Pdt. Budi Asali, M. Div.
(HP:
7064-1331 / 6050-1331)
http://www.golgothaministry.org
XXXX
BAG
08
Sekarang
mari kita memperhatikan apa yang Kitab Suci katakan tentang manusia yang sudah
jatuh ke dalam dosa itu:
1)
Manusia berdosa itu tidak bisa berbuat baik.
Ini
dinyatakan secara jelas oleh Kitab Suci.
a)
Kej 6:5 - “Ketika dilihat TUHAN bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala
kecenderungan hatinya selalu membuahkan
kejahatan semata-mata, ...”.
b)
Kej 8:21b - “Aku takkan mengutuk bumi ini lagi karena manusia, sekalipun yang
ditimbulkan hatinya adalah jahat dari sejak kecilnya”.
c)
Maz 58:4 - “Sejak lahir orang-orang fasik telah menyimpang, sejak dari kandungan
pendusta-pendusta telah sesat”.
d)
Yes 64:6a - “Demikianlah kami sekalian seperti seorang najis dan segala
kesalehan kami seperti kain kotor”.
Perhatikan
bahwa Yesaya tidak berkata ’segala kejahatan kami seperti kain kotor’
ataupun ‘sebagian kesalehan kami seperti kain kotor’, tetapi ‘segala
kesalehan kami seperti kain kotor’!
e)
Yer 4:22 - “Sungguh, bodohlah umatKu itu, mereka tidak mengenal Aku! Mereka
adalah anak-anak tolol, dan tidak mempunyai pengertian! Mereka
pintar untuk berbuat jahat, tetapi untuk berbuat baik mereka tidak tahu”.
f)
Yer 13:23 - “Dapatkah orang Etiopia mengganti kulitnya atau macan tutul mengubah
belangnya? Masakan kamu dapat berbuat baik, hai
orang-orang yang membiasakan diri berbuat jahat?”.
g)
Mat 7:16-18 - “(16) Dari buahnyalah kamu akan mengenal mereka.
Dapatkah orang memetik buah anggur dari semak duri atau buah ara dari rumput
duri? (17) Demikianlah setiap pohon yang baik menghasilkan buah yang baik,
sedang pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik. (18) Tidak
mungkin pohon yang baik itu menghasilkan buah yang tidak baik, ataupun pohon
yang tidak baik itu menghasilkan buah yang baik”.
Catatan: ada pro kontra apakah ‘buah’ menunjuk
pada pengajaran atau perbuatan / tingkah laku. Saya sendiri condong bahwa
‘buah’ menunjuk pada perbuatan / tingkah laku.
Mat 7:16-18
menunjukkan bahwa pohon yang tidak baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik.
Gara-gara dosa Adam, maka semua manusia lahir sebagai orang berdosa (pohon yang
tidak baik), dan karena itu jelas bahwa tidak ada orang yang bisa menghasilkan
buah yang baik / perbuatan baik.
John
Calvin:
“As if good fruits could come from an evil tree! (Cf. Matt. 7:18; Luke
6:43)” [= Seakan-akan buah-buah yang baik bisa keluar dari sebuah pohon
yang jahat / tidak baik (bdk. Mat 7:18; Luk 6:43)] - ‘Institutes of the
Christian Religion’, Book III, Chapter XV, no 6.
John
Murray:
“the truth of inability is expressly asserted: (i) Matt. 7:17-18
Matt. 12:33-35 Luke 6:43-45” [= kebenaran dari ketiak-mampuan
ditegaskan secara explicit: (i) Mat
7:17-18 Mat 12:33-35 Luk 6:43-45] - ‘Collected Writings of
John Murray’, vol II, hal 84.
Matthew
Henry (tentang Mat 7:16):
“A
good tree cannot bring forth evil fruit; and a corrupt tree cannot bring forth
good fruit, nay, it cannot but bring forth evil fruit. But then that must be
reckoned the fruit of the tree which it brings forth naturally and which is its
genuine product - which it brings forth plentifully and constantly and which is
its usual product. Men are known, not by particular acts, but by the course and
tenour of their conversation, and by the more frequent acts, especially those
that appear to be free, and most their own, and least under the influence of
external motives and inducements” (= Sebuah pohon yang baik tidak bisa
menghasilkan buah yang jahat / tidak baik; dan sebuah pohon yang jahat / tidak
baik tidak bisa menghasilkan buah yang baik, tidak, itu tidak bisa menghasilkan
apapun kecuali buah yang jahat / tidak baik. Tetapi lalu itu harus dianggap buah
dari pohon yang dihasilkannya secara alamiah dan terus menerus dan yang
merupakan hasilnya yang biasa. Manusia dikenal, bukan oleh tindakan-tindakan
khususnya, tetapi oleh jalan dan arah dari tingkah laku mereka, dan oleh
tindakan-tindakan yang lebih sering, khususnya tindakan-tindakan yang
kelihatannya bebas, dan paling merupakan tindakan-tindakan mereka sendiri, dan
paling sedikit berada di bawah pengaruh dari motivasi-motivasi luar dan
bujukan-bujukan).
h)
Yoh 8:34b - “setiap orang yang berbuat dosa adalah hamba
dosa”.
Istilah
‘hamba’ perlu ditekankan di sini. Dengan manusia dinyatakan sebagai ‘hamba
dosa’, itu jelas menunjukkan bahwa ia selalu / terus menerus menuruti dosa,
dan tidak bisa berbuat baik. Ini dinyatakan secara lebih jelas oleh Ro 6:16-17,20-21.
i) Ro 6:16-17,20-21 - “(16)
Apakah kamu tidak tahu, bahwa apabila kamu menyerahkan dirimu kepada seseorang
sebagai hamba untuk mentaatinya, kamu adalah hamba orang itu, yang harus kamu
taati, baik dalam dosa yang memimpin kamu kepada kematian, maupun dalam ketaatan
yang memimpin kamu kepada kebenaran? (17) Tetapi syukurlah kepada Allah! Dahulu
memang kamu hamba dosa, tetapi sekarang kamu dengan segenap hati telah mentaati
pengajaran yang telah diteruskan kepadamu. ... (20) Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran. (21) Dan buah
apakah yang kamu petik dari padanya? Semuanya itu menyebabkan kamu merasa malu
sekarang, karena kesudahan semuanya itu ialah kematian”.
Perhatikan
khususnya Ro 6:20 yang berbunyi: “Sebab
waktu kamu hamba dosa, kamu bebas dari kebenaran”.
Istilah ‘bebas dari kebenaran’
itu jelas menunjukkan bahwa manusia berdosa itu tidak bisa berbuat apapun yang
benar!
j)
Yoh 15:4-5 - “(4) Tinggallah di dalam Aku dan Aku di dalam kamu. Sama seperti ranting
tidak dapat berbuah dari dirinya sendiri, kalau ia tidak tinggal pada
pokok anggur, demikian juga kamu tidak berbuah, jikalau kamu tidak tinggal di
dalam Aku. (5) Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya. Barangsiapa
tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di
luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa”.
Ini
jelas menunjukkan bahwa sama seperti ranting anggur tidak bisa berbuah kalau
tidak melekat pada pokok anggur, demikian juga manusia di luar Kristus sama
sekali tidak bisa berbuat apapun yang baik.
k)
Ro 7:18-19 - “(18) Sebab aku tahu bahwa di dalam aku
sebagai manusia, tidak ada sesuatu yang baik.
Sebab kehendak memang ada di dalam aku,
tetapi bukan hal berbuat apa yang baik. (19) Sebab bukan apa yang aku kehendaki, yaitu yang baik, yang aku perbuat,
melainkan apa yang tidak aku kehendaki, yaitu yang jahat, yang aku perbuat”.
Dari
ayat ini kelihatan sepintas bahwa dalam diri manusia ada kehendak yang baik
(bagian yang saya beri garis bawah ganda). Tetapi jelas bahwa ayat ini tidak
boleh ditafsirkan bahwa dalam diri manusia berdosa di luar Kristus itu
sendiri bisa ada kehendak yang baik, karena:
1.
Penafsiran ini akan bertentangan dengan Ro 7:18nya yang mengatakan ‘tidak
ada sesuatu yang baik’.
2.
Penafsiran ini juga akan bertentangan dengan Fil 2:13 yang berbunyi:
Fil 2:13
berbunyi: “karena Allahlah yang
mengerjakan di dalam kamu baik kemauan maupun pekerjaan menurut
kerelaanNya”.
Ini
terjemahannya kurang jelas. Perhatikan terjemahan-terjemahan Kitab Suci bahasa
Inggris di bawah ini:
KJV:
“For
it is God which worketh in you both to will and to do
of his good pleasure” (= Karena Allahlah yang bekerja dalam kamu baik
untuk menghendaki maupun untuk melakukan kehendakNya yang baik).
RSV:
“for
God is at work in you, both to will and to work
for his good pleasure” (= karena Allah bekerja dalam kamu, baik
untuk menghendaki maupun untuk mengerjakan untuk kehendakNya yang
baik).
NASB:
“for
it is God who is at work in you, both to will and to
work for His good pleasure” (= karena Allahlah yang bekerja
dalam kamu, baik untuk menghendaki maupun untuk
mengerjakan untuk kehendakNya yang baik).
NIV:
“for
it is God who works in you to will and to act
according to his good purpose” (= karena Allahlah yang bekerja dalam kamu untuk
menghendaki dan untuk berbuat menurut rencanaNya yang baik).
Ini
menunjukkan bahwa baik keinginan maupun kemampuan untuk melakukan
apa yang baik itu datang dari Tuhan.
W.
G. T. Shedd:
“It is true that the ‘cannot’ is a ‘will not,’ but it is equally
true that the ‘will not’ is a ‘cannot.’ The sinful will is literally
unable to incline to good, apart from grace” (= Adalah benar bahwa
‘tidak bisa’ berarti ‘tidak mau’, tetapi secara sama adalah benar bahwa
‘tidak mau’ berarti ‘tidak bisa’. Kehendak yang berdosa secara hurufiah
tidak bisa condong pada yang baik, terpisah dari kasih karunia) - ‘Shedd’s
Dogmatic Theology’, vol II, hal 229.
Jadi,
Ro 7:18-19 ini bukan menggambarkan Paulus pada waktu belum kristen, tetapi
sesudah ia menjadi kristen (perhatikan bahwa ayat itu menggunakan present
tense, bukan past tense). Karena
itu ia sudah mempunyai kemauan / kehendak yang baik (dari Roh Kudus), tetapi
bagaimanapun apa yang ia capai / lakukan jauh lebih rendah dari apa yang ia
kehendaki, dan berdasarkan pengalaman itu ia menuliskan ayat itu.
l)
Ro 8:7-8 - “(7) Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena
ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang
tidak mungkin baginya. (8) Mereka yang hidup dalam daging, tidak
mungkin berkenan kepada Allah”.
m)Tit 1:15
- “Bagi orang suci semuanya suci;
tetapi bagi orang najis dan orang tidak beriman suatupun
tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati mereka najis”.
Catatan:
memang dari ayat-ayat di atas ada yang bisa ditafsirkan hanya berlaku untuk
orang-orang tertentu saja (misalnya Yer 4:22 di atas), tetapi pada
umumnya, bahkan sebetulnya mungkin bisa dikatakan semuanya, adalah ayat-ayat
yang berlaku umum (untuk semua manusia berdosa di luar Kristus).
Memang,
seperti telah dikatakan di atas, manusia bisa melakukan kebaikan-kebaikan sosial
/ lahiriah, misalnya pada waktu melihat orang miskin / menderita lalu
menolongnya, bahkan tanpa pamrih. Tetapi apakah itu
bisa disebut sebagai perbuatan baik di hadapan Allah? Tidak!
G.
I. Williamson:
“because man is corrupt and polluted in every part, he sins continually.
... He cannot do anything that is not sin from
God’s point of view” (= karena manusia itu rusak dan dikotori
dalam setiap bagian, ia berbuat dosa terus menerus. ... Ia tidak bisa melakukan
apapun yang bukan dosa dari sudut pandang Allah)
- ‘The Westminster Confession of
Faith’, hal 55.
Mengapa?
Karena dalam pandangan Tuhan, supaya suatu perbuatan bisa disebut baik, maka
harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
a)
Perbuatan baik itu harus timbul dari iman.
1.
Ibr 11:6a - “Tetapi tanpa iman tidak mungkin orang berkenan kepada Allah”.
2.
Ro 1:5 - “Dengan perantaraanNya kami menerima kasih karunia dan jabatan rasul untuk
menuntun semua bangsa, supaya mereka percaya dan taat
kepada namaNya”.
NIV: ‘to call people from among all the Gentiles to the obedience that comes from faith’ (= untuk memanggil
orang-orang dari antara orang-orang non Yahudi kepada ketaatan yang datang dari iman).
William Hendriksen (tentang Ro 1:5): “The purpose for which Paul was appointed was to bring about obedience of faith. Such obedience is based on faith and springs from
faith” (= Tujuan untuk mana Paulus
ditetapkan adalah untuk menimbulkan ketaatan
dari iman. Ketaatan seperti itu didasarkan pada
iman dan keluar / muncul dari iman) - hal 45.
Perlu
ditekankan di sini bahwa dalam kontex Kitab Suci, ‘iman’ artinya adalah
‘iman kepada Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat’. Jadi, ‘iman’ di
sini tidak bisa diartikan ‘iman dalam agama lain’, ataupun ‘iman kepada
Kristus sebagai dokter, penyembuh, pemberi berkat, dsb’.
b)
Perbuatan baik itu harus dilakukan untuk kemuliaan Allah.
1Kor 10:31
- “Jika engkau makan atau jika engkau
minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu
untuk kemuliaan Allah”.
c)
Perbuatan baik itu harus dilakukan karena cinta kepada Allah.
Yoh 14:15
- “Jikalau kamu mengasihi Aku, kamu
akan menuruti segala perintahKu”.
Loraine
Boettner menggunakan 1Kor 13:1-3 untuk menunjukkan bahwa tanpa kasih,
segala perbuatan baik kita sia-sia. Tetapi dalam hal ini saya tidak setuju
dengan Loraine Boettner, karena yang dipersoalkan dalam 1Kor 13:1-3 adalah
kasih terhadap sesama manusia, bukan kasih terhadap Allah. Jadi saya berpendapat
bahwa Yoh 14:15 adalah dasar yang lebih tepat.
1Kor
13:1-3 - “(1) Sekalipun aku dapat berkata-kata dengan semua bahasa manusia
dan bahasa malaikat, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, aku sama dengan gong yang berkumandang dan canang yang
gemerincing. (2) Sekalipun aku mempunyai karunia untuk bernubuat dan aku
mengetahui segala rahasia dan memiliki seluruh pengetahuan; dan sekalipun aku
memiliki iman yang sempurna untuk memindahkan gunung, tetapi jika
aku tidak mempunyai kasih, aku sama sekali tidak berguna. (3) Dan
sekalipun aku membagi-bagikan segala sesuatu yang ada padaku, bahkan menyerahkan
tubuhku untuk dibakar, tetapi jika aku tidak mempunyai
kasih, sedikitpun tidak ada faedahnya bagiku”.
1Kor 13:4-7
- “(4) Kasih itu sabar; kasih itu murah hati; ia tidak cemburu. Ia tidak
memegahkan diri dan tidak sombong. (5) Ia tidak melakukan yang tidak sopan dan
tidak mencari keuntungan diri sendiri. Ia tidak pemarah dan tidak menyimpan
kesalahan orang lain. (6) Ia tidak bersukacita karena ketidakadilan, tetapi
karena kebenaran. (7) Ia menutupi segala sesuatu, percaya segala sesuatu,
mengharapkan segala sesuatu, sabar menanggung segala sesuatu”.
Semua
ini tidak mungkin bisa dilakukan oleh orang yang ada di luar Kristus! Bdk. Ro 3:10,11,18
yang menunjukkan bahwa orang berdosa itu semuanya tidak berakal budi, tidak
mencari Allah dan tidak mempunyai rasa takut kepada Allah.
Ro 3:10,11,18
- “(10) seperti ada tertulis: ‘Tidak ada yang benar, seorangpun tidak.
(11) Tidak ada seorangpun yang berakal budi, tidak ada seorangpun yang mencari
Allah. ... (18) rasa takut kepada Allah tidak ada pada orang itu.’”.
Kalau
syarat-syarat di atas ini (point a-c) tidak dipenuhi, maka bisalah dikatakan
bahwa pada waktu orang itu melakukan ‘perbuatan
baik’, ia melakukannya tanpa
mempedulikan Allah! Bisakah ‘perbuatan baik’ seperti itu
disebut baik?
Loraine
Boettner: “The
unregenerate man can, through common grace, love his family and he may be a good
citizen. He may give a million dollars to build a hospital, but he cannot give
even a cup of cold water to a disciple in the name of Jesus. If a drunkard, he
may abstain from drink for utilitarian purposes, but he cannot do it out of love
for God. All of his common virtues or good works have a fatal defect in that his
motives which prompt them are not to glorify God, - a defect so vital that it
throws any element of goodness as to man wholly into the shade. It matters not
how good the works may be in themselves, for so long as the doer of them is out
of harmony with God, none of his works are spiritually acceptable. ... As human
beings we know that an act of service rendered to us (by whatever utilitarian
motives prompted) by someone who is at heart our enemy, does not merit our love
and approbation. The Scripture statement that ‘Without faith it is impossible
to be well-pleasing unto God,’ finds its explanation in this, that faith is
the foundation of all the other virtues, and nothing is acceptable to God which
does not flow from right feelings. A moral act is to be judged by the standard
of love to God, which love is, as it were, the soul of all other virtue, and
which is bestowed upon us only through grace. Augustine did not deny the
existence of natural virtues, such as moderation, honesty, generosity, which
constitute a certain merit among men; but he drew a broad line of distinction
between these and the specific Christian graces (faith, love and gratitude to
God, etc.), which alone are good in the strict sense of the word, and which
alone have value before God. This distinction is very plainly illustrated in an
example given by W D. Smith. Says he: ‘In a gang of
pirates we may find many things that are good in themselves. Though they are in
wicked rebellion against the laws of the government, they have their own laws
and regulations, which they obey strictly. We find among them courage and
fidelity, with many other things that will recommend them as pirates. They may
do many things, too, which the laws of the government require, but they are not
done because the government has so required, but in obedience to their own
regulations. For instance, the government requires honesty and they may be
strictly honest, one with another, in their transactions, and the division of
all their spoil. Yet, as respects the government, and the general principle,
their whole life is one of the most wicked dishonesty. Now, it is plain, that
while they continue in their rebellion they can do nothing to recommend them to
the government as citizens. Their first step must be to give up their rebellion,
acknowledge their allegiance to the government, and sue for mercy. So all men,
in their natural state, are rebels against God; and though they may do many
things which the law of God requires, and which will recommend them as men, yet
nothing is done with reference to God and His law. Instead, the regulations of
society, respect for public opinion, self-interest, their own character in the
sight of the world, or some other worldly or wicked motive, reigns supremely;
and God, to whom they owe their heart and lives, is forgotten; or, if thought of
at all, His claims are wickedly rejected, His counsels spurned, and the heart,
in obstinate rebellion, refuses obedience. Now it is plain that while the heart
continues in this state the man is a rebel against God, and can do nothing to
recommend him to His favor. The first step is to give up his rebellion, repent
of his sins, turn to God, and sue for pardon and reconciliation through the
Savior. This he is unwilling to do, until he is made willing. He loves his sins,
and will continue to love them, until his heart is changed.’ The
good actions of unregenerate men, Smith continues, “are not positively sinful
in themselves, but sinful from defect. They lack the principle which
alone can make them righteous in the sight of God. In the case of the pirates it
is easy to see that all their actions are sin against the government. While
they continue pirates, their sailing, mending, or rigging the vessel, and even
their eating and drinking, are all sins in the eyes of the government, as they
are only so many expedients to enable them to continue their piratical career,
and are parts of their life of rebellion. So with sinners. While the
heart is wrong, it vitiates everything in the sight of God, even their most
ordinary occupations; for the plain, unequivocal language of God is, ‘Even the
lamp of the wicked, is sin,’ Prov. 21:4.””
(= ) - ‘The Reformed Doctrine of Predestination’, hal 68-70.
Penerapan:
1.
Kalau saudara percaya bahwa seseorang bisa selamat / masuk surga karena
berbuat baik, maka renungkan bagian ini, dan bertobatlah dari doktrin /
kepercayaan sesat itu! Manusia tidak bisa berbuat baik, dan karena itu
membutuhkan Kristus sebagai Juruselamatnya untuk bisa selamat / masuk surga!
2.
Masihkah saudara percaya bahwa semua agama lain (yang mengandalkan
perbuatan baik manusia) bisa memberikan keselamatan?
Seorang
yang bernama Cynddylan Jones mengomentari Ef 2:8-9 dengan kata-kata sebagai
berikut: “You
might as well try to cross the Atlantic in a paper boat as to get to heaven by
your own good works” (= Kamu bisa mencoba menyeberangi Lautan Atlantik
dalam sebuah perahu kertas sama seperti kamu mau ke surga dengan
perbuatan-perbuatan baikmu sendiri).
Ef
2:8-9 - “(8) Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu
bukan hasil usahamu, tetapi pemberian Allah, (9) itu bukan hasil pekerjaanmu:
jangan ada orang yang memegahkan diri”.
Dr.
D. James Kennedy mengutip kata-kata Martin Luther yang berbunyi sebagai berikut:
“The
most damnable and pernicious heresy that has ever plagued the mind of men was
the idea that somehow he could make himself good enough to deserve to live with
an all-holy God”
(= Ajaran sesat yang paling terkutuk dan jahat / merusak yang pernah menggoda
pikiran manusia adalah gagasan bahwa entah bagaimana ia bisa membuat dirinya
sendiri cukup baik sehingga layak untuk hidup dengan Allah yang mahasuci)
- Dr. D. James Kennedy, ‘Evangelism
Explosion’, hal 31-32.
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali