Pelayanan
Elia
oleh:
Pdt. Budi Asali MDiv.
II
RAJA-RAJA 1:1-6
I. Dosa Ahazia (1Raja
22:52-54).
Catatan:
Keil & Delitzsch menganggap bahwa jauh lebih cocok jika kitab 2Raja-raja
dimulai pada 1Raja 22:52.
1Raja 22:52-54 ini menunjukkan
jahatnya Ahazia. Ia mengikuti ayahnya dan ibunya dengan menyembah berhala.
Seharusnya Ahazia belajar dari kema-tian ayahnya dan bertobat dari dosa-dosa
ayahnya, tetapi ia sebaliknya justru mengikuti kehidupan ayahnya.
Seorang penafsir bahkan
mengatakan bahwa Ahazia lebih jahat dari Ahab.
Pulpit Commentary:
"he went beyond his father in the
great sin for which his father was punished, viz. apostasy from Jehovah to Baal.
Ahab had always been half-hearted in his irreligion - he would, and he would
not; he strove to combine an acknowledgment of Jehovah with a practical devotion
to his rival; he gave both his sons names which placed them under the protection
of Israel’s true God; he at one time ‘humbled himself before Jehovah,’ and
‘fasted, and lay in sackcloth, and went softly’ (1Kings 21:27,29); ...
Ahaziah acted differently. He was a consistent, thorough-faced, out-and out
idolater. Jehovah was nothing to him; Baal was everything"
[= ia melampaui ayahnya dalam dosa yang besar untuk mana ayahnya dihukum, yaitu
kemurtadan dari Yehovah kepada Baal. Ahab selalu setengah hati dalam
ketidakberagamaannya - sebentar ia demikian, sebentar lagi tidak; ia berusaha
menggabungkan pengakuan terhadap Yehovah dengan pembaktian praktis kepada
sainganNya; ia memberikan kedua anaknya nama yang meletakkan mereka di bawah
perlindungan Allah Israel yang benar; pada satu saat ia ‘merendahkan dirinya
di hadapan Yehovah’, dan ‘berpuasa, dan mengenakan kain kabung, dan berjalan
dengan perlahan’ (1Raja 21:27,29); ... Ahazia bertindak secara berbeda. Ia
adalah orang yang penyembah berhala yang konsisten, sepenuhnya, dan sempurna.
Yehovah bukan apa-apa baginya; Baal adalah segala-galanya] - hal 5.
Catatan:
nama yang diberikan oleh Ahab kepada 2 anaknya adalah:
(‘The New
Bible Dictionary’).
II. Tuhan menghukum Ahazia
dengan penderitaan (ay 1-2a).
1. Pemberontakan Moab (ay 1 bdk. 2Raja 3:5).
Moab
yang pada jaman Hakim-hakim pernah menaklukkan Israel (Hak 3:12-14), mulai jaman
Daud justru ditaklukkan oleh Israel (2Sam 8:2). Beberapa penafsir mengatakan
bahwa Moab berontak dan membebaskan dirinya dari Israel pada jaman Salomo atau
pada saat kematian Salomo, tetapi pada jaman Omri (ayah dari Ahab) mereka
kembali ditaklukkan. Kematian Ahab dipakai oleh Moab sebagai kesempatan untuk
memberontak lagi. Sekalipun tidak dinyatakan dalam Kitab Suci, tetapi ada
kemungkinan bahwa pemberontakan Moab ini merupakan hukuman Tuhan terhadap
Ahazia.
2.
Jatuhnya Ahazia dari kisi-kisi kamar atasnya (ay 2).
a. Hal remeh / ‘kebetulan’ merupakan pekerjaan Tuhan.
Pulpit
Commentary: "The
fainéant king came to his end in a manner: 1. Sufficiently simple. Idly
lounging at the projecting lattice window of his palace in Samaria - perhaps
leaning against it, and gazing from his elevating position on the fine prospect
that spreads itself around - his support suddenly gave way, and he was
precipitated to the ground, or courtyard, below. He is picked up, stunned, but
not dead, and carried to his couch. It is, in common speech, an accident - some
trivial neglect of a fastening - but it terminated this royal career. On such
slight contingencies does human life, the change of rulers, and often the course
of events in history, depend. We cannot sufficiently ponder that our existence
hangs by the finest thread, and that any trivial cause may at any moment cut it
short (Jas. 4:14). 2. Yet providential. God’s providence is to be recognized
in the time and manner of this king’s removal. He had ‘provoked to anger the
Lord God of Israel’ (1Kings 22:53), and God in this sudden way cut him off.
This is the only rational view of the providence of God, since, as we have seen,
it is from the most trivial events that the greatest results often spring. The
whole can be controlled only by the power that concerns itself with the details.
A remarkable illustration is afforded by the death of Ahaziah’s own father.
Fearing Micaiah’s prophecy, Ahab had disguised himself on the field of battle,
and was not known as the King of Israel. But he was not, therefore, to escape. A
man in the opposing ranks ‘drew a bow at a venture,’ and the arrow, winged
with a Divine mission, smote the king between the joints of his armour, and slew
him (1Kings 22:34). The same minute providence which guided that arrow now
presided over the circumstances of Ahaziah’s fall. There is in this doctrine,
which is also Christ’s (Matt. 10:29,30), comfort for the good, and warning for
the wicked. The good man acknowledges, ‘My times are in thy hand’ (Ps.
31:15), and the wicked man should pause when he reflects that he cannot take his
out of that hand" [= Raja yang malas
sampai pada akhir hidupnya dengan cara: 1. Cukup sederhana. Duduk secara malas
pada kisi-kisi jendela yang menonjol dari istananya di Samaria - mungkin
bersandar padanya, dan memandang dari posisinya yang tinggi pada pemandangan
yang indah di sekitarnya - sandarannya tiba-tiba patah, dan ia jatuh ke tanah
atau halaman di bawah. Ia diangkat, pingsan, tetapi tidak mati, dan dibawa ke
dipan / ranjangnya. Dalam pembicaraan umum itu disebut suatu kecelakaan /
kebetulan - suatu kelalaian yang remeh dalam pemasangan (jendela / kisi-kisi) -
tetapi itu mengakhiri karir kerajaannya. Pada hal-hal kebetulan / tak tentu yang
remeh seperti ini tergantung hidup manusia, pergantian penguasa / raja, dan
seringkali rangkaian dari peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Kita tidak bisa
terlalu banyak dalam merenungkan bahwa keberadaan kita tergantung pada benang
yang paling tipis, dan bahwa setiap saat sembarang penyebab yang remeh bisa
memutuskannya (Yak 4:14). 2. Tetapi bersifat providence. Providensia ilahi /
pelaksanaan rencana Allah harus dikenali dalam waktu dan cara penyingkiran raja
ini. Ia telah ‘menimbulkan kemarahan / sakit hati Tuhan, Allah Israel’
(1Raja 22:54), dan Allah dengan cara mendadak ini menyingkirkannya. Ini
merupakan satu-satunya pandangan rasionil tentang providensia Allah, karena,
seperti telah kita lihat, adalah dari peristiwa yang paling remehlah sering
muncul akibat yang terbesar. Seluruhnya bisa dikontrol hanya oleh kuasa yang
memperhatikan hal-hal yang kecil. Suatu ilustrasi yang hebat / luar biasa
diberikan oleh kematian dari ayah Ahazia sendiri. Karena takut pada nubuat
Mikha, Ahab menyamar dalam medan pertempuran, dan tidak dikenal sebagai raja
Israel. Tetapi hal itu tidak menyebabkannya lolos. Seseorang dari barisan lawan
‘menarik busurnya secara untung-untungan / sembarangan’ dan anak panah itu,
terbang dengan misi ilahi, mengenai sang raja di antara sambungan baju zirahnya,
dan membunuhnya (1Raja 22:34). Providensia yang sama seksamanya, yang memimpin
anak panah itu, sekarang memimpin / menguasai situasi dan kondisi dari kejatuhan
Ahazia. Dalam doktrin / ajaran ini, yang juga merupakan ajaran Kristus (Mat
10:29-30), ada penghiburan untuk orang baik / saleh, dan peringatan untuk orang
jahat. Orang baik mengakui: ‘Masa hidupku ada dalam tanganMu’ (Maz 31:16),
dan orang jahat harus berhenti ketika ia merenungkan bahwa ia tidak bisa
mengambil masa hidupnya dari tangan itu]
- hal 13-14.
Catatan:
1Raja 22:53 dalam Kitab Suci Inggris adalah 1Raja 22:54 dalam Kitab Suci
Indonesia.
b.
Hukuman tetapi juga belas kasihan.
Sekalipun
jatuhnya Ahazia dari kisi-kisi kamar atasnya ini merupakan hukuman Tuhan, tetapi
sebetulnya hukuman ini masih mengandung belas kasihan Tuhan, karena melalui
penderitaan / sakitnya di sini ia mendapat kesempatan untuk merenungkan hidupnya
dan bertobat dari dosa-dosanya.
III. Sikap
Ahazia dalam penderitaan (ay 2b).
Menghadapi penderitaan yang
merupakan hukuman Tuhan, Ahazia justru makin berdosa, dengan minta petunjuk
kepada Baal-zebub (ay 2b).
1. Istilah ‘Baal-zebub’.
Istilah
‘Baal-Zebub’ artinya adalah ‘Lord
(i.e averter) of flies’ [= Tuhan (yaitu
pencegah) dari lalat].
Daily
Bible Commentary, vol I: "...
‘Baal-zebub’ or ‘Lord of the flies’; this name appears to be a derisive
pun on the god’s real name ‘Baal-zebul’ meaning ‘Baal the
prince’" (= ... ‘Baal-zebub’
atau ‘Tuhan dari lalat-lalat’; nama ini kelihatannya merupakan permainan
kata-kata yang bersifat mengejek terhadap nama asli dari dewa itu yaitu
‘Baal-zebul’ yang berarti ‘Baal sang pangeran’)
- hal 321.
Catatan:
Dalam jaman Perjanjian Baru istilah Baal-zebul / Beelzebul menjadi nama / gelar
bagi setan / penghulu setan (Mat 10:25 Mat 12:24).
2. Ini
menunjukkan ketakutan Ahazia, dan juga kegelapan hati / pikirannya.
Bahwa
Ahazia minta petunjuk apakah ia bakal sembuh atau tidak, menunjukkan bahwa ia
takut mati. Mungkin ia minta petunjuk kepada dewanya dan bukannya kepada Allah,
karena pada saat ini ia pikir Allah tidak akan mau menolongnya, atau karena ia
memang betul-betul percaya kepada dewanya.
Pulpit Commentary: "Here is a king in
superstitious darkness. He had no knowledge of the true God, no enlightened
religious feeling, and he sent his messengers to an idol - the god of flies - to
know whether he should recover or not. What a humiliating condition for royalty
to be in! And yet it is a condition in which kings and princes are often
found" (= Di sini ada seorang raja
yang ada dalam kegelapan tahyul. Ia tidak mempunyai pengenalan terhadap Allah
yang benar, tidak mempunyai perasaan agama yang terang, dan ia mengirimkan
utusannya kepada dewa / berhala - allah dari lalat-lalat - untuk mengetahui
apakah ia akan pulih / sembuh atau tidak. Ini betul-betul merupakan keadaan yang
rendah bagi seorang raja! Tetapi itu merupakan keadaan di dalam mana
raja-raja dan pangeran-pengeran sering ditemukan)
- hal 12.
Bandingkan cerita tentang Ahazia ini dengan mantan Presiden Suharto
yang sakit, lalu dipanggilkan dukun / paranormal, yang lalu melarangnya makan
binatang bertanduk. Di jalan dr. Sutomo ada spanduk bertuliskan: ‘Suharto
sakit, dukun bermunculan’.
