(Rungkut Megah Raya Blok D No 16)
Minggu, tgl 29 Januari 2012, pk 17.00
Pdt. Budi Asali, M. Div.
II Samuel 6:1-23(5)
2Sam 6:21-23 - “(21) Tetapi
berkatalah Daud kepada Mikhal: ‘Di hadapan TUHAN, yang telah memilih aku
dengan menyisihkan ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku menjadi
raja atas umat TUHAN, yakni atas Israel, - di hadapan TUHAN aku menari-nari,
(22) bahkan aku akan menghinakan diriku lebih dari pada itu; engkau akan
memandang aku rendah, tetapi bersama-sama budak-budak perempuan yang
kaukatakan itu, bersama-sama merekalah aku mau dihormati.’ (23) Mikhal binti
Saul tidak mendapat anak sampai hari matinya”.
3)
Reaksi / jawaban Daud terhadap sikap / kata-kata Mikhal.
Ay
21-22:
“(21) Tetapi berkatalah Daud kepada Mikhal: ‘Di hadapan TUHAN, yang telah
memilih aku dengan menyisihkan ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku
menjadi raja atas umat TUHAN, yakni atas Israel, - di hadapan TUHAN aku
menari-nari, (22) bahkan aku akan menghinakan diriku lebih dari pada itu; engkau
akan memandang aku rendah, tetapi bersama-sama budak-budak perempuan yang
kaukatakan itu, bersama-sama merekalah aku mau dihormati.’”.
a) “Di
hadapan TUHAN ... di hadapan TUHAN”.
Calvin:
“Now here is a phrase which seems to be of little substance, but it
bears much meaning: ‘Before the Lord’. This means that when it comes to
worshipping God, one cannot do too much. ... as if he were saying: ‘Alas, who
are we? When it comes to magnifying God, must we water it down; must we maintain
our dignity out of fear that we will abase ourselves too much?’” (=
Sekarang di sini ada suatu ungkapan / kata-kata yang kelihatannya sedikit /
kecil, tetapi mempunyai arti yang banyak / besar: ‘Di hadapan Tuhan’. Ini
berarti bahwa pada waktu itu berkenaan dengan penyembahan Allah, seseorang tidak
bisa melakukan terlalu banyak. ... seakan-akan ia sedang berkata: ‘Astaga,
siapakah kita? Pada waktu berurusan dengan pembesaran / pemuliaan Allah,
haruskah kita mengencerkan / memperlemahnya; haruskah kita mempertahankan
kewibawaan kita karena takut bahwa kita akan terlalu banyak merendahkan diri
kita sendiri?’) - ‘Sermons on
2Samuel’, hal 284-285.
Calvin:
“Moreover, let us also learn that the greatest should not spare
themselves when it comes to serving God. Why? Because everything that is
excellent according to the world must pass away when the glory of God appears
before our eyes. ... Let us gather from this that in all that is given to
us, we must seek this goal, namely, that God may be honoured. Now when this
is our desire, it is certain that (however much we may be elevated) we will
always be small in our own estimation, that is, insofar as we walk before the
Lord” [= Selanjutnya / lebih lagi, hendaklah kita juga belajar bahwa yang
terbesar tidak boleh menyayangkan diri mereka sendiri pada waktu itu berurusan
dengan pelayanan terhadap Allah. Mengapa? Karena segala sesuatu yang sangat
baik sesuai dengan dunia harus mati pada waktu kemuliaan Allah tampil di hadapan
mata kita. ... Hendaklah kita menyimpulkan dari sini bahwa dalam semua
yang diberikan kepada kita, kita harus mencari tujuan ini, yaitu bahwa Allah
bisa dihormati. Sekarang pada waktu ini merupakan keinginan kita, adalah
pasti bahwa (betapapun tingginya kita ditinggikan) kita akan selalu kecil dalam
penilaian kita sendiri, yaitu, sejauh kita berjalan di hadapan Tuhan] - ‘Sermons
on 2Samuel’, hal 286.
b)
“yang telah memilih aku dengan
menyisihkan ayahmu dan segenap keluarganya untuk menunjuk aku menjadi raja atas
umat TUHAN, yakni atas Israel”.
Calvin:
“Moreover, David added immediately that he was ‘chosen instead of all
the house of Saul’ (2Sam. 6:21). By this, he signified that even if he was
king, it certainly did not mean that he would fail to show where this blessing
came from” [= Selanjutnya, lebih lagi, Daud segera menambahkan bahwa ia
dipilih dan bukannya seluruh keluarga Saul (2Sam 6:21). Dengan ini, ia
menunjukkan bahwa bahkan jika ia adalah raja, itu pasti tidak berarti bahwa ia
gagal menunjukkan dari mana berkat itu datang] - ‘Sermons
on 2Samuel’, hal 286.
Calvin:
“Now that is a good lesson which we must remember throughout all our
lives. Namely, when we are too cold and lazy to serve God, we must begin to
examine ourselves so that we might recognise the things which we have received
from him, and thus conclude that since he was pleased to be so kind to us, he
has greatly obligated us to himself. This consideration should motivate us to
honour and serve him with a much more ardent zeal” (= Ini adalah pelajaran
yang baik yang harus kita ingat dalam sepanjang hidup kita. Yaitu, pada waktu
kita terlalu dingin dan malas untuk melayani Allah, kita harus mulai memeriksa
diri kita sendiri sehingga kita bisa menyadari hal-hal yang telah kita terima
dari Dia, dan dengan demikian menyimpulkan bahwa karena Ia berkenan untuk begitu
baik terhadap kita, ia telah sangat mewajibkan kita kepada diriNya sendiri.
Pertimbangan ini harus memotivasi kita untuk menghormati dan melayani Dia dengan
semangat yang jauh lebih rajin / bergairah) - ‘Sermons on 2Samuel’, hal 287.
Calvin:
“far from the gifts which God bestows upon us giving us an occasion of
pride and vainglory, they should, instead, cause us all the more to walk in his
fear, knowing that we shall have to give an account for everything” (=
karunia-karunia yang Allah berikan kepada kita, bukannya merupakan suatu alasan
dari kesombongan dan kemuliaan diri sendiri yang sia-sia, tetapi sebaliknya
karunia-karunia itu harus menyebabkan kita makin berjalan dalam rasa takut
terhadap Dia, karena tahu bahwa kita akan harus memberikan pertanggung-jawaban
untuk segala sesuatu) - ‘Sermons on
2Samuel’, hal 287.
The
Bible Exposition Commentary: Old Testament:
“David
recognized in Michal the pride and spiritual blindness of her father, Saul,
whose one desire was to gain and keep his popularity with the people. David
preferred to live and serve so as to please the Lord. He reminded Michal that
the Lord had chosen him to replace her father as king and that he would do what
the Lord prompted him to do. In other words, David didn’t need the spiritual
counsel of the carnal daughter of a deposed and disgraced king”
(= Daud mengenali dalam diri Mikhal kesombongan dan kebutaan rohani dari
ayahnya, Saul, yang satu-satunya keinginannya adalah mendapatkan dan menjaga
kepopulerannya dalam diri rakyat. Daud lebih memilih untuk hidup dan melayani
sedemikian rupa sehingga memperkenan Tuhan. Ia mengingatkan Mikhal bahwa Tuhan
telah memilih dia untuk menggantikan ayahnya sebagai raja dan bahwa ia mau
melakukan apa yang Tuhan dorong ia untuk lakukan. Dengan kata lain, Daud tidak
membutuhkan nasehat rohani dari anak perempuan yang bersifat kedagingan dari
seorang raja yang dipecat dan dipermalukan).
c)
“bahkan aku akan menghinakan
diriku lebih dari pada itu”.
Calvin:
“Let us always be willing to go down lower when it pleases him, and
expecially when it is a necessary way of showing how zealous we are to glorify
him” (= Hendaklah kita selalu mau untuk turun lebih rendah pada waktu itu
memperkenanNya, dan khususnya pada waktu itu merupakan suatu jalan yang perlu
untuk menunjukkan betapa harus bersemangatnya kita dalam memuliakan Dia) - ‘Sermons
on 2Samuel’, hal 290.
Bdk.
Mat 23:11-12 - “(11) Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi
pelayanmu. (12) Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan
barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan”.
d)
“tetapi bersama-sama
budak-budak perempuan yang kaukatakan itu, bersama-sama merekalah aku mau
dihormati”.
KJV:
‘of’ (= tentang / dari).
RSV/NIV:
‘by’ (= oleh).
NASB:
‘with’ (= dengan / bersama-sama).
Kata
Ibraninya adalah IM yang artinya memang ‘dengan’. Jadi saya tidak setuju
dengan terjemahan KJV/RSV/NIV. Keil & Delitzsch juga menterjemahkan ‘with’
(= dengan).
Calvin:
“we ought to value the children of God more than the finest people in
this world ... Well, he said that he valued his Church - however small it was -
more than all the princes of the earth. When, therefore, the Church is
considered scum and as a little handful of misfits, yet God holds it more dear
and precious than all the pomp and crowns of the great kings who are magnificent
only in this life. Therefore, since it is true that God so esteem his own in
this way, why is it that we are so lax to follow the instruction which David
gives us here? That is, if the children of God are rejected and the world takes
no account of them, we should still prefer to be in their rank and company
rather than to be elevated on the shoulders of the wicked and to be even adored
by them!” (= kita harus menilai anak-anak Allah lebih dari orang-orang
yang sangat hebat / berkwalitas dalam dunia ini ... Ya, ia berkata bahwa ia
menilai GerejaNya - betapapun kecilnya gereja itu - lebih dari semua
pangeran-pangeran dari bumi. Karena itu pada waktu Gereja dianggap sebagai
sampah dan sebagai segenggam kecil orang-orang canggung / tidak cocok, tetapi
Allah menganggapnya lebih disayang dan berharga dari pada seluruh kemegahan dan
makhkota-makhkota dari raja-raja besar / agung yang sangat hebat hanya dalam
hidup ini. Karena itu, karena adalah benar bahwa Allah begitu menghargai
milikNya dengan cara ini, mengapa kita begitu lemah / lalai untuk mengikuti
instruksi yang diberikan Daud kepada kita di sini? Yaitu, jika anak-anak Allah
ditolak dan dunia tidak menganggap / mempedulikan mereka, kita harus tetap lebih
memilih untuk ada dalam barisan dan rombongan mereka dari pada untuk ditinggikan
pada bahu-bahu dari orang-orang jahat dan bahkan untuk dipuja oleh mereka!)
- ‘Sermons on 2Samuel’, hal 292.
Jelas
bahwa menghadapi kata-kata keras dan kurang ajar dari istrinya, Daud bukan
bersikap lemah lembut, seperti yang biasanya dianjurkan orang-orang yang
kurang mengerti bagaimana menerapkan kasih dalam Alkitab, tetapi ia balik
menjawab dengan keras!
Bandingkan
juga dengan sikap Ayub pada waktu istrinya memberikan kata-kata yang kurang
ajar, baik terhadap Ayub maupun terhadap Tuhan sendiri!
Bdk.
Ayub 2:9-10a - “(9) Maka berkatalah isterinya kepadanya: ‘Masih bertekunkah engkau
dalam kesalehanmu? Kutukilah Allahmu dan matilah!’ (10a) Tetapi jawab Ayub
kepadanya: ‘Engkau berbicara seperti perempuan gila (tolol)! Apakah kita
mau menerima yang baik dari Allah, tetapi tidak mau menerima yang buruk?’”.
Adam
Clarke: “David
felt the reproach, and was strongly irritated, and seems to have spoken to
Michal with sufficient asperity” (=
Daud merasakan celaan itu, dan sangat jengkel, dan kelihatannya telah berbicara
kepada Mikhal dengan cukup kasar / tajam).
Jamieson,
Fausset & Brown:
“But
her taunting sarcasm was repelled by her justly-offended husband, in a manner
that could not be agreeable to her feelings, while it indicated the warm piety
and gratitude of David” (= Tetapi
sarkasmenya yang mengejek / mencela ditolak oleh suaminya yang secara benar
tersinggung / menjadi marah, dengan suatu cara yang tidak bisa cocok dengan
perasaannya, sementara itu menunjukkan kesalehan yang hangat dan rasa tahu
terima kasih dari Daud).
Calvin:
“David was severely tested by this harshness from his wife. But as it
happened, he continually resisted it, though not without a battle. Let us
pay close attention to this, for we will frequently see that husbands are
corrupted by wives. The more affectionate they were, the easier it was to
pervert them. We know where the perdition of men came from: it was from the
woman. We have an absolute overflow of examples of how men who were otherwise
inclined to live virtuously have become debauched and turned from the right path
by women” (= Daud diuji dengan hebat oleh kekasaran / ketajaman ini dari
istrinya. Tetapi pada waktu itu terjadi, ia terus menentangnya, sekalipun
bukannya tanpa pertempuran. Hendaklah kita memperhatikan ini, karena kita
akan sering melihat bahwa suami-suami dirusak / dijadikan jahat oleh
istri-istri. Makin suami-suami sayang istri, makin mudah untuk menyimpangkan
mereka. Kita tahu dari mana kehancuran orang laki-laki datang: itu datang dari
perempuan. Kita mempunyai contoh-contoh melimpah yang nyata tentang bagaimana
orang laki-laki yang seharusnya condong untuk hidup dengan baik telah menjadi
bejat moralnya dan menyimpang dari jalan yang benar oleh / karena
perempuan-perempuan) - ‘Sermons on
2Samuel’, hal 284.
Catatan:
saya rasa kata-kata ini agak tidak fair bagi perempuan-perempuan! Saya yakin
bahwa hal seperti ini, secara sama seringnya, bisa juga berlaku sebaliknya,
dimana istri dipengaruhi secara buruk oleh suami! Semua kita paling mudah
mendapat pengaruh buruk dari orang yang kita cintai! Karena itu, kita harus bisa
bersikap tegas, dan bahkan keras, terhadap orang-orang yang kita cintai, kalau
itu memang diperlukan.
Bdk.
Mat 10:37 - “Barangsiapa mengasihi bapa atau ibunya lebih dari padaKu, ia tidak
layak bagiKu; dan barangsiapa mengasihi anaknya laki-laki atau perempuan lebih
dari padaKu, ia tidak layak bagiKu”.
Matthew
Henry: “How
he replied to her reproach. ... he justifies himself in what he did. ... He
designed thereby to honour God (v. 21): ‘It was before the Lord,’ and with
an eye to him. Whatever invidious construction she was pleased to put upon it,
he had the testimony of his conscience for him that he sincerely aimed at the
glory of God, for whom he thought he could never do enough. ... If we can
approve ourselves to God in what we do in religion, and do it as before the
Lord, we need not value the censures and reproaches of men. If we appear
right in God’s eyes, no matter how mean we appear in the eyes of the world.
... The more we are vilified for well-doing the more resolute we should be in
it, and hold our religion the faster, and bind it the closer to us, for the
endeavours of Satan’s agents to shake us and to shame us out of it”
[= Bagaimana ia menjawab celaannya. ... ia membenarkan dirinya sendiri dalam apa
yang telah ia lakukan. ... Ia merancangkan dengan hal itu untuk menghormati
Allah (ay 21): ‘Itu adalah di hadapan Tuhan’, dan dengan mata ditujukan
kepadaNya. Konstruksi yang menyakitkan hati yang bagaimanapun yang ia ingin
letakkan di dalamnya, ia mempunyai kesaksian dari hati nuraninya bagi dia bahwa
ia dengan tulus / sungguh-sungguh mengarah pada kemuliaan Allah, bagi siapa ia
berpikir, ia tidak pernah bisa melakukan dengan cukup. ... Jika kita bisa
menyetujui diri kita sendiri bagi Allah dalam apa yang kita lakukan dalam agama,
dan melakukannya seperti di hadapan Tuhan, kita tidak perlu menilai kecaman dan
celaan dari manusia. Jika kita terlihat benar di mata Allah, tak jadi soal
bagaimana buruk / jahat / hinanya kita terlihat di mata dunia. ... Makin kita
difitnah karena melakukan hal yang baik, makin kita harus berketetapan di
dalamnya, dan memegang agama kita dengan lebih kuat, dan mengikatkannya lebih
dekat kepada kita, untuk usaha-usaha dari agen-agen Iblis untuk menggoncangkan
dan mempermalukan kita darinya].
Bdk.
1Kor 4:3-5 - “(3) Bagiku sedikit sekali
artinya entahkah aku dihakimi oleh kamu atau oleh suatu pengadilan manusia.
Malahan diriku sendiripun tidak kuhakimi. (4) Sebab memang aku tidak sadar
akan sesuatu, tetapi bukan karena itulah aku dibenarkan. Dia, yang
menghakimi aku, ialah Tuhan. (5) Karena itu, janganlah menghakimi sebelum
waktunya, yaitu sebelum Tuhan datang. Ia akan menerangi, juga apa yang
tersembunyi dalam kegelapan, dan Ia akan memperlihatkan apa yang direncanakan di
dalam hati. Maka tiap-tiap orang akan menerima pujian dari Allah”.
Catatan:
bagian yang saya garis-bawahi itu salah terjemahan.
NIV:
‘(3) I care very little if I am judged
by you or by any human court; indeed, I do not even judge myself. (4) My
conscience is clear, but that does not make me innocent. It is the Lord who
judges me. (5) Therefore judge nothing before the appointed time; wait till the
Lord comes. He will bring to light what is hidden in darkness and will expose
the motives of men’s hearts. At that time each will receive his praise from
God’ [= (3) Aku tidak terlalu peduli jika aku dihakimi olehmu atau oleh
pengadilan manusia; bahkan aku tidak menghakimi diriku sendiri. (4) Hati
nuraniku bersih, tetapi itu tidak membuat aku tak berdosa. Tuhanlah yang
menghakimi aku. (5) Karena itu jangan menghakimi apapun sebelum waktu yang
ditetapkan; tunggulah sampai Tuhan datang. Ia akan menerangi apa yang
tersembunyi dalam kegelapan dan menyingkapkan motivasi dari hati manusia. Pada
saat itu setiap orang akan menerima pujiannya dari Allah].
NASB: ‘(3) But to me it is a very small thing that I should be
examined by you, or by any human court; in fact, I do not even examine myself.
(4) For I am conscious of nothing against myself, yet I am not by this
acquitted; but the one who examines me is the Lord. (5) Therefore do not go
on passing judgment before the time, but wait until the Lord comes who will both
bring to light the things hidden in the darkness and disclose the motives of
men’s hearts; and then each man’s praise will come to him from God’ [= (3) Tetapi bagiku merupakan sesuatu yang
sangat kecil / remeh bahwa aku diperiksa / diuji olehmu, atau oleh pengadilan
manusia manapun; bahkan aku tidak memeriksa / menguji diriku sendiri. (4) Karena
aku tidak menyadari apapun menentang aku, tetapi bukan karena hal ini aku
dinyatakan tak bersalah; tetapi yang memeriksa / menguji aku adalah Tuhan.
(5) Karena itu jangan menghakimi sebelum waktunya, tetapi tunggulah sampai Tuhan
datang yang akan menerangi hal-hal yang tersembunyi dalam kegelapan dan
menyingkapkan motivasi hati manusia; dan lalu setiap pujian manusia akan datang
kepadanya dari Allah].
Jelas dari text di atas ini bahwa Paulus tak mempedulikan penghakiman
manusia. Bahkan penilaiannya atas dirinya sendiri, dimana ia tidak merasa ada
sesuatu yang salah yang ia lakukan, tak ia pedulikan, karena penilaiannnya
tentang dirinya sendiri itu bisa saja salah. Satu-satunya yang ia pedulikan
adalah penghakiman / penilaian Tuhan!
Bdk.
Mat 26:6-13 - “(6) Ketika Yesus berada
di Betania, di rumah Simon si kusta, (7) datanglah seorang perempuan kepadaNya
membawa sebuah buli-buli pualam berisi minyak wangi yang mahal. Minyak itu
dicurahkannya ke atas kepala Yesus, yang sedang duduk makan. (8) Melihat itu
murid-murid gusar dan berkata: ‘Untuk apa pemborosan ini? (9) Sebab minyak itu
dapat dijual dengan mahal dan uangnya dapat diberikan kepada orang-orang
miskin.’ (10) Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata: ‘Mengapa
kamu menyusahkan perempuan ini? Sebab ia telah melakukan suatu perbuatan yang
baik padaKu. (11) Karena orang-orang miskin selalu ada padamu, tetapi Aku tidak
akan selalu bersama-sama kamu. (12) Sebab dengan mencurahkan minyak itu ke
tubuhKu, ia membuat suatu persiapan untuk penguburanKu. (13) Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya di mana saja Injil ini diberitakan di seluruh dunia, apa
yang dilakukannya ini akan disebut juga untuk mengingat dia.’”.
Matthew
Henry: “Let
us never be driven from our duty by the fear of reproach; for to be steady and
resolute in it will perhaps turn to our reputation more than we think it will.
Piety will have its praise. Let us not then be indifferent in it, nor afraid or
ashamed to own it” (= Janganlah kita pernah digerakkan / didorong dari kewajiban kita oleh
rasa takut terhadap celaan; karena dengan berpegang teguh dan dengan tegas di
dalamnya, mungkin / bisa mengarahkan pada reputasi kita lebih dari yang kita
pikirkan. Kesalehan akan mendapatkan pujiannya. Karena itu, janganlah kita acuh
tak acuh dalam hal itu, ataupun takut atau malu untuk mengakuinya).
Daud
bukan hanya menghardik kembali istrinya, untuk membenarkan apa yang telah ia
lakukan, tetapi kalau kita melihat 2Sam 7 maka Daud bahkan ingin membangun rumah
untuk tabut itu.
2Sam 7:1-2
- “(1) Ketika raja telah menetap di
rumahnya dan TUHAN telah mengaruniakan keamanan kepadanya terhadap semua
musuhnya di sekeliling, (2) berkatalah raja kepada nabi Natan: ‘Lihatlah, aku
ini diam dalam rumah dari kayu aras, padahal tabut Allah diam di bawah
tenda.’”.
4)
Hukuman Mikhal.
Ay
23:
“Mikhal binti Saul tidak mendapat anak sampai hari matinya”.
Lalu
bagaimana dengan 2Sam 21:8 - “Lalu raja
mengambil kedua anak laki-laki Rizpa binti Aya, yang dilahirkannya bagi Saul,
yakni Armoni dan Mefiboset, dan kelima anak laki-laki Merab binti Saul,
yang dilahirkannya bagi Adriel bin Barzilai, orang Mehola itu”?
KJV/ASV/NKJV:
‘Michal’.
RSV/NIV/NASB:
‘Merab’.
Jamieson,
Fausset & Brown mengatakan bahwa di sini ada kesalahan dalam
manuscript-manuscript yang menuliskan ‘Mikhal’, karena seharusnya jelas
adalah ‘Merab’.
Bdk.
1Sam 18:19 - “Tetapi ketika tiba waktunya untuk memberikan Merab, anak Saul
itu, kepada Daud, maka anak perempuan itu diberikan kepada Adriel, orang
Mehola, menjadi isterinya”.
Jamieson,
Fausset & Brown: “‘The
five sons of Michal ... whom she brought up for Adriel.’ Michal has by an
error been substituted in the text for Merab, Saul’s oldest daughter, who,
as appears, 1 Sam 18:19, was married to Adriel (Septuagint, Esdrieel).
Our translators, not daring to impugn the accuracy of the text, and yet
finding it difficult to reconcile the passage before us with the one quoted
from the First Book of Samuel, have suggested a conjectural solution by the
use of the phrase ‘brought up,’ as if Adriel having become a widower by
the death of his wife, his five young sons had been reared under the care of
their aunt Michal. It is fatal however, to such a hypothesis that there is
nothing in the original corresponding to ‘brought up.’ (The Hebrew text
has yaaldaah,
bore, gave birth; which the Septuagint version renders by the equivalent Greek
word eteke, produced, brought
forth as a mother.) There is, therefore, prima facie evidence of an error
having early crept into the text of this passage (for all the ancient versions
have it); and Kennicott (‘Dissertation’) has proved this by showing that
two Hebrew manuscripts read ‘Merab’ instead of ‘Michal.’”
(= ).
Matthew
Henry: “David
was contented thus to justify himself, and did not any further animadvert upon
Michal’s insolence; but God punished her for it, writing (?) her for ever
childless from this time forward, v. 23. She unjustly reproached David for his
devotion, and therefore God justly put her under the perpetual reproach of
barrenness. Those that honour God he will honour; but those that despise him,
and his servants and service, shall be lightly esteemed”
[= Jadi Daud puas dengan membenarkan dirinya sendiri, dan tidak memberikan
kritikan lebih jauh terhadap kekurang-ajaran Mikhal; tetapi Allah menghukumnya
untuk itu, ...... (?) nya untuk selama-lamanya tanpa anak sejak saat ini dan
seterusnya, ay 23. Ia secara tidak benar / tidak adil mencela Daud untuk
pembaktiannya, dan karena itu Allah secara benar / adil meletakkannya di bawah
celaan kekal dari kemandulan. Mereka yang menghormati Allah akan Ia hormati;
tetapi mereka yang memandang rendah Dia, dan pelayan-pelayan dan pelayananNya,
akan dipandang rendah].
Catatan:
saya kira kata ‘writing’ itu salah cetak, dan saya tidak punya buku tafsiran
Matthew Henry, sehingga tak bisa membandingkan dengan bukunya.
Bdk.
1Sam 2:30b - “Sebab siapa yang menghormati Aku, akan Kuhormati, tetapi siapa yang
menghina Aku, akan dipandang rendah”.
Adam
Clarke: “Then
it is said, Michal had no child until the day of her death: Probably David never
took her to his bed again; or God, in His providence, might have subjected her
to barrenness which in Palestine was considered both a misfortune and a
reproach. Michal formed her judgment without reason, and meddled with that which
she did not understand. We should be careful how we attribute actions, the
reasons of which we cannot comprehend, to motives which may appear to us
unjustifiable or absurd. Rash judgments are doubly pernicious; they hurt those
who form them, and those of whom they are formed”
(= Lalu dikatakan, Mikhal tidak mempunyai anak sampai hari kematiannya: Mungkin
Daud tak pernah membawanya ke ranjangnya lagi; atau Allah, dalam ProvidensiaNya,
mungkin telah menundukkannya pada kemandulan, yang di Palestina dianggap baik
suatu kesialan / kemalangan dan suatu celaan. Mikhal membuat penghakimannya
tanpa alasan, dan ikut campur dalam apa yang tidak ia mengerti. Kita harus
hati-hati bagaimana kita menyebutkan tindakan-tindakan, yang alasan-alasannya
tidak bisa kita mengerti, pada motivasi-motivasi yang bagi kita bisa terlihat
tak bisa dibenarkan atau menggelikan. Penghakiman-penghakiman yang tergesa-gesa
adalah jahat secara dobel; mereka melukai mereka yang membuatnya, dan mereka
tentang siapa mereka dibuat).
Catatan:
ini tidak berarti kita sama sekali tak boleh menilai / menghakimi! Jangan hanya
memperhatikan Mat 7:1-2 saja, tetapi perhatikan Yoh 7:24 dan juga
banyak ayat-ayat yang menunjukkan bahwa orang-orang saleh dalam Alkitab, bahkan
Yesus sendiri, melakukan penghakiman (Mat 3:7-12
Gal 1:6-9 2Pet 2
2Yoh 7 Mat 23
Yoh 9:39-41 dsb).
Mat
7:1-2 - “(1) ‘Jangan kamu menghakimi,
supaya kamu tidak dihakimi. (2) Karena dengan penghakiman yang kamu pakai untuk
menghakimi, kamu akan dihakimi dan ukuran yang kamu pakai untuk mengukur, akan
diukurkan kepadamu”.
Yoh
7:24 - “Janganlah menghakimi menurut
apa yang nampak, tetapi hakimilah dengan adil.’”.
The
Bible Exposition Commentary: Old Testament:
“But
Michal’s barrenness was a blessing from the Lord. It prevented Saul’s family
from continuing in Israel and therefore threatening the throne of David. David
and Jonathan had covenanted to reign together (1 Sam 23:16-18), but God rejected
that plan by allowing Jonathan to be slain in battle. The Lord wanted the line
and throne of David to be kept apart from any other dynasty, because David’s
line would culminate in the birth of the Messiah, Jesus Christ”
[= Tetapi kemandulan Mikhal merupakan suatu berkat dari Tuhan. Itu mencegah
keluarga Saul dari kelanjutan di Israel dan karena itu mengancam takhta Daud.
Daud dan Yonatan telah mengadakan perjanjian untuk memerintah bersama-sama (1Sam
23:16-18), tetapi Allah menolak rencana itu dengan mengijinkan Yonatan dibunuh
dalam pertempuran. Tuhan menginginkan garis keturunan dan takhta Daud dipisahkan
dari dinasti yang lain manapun, karena garis keturunan Daud akan memuncak dalam
kelahiran dari sang Mesias, Yesus Kristus].
1Sam
23:16-18 - “(16) maka bersiaplah
Yonatan, anak Saul, lalu pergi kepada Daud di Koresa. Ia menguatkan kepercayaan
Daud kepada Allah (17) dan berkata kepadanya: ‘Janganlah takut, sebab tangan
ayahku Saul tidak akan menangkap engkau; engkau akan menjadi raja atas
Israel, dan aku akan menjadi orang kedua di bawahmu. Juga ayahku Saul telah
mengetahui yang demikian itu.’ (18) Kemudian kedua orang itu mengikat
perjanjian di hadapan TUHAN. Dan Daud tinggal di Koresa, tetapi Yonatan pulang
ke rumahnya”.
Catatan:
menurut saya, ini bukan perjanjian untuk memerintah bersama-sama. Perjanjiannya
tetap Daud yang menjadi raja, dan Yonatan hanya orang kedua.
Jadi,
memang semua akhirnya membawa berkat untuk Daud dan semua orang-orang pilihan!
Tetapi ini bukan berkat untuk Mikhal! Bagi dia, ini adalah hukuman / kutuk!
Karena itu hati-hati dalam mencela orang yang melakukan tindakan kasih kepada
Tuhan! Dan bagi saudara yang merasa yakin bahwa saudara sedang / sudah melakukan
tindakan kasih untuk Tuhan, jangan pedulikan siapapun yang mengkritik saudara!
Kiranya Tuhan memberkati saudara sekalian!
-AMIN-
Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.
E-mail : [email protected]
e-mail us at [email protected]
Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:
https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ
Channel Live Streaming Youtube : bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali