Eksposisi 1Yohanes

oleh : Pdt. Budi Asali M.Div.

I YOHANES 5:16-17

1Yoh 5:16-17 - “(16) Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa. (17) Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut”.

 

I) Doa untuk orang lain.

 

John Stott (Tyndale): “The assurance of eternal life which the Christian should enjoy (13) ought not to lead him into a preoccupation with himself to the neglect of others. ... ‘if any man see his brother sin.’ He cannot say ‘am I my brother’s keeper?’ and do nothing” [= Keyakinan tentang hidup kekal yang dinikmati orang Kristen (ay 13) seharusnya tidak membimbing dia ke dalam suatu keasyikan dengan dirinya sendiri sehingga mengabaikan / melalaikan orang-orang lain. ... ‘Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa’. Ia tidak bisa berkata ‘Akukah penjaga saudaraku?’ dan tidak melakukan apa-apa] - hal 186.

 

Herschel H. Hobbs mengatakan bahwa orang Kristen mempunyai kewajiban berdoa untuk sesamanya.

 

1)   ‘Saudaranya’.

 

I. Howard Marshall (hal 246, footnote) mengatakan bahwa ‘saudara’ pasti menunjuk kepada orang dalam gereja.

 

Albert Barnes mengatakan bahwa kata ‘saudara’ bisa menunjuk kepada seseorang di gereja, baik di gereja kita sendiri maupun gereja lain. Tetapi kata itu juga bisa digunakan dalam arti yang lebih luas untuk menunjuk kepada sesama manusia kita, seorang anggota dari umat manusia. Dan dalam text ini tidak ada petunjuk untuk membatasi kata ‘saudara’ ini sehingga hanya menunjuk kepada orang Kristen saja.

Karena itu, kita wajib berdoa bukan hanya untuk orang-orang kristen saja, tetapi juga untuk orang-orang non kristen, supaya mereka bisa diselamatkan.

 

John Stott mengatakan bahwa orang itu pasti bukan orang kristen yang sejati, karena bagaimana bisa memberikan hidup kepada orang Kristen sejati (ay 16b), yang seharusnya sudah hidup? Jadi, kata ‘saudara’ di sini digunakan dalam arti yang lebih luas, bukan dalam arti ‘saudara seiman’.

 

Saya setuju dengan John Stott.

 

2)   ‘Berbuat dosa’.

 

a)         Berdoa untuk orang sakit dan berdoa untuk orang yang berbuat dosa.

Kalau ada orang sakit, biasanya kita lebih mempunyai kecenderungan untuk mendoakannya dari pada kalau ada orang berbuat dosa! Padahal sebetulnya dosa, yang merupakan penyakit rohani, merupakan sesuatu yang jauh lebih berbahaya dari pada sekedar suatu penyakit jasmani. Jadi, seharusnya kita mengubah pola pikir / kebiasaan kita dalam hal seperti ini. Kita harus mempunyai kecenderungan untuk lebih mendoakan orang-orang yang berbuat dosa / belum diselamatkan dan sebagainya.

 

b)   Kecenderungan lain yang juga salah pada waktu mengetahui ada orang yang berbuat dosa, adalah membuat gossip tentang dia.

Herschel H. Hobbs mengatakan: dari pada membuat gosip tentang orang lain yang berbuat dosa, lebih baik kita mendoakannya.

 

c)   Pada waktu kita mendoakan seseorang yang berbuat dosa, orang itu diampuni atau tidak, tergantung dari sikap dari orang yang berbuat dosa itu.

Tuhan tentu tidak akan mengampuni dosa orang itu hanya karena doa kita, kalau orang itu tidak bertobat / percaya kepada Kristus. Tetapi doa kita bisa dijawab oleh Tuhan dengan mempertobatkan orang itu, atau membuat orang itu percaya kepada Kristus.

 

II) Dosa yang mendatangkan maut dan dosa yang tidak mendatangkan maut.

 

Ay 16: “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

 

1)   Ay 16 ini menunjukkan adanya tingkatan dalam dosa, karena dikatakan ada dosa yang membawa maut dan yang tidak membawa maut.

Ini ditegaskan lagi dalam ay 17: “Semua kejahatan adalah dosa, tetapi ada dosa yang tidak mendatangkan maut”.

KJV/NASB: ‘unrighteousness’ (= ketidak-benaran).

RSV/NIV: ‘wrongdoing’ (= tindakan salah).

Jadi, ada banyak macam dosa, tetapi tidak semua dosa mendatangkan maut.

 

2)   Macam-macam arti dari kata ‘maut’.

Albert Barnes mengatakan bahwa dalam Perjanjian Baru ada beberapa arti dari kata ‘maut / ‘kematian’, yaitu:

 

a)         Kematian jasmani.

Kalau diambil arti pertama, maka kelihatannya dosa yang mendatangkan maut menunjuk pada dosa yang harus dijatuhi hukuman mati, apakah oleh suatu penyakit, bencana atau oleh pengadilan.

Tidak mungkin diambil arti pertama ini, karena mengapa kita tidak perlu mendoakan orang seperti itu? Bukankah kita tetap harus mendoakannya, setidaknya supaya ia bertobat dan diselamatkan dari kematian kedua / neraka?

 

b)         Kematian rohani / mati dalam dosa (bdk. Ef 2:1).

Arti kedua merupakan keadaan dari setiap orang yang belum percaya kepada Kristus. Kelihatannya tidak mungkin arti itu yang dimaksudkan dalam ay 16 ini, karena:

1.   ‘Berbuat dosa yang mendatangkan kematian rohani’ merupakan sesuatu yang tidak masuk akal.

2.   Mengapa kita tidak perlu mendoakan orang seperti itu?

 

c)         Kematian kedua / masuk neraka (Wah 21:8).

Kalau arti ketiga yang diambil maka dosa yang mendatangkan maut kelihatannya adalah dosa yang tidak bisa diampuni, sehingga orang yang melakukannya harus masuk neraka.

Menurut Albert Barnes, ini adalah satu-satunya kemungkinan yang benar tentang kata ‘maut’ di sini.

 

3)   ‘Dosa yang tidak mendatangkan maut dan dosa yang mendatangkan maut’.

Ada bermacam-macam penafsiran tentang hal ini:

 

a)         Dalam Gereja Roma Katolik.

 

Barnes’ Notes: “this is the common opinion among the Roman Catholics, that it refers to sins that might or might not be pardoned AFTER death, thus referring to the doctrine of purgatory” (= ini merupakan pandangan umum di antara orang-orang Roma Katolik, bahwa itu menunjuk pada dosa yang bisa atau tidak bisa diampuni setelah kematian, dan dengan demikian menunjuk pada doktrin api penyucian).

 

Ada juga yang mengatakan bahwa dalam Gereja Roma Katolik ayat ini juga digunakan untuk menjadi dasar dari ajaran mereka tentang ‘mortal sin’ (= dosa besar / mematikan) dan ‘venial sin’ (= dosa kecil / remeh). Mereka beranggapan bahwa mortal sin menghancurkan keselamatan, tetapi venial sin begitu remeh sehingga tak diakuipun tidak apa-apa.

Ini merupakan omong kosong, karena sekalipun kita mempercayai adanya tingkatan dosa, tetapi tidak ada dosa yang begitu besar sehingga bisa menghancurkan keselamatan kita dan tidak ada dosa yang begitu kecil yang tak perlu diakui. Jangan lupa bahwa Ro 6:23 mengatakan bahwa ‘upah dosa adalah maut’, dan ini jelas berlaku juga untuk dosa kecil.

 

b)         Dosa sebelum dan sesudah baptisan.

Pandangan ini populer pada abad-abad awal dari kekristenan, dan itu menyebabkan orang-orang lalu menunda baptisan sampai sesaat sebelum kematian. Tetapi ini jelas merupakan pandangan yang salah, dan bahkan sesat. Kalau dosa setelah baptisan tidak bisa diampuni maka itu berarti:

1.   Hampir semua orang percaya akan masuk neraka. Ada berapa banyak orang yang dibaptis persis sebelum mereka meninggal?

2.   Kita diselamatkan bukan oleh iman saja, tetapi oleh iman dan perbuatan baik.

 

c)   Dosa yang dalam dunia ini dijatuhi hukuman mati dan yang tidak dijatuhi hukuman mati (oleh pengadilan dunia ataupun oleh Allah).

 

Matthew Henry menafsirkan bahwa semua dosa upahnya maut, tetapi dosa yang membawa maut adalah dosa yang dalam hukum dunia memang harus dijatuhi hukuman mati, sedangkan dosa yang tidak membawa maut adalah dosa yang dalam hukum dunia tidak harus dijatuhi hukuman mati.

Dalam hukum Tuhan juga sama. Ada dosa yang pelakunya dihukum mati, dan ada dosa yang pelakunya tidak dihukum mati.

 

Adam Clarke juga memberikan beberapa penafsiran:

Ada dosa yang dalam hukum Yahudi memang harus dijatuhi hukuman mati, tetapi ada dosa yang dianggap lebih ringan sehingga pelakukan tidak harus dijatuhi hukuman mati.

Kemungkinan lain adalah bahwa dosa yang membawa maut adalah dosa yang pelakunya oleh Tuhan dijatuhi hukuman mati, sekalipun orangnya tetap diselamatkan. Contoh: nabi dalam 1Raja 13:1-32. Sedangkan dosa yang tidak membawa maut adalah dosa yang pelakunya oleh Tuhan tidak dijatuhi hukuman mati.

 

Menurut saya arti ini sama sekali tidak masuk akal. Apa sebabnya untuk orang yang dijatuhi hukuman mati kita tidak perlu mendoakannya? Bukankah setidaknya kita harus mendoakan supaya ia bertobat dan diselamatkan dari neraka?

 

d)         Dosa sengaja dan dosa tidak sengaja.

I. Howard Marshall (NICNT) mengatakan bahwa dalam Perjanjian Lama ada pembedaan tentang dosa yang tidak disadari / tidak disengaja, untuk mana disediakan pengampunan, dan dosa yang disengaja, untuk mana tidak disediakan pengampunan. Yang terakhir ini hanya bisa ditebus oleh kematian dari orang yang berdosa itu.

 

Untuk dosa-dosa yang tidak disadari / tidak disengaja, perhatikan ayat-ayat ini:

1.   Im 4:2 - “‘Katakanlah kepada orang Israel: Apabila seseorang tidak dengan sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal yang dilarang TUHAN dan ia memang melakukan salah satu dari padanya,”.

Baca Im 4:3b yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

2.   Im 4:13 - “Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu segenap umat Israel, dan jemaah tidak menyadarinya, sehingga mereka melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, dan mereka bersalah,”.

Baca Im 4:14nya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

3.   Im 4:22 - “Jikalau yang berbuat dosa itu seorang pemuka yang tidak dengan sengaja melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, Allahnya, sehingga ia bersalah,”.

Baca Im 4:23bnya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

4.   Im 4:27 - “Jikalau yang berbuat dosa dengan tak sengaja itu seorang dari rakyat jelata, dan ia melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN, sehingga ia bersalah,”.

Baca Im 4:28bnya yang menunjukkan adanya korban untuk dosa ini sehingga dosa itu bisa diampuni.

5.   Im 5:2-6,9,14-15,17-19 - “(2) Atau bila seseorang kena kepada sesuatu yang najis, baik bangkai binatang liar yang najis, atau bangkai hewan yang najis, atau bangkai binatang yang mengeriap yang najis, tanpa menyadari hal itu, maka ia menjadi najis dan bersalah. (3) Atau apabila ia kena kepada kenajisan berasal dari manusia, dengan kenajisan apapun juga ia menjadi najis, tanpa menyadari hal itu, tetapi kemudian ia mengetahuinya, maka ia bersalah. (4) Atau apabila seseorang bersumpah teledor dengan bibirnya hendak berbuat yang buruk atau yang baik, sumpah apapun juga yang diucapkan orang dengan teledor, tanpa menyadari hal itu, tetapi kemudian ia mengetahuinya, maka ia bersalah dalam salah satu perkara itu. (5) Jadi apabila ia bersalah dalam salah satu perkara itu, haruslah ia mengakui dosa yang telah diperbuatnya itu, (6) dan haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salah karena dosa itu seekor betina dari domba atau kambing, menjadi korban penghapus dosa. Dengan demikian imam mengadakan pendamaian bagi orang itu karena dosanya. ... (9) Sedikit dari darah korban penghapus dosa itu haruslah dipercikkannya ke dinding mezbah, tetapi darah selebihnya haruslah ditekan ke luar pada bagian bawah mezbah; itulah korban penghapus dosa. ... (14) TUHAN berfirman kepada Musa: (15) ‘Apabila seseorang berubah setia dan tidak sengaja berbuat dosa dalam sesuatu hal kudus yang dipersembahkan kepada TUHAN, maka haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN sebagai tebusan salahnya seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, dinilai menurut syikal perak, yakni menurut syikal kudus, menjadi korban penebus salah. ... (17) Jikalau seseorang berbuat dosa dengan melakukan salah satu hal yang dilarang TUHAN tanpa mengetahuinya, maka ia bersalah dan harus menanggung kesalahannya sendiri. (18) Haruslah ia membawa kepada imam seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, sebagai korban penebus salah. Imam itu haruslah mengadakan pendamaian bagi orang itu karena perbuatan yang tidak disengajanya dan yang tidak diketahuinya itu, sehingga ia menerima pengampunan. (19) Itulah korban penebus salah; orang itu sungguh bersalah terhadap TUHAN.’”.

6.   Im 22:14 - “Apabila seseorang dengan tidak sengaja memakan persembahan kudus, ia harus memberi gantinya kepada imam dengan menambah seperlima.”.

7.   Bil 15:22-29 - “(22) ‘Apabila kamu dengan tidak sengaja melalaikan salah satu dari segala perintah ini, yang telah difirmankan TUHAN kepada Musa, (23) yakni dari segala yang diperintahkan TUHAN kepadamu dengan perantaraan Musa, mulai dari hari TUHAN memberikan perintah-perintahNya dan seterusnya turun-temurun, (24) dan apabila hal itu diperbuat di luar pengetahuan umat ini, tidak dengan sengaja, maka haruslah segenap umat mengolah seekor lembu jantan muda sebagai korban bakaran menjadi bau yang menyenangkan bagi TUHAN, serta dengan korban sajiannya dan korban curahannya, sesuai dengan peraturan; juga seekor kambing jantan sebagai korban penghapus dosa. (25) Maka haruslah imam mengadakan pendamaian bagi segenap umat Israel, sehingga mereka beroleh pengampunan, sebab hal itu terjadi tidak dengan sengaja, dan karena mereka telah membawa persembahan-persembahan mereka sebagai korban api-apian bagi TUHAN, juga korban penghapus dosa mereka di hadapan TUHAN, karena hal yang tidak disengaja itu. (26) Segenap umat Israel akan beroleh pengampunan, juga orang asing yang tinggal di tengah-tengahmu, karena hal itu dilakukan oleh seluruh bangsa itu dengan tidak sengaja. (27) Apabila satu orang saja berbuat dosa dengan tidak sengaja, maka haruslah ia mempersembahkan kambing betina berumur setahun sebagai korban penghapus dosa; (28) dan imam haruslah mengadakan pendamaian di hadapan TUHAN bagi orang yang dengan tidak sengaja berbuat dosa itu, sehingga orang itu beroleh pengampunan karena telah diadakan pendamaian baginya. (29) Baik bagi orang Israel asli maupun bagi orang asing yang tinggal di tengah-tengah kamu, satu hukum saja berlaku bagi mereka berkenaan dengan orang yang berbuat dosa dengan tidak sengaja.

 

Sedangkan untuk dosa sengaja, yang tidak disediakan cara untuk mendapatkan pengampunan, perhatikan ayat-ayat ini:

Bil 15:30-31 - “(30) Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, (31) sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.’”.

 

Victor P. Hamilton (‘Handbook on the Pentateuch’, hal 260-262) mengatakan bahwa dari ayat-ayat Perjanjian Lama yang menunjukkan adanya korban hanya untuk dosa-dosa yang tidak disengaja / tidak disadari, maka ada orang-orang yang menyimpulkan bahwa:

1.   Dalam Perjanjian Lama dosa yang bisa diampuni memang hanyalah dosa-dosa yang tidak disengaja / tidak diketahui. Sedangkan orang-orang yang melakukan dosa-dosa yang disengaja harus dihukum mati (hal 259-260). Bdk. Bil 15:27-31 yang seolah-olah menekankan hal itu secara explicit.

2.   Ini menunjukkan kesuperioran korban Kristus dibandingkan dengan korban-korban dalam Perjanjian Lama, karena korban Kristus bisa mengampuni bukan hanya dosa-dosa yang tidak disengaja, tetapi juga dosa-dosa yang disengaja.

Pulpit Commentary (tentang Bil 15:30): “No provision was made under the Law for the pardon of a wilful sin against God - a sin of defiance. Thus the Law brought no satisfaction to the tender conscience, but rather conviction of sin, and longing for a better covenant. Herein is at once contrast and likeness: contrast, in that the gospel hath forgiveness for all sin and wickedness” (= Tidak ada persediaan yang dibuat di bawah hukum Taurat untuk pengampunan terhadap dosa sengaja terhadap Allah - suatu dosa yang menantang. Jadi, hukum Taurat tidak membawa pemuasan kepada hati nurani yang lembut, tetapi keyakinan / kesadaran akan dosa, dan kerinduan / keinginan pada suatu perjanjian yang lebih baik. Di sini sekaligus ada suatu kontras dan persamaan. Kontras, dalam hal bahwa injil mempunyai pengampunan untuk semua dosa dan kejahatan) - hal 184.

Bdk. Kis 13:39 - “Dan di dalam Dialah setiap orang yang percaya memperoleh pembebasan dari segala dosa, yang tidak dapat kamu peroleh dari hukum Musa”.

 

Tetapi Victor P. Hamilton tidak setuju dengan kesimpulan seperti ini, dan ia mengatakan bahwa pernyataan bahwa dalam Perjanjian Lama hanya dosa-dosa yang tidak disengaja yang bisa diampuni juga merupakan sesuatu yang harus dipertanyakan kebenarannya. Alasannya:

 

a.   Kalau kita melihat Im 6:1-7, maka tidak mungkin kita menyimpulkan bahwa yang dibicarakan di sini adalah dosa-dosa yang tidak disengaja.

Im 6:1-7 - “(1) TUHAN berfirman kepada Musa: (2) ‘Apabila seseorang berbuat dosa dan berubah setia terhadap TUHAN, dan memungkiri terhadap sesamanya barang yang dipercayakan kepadanya, atau barang yang diserahkan kepadanya atau barang yang dirampasnya, atau apabila ia telah melakukan pemerasan atas sesamanya, (3) atau bila ia menemui barang hilang, dan memungkirinya, dan ia bersumpah dusta - dalam perkara apapun yang diperbuat seseorang, sehingga ia berdosa - (4) apabila dengan demikian ia berbuat dosa dan bersalah, maka haruslah ia memulangkan barang yang telah dirampasnya atau yang telah diperasnya atau yang telah dipercayakan kepadanya atau barang hilang yang ditemuinya itu, (5) atau segala sesuatu yang dimungkirinya dengan bersumpah dusta. Haruslah ia membayar gantinya sepenuhnya dengan menambah seperlima; haruslah ia menyerahkannya kepada pemiliknya pada hari ia mempersembahkan korban penebus salahnya. (6) Sebagai korban penebus salahnya haruslah ia mempersembahkan kepada TUHAN seekor domba jantan yang tidak bercela dari kambing domba, yang sudah dinilai, menjadi korban penebus salah, dengan menyerahkannya kepada imam. (7) Imam harus mengadakan pendamaian bagi orang itu di hadapan TUHAN, sehingga ia menerima pengampunan atas perkara apapun yang diperbuatnya sehingga ia bersalah.’”.

Perhatikan bagian yang saya garis bawahi itu. Itu tidak mungkin dianggap sebagai dosa-dosa yang tidak disengaja! Tetapi perhatikan ay 6-7nya! Toh ada korban untuk dosa-dosa seperti itu, sehingga dosa-dosa seperti itu bisa diampuni.

 

b.   Terjemahan dari Bil 15:30 itu salah secara cukup fatal!

Bil 15:30-31 - “(30) Tetapi orang yang berbuat sesuatu dengan sengaja, baik orang Israel asli, baik orang asing, orang itu menjadi penista TUHAN, ia harus dilenyapkan dari tengah-tengah bangsanya, (31) sebab ia telah memandang hina terhadap firman TUHAN dan merombak perintahNya; pastilah orang itu dilenyapkan, kesalahannya akan tertimpa atasnya.’”.

Kata-kata ‘dengan sengaja’ itu salah terjemahan! Bandingkan dengan terjemahan-terjemahan dalam bahasa Inggris!

KJV: ‘presumptuously’ (= dengan sombong / angkuh).

RSV: ‘with a high hand’ (= dengan tangan teracung).

NIV/NASB: defiantly (= dengan menantang).

Ini kesalahan penterjemahan yang cukup fatal, karena penterjemahan ini penting untuk menafsirkan apa yang dimaksud dengan ‘dosa senagaja dan tidak disengaja’ itu!

Kelihatannya, karena Bil 15:22-31 mengkontraskan dosa yang tidak disengaja dengan dosa yang dilakukan dengan angkuh / menantang Tuhan, maka harus ditafsirkan bahwa asal orangnya tidak berbuat dosa dengan sikap menantang Tuhan, maka itu dianggap sebagai dosa dengan tidak sengaja.

 

Victor P. Hamilton lalu menyimpulkan bahwa dalam Perjanjian Lama bukan orang yang melakukan dosa sengaja, tetapi orang yang tidak bertobat, yang tidak bisa diampuni (hal 261-262).

 

Sekarang, mari kita kembali pada persoalan kita. Mungkinkah dosa sengaja dianggap sebagai dosa yang mendatangkan maut, dalam arti bahwa dosa sengaja pasti membawa orang yang berbuat dosa itu ke neraka?

 

I. Howard Marshall (NICNT): “Let it be plainly said that if there were no forgiveness for deliberate sins, then we would all be under God’s condemnation, for which of us has not sinned deliberately since our conversion and new birth?” (= Hendaklah dikatakan dengan jelas bahwa seandainya tidak ada pengampunan untuk dosa-dosa sengaja, maka semua orang akan berada di bawah penghukuman Allah, karena siapa dari kita yang tidak berbuat dosa dengan sengaja sejak pertobatan dan kelahiran baru kita?) - hal 248.

 

e)   Dosa yang mendatangkan maut adalah dosa yang tidak bisa diampuni / dosa menghujat Roh Kudus, sedangkan dosa yang tidak mendatangkan maut adalah dosa-dosa yang lain.

Ro 6:23 jelas menunjukkan bahwa sebetulnya semua dosa upahnya maut. Tetapi berdasarkan 1Yoh 5:16 kita bisa menyimpulkan bahwa ada dosa yang sekalipun seharusnya membawa maut, tetapi bisa diampuni sehingga akhirnya tidak mendatangkan maut, dan ada dosa yang tidak bisa diampuni sehingga pasti betul-betul mendatangkan maut.

 

Herschel H. Hobbs: “Probably, John has in mind the unpardonable sin mentioned by Jesus in Matthew 12:31-32” (= Mungkin, Yohanes memikirkan dosa yang tidak bisa diampuni yang disebutkan oleh Yesus dalam Mat 12:31-32) - hal 138.

 

Calvin: “as the sin and blasphemy against the Spirit ever brings with it a defection of this kind, there is no doubt but that it is here pointed out” (= karena dosa dan penghujatan terhadap Roh Kudus selalu membawa sertanya kerusakan seperti ini, maka tidak ada keraguan bahwa itulah yang ditunjuk di sini) - hal 269.

 

Mat 12:31-32 - “(31) Sebab itu Aku berkata kepadamu: Segala dosa dan hujat manusia akan diampuni, tetapi hujat terhadap Roh Kudus tidak akan diampuni. (32) Apabila seorang mengucapkan sesuatu menentang Anak Manusia, ia akan diampuni, tetapi jika ia menentang Roh Kudus, ia tidak akan diampuni, di dunia ini tidak, dan di dunia yang akan datangpun tidak”.

 

Ada beberapa penafsiran / ajaran yang salah yang keluar dari ayat-ayat ini:

 

1.   Menghujat Yesus bisa diampuni; menghujat Roh Kudus tidak bisa diampuni. Jadi Roh Kudus lebih besar dari pada Yesus. Ini jelas merupakan ajaran sesat!

 

2.   Untuk dosa menghujat Roh Kudus memang tidak ada pengampunan sesudah mati (ay 32), tetapi untuk dosa-dosa lain, ada! Karena itu ayat ini dipakai sebagai dasar oleh Gereja Roma Katolik untuk mengajarkan api pencucian.

Tetapi, ‘di dunia yang akan datangpun tidak’ menunjuk pada hari penghakiman, atau berarti: tidak akan pernah diampuni. Bagian ini tidak menunjuk pada ‘Intermediate State’ (= keadaan antara kematian dan kebangkitan orang mati / kedatangan Yesus yang keduakalinya).

 

3.   Seadanya penghinaan kepada Allah tidak bisa diampuni. Penafsiran ini tidak mungkin benar karena Paulus dulunya juga seorang penghujat, tetapi toh bisa diampuni.

1Tim 1:13 - aku yang tadinya seorang penghujat dan seorang penganiaya dan seorang ganas, tetapi aku telah dikasihaniNya, karena semuanya itu telah kulakukan tanpa pengetahuan yaitu di luar iman”.

 

4.   Menghujat Roh Kudus artinya terus menerus menolak dorongan Roh Kudus untuk percaya kepada Yesus sampai kita mati. Penafsiran ini tidak mungkin benar karena adanya kata-kata ‘di dunia ini tidak’ (ay 32).

 

5.   Menghujat Anak Manusia diartikan menghujat Yesus sebagai manusia; sedangkan menghujat Roh Kudus diartikan menghujat Yesus sebagai Allah. Ini tidak mungkin benar, karena:

a.   Tidak biasanya Yesus sebagai Allah disebut dengan istilah ‘Roh Kudus’.

b.   Markus menghapuskan kontras antara menghujat Anak Manusia dan menghujat Roh Kudus.

Mark 3:28-30 - “(28) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya semua dosa dan hujat anak-anak manusia akan diampuni, ya, semua hujat yang mereka ucapkan. (29) Tetapi apabila seorang menghujat Roh Kudus, ia tidak mendapat ampun selama-lamanya, melainkan bersalah karena berbuat dosa kekal.’ (30) Ia berkata demikian karena mereka katakan bahwa Ia kerasukan roh jahat”.

Kalau memang artinya seperti itu, maka bagian itu adalah bagian yang sangat vital yang tidak mungkin dihapuskan.

 

Sekarang mari kita perhatikan arti yang benar dari text sukar ini.

 

a.   Untuk mengerti bagian ini, kuncinya adalah: Mengapa Roh Kudus? Mengapa bukan Bapa atau Anak? Jelas karena fungsi Roh Kudus adalah menerangi hati / pikiran seseorang sehingga bisa mengerti Firman Tuhan / Injil.

Jadi artinya adalah: orang yang telah diterangi oleh Roh Kudus sehingga bagi dia sudah jelas bahwa Yesus adalah Mesias / Juruselamat, tetapi karena suatu hal tertentu, dengan sengaja ia menolak semua itu dan menganggapnya sebagai ajaran setan. Jadi, yang ditekankan bukan penghinaan terhadap diri / pribadi Roh Kudus, tetapi terhadap pekerjaan Roh Kudus dalam diri orang itu.

 

b.   Hal lain yang ditekankan adalah kesengajaan orang itu dalam melakukan hal ini:

·        Mat 12:22-24 menunjukkan bahwa orang awam saja tahu, dan karena itu tidak mungkin orang-orang Farisi tidak tahu bahwa Yesus adalah Mesias.

Mat 12:22-24 - “(22) Kemudian dibawalah kepada Yesus seorang yang kerasukan setan. Orang itu buta dan bisu, lalu Yesus menyembuhkannya, sehingga si bisu itu berkata-kata dan melihat. (23) Maka takjublah sekalian orang banyak itu, katanya: ‘Ia ini agaknya Anak Daud.’ (24) Tetapi ketika orang Farisi mendengarnya, mereka berkata: ‘Dengan Beelzebul, penghulu setan, Ia mengusir setan.’”.

·        Mat 12:25 - “Tetapi Yesus mengetahui pikiran mereka lalu berkata kepada mereka: ‘Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap kota atau rumah tangga yang terpecah-pecah tidak dapat bertahan”.

Dikatakan bahwa Yesus tahu pikiran mereka. Jadi pikiran / motivasi mereka lebih berperan dari pada sekedar kata-kata mereka dalam Mat 12:24 itu.

 

c.   Hal lain lagi yang harus ditekankan adalah bahwa orang-orang Farisi itu melakukan semua itu dengan sukarela, bukan karena dipaksa, diancam, dan sebagainya.

Kalau seseorang diancam akan dibunuh kalau tidak mau memaki Yesus, dan karena takut, ia lalu memaki Yesus, biarpun itu dosa, itu bukanlah dosa menghujat Roh Kudus, dan itu bukanlah dosa yang tidak bisa diampuni.

 

d.   Kata-kata ‘tidak akan diampuni’ berarti orangnya tidak mungkin bertobat / menjadi orang percaya. Tuhan akan mengeraskan hati orang yang sudah melakukan dosa ini sehingga ia tidak bakal percaya kepada Yesus. Karena itu, orang Kristen yang sejati tidak mungkin pernah dan tidak mungkin akan melakukan dosa ini.

 

e.   Ayat-ayat pembanding:

·        Ibr 6:4-6 - “(4) Sebab mereka yang pernah diterangi hatinya, yang pernah mengecap karunia sorgawi, dan yang pernah mendapat bagian dalam Roh Kudus, (5) dan yang mengecap firman yang baik dari Allah dan karunia-karunia dunia yang akan datang, (6) namun yang murtad lagi, tidak mungkin dibaharui sekali lagi sedemikian, hingga mereka bertobat, sebab mereka menyalibkan lagi Anak Allah bagi diri mereka dan menghinaNya di muka umum”.

·        Ibr 10:26-29 - “(26) Sebab jika kita sengaja berbuat dosa, sesudah memperoleh pengetahuan tentang kebenaran, maka tidak ada lagi korban untuk menghapus dosa itu. (27) Tetapi yang ada ialah kematian yang mengerikan akan penghakiman dan api yang dahsyat yang akan menghanguskan semua orang durhaka. (28) Jika ada orang yang menolak hukum Musa, ia dihukum mati tanpa belas kasihan atas keterangan dua atau tiga orang saksi. (29) Betapa lebih beratnya hukuman yang harus dijatuhkan atas dia, yang menginjak-injak Anak Allah, yang menganggap najis darah perjanjian yang menguduskannya, dan yang menghina Roh kasih karunia?”.

·        1Yoh 5:16 - “Kalau ada seorang melihat saudaranya berbuat dosa, yaitu dosa yang tidak mendatangkan maut, hendaklah ia berdoa kepada Allah dan Dia akan memberikan hidup kepadanya, yaitu mereka, yang berbuat dosa yang tidak mendatangkan maut. Ada dosa yang mendatangkan maut: tentang itu tidak kukatakan, bahwa ia harus berdoa”.

 

III) Orang yang harus didoakan dan yang tidak perlu didoakan.

 

1)   Yohanes mengatakan bahwa ia tidak mengatakan bahwa kita harus mendoakan orang yang melakukan dosa yang mendatangkan maut.

Perhatikan bahwa:

 

a)         Ia tidak melarang, tetapi hanya tidak mengharuskan.

 

Jadi, ini agak berbeda dengan ayat-ayat di bawah ini:

1.   Yer 7:16 - “‘Tetapi engkau, janganlah berdoa untuk bangsa ini, janganlah sampaikan seruan permohonan dan doa untuk mereka, dan janganlah desak Aku, sebab Aku tidak akan mendengarkan engkau”.

2.   Yes 11:14 - “Adapun engkau, janganlah engkau berdoa untuk bangsa ini dan janganlah naikkan permohonan dan doa untuk mereka, sebab Aku tidak akan mendengarkan pada waktu mereka berseru kepadaKu karena malapetaka mereka”.

3.   Yer 14:11 - “TUHAN berfirman kepadaku: ‘Janganlah engkau berdoa untuk kebaikan bangsa ini!”.

Dalam ayat-ayat di atas ini, Tuhan betul-betul sudah menetapkan untuk menghukum bangsa itu sehingga ia melarang Yeremia untuk berdoa bagi mereka.

 

Tetapi bagaimanapun, sekalipun Yohanes tidak melarang, doa bagi orang yang melakukan dosa yang mendatangkan maut itu merupakan sesuatu yang sia-sia.

 

Barnes’ Notes: “It is indeed implied in a most delicate way that it would not be proper to pray for the forgiveness of such a sin” (= Memang dinyatakan secara implicit dengan suatu cara yang paling lembut bahwa tidaklah benar untuk berdoa untuk meminta pengampunan bagi dosa seperti itu).

 

b)   Yohanes juga tidak mengatakan bahwa kita bisa atau tidak bisa mengetahui apakah seseorang betul-betul telah melakukan dosa yang mendatangkan maut.

 

Barnes’ Notes: “he does not say that a case would ever happen in which they would know certainly that the sin had been committed. ... it may be said now with truth, that as we can never be certain respecting anyone that he has committed the unpardonable sin, there is no one for whom we may not with propriety pray” (= ia tidak mengatakan bahwa akan terjadi suatu kasus dimana mereka akan tahu dengan pasti bahwa dosa itu telah dilakukan. ... sekarang bisa dikatakan dengan benar, bahwa karena kita tidak pernah bisa tahu dengan pasti berkenaan dengan siapapun bahwa ia telah melakukan dosa yang tidak bisa diampuni, maka tidak ada orang untuk siapa kita tidak boleh berdoa).

 

Saya tidak tahu apakah kata-kata terakhirnya itu bisa dibenarkan atau tidak. Kalau bisa dimutlakkan seperti itu, lalu apa gunanya ayat ini? Tetapi jelas tidak mudah bagi kita untuk mengetahui apakah seseorang sudah betul-betul melakukan dosa yang membawa maut ini. Karena itu, kita tidak boleh sembarangan / terburu-buru dalam menghakimi.

 

2)   Yohanes mengatakan bahwa kita harus mendoakan orang yang melakukan dosa yang tidak mendatangkan maut.

Ia juga mengatakan bahwa ini menyebabkan Allah memberikan hidup kepada orang itu. Jadi, Allah menjawab doa kita dengan mempertobatkan orang itu, sehingga ia mendapatkan hidup kekal. Albert Barnes mengatakan bahwa ini seharusnya memotivasi kita untuk berdoa bagi orang-orang berdosa, karena kita bisa menjadi alat-alat untuk menyelamatkan jiwa mereka!

Maukah saudara banyak berdoa untuk orang-orang berdosa?

 

-AMIN-

Author : Pdt. Budi Asali,M.Div.

E-mail : [email protected]

e-mail us at [email protected]

http://golgothaministry.org

Link ke Channel Video Khotbah2 Pdt. Budi Asali di Youtube:

https://www.youtube.com/channel/UCP6lW2Ak1rqIUziNHdgp3HQ

Channel Live Streaming Youtube :  bit.ly/livegkrigolgotha / budi asali