hati di hadapan Allahmu?’”. Saya berpendapat ayat ini tidak cocok sama sekali.

 

Kej 25:7-10 - “(7) Abraham mencapai umur seratus tujuh puluh lima tahun, (8) lalu ia meninggal. Ia mati pada waktu telah putih rambutnya, tua dan suntuk umur, maka ia dikumpulkan kepada kaum leluhurnya. (9) Dan anak-anaknya, Ishak dan Ismael, menguburkan dia dalam gua Makhpela, di padang Efron bin Zohar, orang Het itu, padang yang letaknya di sebelah timur Mamre, (10) yang telah dibeli Abraham dari bani Het; di sanalah terkubur Abraham dan Sara isterinya.”.

 

Kej 35:29 - “Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya; ia tua dan suntuk umur, maka Esau dan Yakub, anak-anaknya itu, menguburkan dia.”.

 

Yos 24:29-30 - “(29) Dan sesudah peristiwa-peristiwa ini, maka matilah Yosua bin Nun, hamba TUHAN itu, ketika berumur seratus sepuluh tahun. (30) Lalu ia dikuburkan di daerah milik pusakanya, di Timnat-Serah yang di pegunungan Efraim, di sebelah utara gunung Gaas..

 

Saya berpendapat ayat terakhir ini tak cocok, karena tak dikatakan bahwa anak-anak Yosua menguburkan bapanya.

 

William Hendriksen (tentang Luk 9:60): “What Jesus means is clear enough, namely, ‘Let those who are spiritually dead tend to the funeral of one who belongs to their own company.’ The question might be asked, however, ‘Why did not Jesus consent to this request, especially since this aspirant, having performed his functions in connection with the funeral of his father, could then immediately return, to be with Jesus?’ Various possibilities occur to the mind: 1. As customarily conducted, funeral ceremonies were not exactly conducive to spiritual growth and edification. They were noisy affairs, often characterized by excessive and hypocritical mourning. See Matt. 9:23, 24; Mark 5:38-40; Luke 8:52, 53: vociferous wailing suddenly changes into derisive laughter. Jesus wanted to spare the man this agony. He wanted him to receive a blessing for himself and to be a blessing to others by spending much time with the Savior, so that, thus strengthened in the faith, this ‘disciple’ would be able to ‘proclaim the kingdom of God,’ as Jesus orders him to do. 2. As the parallel passage (Matt. 8:18) indicates, Jesus had already issued the order to leave and was about to embark. If this man wanted to be in Christ’s immediate company he must therefore join right now. Others could attend to the funeral. 3. The fact that Jesus is sovereign Lord, and that following him means doing whatever he commands, without any qualification, condition, or reservation, must be deeply impressed upon the mind and heart of this man (cf. John 15:14). Jesus knew that the aspirant was the kind of individual who stood in special need of being reminded of this. 4. Jesus wishes to teach him that in the kingdom of heaven the ties pertaining to earthly family life are superseded by those that knit together the members of the heavenly or spiritual family (cf. Luke 8:19-21 and see N.T.C. on Eph. 3:14, 15).” [= Apa yang Yesus maksudkan adalah cukup jelas, yaitu, ‘Biarlah mereka yang mati secara rohani mengurusi penguburan dari orang yang termasuk dalam kelompok mereka sendiri’. Tetapi bisa ditanyakan pertanyaan ini, ‘Mengapa Yesus tidak menyetujui permohonan ini, khususnya karena calon ini, setelah melaksanakan upacara-upacaranya berhubungan dengan penguburan bapanya, lalu bisa segera kembali, untuk bersama dengan Yesus?’ Bermacam-macam kemungkinan bisa dipikirkan: 1. Sebagaimana diatur secara tradisi, upacara-upacara penguburan sama sekali tidak memberikan sumbangsih pada pertumbuhan dan pendidikan rohani. Mereka adalah urusan-urusan yang ribut / mengeluarkan banyak suara, sering digambarkan oleh perkabungan yang berlebihan dan bersifat munafik. Lihat Mat 9:23,24; Mark 5:38-40; Luk 8:52,53: ratapan yang keras yang tiba-tiba berubah menjadi tawa (tertawa) yang bersifat mengejek. Yesus ingin / mau menjaga orang ini dari penderitaan / pergumulan ini. Ia mau orang ini menerima suatu berkat bagi dirinya sendiri dan menjadi berkat bagi orang-orang lain dengan menghabiskan banyak waktu bersama sang Juruselamat, sehingga, dikuatkan seperti itu dalam iman, ‘murid’ ini bisa ‘memberitakan kerajaan Allah’, seperti yang Yesus perintahkan ia untuk lakukan. 2. Seperti text paralelnya (Mat 8:18) tunjukkan, Yesus telah mengeluarkan perintah untuk pergi dan sudah mau naik kapal / perahu. Jika orang ini mau untuk berada dalam kumpulan yang dekat dari Kristus, maka ia harus bergabung sekarang juga. Orang-orang lain bisa menghadiri penguburan. 3. Fakta bahwa Yesus adalah Tuhan yang berdaulat, dan bahwa mengikuti Dia berarti melakukan apapun yang Ia perintahkan, tanpa persyaratan, kondisi, atau perkecualian, harus berkesan secara mendalam pada pikiran dan hati dari orang ini (bdk. Yoh 15:14). Yesus tahu bahwa calon itu adalah jenis orang yang berada dalam kebutuhan khusus untuk diingatkan tentang hal ini. 4. Yesus ingin untuk mengajar dia bahwa dalam kerajaan surga hubungan-hubungan berkenaan dengan kehidupan keluarga duniawi digantikan oleh hubungan-hubungan yang mempersatukan bersama-sama anggota-anggota dari keluarga surgawi atau rohani (bdk. Luk 8:19-21 dan lihat N.T.C. tentang Ef 3:14,15).].

 

Mat 9:23-24 - “(23) Ketika Yesus tiba di rumah kepala rumah ibadat itu dan melihat peniup-peniup seruling dan orang banyak ribut, (24) berkatalah Ia: ‘Pergilah, karena anak ini tidak mati, tetapi tidur.’ Tetapi mereka menertawakan Dia.”. Mark 5:38-40 dan Luk 8:52-53 adalah text-text paralelnya, jadi tak perlu saya berikan di sini, karena kurang lebih sama.

 

Mat 8:18 - “Ketika Yesus melihat orang banyak mengelilingiNya, Ia menyuruh bertolak ke seberang.”.

Ayat ini persis mendahului cerita ini dalam Injil Matius.

 

Yoh 15:14 - “Kamu adalah sahabatKu, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”. Saya berpendapat ayat ini tak cocok untuk digunakan.

 

Luk 8:19-21 - “(19) Ibu dan saudara-saudara Yesus datang kepadaNya, tetapi mereka tidak dapat mencapai Dia karena orang banyak. (20) Orang memberitahukan kepadaNya: ‘IbuMu dan saudara-saudaraMu ada di luar dan ingin bertemu dengan Engkau.’ (21) Tetapi Ia menjawab mereka: ‘IbuKu dan saudara-saudaraKu ialah mereka, yang mendengarkan firman Allah dan melakukannya.’”.

 

Barclay (tentang Mat 9:18-19,23-26): There was wailing for the dead. In a house of grief, an incessant wailing was kept up. The wailing was done by professional wailing women. [= Di sana ada ratapan untuk orang mati. Dalam sebuah rumah kesedihan, suatu ratapan yang tanpa henti dipertahankan. Ratapan dilakukan oleh perempuan-perempuan peratap profesional.].

Saya yakin ini yang dikatakan oleh William Hendriksen sebagai ‘perkabungan yang berlebihan dan bersifat munafik’.

 

 

-bersambung-

 

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

 

 


 

Marshall I. H. Marshall, The Gospel of Luke: A Commentary on the Greek Text (Paternoster, 1978).