Kalau
saudara adalah orang yang juga mempunyai kepercayaan terhadap patung / berhala,
maka bacalah Yes 44:14-20 yang berbunyi sebagai berikut: "Mungkin
ia menebang pohon-pohon aras atau ia memilih pohon saru atau pohon tarbantin,
lalu membiarkannya tumbuh menjadi besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia
menanam pohon salam, lalu hujan membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api
bagi manusia, yang memakainya untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya
untuk membakar roti. Tetapi juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah
kepadanya; ia mengerjakannya menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya
dibakarnya dalam api dan di atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging
yang dipanggangnya itu sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha,
aku sudah menjadi panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu
dikerjakannya menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia
menyembah dan berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah
allahku!’ Orang seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti
apa-apa, sebab matanya melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan
hatinya tertutup juga, sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang
mempertimbangkannya, tidak ada cukup pengetahuan atau pengertian untuk
mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar dalam api dan di atas baranya juga
sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging, lalu kumakan. Masakan sisanya akan
kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku akan menyembah kepada kayu kering?’
Orang yang sibuk dengan abu belaka, disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia
tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau mengatakan: ‘Bukankah dusta yang
menjadi peganganku?’".
Text
Kitab Suci ini secara menyolok menunjukkan kebodohan penyembahan berhala /
patung, dan argumentasinya bisa saudara gunakan pada waktu menghadapi seorang
penyembah berhala!
IV.
Pengutusan nabi Elia (ay 3-6).
Tuhan mengutus nabi Elia untuk
berbicara kepada para utusan dari Ahazia, dan para utusan itu menyampaikannya
kepada Ahazia (ay 3-6).
Ada beberapa hal yang perlu
dibahas / diperhatikan di sini:
1. Bagian ini menunjukkan bahwa jatuhnya dan sakitnya Ahazia dalam
ay 2a merupakan hukuman / pekerjaan Tuhan.
Pulpit
Commentary: "The
divine side of the calamity which had befallen Ahaziah comes to light in this
message by the prophet. Ahaziah had forgotten God, but God had not forgotten
him. He is the ‘jealous God’ (Exod. 20:5), who takes the vindication of his
honour into his own hands" [= Sisi
ilahi dari bencana yang telah menimpa Ahazia menjadi jelas dalam pesan oleh nabi
ini. Ahazia telah melupakan Allah, tetapi Allah tidak melupakan dia. Ia adalah
‘Allah yang cemburu’ (Kel 20:5), yang menangani sendiri pembelaan
kehormatanNya] - hal 15.
Catatan:
satu hal yang harus diperhatikan adalah bahwa sekalipun di sini jatuhnya dan
sakitnya Ahazia merupakan hukuman Tuhan, tetapi ini tidak berarti bahwa setiap
orang yang jatuh / sakit pasti mengalami semua itu karena hukuman Tuhan! Hal
seperti ini juga berlaku untuk semua penderitaan yang lain.
2.
Allah ingin menunjukkan kepada Ahazia bahwa Baal-zebub tidak bisa mengetahui /
berbuat apapun. Yang mengetahui dan menetapkan hidup atau matinya Ahazia, bukan
Baal-zebub, tetapi Allah.
3.
Pada jaman Alkitab banyak nabi diberitahu oleh Tuhan tentang penyakit seseorang
seperti dalam peristiwa ini (contoh lain: nabi Ahia yang berbicara tentang anak
Yerobeam dalam 1Raja 14:5-dst.).
Jaman
sekarang ada banyak pengkhotbah / pendeta yang ingin meniru hal itu, mungkin
supaya dianggap sebagai nabi / dianggap penuh Roh. Mereka berkata dari mimbar
atau dari TV bahwa ada di antara jemaat / pemirsa TV ada seorang ibu yang sakit
telinga kirinya, atau seorang bapak yang sakit ginjalnya, dsb, dan mereka lalu
mendoakan orang itu dan menyatakan bahwa Yesus sudah menyembuhkannya. Apa
bedanya nabi-nabi jaman dulu dengan para pendeta jaman sekarang yang meniru
mereka? Bedanya adalah: pada jaman dulu nabi-nabi itu mengatakan hal itu dengan
pasti kepada seseorang yang specific / tertentu, sedangkan pada
jaman sekarang tidak demikian, tetapi mengatakan bahwa ada ‘seseorang’ atau
‘seorang ibu’ atau ‘seorang bapak’ (tanpa nama dan identitas yang jelas)
yang mempunyai penyakit tertentu. Jadi, penyakitnya disebutkan secara specific,
tetapi orangnya tidak. Dengan demikian bisa saja secara kebetulan
kata-katanya benar, dan kalau kata-katanya salah maka tidak ada orang yang tahu.
4.
Elia menegur seorang raja (ay 3-4,16).
Pulpit
Commentary: "The
thing called religion in many countries is just strong enough to reprove the
poor, but too weak to thunder reproof into the ear of the corrupt and pleasure
seeking monarchs" (= Hal yang disebut
agama dalam banyak negara hanya cukup kuat untuk menegur / memarahi orang
miskin, tetapi terlalu lemah untuk meneriakkan teguran / celaan ke telinga dari
raja-raja yang jahat dan yang hanya mencari kesenangan dirinya sendiri) - hal 12.
Penerapan:
apakah saudara hanya berani menegur orang kecil / miskin, atau juga orang besar
/ kaya?
5.
Bahwa Ahazia mempercayai berhala / dewa, dan pada waktu sakit ia tetap mencari
petunjuk kepada berhala / dewa, menjadi penyebab kehancuran / kematiannya (bdk.
ay 4b,6b,16 yang memberitakan / menubuatkan kematian Ahazia).
Cerita tentang Ahazia ini mirip dengan cerita tentang raja Ahas
dalam 2Taw 28:23 - "Dalam keadaan
terdesak itu raja Ahas ini, malah semakin berubah setia terhadap TUHAN. Ia
mempersembahkan korban kepada para allah orang Damsyik yang telah mengalahkan
dia. Pikirnya: ‘Yang membantu raja-raja orang Aram adalah para allah mereka;
kepada merekalah aku akan mempersembahkan korban, supaya mereka membantu aku
juga.’ Tetapi allah-allah itulah yang menjadi sebab keruntuhan bagi dia dan
bersama-sama dengan dia seluruh Israel".
Penutup /
kesimpulan.
Tuhan sering memberikan hukuman
dalam bentuk penderitaan / penyakit, dengan tujuan supaya orangnya merenungkan
hidupnya yang jahat dan bertobat. Sekalipun ini adalah hukuman, tetapi ini juga
adalah belas kasihan, karena ini merupakan pemberian kesempatan untuk bertobat.
Tetapi kalau orangnya tetap tidak bertobat, apalagi kalau orangnya makin lari ke
dalam dosa, maka tidak bisa tidak Tuhan akan menghabisinya!
Nahum 1:3a - "TUHAN
itu panjang sabar dan besar kuasa, tetapi Ia tidak sekali-kali membebaskan dari
hukuman orang yang bersalah".
Ro 2:4-5 - "Maukah
engkau menganggap sepi kekayaan kemurahanNya, kesabaranNya dan kelapangan
hatiNya? Tidakkah engkau tahu, bahwa maksud kemurahan Allah ialah menuntun
engkau kepada pertobatan? Tetapi oleh kekerasan hatimu yang tidak mau bertobat,
engkau menimbun murka atas dirimu sendiri pada hari waktu mana murka dan hukuman
Allah yang adil akan dinyatakan".
Karena itu kalau saudara merasa
bahwa saudara mempunyai kehidupan yang berdosa, dan saudara belum mengenal Tuhan
Yesus, dan suatu hari saudara mengalami penderitaan yang hebat, maka ingatlah
bahwa sekalipun semua itu merupakan hukuman Tuhan, tetapi juga merupakan belas
kasihan Tuhan, dan bahkan panggilan Tuhan kepada saudara supaya saudara
bertobat. Karena itu, pada saat seperti itu janganlah justru menjauhi Tuhan
dengan pergi ke dukun / suhu atau berhala atau agama apapun. Datanglah kepada
Yesus, dan terimalah Dia sebagai Tuhan dan Juruselamat saudara!
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali