Golgotha School of Ministry

Pdt. Budi Asali, M. Div.

(HP: 7064-1331 / 6050-1331)

[email protected]

http://www.golgothaministry.org

XXXXX

BAG. 04

 

F) Theologia Calvin.

 

Theologia Calvin mengikuti theologia Agustinus.

 

Philip Schaff: “As to the doctrines of the fall, of total depravity, the slavery of the human will, the sovereignty of saving grace, the bishop of Hippo and the pastor of Geneva are essentialy agreed; the former has the merit of priority and originality; the latter is clearer, stronger, more logical and rigorous, and far superior as an exegete (= Mengenai doktrin-doktrin tentang kejatuhan ke dalam dosa, tentang kebejatan total, perbudakan kehendak manusia, kedaulatan dari kasih karunia yang menyelamatkan, sang uskup Hippo dan sang pendeta Geneva pada dasarnya setuju / cocok; yang pertama mempunyai keunggulan dalam hal ada lebih dulu dan keorisinilan; yang terakhir lebih jelas, lebih kuat, lebih logis dan lebih keras, dan jauh lebih baik sebagai seorang pengexegesis) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 267.

 

G) Kesalehan Calvin.

 

Philip Schaff: “The better he is known, the more he is admired and esteemed. Those who judge of his character from his conduct in the case of Servetus, and of his theology from the ‘decretum horribile’, see the spots on the sun, but not the sun itself. Taking into account all his failings, he must be reckoned as one of the greatest and best men whom God raised up in the history of Christianity” (= Makin baik ia dikenal, makin ia dikagumi dan dihargai. Mereka yang menghakimi / menilai karakternya dari tindakannya dalam kasus Servetus, dan theologianya dari ‘ketetapan yang mengerikan’, melihat bercak pada matahari, bukan matahari itu sendiri. Mengingat akan semua kelemahan-kelemahannya, ia harus dianggap sebagai salah satu orang terbesar dan terbaik yang Allah bangkitkan dalam sejarah kekristenan) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 834.

 

Theodore Beza (1519-1605): “I have been a witness of Calvin’s life for sixteen years, and I think I am fully entitled to say that in this man there was exhibited to all a most beautiful example of the life and death of the Christian, which it will be as easy to calumniate as it will be difficult to emulate” (= Saya telah menjadi saksi kehidupan Calvin selama 16 tahun, dan saya pikir saya berhak untuk berkata bahwa dalam diri orang ini ditunjukkan kepada semua orang suatu teladan yang paling indah dari kehidupan dan kematian orang kristen, yang mudah difitnah tetapi sukar disamai atau dilebihi) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 272.

 

Philip Schaff: “His moral and religious character was grounded in the fear of God, which is ‘the beginning of wisdom’. Severe against others, he was most severe against himself” (= Karakter religius dan moral didasarkan pada takut akan Allah, yang adalah ‘pemulaan hikmat’. Ia keras terhadap orang-orang lain, tetapi ia paling keras terhadap dirinya sendiri) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.

 

Philip Schaff: “His constant and sole aim was the glory of God, and the reformation of the Church. In his eyes, God alone was great, man but a fleeting shadow. Man, he said, must be nothing, that God in Christ may be everything (= Tujuannya yang tetap dan satu-satunya, adalah kemuliaan Allah, dan reformasi gereja. Dalam pandangannya, hanya Allahlah yang besar, manusia hanyalah bayangan yang berlalu. Manusia, katanya, haruslah menjadi nol, supaya Allah dalam Kristus bisa menjadi segala sesuatu) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 837.

 

Philip Schaff: “Riches and honors had no charms for him. He soared far above filthy lucre and worldly ambition. His only ambition was that pure and holy ambition to serve God to the best of his ability” (= Kekayaan dan kehormatan tidak mempunyai daya tarik baginya. Ia membubung tinggi di atas uang yang kotor dan ambisi duniawi. Satu-satunya ambisinya adalah ambisi yang suci dan murni untuk melayani Allah dengan sebaik-baiknya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 838.

 

Philip Schaff: “When Pope Pius IV heard of his death he paid him this tribute: ‘The strength of that heretic consisted in this, - that money never had the slightest charm for him. If I had such servants, my dominions would extend from sea to sea’ (= Ketika Paus Pius IV mendengar tentang kematiannya ia memberikan penghormatan ini: ‘Kekuatan dari orang sesat ini adalah hal ini, - bahwa uang tidak pernah mempunyai daya tarik yang paling kecil sekalipun untuknya. Jika saya mempunyai pelayan-pelayan seperti itu, daerah kekuasaanku akan meluas dari laut ke laut’) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 839.

 

Satu hal lain yang juga menunjukkan kesalehan Calvin adalah pada waktu ia kembali ke Geneva untuk keduakalinya.

 

Dr. W. F. Dankbaar menceritakan sebagai berikut:

“... ketika Calvin berkhotbah pertama kali di gereja Saint Pierre. Banyak sekali hadirin berkumpul dan amat banyak pendengar-pendengar mengharap-harap khotbah yang sengaja akan melemparkan kata-kata keras kepada lawan. Tetapi mengherankan bagi semua hadirin, tidak ada terjadi yang demikian. Reformator membuka bagian Alkitab, dimana ia beberapa tahun yang lalu terpaksa berhenti. Dan seolah-olah tidak pernah terjadi apa-apa, seperti biasa saja, ia menguraikan dan menerangkan bagian Alkitab itu dalam khotbahnya. Ini sungguh menunjukkan budi yang tinggi. ... Banyak di antara sahabat-sahabatnya menunggu dengan sia-sia sambil merasa kecewa, kapankah Calvin akan melakukan pembalasan terhadap lawan-lawannya. Pembalasan tidak ada sama sekali. Diliputi oleh rasa-perdamaian yang ikhlas ia memulai pekerjaannya kembali” - ‘Calvin, Jalan Hidup dan Karyanya’, hal 73.

 

H) Kesehatan dan aktivitas Calvin.

 

Calvin tidak mempunyai kesehatan yang baik, tetapi ia tetap bekerja dengan luar biasa hebatnya.

 

Philip Schaff: “Calvin combined the offices of theological professor, preacher, pastor, church ruler, superintendent of schools, with extra labors of equal, yea, greater, importance, as author, correspondent, and leader of the expanding movement of the Reformation in Western Europe” (= Calvin mengombinasikan jabatan-jabatan profesor theologia, pengkhotbah, pendeta, pemimpin / pemerintah gereja, inspektur sekolah, dengan kerja extra yang setara, bahkan yang lebih penting, sebagai pengarang, penulis surat, dan pemimpin dari gerakan Reformasi yang meluas di Eropa Barat) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 443-444.

 

Philip Schaff: “When unwell he dictated from his bed” (= Pada waktu sakit, ia mendikte dari ranjangnya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.

 

Philip Schaff: “He had an amazing power for work notwithstanding his feeble health” (= Ia mempunyai kekuatan yang mengagumkan untuk bekerja sekalipun kesehatannya jelek) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.

 

Philip Schaff: “He allowed himself very little sleep, and for at least ten years he took but one meal a day, alleging his bad digestion” (= Ia mengijinkan dirinya sendiri tidur sangat sedikit, dan selama 10 tahun ia hanya makan sekali sehari, menyebabkan pencernaannya yang jelek) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.

 

Philip Schaff: “Luther and Zwingli were as indefatigable workers as Calvin, but they had an abundance of flesh and blood, and enjoyed better health” [= Luther dan Zwingli juga merupakan pekerja yang tak kenal lelah seperti Calvin, tetapi mereka mempunyai banyak daging dan darah (mungkin maksudnya: orangnya lebih besar), dan menikmati kesehatan yang lebih baik] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 444.

 

Philip Schaff mengutip seorang ahli sejarah yang berkata:

“Of all men in the world Calvin is the one who most worked, wrote, acted, and prayed for the cause which he had embraced. The coexistence of the sovereignty of God and the freedom of man is assuredly a mystery; but Calvin never supposed that because God did all, he personally had nothing to do. He points out clearly the twofold action, that of God and that of man (= Calvin adalah orang yang paling banyak bekerja, menulis, bertindak, dan berdoa untuk perkara / gerakan yang ia peluk / percayai. Keberadaan bersama-sama antara kedaulatan Allah dan kebebasan manusia jelas merupakan suatu misteri; tetapi Calvin tidak pernah beranggapan bahwa karena Allah melakukan semua, tidak ada hal yang harus ia lakukan. Ia menunjukkan dengan jelas tindakan ganda, tindakan Allah dan tindakan manusia) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 437.

 

I)     Calvin dan Servetus.

 

Guy Duty, dalam bukunya yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berjudul ‘Keselamatan, bersyarat atau tanpa syarat?’, hal 24, berkata:

“Berbahaya sekali menentang Calvinisme pada waktu itu, seperti dialami oleh Servetus, seorang ahli theologia lain. Calvin dan rekan-rekannya di Jenewa membakarnya dengan terikat di tiang, sebagai seorang bidat”.

 

Kata-kata Guy Duty ini seakan-akan menunjukkan bahwa Servetus sekedar berbeda pendapat dengan Calvin, tetapi bukan bidat (Ini akan lebih jelas lagi kalau saudara baca kontex dimana ia meletakkan cerita ini, yaitu dalam pertentangan Calvinisme dan Arminianisme, Synod of Dort, dsb). Sekalipun demikian Servetus dihukum mati dengan cara yang begitu mengerikan, yaitu dengan dibakar. Ini adalah kata-kata yang sangat berbau fitnah! Untuk meluruskan ‘fitnahan Guy Duty’ ini mari kita mempelajari sedikit tentang Servetus, ajarannya, dan mengapa ia dihukum mati.

 

Servetus dilahirkan pada tahun 1509, yang juga merupakan tahun kelahiran Calvin.

Pada tahun 1531, ia menerbitkan buku yang berjudul ‘Errors on the Trinity’ [= kesalahan-kesalahan pada (doktrin) Tritunggal], dimana ia menyerang baik doktrin Allah Tritunggal, yang ia sebut sebagai monster berkepala tiga, maupun keilahian kekal dari Kristus. Ini menunjukkan bahwa Servetus bukanlah sekedar merupakan seorang kristen yang berbeda pendapat dengan Calvin. Sama sekali tidak! Sebaliknya, ia betul-betul adalah seorang bidat / sesat atau seorang nabi palsu!

 

Philip Schaff sendiri jelas menganggap bahwa Servetus adalah seorang bidat. Ini terlihat dari kata-kata Philip Schaff sebagai berikut:

“Servetus - theologian, philosopher, geographer, physician, scientist, and astrologer - was one of the most remarkable men in the history of heresy (= Servetus - ahli theolgia, ahli filsafat, ahli ilmu bumi, dokter, ilmuwan, dan ahli nujum - adalah salah seorang yang paling hebat dalam sejarah bidat) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 786.

 

Buku ‘Errors on the Trinity’ ini menyebabkan Servetus dikecam oleh semua golongan, baik Protestan maupun Katolik.

 

Pada tahun 1534, pada waktu ia ada di Paris, ia menantang Calvin untuk berdebat. Tetapi pada waktu Calvin datang ke tempat yang dijanjikan, dengan resiko kehilangan nyawanya (ingat itu adalah saat terjadinya penganiayaan orang kristen di Paris), ternyata Servetus tidak datang ke tempat yang dijanjikan - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324,688,720.

 

Theodore of Beza: Calvin was disappointed in his expectations of meeting Servetus, who wanted courage to endure even the sight of his opponent (= Calvin kecewa dalam pengharapannya untuk bertemu dengan Servetus, yang tidak mempunyai keberanian untuk bertahan bahkan pemandangan dari lawannya) - ‘The Life of Calvin’, hal 7.

 

20 tahun setelah itu, Calvin mengingatkan Servetus akan peristiwa ini:

“You know that at that time I was ready to do everything for you, and did not even count my life too dear that I might convert you from your errors” (= Kamu tahu bahwa pada waktu itu aku bersedia melakukan segala sesuatu untuk kamu, dan bahkan tidak menyayangkan nyawaku supaya aku bisa mempertobatkan kamu dari kesalahan-kesalahanmu) - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.

 

Setelah membatalkan pertemuan dengan Calvin itu, Servetus memulai perdebatan dengan Calvin melalui surat-surat, yang dilayani oleh Calvin, tetapi tanpa hasil. Selain menulis surat beberapa kali, Calvin juga mengirimkan bukunya ‘Institutes of the Christian Religion’, tetapi Servetus mengembalikannya dengan banyak serangan / keberatan terhadap ajaran-ajaran Calvin dalam buku itu.

 

Philip Schaff: “‘There is hardly a page,’ says Calvin, ‘that is not defiled by his vomit’” (= ‘Hampir tidak ada satu halamanpun,’ kata Calvin, ‘yang tidak ia kotori dengan muntahnya’) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 324.

 

Pada sekitar pertengahan Juli 1553, Servetus secara nekad, tiba di Geneva. Padahal ia baru saja lolos dari hukuman mati di Wina. Pada tanggal 13 Agustus 1553, ia ditangkap polisi atas nama sidang gereja, dan Calvin bertanggung jawab atas penangkapan ini - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 764-765.

 

Pada tanggal 26 Oktober 1553, sidang memutuskan hukuman mati untuk Servetus dengan jalan dibakar bersama dengan buku sesatnya. Sebetulnya Calvin ingin memperingan hukuman itu dengan menggunakan pemenggalan, bukan pembakaran, tetapi usul itu ditolak oleh Sidang.

 

Philip Schaff: “... the wish of Calvin to substitute the sword for the fire was overruled” (= ... keinginan Calvin untuk menggantikan api dengan pedang ditolak) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 781-782.

 

Pada pukul 7 pagi, tanggal 27 Oktober 1553, Farel dan Calvin masih mengunjungi Servetus dan berusaha mempertobatkannya, tetapi tidak ada hasilnya. Dan akhirnya, pada tengah hari tanggal 27 Oktober 1553, pada usia 44 tahun, Servetus dijatuhi hukuman mati dengan dibakar bersama bukunya, di Geneva.

 

Philip Schaff: “In the last moment he is heard to pray, in smoke and agony, with a loud voice: ‘Jesus Christ, thou Son of the eternal God, have mercy upon me!’. This was at once a confession of his faith and of his error. He could not be induced, says Farel, to confess that Christ was the eternal Son of God (= Pada saat terakhir terdengar ia berdoa, dalam asap dan penderitaan yang hebat, dengan suara keras: ‘Yesus Kristus, engkau Anak dari Allah yang kekal, kasihanilah aku!’. Ini sekaligus merupakan pengakuan imannya dan kesalahannya. Ia tidak bisa dibujuk, kata Farel, untuk mengaku bahwa Kristus adalah Anak yang kekal dari Allah) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 785.

 

Beberapa hal yang perlu diketahui tentang penghukuman mati Servetus oleh Calvin:

 

1)      Banyak orang menganggap hal ini sebagai suatu noda dalam kehidupan Calvin. Termasuk di dalamnya Philip Schaff yang berkata:

“... the dark chapter in the history of Calvin which has cast a gloom over his fair name, and exposed him, not unjustly, to the charge of intolerance and persecution, which he shares with his whole age” (= ... pasal yang gelap dalam sejarah Calvin yang melemparkan kesuraman terhadap nama baiknya, dan membuka dia, secara benar, terhadap tuduhan tidak bertoleransi dan penganiayaan, yang ia tanggung bersama-sama dengan seluruh jamannya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 687.

 

2)      Philip Schaff berkata bahwa sekalipun Perjanjian Lama memerintahkan hukuman mati terhadap penyesat / nabi palsu (Kel 22:20  Im 24:16  Ul 13:5-15  Ul 17:2-5), tetapi Perjanjian Baru memerintahkan pengucilan, bukan penghukuman mati - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 694-695.

 

3)      Calvin memang sangat pemarah terhadap pengajar-pengajar sesat. Dan hal ini diakui sendiri oleh Calvin. Tetapi semua itu ditimbulkan oleh semangatnya yang berkobar-kobar untuk kebenaran dan kemurnian Gereja.

Philip Schaff berkata:

·                   “Calvin was, as he himself confessed, not free from impatience, passion, and anger, which were increased by his physical infirmities; but he was influenced by an honest zeal for the purity of the Church, and not by personal malice (= Calvin, seperti yang diakuinya sendiri, tidaklah bebas dari ketidaksabaran, nafsu dan kemarahan, yang diperhebat oleh kelemahan fisiknya; tetapi ia dipengaruhi oleh semangat yang jujur untuk kemurnian Gereja, dan bukan oleh kebencian / kedengkian pribadi) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 493.

·                   “His intolerance sprang from the intensity of his convictions and his zeal for the truth” (= Ketidak-adaan toleransinya timbul dari intensitas keyakinannya dan semangatnya untuk kebenaran) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 839.

 

4)      Satu hal terpenting yang tidak diceritakan oleh Guy Duty adalah bahwa pada jaman itu, penghukuman mati seperti itu adalah sesuatu yang wajar! Dengan tidak menceritakan hal ini, Guy Duty sudah memfitnah Calvin dengan cara menceritakan setengah / sebagian kebenaran (half truth)!

 

Philip Schaff: “He must be judged by the standard of his own, and not of our, age. The most cruel of those laws - against witchcraft, heresy, and blasphemy - were inherited from the Catholic Middle Ages, and continued in force in all countries of Europe, Protestant as well as Roman Catholic, down to the end of the seventeenth century. Tolerance is a modern virtue” [= Ia (Calvin) harus dinilai oleh standard jamannya sendiri, bukan standard jaman kita. Hukum-hukum yang paling kejam, yang menentang sihir, ajaran sesat dan penghujatan, diwarisi dari Katolik abad pertengahan, dan tetap berlaku di semua negara-negara Eropa, baik yang Protestan maupun yang Katolik, terus sampai akhir abad ke 17. Toleransi adalah kebajikan / sifat baik modern] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 493-494.

 

Bandingkan dengan kata-kata Yesus, Yohanes Pembaptis, Paulus, Petrus dan Yohanes dalam Mark 7:19  Mat 3:7  Mat 15:26  Mat 23:33  Fil 3:2  Wah 22:15  2Pet 2:22, yang kalau diucapkan pada jaman ini tentu juga dianggap tidak etis / tidak benar!

 

Philip Schaff: “The judgment of historians on these remarkable men has undergone a great change. Calvin’s course in the tragedy of Servetus was fully approved by the best men in the sixteenth and seventeenth centuries. It is as fully condemned in the nineteenth century” (= Penghakiman dari ahli-ahli sejarah terhadap orang-orang  hebat ini mengalami perubahan yang besar. Jalan Calvin dalam tragedi Servetus disetujui sepenuhnya oleh orang-orang yang terbaik dalam abad ke 16 dan ke 17. Tetapi hal itu dikecam sepenuhnya dalam abad ke 19) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 689.

 

Philip Schaff: “... if we consider Calvin’s course in the light of the sixteenth century, we must come to the conclusion that he acted his part from a strict sense of duty and in harmony with the public law and dominant sentiment of his age, which justified the death penalty for heresy and blasphemy, and abhorred toleration as involving indifference to truth. Even Servetus admitted the principle under which he suffered; for he said, that incorrigible obstinacy and malice deserved death before God and men (= ... jika kita merenungkan jalan Calvin dalam terang dari abad ke 16, kita pasti sampai pada kesimpulan bahwa ia bertindak dari rasa kewajiban / tanggung jawab yang ketat dan sesuai dengan hukum rakyat / umum dan perasaan yang dominan pada jamannya, yang membenarkan hukuman mati untuk orang sesat dan penghujat, dan tidak menyukai toleransi dan menganggapnya sebagai ketidakpedulian pada kebenaran. Bahkan Servetus sendiri mengakui prinsip dibawah mana ia menderita; karena ia berkata bahwa sikap keras kepala dan kejahatan yang tidak dapat diperbaiki, layak mendapatkan kematian di hadapan Allah dan manusia) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 690.

 

J)     Akhir hidup dan kematian Calvin.

 

Philip Schaff: “Calvin had labored in Geneva twenty-three years after his second arrival, - that is, from September, 1541, till May 27, 1564, - when he was called to his rest in the prime of manhood and usefulness, ...” (= Calvin bekerja 23 tahun di Geneva setelah kedatangannya yang kedua, - yaitu mulai September 1541 sampai 27 Mei 1564, - pada waktu ia dipanggil kepada peristirahatannya pada puncak kemanusiaan dan kegunaannya) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.

 

Philip Schaff: “He continued his labors till the last year, writing, preaching, lecturing, attending the sessions of the Consistory and the Venerable Company of pastors, entertaining and counselling strangers from all parts of the Protestant world, and corresponding in every direction. He did all this notwithstanding his accumulating physical maladies, as headaches, asthma, dyspepsia, fever, gravel, and gout, which wore out his delicate body, but could not break his mighty spirit. When he was unable to walk he had himself transported to church in a chair” (= Ia meneruskan pekerjaannya sampai tahun terakhir, menulis, berkhotbah, mengajar, menghadiri sidang gereja dan kumpulan pendeta terhormat, menghibur dan menasehati orang-orang asing dari seluruh penjuru dunia Protestan, dan surat-menyurat dalam semua arah. Ia melakukan semua ini sekalipun penyakit-penyakit fisiknya bertumpuk-tumpuk, seperti sakit kepala, asma, pencernaan yang terganggu, demam, batu ginjal, dan sakit dan bengkak pada kaki dan tangan, yang melelahkan tubuhnya yang lemah, tetapi tidak bisa menghancurkan rohnya / semangatnya yang kuat. Pada waktu ia tidak bisa berjalan, ia menyuruh orang mengangkatnya ke gereja di sebuah kursi) - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 820.

 

Pada tanggal 11 Mei 1564 Calvin menulis surat kepada Farel dan berkata:

“I draw my breath with difficulty, and am daily waiting till I altogether cease to breathe” (= Aku menarik nafas dengan sukar, dan setiap hari aku menunggu sampai aku berhenti bernafas sama sekali) - Theodore Beza, ‘Calvin’s Selected Works’, vol I, hal xciv.

 

Calvin mati karena asma pada tanggal 27 Mei 1564, di Geneva, pada usia hampir 56 tahun - Philip Schaff, ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 274.

 

Philip Schaff: “Farel, then in his eightieth year, came all the way from Neuchatel to bid him farewell, although Calvin had written to him not to put himself to that trouble. He desired to die in his place. Ten days after Calvin’s death, he wrote to Fabri (June 6, 1564): ‘Oh, why was not I taken away in his place, while he might have been spared for many years of health to the service of the Church of our Lord Jesus Christ!’” [= Farel, yang saat itu berusia 80 tahun, datang dari Neuchatel untuk mengucapkan selamat jalan, sekalipun Calvin telah menulis kepadanya untuk tidak melakukan hal itu. Ia ingin mati menggantikan Calvin. 10 hari setelah kematian Calvin, ia menulis kepada Fabri (6 Juni 1564): ‘O, mengapa bukan aku yang diambil sebagai ganti dia, sementara ia bisa tetap hidup sehat untuk waktu yang lama untuk melayani Gereja Tuhan Yesus Kristus’] - ‘History of the Christian Church’, vol VIII, hal 822.

 

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali